You are on page 1of 10

AKAL dan WAHYU dalam ISLAM

Dosen Pengampu :

Arif Yudi Asmara S.Ag.,M.si

Nama Kelompok :

1. Azhar Fadil
2. Dadang Budiarto
3. Wahyu Efendi
4. Agustina Verent S.P

UNIVERSITAS SETIA BUDI


SURAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji rasa syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunianya saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul AKAL dan WAHYU dalam ISLAM.

Tidak lupa Sholawat serta Salam kita ucapkan kepada Nabi Besar Muhamad SAW
yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman Islamiah.

Bergema seiring nada mengalunkan kata hati yang senantiasa mengungkapkan getaran
jiwa, penyusun dengan penuh kesadaran diri bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan, hal ini dengan keterbatasan kemampuan dan kedangkalan
ilmu yang kami miliki. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman dan pihak yang turut membantu terselesainya makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya dan dapat diterima oleh Arif
Yudi Asmara S.Ag.,M.si selaku dosen pengampu mata kuliah Agama Islam .
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....... 1

DAFTAR ISI ...... 2

BAB 1 PENDAHULUAN 3

A. Latar Belakang . 3
B. Rumusan Masalah .... 3
C. Tujuan ............... 4

BAB 2 PEMBAHASAN ... 5

A. Pengertian Akal .... 6


B. Isyarat-isyarat Al-Quran tentang Akal . 6
C. Mekanisme,Sistem dan Nilai kerja Akal dalam Mencari Kebenaran....... 7
D. Kedudukan dan Fungsi Akal dalam Memahami Islam ............ 7
E. Pengertian Wahyu ........ 7
F.Sistem Turunnya Wahyu .............. 8
G. Kedudukan Wahyu dalam Memahami Islam ................... 9

BAB 3 PENUTUP.......... 10

A. Kesimpulan ................. 10
B. Saran ......... 10

DAFTAR PUSTAKA ........ 11


BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang penuh dengan kekurangan.Dalam semua
sisi kehidupan, kekurangan yang melekat pada manusia menyebabkan kemampuan yang dimiliki
menjadi sangat terbatas. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan peran dan fungsi akal secara
optimal, sehingga akal dijadikan sebagai standar seseorang diberikan beban taklif atau sebuah
hukum.. Islam bahkan menjadikan akal sebagai salah satu diantara lima hal primer yang diperintahkan
oleh syariah untuk dijaga dan dipelihara, dimana kemaslahatan dunia dan akhirat amat disandarkan
pada terjaga dan terpeliharanya kelima unsur tersebut, yaitu: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Agama mengajarkan dua jalan untuk mendapatkan pengetahuan. Pertama, melalui jalan
wahyu, yakni melalui komunikasi dari Tuhan kepada/manusia, dan kedua dengan jalan akal, yakni
memakai kesan-kesan yang diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada
kesimpulan. Pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu diyakini sebagai pengetahuan yang absolut,
sementara pengetahuan yang diperoleh melalui akal diyakini sebagai pengetahuan yang bersifat
relatif, yang memerlukan pengujian terus menerus, mungkin benar dan mungkin salah (Harun
Nasution, 1986: 1). Akal dan wahyu yang selalu berdampingan dalam memberikan petunjuk
kepada manusia itu sendiri, karena pemahaman yang baik akan melahirkan keistiqomahan, sudut
pandang yang baik dan juga akhlak yang baik. Dan dengan akal jua manusia bisa menjadi ciptaan
pilihan yang Allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan
wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian Allah yang sangat luar biasa untuk membimbing
manusia pada jalan yang lurus.

Semua aliran juga berpegang kepada wahyu , dalam hal ini yang terdapat pada aliran
tersebut adalah hanya perbedaan dalam interpretasi. Mengenai teks ayat-ayat Al-Quran dan
hadits, perbedaan dalam interpretasi inilah, sebenarnya yang menimbulkan aliran-aliran yang
berlainan itu tentang akal dan wahyu. Hal ini tak ubahnya sebagai hal yang terdapat dalam bidang
hukum Islam atau fiqih. Di dalam al-Quran, Islam dinyatakan sebagai satu-satunya agama yang
diridhoi oleh Allah SWT. Wahyu Allah sebagai sumber pokok ajaran agama Islam. Sedangkan
makhluk yang paling sempurna adalah manusia yang dianugerahi akal dengan memakai kesan-
kesan yang diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada kesimpulan-
kesimpulan. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang
pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Akal ?

2. Apa saja Isyarat-isyarat Al-Quran tentang Akal?

3. Bagaimana Mekanisme,Sistem dan Nilai kerja Akal dalam Mencari Kebenaran?

4. Apa Kedudukan dan Fungsi Akal dalam Memahami Islam?


5. Apa yang dimaksud dengan Wahyu?

6. Bagaimana Sistem Turunnya Wahyu ?

7. Apa Kedudukan Wahyu dalam Memahami Islam?

C. Tujuan

Tujuan disusunnya makalah ini untuk menjelaskan bahwa akal dan wahyu dalam
kehidupan islam sangat penting akal dan wahyu yang digunakan maqasid as-syariah atau
maslahah yang menekankan terjaminnya kebutuhan hidup manusia, dua di antaranya adalah
mewujudkan terjaganya al-aql (intellect), dan keyakinan (ad-din). Dalam hal ini wahyu
merupakan sumber pengetahuan yang didasarkan kepada keimanan kepada Allah SWT.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Akal

Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-Aql ( ), yang dalam
bentuk kata benda. Al-Quran hanya membawa bentuk kata kerjanya aqaluuh ( )dalam 1 ayat,
taqiluun ( )24 ayat, naqil ( )1 ayat, yaqiluha ( )1 ayat dan yaqiluun ( )22 ayat,
kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah
peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta
menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.

Para ahli filsafat dan ilmu kalam mengartikan akal sebagai daya (kekuatan, tenaga).Untuk
memperoleh pengetahuan, daya yang membuat seseorang dapat membedakan antara dirinya dengan
orang lain, daya untuk mengabstrakkan benda yang ditangkap oleh panca indera. Akal membawa
manusia kepada posisi subyek di tengah alam semesta dan menempatkannya sebagai penguasa
(khalifah) yang mampu mengelola dan mendayagunakan alam.

Akal memiliki kedudukan yang penting dalam ajaran Islam, bahkan dijadikan sebagai
dasar dan sumber hukum setelah Al-Quran dan Hadist. Akal sebagai dasar disebut ar-rakyu yang
dilakukan melalui ijtihad.

B. Isyarat-isyarat Al-Quran tentang Akal

Kata akal juga dijelaskan dalam beberapa ayat dalam Al-Quran, misalnya: QS. Al-Hajj: 46,
Al BAqarah: 242, Al-Mulk: 10, Al-Ankabut: 43. dari beberapa ayat dalam Al-Quran tersebut, kita
dapat menangkap beberapa makna yaitu :
Kata akal diartikan dengan memahami, menegrti, berfikir, memikirkan dan merenungkan.
Dorongan dan bahkan keharusan manusia untuk menggunakan akal, pikiran, pemahaman,
perenungan, dalam menghadapi dan memecahkan berbagai persoalan.
Martabat manusia ditentukan oleh penggunaan akal pikirannya dalam menghadapi sesuatu.
Akal merupakan kunci untuk mendapatkan pengetahuan, baik pengaetahuan yang bersumber
dari fenomena penciptaan (al-ayat kauniyah) maupun wahyu ( al-ayat kauliyah).

Kata kunci lain yang berhubungan dengan akal adalah: al-qalb, faqiha, tafaqqaha, tafakkara,
tadabbara, tazakkara, alima dan nazhara. Al-qalb: akal budi, nurani atau hati sanubari. Faqiha
yalqahu atau tafaqqaha- yatafaqahu: memahami, mengerti dan mendalami sesuatu. Tadabbara-
yatadabbaru: merenung, memperhatikan, meneliti, mengambil suatu pelajaran ata suatu peristiwa
ataupun kejadian. Tazakkara- yatazakkaru (yazakkaru): mengambil pelajaran, menangkap pesan atau
risalah. Alima-yalamu: mengetahui, memahami, berilmu pengetahuan. Nazhara-
yanzuru:melihat,memperhatikan, meneliti.

C. Mekanisme,Sistem dan Nilai kerja Akal dalam Mencari Kebenaran

Akal sebagai daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang dimiliki manusia
untuk memperoleh pengetahuan. Batas-batas kodrati bersifat tetap, dan batas-batas pertumbuhan
bersifat dinamis, sejalan dengan proses pengalaman hidupnya hingga sampai batas akhir yang tetap,
yaitu saat kematian. Dalam hubungannya dalam pemikirna alam, Al- Quran menganjurkan pada
manusia agar memperhatikan proses penciptaannya. Dalam proses penciptaan tersebut, terkandung
prinsip- prinsip kebenaran dan ukuran-ukurannya.

Sementara dari objek Al-Quran, manusia akan memperolah wawasan batini yang akan
menuntunnya kejalan yang lurus. Al-Quran memberikan pedoman dan tuntunan moral bagi manusia.
Dari mekanisme yang telah diuraika di atas, maka nilai keberan akal bersifat relative juga particular
dan tentative, karena pengalaman hidup manusia berkembang dan mempengruhi tahapan-tahapan
pertumbuhan pikiran dan qalbu manusia dalam menggapai kebenaran. Oleh karena itukebenaran dan
segala hasil yang dicapai oleh akal selalu ada perubahan, perkembangan, dan penyempurnaan.

D. Kedudukan dan Fungsi Akal dalam Memahami Islam

Akal merupakan barometer bagi keberadaan manusia. Untuk itulah Al- Quran memberikan
tuntunan tentang pengguanaan akal dengan mengadakan pembagian tugas dan wilayah kerja pikiran
dan Qalbu. Daya pikir manusia manjangkau wilayah fisik dan masalah- masalah yang reltif,
sedangkan qalbu memiliki ketajaman untuk menangkap makna-makna yang metafisikndan mutlak.
Oleh karenanya, akal memiliki fungsi dan kedudukan sebagai berikut:

1. Akal sebagai alat strategis untuk menangkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung
dalam Al-Quran dan sunnah Rasul.
2. Akal merupakan potensi yang melekat pada diri manusia untuk mengetahui maksud- maksud
dalam Al- Quran.
3. Akal sebagai acuan untuk menangkap pesan dan semnagat Al-Quran dan sunnah dalam
memecahkan masalah-masalah manusia dan sebagai bentuk ijtihad.
4. Akal akan menjabarkan pesan-pesan Al-Quran dan sunnah, dalam kaitannya dengan fungsi
manusia sebagai khalifah Allah, untuk mengelola dan memakmurkan bumu dan seisinya..

Namun, bagaimanapun juga, hasil akhir pencapaian akal tetaplah relative dan tentative. Untuk itu
diperlukan adanya koreksi, perubahan dan penyempurnaan terus-menerus.

E. Pengertian Wahyu

Secara istilah wahyu didefinisikan sebagai : kalam Allah yang diturunkan kepada seorang
Nabi`. Definisi ini menggunakan pengertian maf`ul, yaitu al muha ( yang diwahyukan ).

Secara bahasa wahyu dikatakan wahaitu ilaih dan auhaitu, bila kita berbicara kepadanya agar
tidak diketahui orang lain. Wahyu adalah isyarat yang cepat. Itu terjadi melalui pembicaran yang
berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara semata, dan terkadang pula melalui isyarat
dengan sebagian anggota badan.

Wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy, artinya suara, api dan kecepatan, bisikan,
asyarat dan tulisan. Juga berarti pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat. Pemberitahuan
dimaksud datang dari luar diri manusia, yaitu Tuhan. Dengan demikian wahyu diartikan
penyampaian sabda Tuhan kepada pilihannya agar diteruskan kepada umat manusia untuk
dijadikan pegangan hidup. Berbeda dengan akal yang membawa pengetahuan dari dalam diri
manusia sendiri, wahyu membawa pengetahuan dari luar diri, yaitu dari Tuhan.

F. Sistem Turunnya Wahyu

1. Wahyu disampaikan melalui mimpi Nabi Muhammad s.a.w.

2. Wahyu disampaikan kepada Nabi Muhammad s.a.w dengan cara dibisikkan ke dalam jiwanya.
(Qs. Asy-Syura: 51-52)

3. Wahyu disampaikan dengan cara kedatangan malaikat yang menyerupai seorang laki-laki,
sebagaimana Jibril pernah datang kepada Nabi sebagai seorang laki-laki yang bernama Dihyah
Ibn Khalifah, seorang laki-laki yang tampan.

4. Wahyu datang kepada Nabi s.a.w., melalui Jibril yang memperlihatkan rupanya yang asli
dengan enam ratus sayap yang menutup langit.

5. Wahyu disampaikan oleh Allah dengan cara membicarakannya secara langsung kepada Nabi
s.a.w., di belakang hijab, baik dalam keadaan Nabi sadar atau sedang terjaga, sebagaimana di
malam Isra, atau Nabi sedang tidur.

6. Israfil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu sebelum Jibril datang membawa wahyu
Al-quran. Menurut Amir Asy-Syaby, Israfil menyampaikan kalimat dan beberapa ketetapan
kepada Nabi s.a.w., selama tiga tahun, sesudah itu, barulah Jibril datang membawa wahyu Al-
quran.
7. Ketika Nabi Muhammad s.a.w., berada di atas langit pada malam Miraj, Allah s.w.t.,
menyampaikan wahyu-Nya kepada beliau tanpa perantara malaikat sebagaimana Allah pernah
berfirman secara langsung kepada Nabi s.a.w.

8. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara lebah.

9. Wahyu disampaikan dengan menyerupai suara gemercikan lonceng, yakni Nabi mendengar
suara lonceng sangat keras sehingga beliau tidak kuat menahan gemercingannya. Menurut
riwayat-riwayat yang shahih, Nabi s.a.w., menerima wahyu yang datang dengan suara keras
menyerupai suara lonceng. Dengan sangat berat, ke luar peluh dari dahi Nabi s.a.w., meskipun
ketika itu hari sangat dingin. Bahkan unta yang sedang ditunggangi beliau menderum ke tanah.
Pernah pula Nabi menerima wahyu dengan cara yang sama, ketika itu karena beratnya, beliau
letakkan pahanya di atas paha Zaid bin Tsabit dan Zaid pun merasakan betapa beratnya paha Nabi
s.a.w. (Subhi Shahih, 1985: 25).

G. Kedudukan Wahyu dalam Memahami Islam

Kedudukan antara wahyu dalam islam sama-sama penting. Karena islam tak akan
terlihat sempurna jika tak ada wahyu. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal
dalam islam. Dapat dilihat dalam hukum islam, wahyu seimbang dengan akal. Andai ketika
hukum islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan
mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum
tersebut.karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah
namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang
mengetahui. Inilah kedudukan dalam memahami Islam :

Wahyu merupakan sumber pokok ajaran Islam.

Wahyu sebagai landasan berpikir. Semua produk pemikiran (ilmu, teori, konsep dan
gagasan) tidak boleh lepas dari wahyu, baik makna tersirat maupun tersurat.

Wahyu sebagai landasan berbuat, bersikap, berperilaku dalam semua segi kehidupan.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang
memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada sang Kholiq, akal
pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga menghasilkan budi pekerti yang sangat mulia
yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari baginda Rasulullah SAW.

Akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah
dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas. Akal memiliki
kedudukan yang penting dalam ajaran Islam, bahkan dijadikan sebagai dasar dan sumber
hukum setelah Al-Quran dan Hadist. Akal sebagai dasar disebut ar-rakyu yang dilakukan
melalui ijtihad.

Wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy, artinya suara, api dan kecepatan, bisikan,
asyarat dan tulisan. Juga berarti pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat. Pemberitahuan
dimaksud datang dari luar diri manusia, yaitu Tuhan. Dengan demikian wahyu diartikan
penyampaian sabda Tuhan kepada pilihannya agar diteruskan kepada umat manusia untuk
dijadikan pegangan hidup. Berbeda dengan akal yang membawa pengetahuan dari dalam diri
manusia sendiri, wahyu membawa pengetahuan dari luar diri, yaitu dari Tuhan. Jadi Akal dan
Wahyu sangatlah penting bagi kehidupan manusia.

2. Saran
Sebagai umat islam kita harus selalu menggali ilmu pengetahuan yang berguna bagi
umat manusia. Dan agar kita dapat mengaplikasikan ilmu yang di peroleh untuk kepentingan
dan kemaslahatan umat manusia dan menjadikan Al Quran dan Al Sunnah sebagai pegangan
hidup karena keduanya merupakan sumber ilmu yang paling utama.

Demikian makalah ini kami buat dan sampaikan kepada pembaca sekalian.Makalah
ini dibuat bukan semata mata dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah, pada
akhirnya kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat serta menambah wawasan bagi
kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

An Nahlawi, Abdurrahman, (1983), Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat,


Gema Insani Press, Jakarta.
Al-Bugha, Musthafa Dieb, (2003), Al-Wafi, Al- Itishom, Jakarta.

Hadhiri, Choiruddin, (1994), Klasifikasi Kandungan Al-Quran, Gema Insani Press,Jakarta.

Bintang, Jakarta, (1986), Akal dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta.

Saebani, Ahmad, Beni Filsafat Hukum Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2007.

Abu Syabah, Muhammad bin Muhammad, al- Madkhal li Dirasah al-Quran al- Karim (tt,
tp)

Abu Syahbah, Muhammad bin Muhammad, al- Madkhal li Dirasah al- Quran al- Karim,
(Beirut: Dar al- Jil, 1992/1412).

As-Shiddiqie, T.M. Hasbi, Ilmu-ilmu Al-Quran, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993).

Ananda Arfa, Faisar. Filsafat Hukum Islam. Bandung: Cipta Pustaka Media Perintis. 2007.

You might also like