You are on page 1of 11

WADIAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


PRAKTIKUM LEMBAGA KEUANGAN ISLAM

Dosen Pengampu: Anang Wahyu Eko Setianto, S.H.I.,M.E Sy

Oleh:
Agus Setiawan ( 20132900001)

Ana Kusuma Wanita ( 20132900002)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAM ISLAM NAHDLATUL ULAMA
PACITAN
2016KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Sumber Hukum Islam Al-Quran dengan
baik dan tepat waktu.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami mliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kami.

Pacitan, Mei 2016

Penyusun

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi................................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................................................1
A.................................................................................................................................La
tar Belakang..............................................................................................................1
B.................................................................................................................................Ru
musan masalah..........................................................................................................2
C.................................................................................................................................Tu
juan Penulisan...........................................................................................................2
BAB II : PEMBAHASAN....................................................................................................3
A.................................................................................................................................Pe
ngertian Wadiah......................................................................................................3
B.................................................................................................................................La
ndasan Hukum Wadiah..........................................................................................4
C.................................................................................................................................Sy
arat dan Rukun Wadiah.........................................................................................5
D.................................................................................................................................Ma
cam-macam Wadiah................................................................................................6
E.................................................................................................................................Hu
kum Menerima Wadah...........................................................................................7
BAB III : PENUTUP............................................................................................................8
Kesimpulan...............................................................................................................8
Daftar Pustaka

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Banyaknya fenomena yang ada sekitar kita dimana salah satunya yang akan
kami bahas dalam makalah ini, yaitu penitipan barang (wadiah). Seiring dengan
bermunculannya lembaga-lembaga penitipan barang dapat sedikit membantu ketika
seorang ingin menitipkan barangnya dalam waktu yang cukup lama, mereka tidak
khawatir dengan keadaan keadaan barang yang ditinggalkannya itu, sebab dalam
lembaga tersebut telah menjamin akan keaslian barangnya. Namun dengan sedikit
mengeluarkan biaya tentunya.
Kita lihat di masyarakat sangatlah tidak asing lagi dalam hal penitipan barang,
atau menitipkan sebuah barang kepada orang lain. Seseorang berani menitipkan
barang kepada orang lain hanya yang biasa di kenal saja, sungguh belum tentu
seorang yang kita kenal tersebut bisa menjaga barang kita dengan baik, bisa saja
terjadi kelalaian atau kerusakan ketika barang yang dititipkan tersebut dipakai oleh
seorang yang diberikan amanah tersebut, dengan alasan yang banyak dan dengan
kedekatannya seorang penitip kepada seorang yang diberikan amanah, kemudian
seorang yang diberi amanah tersebut menipu, ketika terjadi kerusakan pada barang
yang dititipkan kepadanya. Dengan alasan apapun bisa di terima si penitip karena si
penitip yakin bahwa orang yang dikenal dan dekat denganya tidak mungkin
melakukan penipuan terhadap dirinya.
Hal ini yang sering dilalaikan oleh seorang yang diberikan amanah,
menganggap barang yang dititipkan tersebut adalah barang yang bisa dipakainya juga.
Ternyata tidak seperti itu, seorang yang diberikan amanah hanya berhak menjaga
barang yang di titipkan kepadanya. dan ketika si penitip memperbolehkannya atau
memberikan izin memakai barang yang dititipkan tersebut. Barulah seorang yang
diberikan amanah tersebut memakainya dengan ketentuan selalu menjaga,
memperbaiki ketika terjadi kerusakan, dan mengatakan dengan sebenarnya kepada si
penitip ketika barang akan diserahkan kembali kepada si penitip. Jangan sekali-kali
mengharap apapun, baik upah menjaga, dan upah-upah lainnya kepada si penitip dan
menjagalah dengan baik dan ikhlas. Karena belum tentu serang yang menitipkannya
tersebut orang yang memiliki cukup uang untuk mengganti jasa tersebut. dan kepada

1
seorang yang menitipkan barang kepada orang lain hendaklah sadar akan jasa orang
yang rela riberikan amanah tersebut.
Oleh karena itu, fenomena yang demikian perlulah diperhatikan oleh seorang
yang diberikan amanah dan pemberi amanah. Mempelajari apa yang harus di kerjakan
ketika seorang diberikan atau memberikan barang titipan(wadiah) kepada orang lain.
Memilih jalan yang lebih aman dengan menitipkan barang pada lembaga-lembaga
penitipan barang yang ada di sekitar kita.
Selain itu wadiah juga merupakan salah satu produk yang umumnya ada pada
bank-bank syariah, maka oleh karenanya perlu dicermati bagaimana mekanisme
wadiah di lembaga-lembaga keuangan yang ada sekarang.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa permasalah yang
akan di bahas pada bab pembahasan di belakang diantaranya yaitu:
1. Apa definisi wadiah dan dasar hukumnya?
2. Apakah syarat dan rukun wadiah?
3. Berapakah macam-macam wadiah?
4. Apakah Hukum Menerima Benda titipan (wadiah)?

C. Tujuan Penulisan
Rumusan masalah diatas memberikan penulis pemikiran bahwa tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu:
1. Agar mengetahu definisi wadiah dan dasar hukumnya
2. Agar mengetahui syarat dan rukun wadiah
3. Agar mengetahui macam-macam wadiah
4. Agar mengetahui hukum menerima benda titipan (wadiah)

BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Pengertian Wadiah
Secara Etimologi
Secara etimologi wadiah ( )berartikan titipan (amanah). Kata Al-
wadiah berasal dari kata wadaa (wadaa yadau wadaan) juga berarti
membiarkan atau meninggalkan sesuatu.1 Sehingga secara sederhana wadiah adalah
sesuatu yang dititipkan.
Secara terminologi
Dalam literatur fiqh, para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikannya,
disebabkan perbedaan mereka dalam beberapa hukum yang berkenaan dengan
wadiah tersebut yaitu perbedaan mereka dalam pemberian upah bagi pihak penerima
titipan, transaksi ini dikatagorikan taukil atau sekedar menitip, barang titipan tersebut
harus berupa harta atau tidak.2
Secara terminologi wadiah menurut mazhab hanafi, maliki dan hambali. Ada
dua definisi wadiah yang dikemukakan ulama fiqh :
Ulama Hanafiyah :


mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta, (baik dengan ungkapan yang
jelas, melalui tindakan, maupun melalui isyarat)
Ulama Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanabilah (Jumhur Ulama) :


mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu3
Secara harfiah, Al wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak
kepihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.4
Sementara itu menurut Menurut UU No 21 Tentang Perbankan Syariah yang
dimaksud dengan Akad wadiah adalah Akad penitipan barang atau uang antara
pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan

1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Hidayakarya Agung; Jakarta, 2005,495


2 Hasan Abdullah Amin, al-wadiah al-mashrifiyah an-naqdiyah wa istitssmariha fi al-islam, Jeddah : dar asy-
syuruq, 1983, 23-31
3 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta,2007, 244-245
4 Hulwati, ekonomi islam, ciputat press, Jakarta:2006, 106
3
dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau
uang.5
B. Landasan Hukum Wadiah.
Ulama fiqh sependapat, bahwa wadiah adalah sebagai salah satu akad dalam
rangka tolong menolong antara sesama manusia.
Sebagai landasannya firman allah di dalam al-quran surah an-nisa : 58




58.Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat.

Menurut para mufasir, ayat ini berkaitan dengan penitipan kunci Kabah
kepada Usman bin Talhah (seorang sahabat Nabi) sebagai amanat dari Allah SWT.
Dalam ayat lain disebutkan:

.... ....
..... Hendaklah orang dipercayai itu menunaikan amanat .... (al-Baqarah: 283).

Di dalam hadits Rasulullah disebutkan:


( )

Hendaklah amanat orang yang mempercayai anda dan janganlah anda menghianati
orang yang menghianati anda. (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Hakim).
Kemudian berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No: 01/DSN
MUI/IV/2000, menetapkan bahwa Giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu giro
yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadiah.
Demikian juga tabungan dengan produk Wadiah, dapat dibenarkan
berdasarkan Fatwa DSN No: 02//DSN-MUI/IV/2000, menyatakan bahwa tabungan
yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadiah.6
C. Syarat dan Rukun Wadiah

5 www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4.../UU_21_08_Syariah.pdf, 10/05/2016, 10:55


6 http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=149:fatwa-dsn-mui-no-02dsn-
muiiv2000-tentang-t-a-b-u-n-g-a-n-&catid=57:fatwa-dsn-mui, 10/05/2016, 10:58
4
1. Rukun Wadiah
Dalam hal ini persyaratan itu mengikat kepada mawaddi, waddi, dan
wadiah. Mawaddi dan waddi mempunyai persyaratan yang sama yaitu harus baligh,
berakal dan dewasa. Sementara wadiah disyaratkan harus berupa suatu harta yang
berada dalam kekuasaan/tantangan secara nyata.7
Menurut ulama ahli fiqh imam abu hanafi mengatakan bahwa rukun wadiah
hanyalah ijab dan qobul. Namun menurut jumhur ulama mengemukakan bahwa rukun
wadiah ada tiga yaitu:
a. Orang yang berakad
b. Barang titipan
c. Sighah, ijab dan qabul
2. Syarat
a. Orang yang berakad
Orang yang berakad hendaklah orang yang sehat (tidak gila) diantaranya yaitu:
Baligh
Berakal
Kemauan sendiri, tidak dipaksa
Dalam mazhab Hanafi baliqh dan berakal tidak dijadikan syarat dari orang
yang sedang berakad, jadi anak kecil yang dizinkan oleh walinya boleh untuk
melakukan akad wadiah ini.
b. Barang titipan
Syarat syarat benda yang dititipkan
Benda yang dititipkan diisyaratkan harus benda yang bisa disimpan.
Apabila benda tersebut tidak bisa disimpan, seperti burung diudara atau
benda yang jatuh kedalam air, maka wadiah tidak sah apabila hilang,
sehingga tidak wajib diganti. Syarat ini dikemukakan oleh ulama-ulama
hanafiah.8
Syafiiah dan hanabilah mensyaratkan benda yang dititipkan harus
benda yang mempunyai nilai atau qimah dan dipandang sebagai maal,
walaupun najis. Seperti anjing yang bisa dimanfaatkan untuk berburu atau
menjaga keamanan. Apabila benda tersebut tidak memiliki nilai, seperti
anjing yang tidak ada manfaatnya, maka wadiah tidak sah.9

7 Umer chapra, system moneter islam, gema insani, Jakarta ; 2000, 200
8Ibnu Abidin, hasyisah radd al-mukhtar, Beirut; Dar al-Fikr, 1992, 328

9 Abdurrahan al-jaziri, kitab al fiqh `ala al-madzahib al arba`ah juz 3, Beirut ; dark al fikr, 249
5
Sighah (akad) Syarat sighah yaitu kedua belah pihak melafazkan akad
yaitu orang yang menitipkan (mudi) dan orang yang diberi titipan (wadi).
Dalam perbankan biasanya ditandai dengan penanda tanganan surat/buku
tanda bukti penyimpanan.
D. Macam-macam Wadiah
1. Wadiah yad-amanah
Para ulama ahli fiqh mengatakan bahwa akad wadiah bersifat mengikat kedua
belah pihak. Akan tetapi, apakah orang yang tanggung jawab memelihara barang itu
bersifat ganti rugi (dhamaan = ).
Ulama fiqh sepakat, bahwa status wadiah bersifat amanat, bukan dhamaan,
sehingga semua kerusakan penitipan tidak menjadi tangggung jawab pihak yang
menitipi, berbeda sekiranya kerusakan itu disengaja oleh orang yang dititipi, sebagai
alasannya adalah sabda Rasulullah:
) )
orang yang dititipi barang, apabila tidak melakukan pengkhianatan tidak dikenakan
ganti rugi. (HR. Baihaqi dan Daru-Quthni)
Dalam riwayat lain dikatakan:
) (
tidak ada ganti rugi terhadap orang yang dipercaya memegang amanat. (HR.
Daru-Quthni).
Dengan demikian, apabila dalam akad wadiah ada disyaratkan untuk ganti
rugi atas orang yang dititipi maka akad itu dianggap tidak sah. dan orang yang dititipi
pun juga harus menjaga amanat dengan baik dan tidak menuntut upah (jasa) dari
orang yang menitipkan.
2. Wadiah yad-dhamanah
Akad ini bersifat memberikan kebebasan kepada pihak penerima titipan
dengan atau tanpa seizin pemilik barang dapat memanfaatkan barang dan bertanggung
jawab terhadap kehilangan atau kerusakan pada barang yang dinggunakannya.

E. Hukum Menerima Wadiah


1. Sunnah, bagi orang yang percaya kepada dirinya bahwa dia sanggup menjaga
titipan yang diseerahkan kepadanya.
2. Mubah, hukum menerima benda titipan dapat berhukum mubah (boleh) jika
seorang mengatakan kepada si penitip bahwa dirinya khawatir akan berkhianat
namun si pentitip yakin dan tetap mempercayai bahwa orang tersebut dapat
diberikan amanah.

6
3. Haram, apabila dia tidak kuasa atau tidak sanggup menjaga barang yang
dititipkan sebagaiman mestinya, karena seolah-olah ia membukakan pintu untuk
kerusakan atau lenyapnya barang yang dititipkan itu.
4. Wajib, hukum menerima benda titipan dapat berhukum wajib jika tidak ada
orang jujur dan layak selain dirinya.
5. Makruh, yaitu bagi orang yang dapat menjaganya, tetapi ia tidak percaya
kepada dirinya boleh jadi kemudian hari hal itu akan menyebabkan dia berkhianat
terhadap barang yang dititipkan kepadanya.10

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
A. Yang dimaksud wadiah secara istilah dapat dikatakan akad dalam hal penitipan
barang.
B. Rukun wadiah yaitu, orang yang berakad, barang titipan, sighat ijab dan kobul,
sedangkan syarat wadiah diantaranya yaitu: baligh, berakal, kemauan diri sendiri
C. Ada dua macam wadiah yaitu wadiah yad-Amanah dan Wadiah yad-Damanah
D. Hukum menerima benda titipan dapat berubah menjadi lima hukum yakni,
wajib, sunah, makruh, haram, dan mubah

10 Sulaiman rasjid , fiqh islam, Bandung, Sinar Baru, 1994, 330


7
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Amin, Hasan, Al-wadiah al-mashrifiyah an-naqdiyah wa istitssmariha fi al-islam,


Jeddah : Dar asy-syuruq, 1983
Abdurrahan al-jaziri, Kitab Al fiqh `ala Al-madzahib Al arba`ah juz 3, Beirut ; Dar al Fikr,
1992
Chapra Umer, Sistem Moneter Islam, Jakarta : Gema Insani, 2000
Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah , Jakarta:Gaya Media Pratama, 2007
Hulwati, Ekonomi Islam, Jakarta: Ciputat Press, 2006
Ibnu Abidin, Hasyisah Radd Al-mukhtar, Beirut : Dar al-Fikr, 1992
Rasjid Sulaiman , Fiqh Islam , Bandung : Sinar Baru, 1994
www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4.../UU_21_08_Syariah.pdf , diakses tanggal 10 Mei
2016
www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=149:fatwa-dsn-mui-no-
02dsn-muiiv2000-tentang-t-a-b-u-n-g-a-n-&catid=57:fatwa-dsn-mui , diakses tanggal
10 mei 2016
Yunus Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Hidayakarya Agung; Jakarta, 2005

You might also like