You are on page 1of 44

Penerapan Bioteknologi dalam Pengolahan Limbah

(Tugas Makalah Mata Kuliah Aplikasi Bioteknologi)

OLEH :

Arisanti Eva W.
(0815041025)

Lisa Febriyanti (0815041042)

Iffah Fitria (0815041040)

Wirna Yunita S (0815041060)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

2011

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari


pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-
lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol)
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa.
Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari
pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan
murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular,
mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain
sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu
terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam
proses produksi barang dan jasa.

1. Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh


manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di
bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti,
maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19,
pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas
baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi
hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa
lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin,
antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang
terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna.
Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor
oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik
maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.

2. Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat,


terutama di negara negara maju. Kemajuan ini ditandai
dengan ditemukannya berbagai macam teknologi seperti
rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan,
pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain.
Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh
penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis
yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun
AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga
memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit
lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada
jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang
pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa
genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat
dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul
karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan
tanaman biasa, serta juga lebih tahan terhadap hama
maupun tekanan lingkungan.[5] Penerapan bioteknologi di
masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan
hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian
minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri, dan
penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai
atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.
3. Kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai
kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya.
Sebagai contoh, teknologi kloning dan rekayasa genetika
terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari
bermacam-macam golongan.

4. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas


suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi
teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis
suatu organisme dengan menambahkan gen dari
organisme lain atau merekayasa gen pada organisme
tersebut.

4.1. Tujuan Makalah


Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Mengetahui cara pengolahan limbah industri biologik
(aerob/anaerob).
2. Mengetahui cara pengolahan limbah padat
(pengomposan).
3. Study kasus mengenai bioteknologi pengolahan limbah.

II. ISI

2.1 Bioteknologi dalam menyelesaikan masalah


pencemaran
1. Pencemaran oleh minyak. Strain-strain Pseudomorms =
mengkonsumsi hidrokarbon. Rekayasa genetik
membentuk bakteri super yang mengandung empat
jenis plasmid pembawa gen untuk konsumsi
hidrokarbon.
2. Limbah organik dapat diuraikan oleh bakteri aerob atau
anaerob.

Dalam

pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa


parameter kualitas yang digunakan. Parameter kualitas air
limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu parameter
organik, karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik.
Parameter organik merupakan ukuran jumlah zat organik
yang terdapat dalam limbah. Parameter ini terdiri dari total
organic carbon (TOC), chemical oxygen demand (COD),
biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan lemak
(O&G), dan total petrolum hydrocarbons (TPH).
Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari
parameter total suspended solids (TSS), pH, temperatur,
warna, bau, dan potensial reduksi. Sedangkan kontaminan
spesifik dalam air limbah dapat berupa senyawa organik atau
inorganik.

Teknologi Pengolahan Air Limbah

Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai


kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa
organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa
organik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
yang terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat
dibagi menjadi 5 (lima) tahap:

Pengolahan Awal (Pretreatment)

Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang


bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan
minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses
pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah
screen and grit removal, equalization and storage, serta
oil separation.
Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)

Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih


memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal.
Letak perbedaannya ialah pada proses yang
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap
pertama ialah neutralization, chemical addition and
coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.

Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)

Pengolahan tahap kedua dirancang untuk


menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang
tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa.
Peralatan pengolahan yang umum digunakan pada
pengolahan tahap ini ialah activated sludge, anaerobic
lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization
basin, rotating biological contactor, serta anaerobic
contactor and filter.

Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)

Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air


limbah tahap ketiga ialah coagulation and
sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion
exchange, membrane separation, serta thickening
gravity or flotation.

2.2. Proses Pengolahan limbah secara aerobic

- Lumpur aktif (Activated Sludge)

Lumpur adalah materi yang tidak larut yang selalu nampak


kehadirannya di dalam setiap tahap pengolahan, tersusun
oleh serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan di
dalamnya terhimpun kehidupan mikroorganisme.

- Saringan trickling (Trickling Filter)

Merupakan suatu bejana yang tersusun oleh lapisan materi


kasar, keras dan kedap air. Kegunaannya untuk mengolah air
buangan dengan mekanisme aliran air yang jatuh dan
mengalir perlahan-lahan melalui lapisan batu untuk
kemudian disaring. Saringan trickling memiliki 3 sistem
utama yaitu:
1.Distributor
2.Pengolahan
3.Pengumpul

- Kolam oksidasi/stabilisasi (Oxidation Ponds)

Kolam ini tidak memerlukan biaya yang mahal. Terdapat


beberapa kolam yang utama digunakan yaitu kolam
fakultatif, kolam maturasi, dan kolam anaerob.

- Kontraktor biologik berputar (rotating biological


contractor)

Analog dengan rotating trickling filter/penyaring menetes


berputar. Digunakan antara lain untuk menangani limbah
kota, air limbah yang berasal dari industri pengemasan
daging, susu dan keju, minuman keras dan anggur, produksi
babi dan unggas, pengolahan sayuran dan indutri perekat
dan kerta

2.3 Proses Pengolahan secara anaerobic

Proses pengolahan secara anaerobik terjadi disebabkan oleh


adanya aktivitas mikroorganisme pada saat tidak ada
oksigen bebas. Senyawa berbentuk anorganik atau organik
pekat yang umumnya berasal dari industri sukar atau lambat
sekali untuk diolah secara aerobik, maka pengolahan
dilakukan secara anaerobik. Hasil akhir pengolahan secara
anaerobik adalah CO2 dan CH4.

Tahapan yang terjadi dalam proses anaerobik adalah :


1. fermentasi dalam stadia asam
2. regressi dalam stadia asam
3. fermentasi dalam stadia basa

Prinsip proses pengolahan secara anaerobik adalah


menghilangkan atau mendegradasi bahan karbon organik
dalam limbah cair atau sludge. Keuntungan proses secara
anaerobik adalah tidak membutuhkan energi untuk aerasi,
lumpur atau sludge yang dihasilkan sedikit, polutan yang
berupa bahan organik (misalnya : polisakarida, protein dan
lemak) hampir semuanya dikonversi ke bentuk gas metan
(biogas) yang memiliki nilai kalor cukup tinggi. Sedangkan
kelemahan proses pengolahan cara anaerobik adalah pada
kemampuan pertumbuhan bakteri metan yang sangat rendah,
sehingga membutuhkan waktu yang lebih panjang antara
dua sampai lima hari untuk penggandaannya, sehingga
diperlukan reaktor yang bervolume cukup besar.

Proses degradasi dalam pengolahan secara anaerobik


tersebut dibagi dalam beberapa tahap :
Hidrolisi molekul organik polimer .
Fermentasi gula dan asam amino.
B oksidasi anaerobik asam lemak rantai panjang dan
alkohol.
Oksidasi anaerobik produk antara seperti asam lemak
(kecuali asam asetat).
Dekarboksilasi asam asetat menjadi metan.
Oksidasi hidrogen menjadi metan.

2.4 Proses Pengolahan Limbah Padat Secara Biologi

Pengkomposan
Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting
artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah
organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-
kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian
dan perkebunan.

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara


aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator
pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak
beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec,
SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic
Decomposer dan SUPERFARM (Effective
Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan
kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki
keunggulan sendiri-sendiri.

Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan,


karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak
membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi
bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu
sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan
secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang


sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian
di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia,
fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi
lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan
sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan
kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian,
menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan
penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca
penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi
penggunaan pupuk kimia.

Bahan baku pengomposan adalah semua material yang


mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan,
sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah
industri pertanian.

Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan


baku pengomposan.

Asal Bahan
1. Pertanian

Jerami dan sekam padi, gulma, batang


Limbah dan
dan tongkol jagung, semua bagian
residu
vegetatif tanaman, batang pisang dan
tanaman
sabut kelapa

Limbah & Kotoran padat, limbah ternak cair,


residu ternak limbah pakan ternak, cairan biogas

Azola, ganggang biru, enceng gondok,


Tanaman air
gulma air

2. Industri

Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas,


ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah
Limbah padat
pengalengan makanan dan pemotongan
hewan

Alkohol, limbah pengolahan kertas,


Limbah cair ajinomoto, limbah pengolahan minyak
kelapa sawit

3. Limbah rumah tangga


Tinja, urin, sampah rumah tangga dan
Sampah
sampah kota

Tahapan pengomposan
1. Pemilahan Sampah
o Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah
organik dari sampah anorganik (barang lapak dan
barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan
dengan teliti karena akan menentukan kelancaran
proses dan mutu kompos yang dihasilkan

2. Pengecil Ukuran

o Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas


permukaan sampah, sehingga sampah dapat
dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi
kompos

3. Penyusunan Tumpukan
o Bahan organik yang telah melewati tahap
pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun
menjadi tumpukan.

o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah


desain memanjang dengan dimensi panjang x
lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan


bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan
udara di dalam tumpukan.

4. Pembalikan

o Pembalikan dilakuan untuk membuang panas


yang berlebihan, memasukkan udara segar ke
dalam tumpukan bahan, meratakan proses
pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan
pemberian air, serta membantu penghancuran
bahan menjadi partikel kecil-kecil.

5. Penyiraman

o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan


tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang
dari 50%).
o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat
dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari
bagian dalam tumpukan.

o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas


tidak keluar air, maka tumpukan sampah harus
ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas
sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah
oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

6. Pematangan

o Setelah pengomposan berjalan 30 40 hari, suhu


tumpukan akan semakin menurun hingga
mendekati suhu ruangan.

o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna


coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada
tahap pematangan selama 14 hari.

7. Penyaringan

o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran


partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta
untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat
dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di
awal proses.
o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke
dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan
yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

8. Pengemasan dan Penyimpanan

o Kompos yang telah disaring dikemas dalam


kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.

o Kompos yang telah dikemas disimpan dalam


gudang yang aman dan terlindung dari
kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari
oleh bibit jamur dan benih

o gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang


mungkin terbawa oleh angin.

Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari


beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan
limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan
asalnya
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:


1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan
jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat


dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga,
sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah
peternakan, limbah-limbah pertaniah, limbah-limbah
agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula,
limbah pabrik kelapa sawit, dll.
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-
bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara
sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif
dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses,
oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan
segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan
kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan
diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan
meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi
selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini
adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada
suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian
bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam
kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan
bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah
sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan
berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi
pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan
komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan
terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan.
Pengurangan ini dapat mencapai 30 40% dari volume/bobot
awal bahan.

Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik


(menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen).
Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik,
dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses
dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga
terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses
anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan selama proses
pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap.
Proses aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang
berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat,
asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Gambar Perubahan suhu dan jumlah mikroba selama proses
pengomposan

Tabel 1. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan

Kelompok Organisme Jumlah/kg


Organisme kompos
Mikroflora Bakteri 108-109

Aktinomicetes 105-108

Kapang 104-106
Makrofauna Protozoa 104-105
Makroflora Jamur tingkat tinggi
Makrofauna Cacing tanah, rayap,
semut, kutu, dll.

Proses pengomposan tergantung pada :


1. Karakteristik bahan yang dikomposkan
2. Aktivator pengomposan yang dipergunakan
3. Metode pengomposan yang dilakukan

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan


kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila
kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja
giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila
kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme
tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan
mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses
pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses
pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan
antara lain:
1. Rasio C/N
2. Ukuran partikel
3. Aerasi
4. Porositas
5. Kandungan air
6. Suhu
7. pH
8. kandungan hara
9. kandungan bahan-bahan berbahaya

Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar
antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C
sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis
protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba
mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis
protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan
kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi
berjalan lambat.

Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara.
Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak
antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan
berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan
besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan
luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran
partikel bahan tersebut.

Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang
cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada
saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara
hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan
kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat,
maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan
bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam
tumpukan kompos.

Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan
kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga
dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi
oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk
proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka
pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan
juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content)
Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam
proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung
berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat
memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut
larut di dalam air. Kelembaban 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di
bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan
dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila
kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume
udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun
dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau
tidak sedap.

Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan
langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen.
Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi
oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi.
Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang
lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan
hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-
mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.

pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang
lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar
antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar
antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan
itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara
temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH
(pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-
senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH
pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah
matang biasanya mendekati netral.

Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan
dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari
peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama
proses pengomposan.

Kandungan bahan berbahaya


Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan
yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat
seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang
termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami
imobilisasi selama proses pengomposan.

Metode atau teknik pengomposan dapat dikelompokkan


menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat teknologi yang
dibutuhkan, yaitu :

1. Pengomposan dengan teknologi rendah (Low


Technology)
2. Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid
Technology)
3. Pengomposandengan teknologi tinggi (High Technology)

Pengomposan dengan teknologi rendah


Teknik pengomposan yang termasuk kelompok ini adalah
Windrow Composting. Kompos ditumpuk dalam barisan
tupukan yang disusun sejajar. Tumpukan secara berkala
dibolak-balik untuk meningkatkan aerasi, menurunkan suhu
apabila suhu terlalu tinggi, dan menurunkan kelembaban
kompos. Teknik ini sesuai untuk pengomposan skala yang
besar. Lama pengomposan berkisar antara 3 hingga 6 bulan,
yang tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan.

Pengomposan dengan teknologi sedang


Pengomposan dengan teknologi sedang antara lain adalah:

Aerated static pile : gundukan kompos diaerasi statis


Tumpukan/gundukan kompos (seperti windrow system)
diberi aerasi dengan menggunakan blower mekanik.
Tumpukan kompos ditutup dengan terpal plastik.
Teknik ini dapat mempersingkat waktu pengomposan
hingga 3 5 minggu.

Aerated compost bins : bak/kotak kompos dengan


aerasi Pengomposan dilakukan di dalam bak-bak yang
di bawahnya diberi aerasi. Aerasi juga dilakakukan
dengan menggunakan blower/pompa udara. Seringkali
ditambahkan pula cacing (vermikompos). Lama
pengomposan kurang lebih 2 3 minggu dan kompos
akan matang dalam waktu 2 bulan.

Pengomposan dengan teknologi tinggi


Pengomposan dengan menggunakan peralatan yang dibuat
khusus untuk mempercepat proses pengomposan. Terdapat
panel-panel untuk mengatur kondisi pengomposan dan lebih
banyak dilakukan secara mekanis. Contoh-contoh
pengomposan dengan teknologi tinggi antara lain :

Rotary Drum Composters


Pengomposan dilakukan di dalam drum berputar yang
dirancang khusus untuk proses pengomposan. Bahan-
bahan mentah dihaluskan dan dicampur pada saat
dimasukkan ke dalam drum. Drum akan berputar untuk
mengaduk dan memberi aearasi pada kompos.

Box/Tunnel Composting System Pengomposan


dilakukan dalam kotak-kotak/bak skala besar. Bahan-
bahan mentah akan dihaluskan dan dicampur secara
mekanik. Tahap-tahap pengomposan berjalan di dalam
beberapa bak/kotak sebelum akhirnya menjadi produk
kompos yang telah matang.
Sebagian dikontrol dengan menggunakan komputer.
Bak pengomposan dibagi menjadi dua zona, zona
pertama untuk bahan yang masih mentah dan
selanjutnya diaduk secara mekanik dan diberi aerasi.
Kompos akan masuk ke bak zona ke dua dan proses
pematangan kompos dilanjutkan.

Gambar Box/Tunnel Composting System


Gambar Skema Pengomposan di dalam Box/Tunnel
Composting System

Mechanical Compost Bins Sebuah drum khusus dibuat


untuk pengomposan limbah rumah tangga.

Gambar: Pengoperasian Mechanical Compost Bins

2.5 Study Kasus


Pengolahan limbah cair Pabrik Tekstil (Industri
Batik)
Sumber daya alam bagi makhluk hidup merupakan suatu
sistem rangkaian kehidupan dalam arti setiap kondisi alam
akan mempengaruhi petumbuhan atau perkembangan
kehidupan. Apabila suatu ekosistem telah tercemar oleh suatu
limbah yang tidak ramah lingkungan, akan menurunkan
tingkat pertumbuhan. Begitupula pada suatu industri yang
menghasilkan limbah dengan membuang ke lingkungan
sekitar tanpa pengolahan khusus terlebih dahulu dengan
standart baku mutu yang aman bagi lingkungan.

Industri batik merupakan industri penghasil cemaran yang


dapat merusak ekosistem alam. Batik adalah suatu cara
penerapan corak diatas kain melalui proses celup, rintang
warna, dengan malam sebagai medium perintangnya
(Indonesia Indah Batik, 2006).

Tahap tahap pembuatan batik:


1. Persiapan
2. Pemolaan
3. Pemalaman
4. Pewarnaan Celup
5. Pelorodan (penghilangan lilin batik)
6. Pekerjaan akhir (finishing)

Limbah cair industri batik dijadikan suatu penelitian dalam


pengolahan limbah dengan proses aerob dan anaerob yang
menggunakan koagulan tawas untuk menurunkan kadar COD
agar ramah lingkungan. Limbah cair industry batik Lawean
Solo yang diambil sampel ini, diambil dari limbah bekas
celupan yang dalam proses pengolahan limbahnya tidak perlu
melakukan pretreatment. Pengolahan limbah ini diproses
secara aerob dengan menggunakan lumpur aktif dan anaerob
menggunakan effective microorganisms type 4 (EM4),
sedangkan koagulan yang digunakan adalah
tawas karena selain murah, mudah didapat, ternyata mampu
mengendapkan zat zat organik lebih cepat dibanding
dengan koagulan Poly Aluminium Clorida (PAC) dan Ferric
Chloride (FeCl3.6H2O).

Pengolahan Secara Aerob


Salah satu pengolahan secara biologi adalah dengan proses
aerob menggunakan lumpur aktif. Pengolahan limbah cair
secara biologis dengan menggunakan lumpur aktif pada
dasarnya adalah pengolahan terhadap limbah cair sehingga
memenuhi syarat bagi perkembangbiakan mikroorganisme
bakteri sebagai decomposer benda-benda organik yang
terlarut dalam air dan membentuk lumpur aktif (activated
slugde) dapat digunakan kembali untuk mengolah air yang
masuk ke instalasi pengolahan. Bakteri merupakan
kelompok mikroorganisme yang mampu melaksanakan
proses metabolisme benda-benda organik sehingga
merupakan bagian yang terpenting dalam rantai makanan dan
pengolahan air limbah. Bakteri akan mensintesis unsur-unsur
organik yang terlarut dalam air tetapi tidak semua unsur
organik dapat digunakan oleh bakteri, oleh sebab itu partikel-
partikel organik berukuran lebih besar disintesa oleh
protozoa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan limbah cair


dengan lumpur aktif :
a. Oksigen
b. Nutrient
c. Komposisisi mikroorganisme
d. pH
e. Temperatur

Pengolahan Secara Anaerob


Pada prinsipnya proses pengolahan secara anaerob adalah
mengubah bahan organik dalam limbah cair menjadi methane
dan karbon monoksida tanpa adanya oksigen. Perubahan ini
dilakukan dalam dua tahap dengan dua kelompok bakteri
yang berbeda. Pertama, zat organik diubah menjadi asam
organik dan alkohol yang mudah menguap. Kedua,
melanjutkan perombakan senyawa asam organik menjadi
methane.

Bahan Organik bakteri anaerob asam organik + CO2


+ H2O + alkohol.
Penghasil asam
Asam Lemak bakteri anaerob CH, CO2, NH3 +
H2O + energi
Pembentuk methane

Zat methane tidak dapat menarik oksigen. Agar proses


pembusukan anaerobik berfungsi sangat memuaskan kadang-
kadang ditambahkan nitrogen dan fosfor. Selama proses
operasi, udara tidak boleh masuk. Masuknya udara akan
mempercepat produksi asam organik, menambah
karbondioksida tetapi mengurangi methane. Pengaturan
keasaman sangat perlu sebab zat methane sangat sensitif
terhadap perubahan pH. Nilai pH diusahakan berkisar antara
6 dan 8 agar perkembangan mikroorganisme sangat pesat.
Namun pada kecepatan produksi gas pengaruh variasi pH
sangat nyata untuk lebih mengaktifkan kegiatan mikroba.
Temperatur sangat berpengaruh, kecepatan fermentasi
0
meningkat bila temperatur mendekati 30 C. Bila
pencampuran atau kontak yang baik dilaksanakan secara
tepat, alkalinitas dapat diatur dan temperatur bisa dikontrol
dan tersedia bahan makanan bagi mikroba (Perdana Gintings,
1992).

Kelebihan Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob:


1. Energi yang Dibutuhkan
2. Produksi Lumpur yang Dihasilkan
3. Nutrisi yang Dibutuhkan
4. Menghasilkan Produksi Gas Metan
5. Pada proses pengolahan secara anaerob, dihasilkan
produksi gas metan yang sangat bermanfaat sebagai sumber
energi.
6. Volume Reaktor yang Dibutuhkan
7. Pada proses pengolahan secara anaerob, volume reaktor
yang dibutuhkan lebih kecil dari pada proses pengolahan
secara aerob.
8. Polusi Udara Pada proses pengolahan secara anaerob,
terjadinya polusi udara karena timbulnya gas-gas dapat
dieliminasi.
9. Pada proses pengolahan secara anaerob, substrat dengan
cepat dapat langsung digunakan setelah sekian lama tidak
dilakukan feeding.
10. Umumnya pada pengolahan air limbah dengan
kandungan konsentrasi COD yang tinggi dan dengan
temperatur yang tinggi, penggunaan proses pengolahan
secara anaerob lebih ekonomis.

Kekurangan Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob :


1. Membutuhkan waktu yang lama dalam start up
perkembangan biomassa yang akan digunakan.
2. Membutuhkan penambahan alkali.
3. Membutuhkan pengolahan lanjutan.
4. Tidak memungkinkan untuk mendegradasi nitrogen dan
fosfor.
5. Memberikan efek yang kurang baik pada temperatur
rendah pada saat reaksi.
6. Lebih rentan untuk mengolah limbah yang toksik.
7. Berpotensi untuk menghasilkan bau dan gas korosi.

Proses Koagulasi dan Flokulasi


Koagulasi merupakan pengadukan secara cepat untuk
menggabungkan koagulan dengan air sehingga didapat
larutan yang homogen. Koagulasi disebabkan oleh ion ion
yang mempunyai muatan berlawanan dengan muatan partikel
koloid. Ion ion tersebut berasal dari koagulan. Penambahan
ion ion yang mempunyai muatan yang berlainan akan
menimbulkan ketidakstabilan partikel koloid.
Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan
menetralisasi muatan partikel koloid dan mampu untuk
mengikat partikel koloid tersebut membentuk gumpalan /
flok. Efektivitas dari kerja koagulan tersebut tergantung pH
dan dosis dari pemakaian dan sifat air limbah.
Sedangkan flokulasi yaitu pengadukan secara lambat untuk
menggabungkan partikel partikel koloid yang telah
mengalami destabilisasi, sehingga terbentuk flok yang dapat
dengan mudah terendapkan.

Kecepatan penggumpalan koloid ditentukan oleh banyaknya


tumbukan tumbukan yang terjadi antar partikel koloid dan
efektivitas tumbukan yang terjadi melalui tiga cara, yaitu :
1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak thermal
2. Kontak yang diakibatkan oleh pengadukan
3. Kontak yang terjadi akibat kecepatan mengendap masing
masing partikel tidak sama
Pada proses flokulasi, gugus yang terbentuk akan diabsorbsi
ke seluruh permukaan partikel koloid dengan cepat. Untuk
mempermudah terjadinya penggabungan partikel partikel
yang telah mengalami destabilisasi maka kontak antara
partikel dibantu dengan pengadukan.

Secara garis besar mekanisme pembentukan flok terdiri dari


empat tahap, yaitu :
1. Tahap destabilisasi partikel koloid
2. Tahap pembentukan partikel koloid
3. Tahap penggabungan mikro flok
4. Tahap pembentukan makro flok

Faktor faktor Yang Mempengaruhi Proses Koagulasi dan


Flokulasi
1. Kualitas air
2. Temperatur air
3. Jenis koagulan
4. pH air
5. Jumlah garam garam terlarut dalam air, tingkat
kekeruhan air baku
6. Kecepatan pengadukan
7. Waktu pengadukan
8. Dosis koagulan
9. Inti flok yang terbentuk
10. Alkalinitas

III. KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini adalah


1. Bioteknologi dalam menyelesaikan masalah
pencemaran, penyelesaian dapat diselesaikan dengan
beberapa proses:

- Proses Pengolahan limbah secara aerobic

- Proses Pengolahan secara anaerobic


- Proses Pengolahan Limbah Padat Secara Biologi

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan limbah


cair dengan lumpur aktif :
a. Oksigen
b. Nutrient
c. Komposisisi mikroorganisme
d. pH
e. Temperatur
3. Metode atau teknik pengomposan dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan
tingkat teknologi yang dibutuhkan, yaitu :
Pengomposan dengan teknologi rendah (Low
Technology)
Pengomposan dengan teknologi sedang (Mid
Technology)
Pengomposandengan teknologi tinggi (High
Technology)
4. Faktor-faktor yang memperngaruhi proses
pengomposan antara lain:
Rasio C/N
Ukuran partikel
Aerasi
Porositas
Kandungan air
Suhu
pH
kandungan hara
kandungan bahan-bahan berbahaya
DAFTAR PUSTAKA

http://www.bbkk-
litbang.go.id/eng/admin/upload/TEKNOLOGIMEMBRAN.p
dfv
http://eprints.undip.ac.id/3183/1/Presentation_MakalahQ_Ne
w.pdf
http://www.airminumisiulang.com/filedownload/teknologi_p
engolahan_limbah_cair.pdf
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/23108111.p
df

You might also like