1. Trias alergi pada rhinitis alergi: hidung beringus, bersin, hidung
tersumbat
2. - Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat
(RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin- bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin. - Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.
3. Pemeriksaan fisik pada rhinitis alergi: dicari gejala gatal pada
hidung, telinga, palatum atau tenggorok, secret bening cair, kongesti nasal, nyeri kepala sinus, disfungsi tuba eustachius, bernapas lewat mulut atau mengorok, post nasal drip kronis, batuk kronis non produktif, sering mendehem. Secara khusus petanda atopi dicari, yaitu allergic shiner, geographic tongue, dennie morgans line, dan allergic salute.
4. Kortikosteroid adalah obat antiinflamasi yang kuat dan berperan
penting dalam pengobatan RA. Penggunaan secara sistemik dapat dengan cepat mengatasi inflamasi yang akut sehingga dianjurkan hanya untuk penggunaan jangka pendek yakni pada gejala buntu hidung yang berat. Gejala buntu hidung merupakan gejala utama yang paling sering mengganggu penderita RA yang berat. Pada kondisi akut kortikosteroid oral diberikan dalam jangka pendek 7- 14 hari dengan tapering off, tergantung dari respon pengobatan. Antihistamin adalah antagonis reseptor H1 yang akan menghalangi bersatunya histamine dengan reseptor H1 yang terdapat di ujung saraf dan epitel kelenjar pada mukosa hidung. Akhir-akhir ini antihistamin didefenisikan sebagai inverse h1-receptor agonist yang menstabilkan reseptor H1 yang inaktif sehingga aktifasi oleh histamine dapat dicegah. Dengan demikian obat ini efektif untuk menghilangkan gejala rinore dan bersin sebagai akibat dilepaskannya histamine pada RA.
Dekongestan dapat mengurangi sumbatan hidung dan kongesti
dengan cara vasokonstriksi melalui reseptor adrenergik alfa. Preparat topikal bekerja dalam waktu 10 menit, dan dapat bertahan hingga 12 jam. Pemakaian preparat topical tidak boleh lebih dari 2 minggu karena bisa menyebabkan rhinitis medikamentosa. Efek terapi dari preparat oral dirasakan setelah 30 menit dan berakhir 6 jam kemudian, atau dapat lebih lama (8-24 jam) bila bentuk sediaanya adalah tablet lepas lambat (sustained release).
5. Kasus ringan dapat diatasi dengan antihistamin oral atau kortikosteroid
nasal topikal; sedangkan penggunaan dekongestan nasal sistemik diragukan manfaatnya. Pemberian dekongestan nasal topikal jangka pendek dapat digunakan untuk mengurangi kongesti dan dibolehkan menggunakan kortikosteroid nasal topikal tetes. Pasien dengan gejala yang menetap dapat diatasi dengan sediaan topikal kortikosteroid atau kromoglikat; antihistamin topikal (azelastin) berguna untuk mengatasi gejala rinitis alergi. Pada kasus rinitis alergi musiman (seperti hay fever), pengobatan sebaiknya dimulai 2-3 minggu sebelum musim dimulai. Terapi yang terus menerus selama bertahun-tahun diperlukan pada kasus perennial rhinitis. Pada rinitis alergi, sediaan topikal kortikosteroid dan kromoglikat memiliki peran yang sudah jelas. Walaupun kromoglikat kurang efektif dibandingkan dengan kortikosteroid topikal, namun kromoglikat sering menjadi pilihan pertama untuk anak. Antihistamin topikal kurang efektif dibandingkan kortikosteroid topikal, tetapi lebih efektif dibandingkan kromoglikat. Kadang-kadang rinitis alergi disertai dengan vasomotor rinitis. Pada kondisi ini penambahan sediaan topikal ipratropium bromid dapat mengurangi sekret hidung. Penggunaan jangka pendek kortikosteroid sistemik dapat digunakan untuk mengatasi gejala yang berat. Anak-anak yang mengalami gejala rhinitis musiman yang mengganggu aktivitas dapat diterapi dengan kortikosteroid oral dalam jangka pendek. Obat ini dapat pula digunakan pada awal pengobatan dengan semprot kortikosteroid untuk mengurangi udem mukosa yang parah dan agar semprotan dapat menembus rongga hidung. KEHAMILAN pada wanita hamil yang tidak dapat mentoleransi gejala alergi rinitis, dapat dipertimbangkan pemberian beklometason atau sodium kromoglikat.
ADENOTONSILITIS KRONIK
1. Trias tonsillitis: hiperemis pada plika anterior, kripta tonsil melebar
dengan atau tanpa debris, pembesaran kelenjar limfe jugulogastrik. 2. Kripta melebar proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar.
Hipertrofi proses radang berulang yang timbul maka selain
epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar.
3. Indikasi absolut ATE:
- Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran
napas, disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
- Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis
dan drainase
- Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
- Tonsilitis yang membutuhkan biopsy untuk menentukan PA
Indikasi relative:
- terjadi 1 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan
terapi antibiotic adekuat
- halitosis akibat tonsillitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis
- tonsillitis kronik berulang pada carrier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotic beta lactamase persisten Kontraindikasi:
- Gangguan perdarahan
- Resiko anestesi yang besar atau penyakit berat
- Anemia
- Infeksi akut yang berat
4. Pasien menolak operasi: edukasi tentang penyakit dan derajat
A Prospective Time-Course Study On Serological Testing For Human Immunodeficiency Virus, Hepatitis B Virus and Hepatitis C Virus With Blood Samples Taken Up To 48 H After Death
A Prospective Time-Course Study On Serological Testing For Human Immunodeficiency Virus, Hepatitis B Virus and Hepatitis C Virus With Blood Samples Taken Up To 48 H After Death
A Prospective Time-Course Study On Serological Testing For Human Immunodeficiency Virus, Hepatitis B Virus and Hepatitis C Virus With Blood Samples Taken Up To 48 H After Death