You are on page 1of 41

MAKALAH FARMAKOTERAPI LANJUTAN

PENYAKIT PNEUMONIA

OLEH :
KELOMPOK 3

MIKA FEBRYATI (O1A1 14 026)


MUHAMMAD RIDWAN ESI (O1A1 14 027)
RIDHO FAJRIYAH JAMRI (O1A1 14 040)
RUSLIATI DAMU (O1A1 14 100)
YORMA BATU BATARA (O1A1 14 138)
REZKY NURVITA ALATAS (O1A1 14 154)
WAODE ANGGRE YANI (F1F1 13 118)
RAHMAH (F1F1 13 125)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat


dan hidayah-Nya. Sehingga atas kuasanya makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik, tanpa hambatan yang berarti.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Farmakoterapi Lanjutan Atas tersusunnya makalah ini tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih yang tiada terhingga kepada semua pihak yang telah membantu dan
bersedia memberikan dukungan atas terselesaikannya makalah ini. Selain itu tidak
lupa saya mengucapkan terima kasih kepada dosen Farmakoterapi Lanjutan yang
telah memberikan kami ilmu tentang Farmakoterapi Lanjutan pada semester ini.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis telah berupaya semaksimal mungkin
untuk memberikan yang terbaik.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca
sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya.

Kendari, Februari 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................5
1.3 Tujuan..............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................6
2.1 Definisi Penyakit Pneumonia..........................................................................6
2.2 Tanda dan gejala, , serta...................................................................................10
2.3 Patofisiologi.....................................................................................................12
2.4 Diagnosis.........................................................................................................13
2.5 Tata Laksan Terapi...........................................................................................17
2.6 Monitoring dan KIE........................................................................................23
2.7 Kasus...............................................................................................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................25


3.1 Kesimpulan......................................................................................................25
3.2 Saran................................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi
ke-6 di seluruh dunia menurut laporan UNICEF dan WHO pada tahun 2006.
Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992, 1995
dan 2001 didapatkan pneumonia sebagai urutan terbesar penyebab kematian pada
balita. Hasil ini juga sesuai dengan survey mortalitas terhadap 10 propinsi di
Indonesia yang dilakukan oleh Subdit ISPA Departemen Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mencatat pneumonia merupakan salah satu
penyebab kematian terbanyak yaitu sejumlah 15,5% (IDAI, 2009). Di daerah
Surakarta terdapat 610 orang. Penderita penyakit pneumonia yang menyerang
pada orang dewasa dengan keluhan panas, batuk dan sesak pada tahun 2009 di
RSUD Dr.Moewardi Surakarta (Rekam Medik, 2009).
Insidensi tahunan: 5-11 kasus per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di
rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi paling
tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut. Mortalitas: 5-12% pada
pasien yang dirawat di rumah sakit; 25-50% pada pasien ICU (Jeremy, 2007). Di
United States, insidensi untuk penyakit ini mencapai 12 kasus tiap 1.000 orang
dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kurang dari 1%, tetapi kematian pada
pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi yaitu sekitar 14% (Alberta
Medical Association, 2002). Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang
memerlukan perawatan di rumah sakit dan angka kematian diantara pasien
tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40% (Sajinadiyasa, 2011). Di Indonesia
sendiri, insidensi penyakit ini cukup tinggi sekitar 5-35% dengan kematian
mencapai 20-50% (Farmacia, 2006).

Penyakit penumonia jika diklasifikasikan berdasarkan umur pada data


keadaan morbiditas pasien rawat inap RS Bahteramas yaitu :
Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap RS Bahteramas Tahun 2014 Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap RS Bahteramas Tahun 2015

100 100
90 90
80 80
70 70
60
50 60
40 50
30 40
20 30
10 20
0 10
0

Laki-Laki
Perempuan Laki-Laki Perempuan

Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap RS Bahteramas Tahun 2016

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Laki-Laki Perempuan
Penyakit penumonia jika diklasifikasikan berdasarkan umur pada data
keadaan morbiditas pasien jalan inap RS Bahteramas yaitu :

Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan RS Bahteramas Tahun 2014 Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan RS Bahteramas Tahun 2015

80 70
70 60
60 50
50 40
40
30 30
20 20
10 10
0 0

Laki-Laki Laki-Laki
Perempuan Perempuan
Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan RS Bahteramas Tahun 2016

60
50

40
30
20
10
0

Laki-Laki Perempuan

Penyakit penumonia jika diklasifikasikan berdasarkan jumlah pasien keluar


pada data keadaan morbiditas pasien rawat inap dan rawat jalan RS Bahteramas :
Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Inap RS Bahteramas Tahun 2014-2016

300
250
200
150
100
50
0

2014 2015 2016


Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Jalan RS Bahteramas Tahun 2014-2016

700

600

500

400

300

200

100

0
Jumlah Kasus (L) Jumlah Kasus (P) Jumlah Kunjungan

2014 2015 2016

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit pneumonia ?
2. Bagaimana tanda dan gejala , patofisologi, serta diagnosis pneumonia ?
3. Bagaimana tata laksana terapi pneumonia ?
4. Bagaimana monitoring dan KIE dari penyakit pneumonia ?
5. Bagaimana kasus dari penyakit pneumonia ?

1.3 Tujuan
Tujuan pada makalah ini yaitu :
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang penyakit pneumonia
2. Agar mahasiswa mengetahui tanda dan gejala, patofisologi, serta diagnosis
pneumonia
3. Agar mahasiswa mengetahui tata laksana terapi pneumonia
4. Agar mahasiswa mengetahui monitoring dan KIE dari penyakit pneumonia
5. Agar mahasiswa mengetahui kasus dari penyakit pneumonia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penyakit Pneumonia


Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem pernapasan
dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung
jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan
penimbunan cairan atau suatu peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab, meliputi infeksi karena
bakteri,virus,jamur atau parasit. Penyakit yang umumnya terjadi pada semua
kelompok umur, dan menunjukan penyebab kematian pada orang tua dan orang
dengan penyakit kronik. Tersedia vaksin tertentu untuk pencegahan terhadap
jenis pnuemonia. Prognosis untuk tiap orang berbeda tergantung dari jenis
pneumonia, pengobatan yang tepat,ada tidaknya komplikasi dan kesehatan orang
tersebut.
Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari
paruparu,atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau
penggunaan alkohol. Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia meliputi
batuk,nyeri dada demam,dan sesak nafas. Alat diagnose meliputi sinar-x dan
pemeriksaan sputum. Pengobatan tergantung penyebab dari pneumonia;
pneumonia karena bakteri diobati dengan antibiotika.

Klasifikasi pneumonia dan faktor resikonya (Dipiro dkk., 2012)

Tipe Pneumonia Definisi Faktor Resiko


Community Pneumonia yang Umur > 65 tahun
acquired pneumonia berkembang pada pasien Diabetes Melitus
(CAP) yang tidak mengalami Asplenia
kontak dengan fasilitas Penyakit kardiovaskular
medis kronik, pulmonar, renal
dan / atau liver
Merokok dan/atau
alkohol
Healthcare Pneumonia yang Sedang dalam rawat inap
associated berkembang pada pasien 2 hari selama 90 hari
pneumonia (HCAP) yang tidak dalam fasilitas terakhir
perawatan medis akut Panti jompo atau residen
namun memiliki dua atau fasilitas perawatan
lebih faktor resiko untuk jangka panjang
patogen MDR Selama 30 hari terakhir
menggunakan antibiotik,
kemoterapi, perawatan
luka, atau terapi infus
pada fasilitas kesehatan
atau rumah
Pasien hemodialysis
Kontak dengan anggota
keluarga yang memiliki
infeksi patogen MDR

Tipe Pneumonia Definisi Faktor Resiko


Hospital acquired Pneumonia yang Witnessed aspiration
pneumonia (HAP) berkembang > 48 jam PPOK, Sindrom
setelah masuk rumah sakit Gangguan Pernapasan
Dewasa, atau koma
Pemberian antasida, H-2
antagonis, atau
penghambat pompa
proton
Posisi terlentang
Nutrisi enteral, tabung
nasogastrik
Reintubasi, trakeostomi,
atau pasien pindahan
Paparan antibiotik
sebelumnya
Trauma kepala,
pemantauan tekanan
intrakranial
Usia> 60 tahun
Ventilator associated Pneumonia yang Sama dengan HAP
pneumonia (VAP) berkembang > 48 jam
setelah intubasi dan
ventilasi mekanik

Klasifikasi pneumonia berdasarkan asal patogen (Depkes RI, 2005)

Tipe Definisi Asal Patogen


Pneumonia

Community pneumonia yang didapat Streptococcus pneumonia, H. influenzae,


acquired di luar rumah sakit atau bakteri atypical, virus influenza, respiratory
pneumonia panti jompo syncytial virus (RSV).
(CAP) Pada anak : Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae
Nosokomial pneumonia yang didapat Bakteri nosokomial (enterik golongan gram
pneumonia selama pasien di rawat di negatif batang seperti
rumah sakit E.coli, Klebsiella sp, Proteus sp).
Pada pasien yang sudah sudah lebih dulu
mendapatkan terapi sepalosporin ke 3 :
Citrobacter sp., Serratia sp.,
Enterobacter sp.
Pneumonia pneumonia yang Pada Community Acquired Aspiration
aspirasi diakibatkan aspirasi sekret Pneumoniae : kombinasi dari flora mulut dan
oropharyngeal dan cairan flora saluran napas atas, yakni meliputi
lambung Streptococci Anaerob.
Pada Nosocomial Aspiration Pneumoniae :
campuran bakteri Gram negatif batang + S.
aureus + anaerob

2.2 Tanda dan Gejala


a. Tanda
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada balita
antara lain :
1. Batuk nonproduktif
2. Ingus (nasal discharge)
3. Suara napas lemah
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Demam
6. Cyanosis (kebiru-biruan)
7. Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
8. Sakit kepala
9. Kekakuan dan nyeri otot
10. Sesak napas
11. Menggigil
12. Berkeringat
13. Lelah
14. Terkadang kulit menjadi lembab
15. Mual dan muntah

b. Gejala
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40O C, sesak napas, nyeri dada dan
batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau.
Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang
nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

Adapun tanda dan gejala pneumonia secara umum adalah sebagai


berikut :
1. Demam yang meningkat tajam, batuk produktif sputum berwarna atau
berdarah, nyeri dada, takik kardia takipnea
2. Radigrafi kas
3. Laboratorium : leukositosis terutama sel poly morpho Nuclear, O2 arteri rendah

Gejala dan tanda pneumonia yang diakibatkan bakteri G+/-

1. Demam yang meningkat tajam, batuk produktif sputum berwarna atau


berdarah, nyeri dada, takikardia takipnea
2. Radiografi :khas infiltrate segmentar atau lobar yang padat.
3. Laboratorium : leukositosis terutama sel PMN, O2 arteri rendah
4. Infeksi L. pneumopila ditandai dengan gangguan multisystem termasuk
perkembangan penyakit. Onset berjenjang dengan gejala utama malaise,
latergi, lemah, anoreksia pada awalya. Batuk kering tidak broduktif dengan
sputum purulent. Demam lebih dari 40 C yang berkaitan dengan bradikardi.
Nyeri dada dan progresifdispnea, bunyi nafs halus.
5. Gejala ekstrapulnomal : diare, mual, mialgia, atralgia, perubahan mental
selaras dengan perjalanan penyakit. Halusinasi, grand mal seizures.

Berdasarkan jenis pneumonia, gejalanya ditandai dengan :

1. Pneumonia anaerobik
Gejala : batuk, demam ringan, hilang bert badan, sputum yang berabu
adalah cirri khasnya
Abses paru berkembang dalam 1-2 minggu pada 20% pasien

2. Pneumonia mikoplasma
Penyebab M. Pneumonia, Gejala:demam bertahap, sakit kepala, malaise
batuk yang mulanya nonproduktif, sakit leher, sakit telinga dan rinore,
rale dan ronkhi
Gejala ekstrapulmonal :mual, muntah, diare, mialgia, atralgia, arthritis,
poliarticular, rash, miokarditis, perikarditis, anemia hemoltik,
meningoensefalitis, neuropati cranial, sindroma Gillain Barre, pewarnaan
gram:PMN
3. Pneumonia virus
Gambaran klinis bervariasi, diagnose dengan test serologi
4. Pneumonia nosokoial
Faktor utama adalah enggunaan ventilator, yang resiko meningkat pada
pengguna antibiotik, pengguna antagonis reseptor H2, penyakit berat.

c. Patofisilogi
Pneumonia, infeksi akut pada jaringan paru oleh mikroorganisme. Sebagian
besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang terjadi secara primer atau
sekunder setelah infeksi virus.penyebab tersering pneumonia bakteri adalah
bakteri gram positif, streptococus pneumaniae yang menyebabkan pneumonia
streptokokus. Bakteri staphylococus aureus dan streptokokus beta hemolitikus
grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas
aeruginosa.
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada
di orofaring, kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan
sumber patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor
risiko pada inang dan terapi yaitu pemberian antibiotik, penyakit penyerta
yang berat, dan tindakan invansif pada saluran nafas. Faktor resiko kritis
adalah ventilasi mekanik > 48jam, lama perawatan di ICU. Faktor
predisposisi lain seperti pada pasien dengan imunodefisien menyebabkan
tidak adanya pertahanan terhadap kuman patogen akibatnya terjadi kolonisasi
di paru dan menyebabkan infeksi. Proses infeksi dimana patogen tersebut
masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah dapat melewati mekanisme
pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel,cilia, dan mukosa),
pertahanan humoral (antibodi dan komplemen) dan seluler (leukosit
makrofag, limfosit dan sitokinin). Kemudian infeksi menyebabkan
peradangan membran paru (bagian dari sawar-udara alveoli) sehingga cairan
plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk. Hal ini menyebabkan rasio

ventilasi perfusi menurun, saturasi oksigen menurun. Pada pemeriksaan


dapat diketahui bahwa paru-paru akan dipenuhi sel radang dan cairan,
dimana sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk membunuh patogen,
akan tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru menurun akan
mengakibatkan kesulitan bernafas, dapat terjadi sianosis, asidosis
respiratorik dan kematian (Menurut Elizabeth J.Corwin, 2009)
d. Diagnosis
Secara konvensional, diagnosis pneumonia terdiri dari 2 (dua) bagian:
pertama, menentukan gejala berdasarkan anamnesa, riwayat penyakit,
pemeriksaan klinis dan ronsen dada; dan kedua, menentukan etiologi
berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi, serologi dan molekuler. Menurut
WHO, diagnosis pneumonia klinis ditegakkan berdasarkan sensitivitas
terhadap pemberian antibiotik dan pneumonia berat. Kondisi ini
membutuhkan perawatan di rumah sakit, yang didiagnosis melalui retraksi
dinding dada bagian bawah. (Menurut Rahayu, 2011).
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat menentukan etiologi
pneumonia dalam waktu singkat dan hanya sedikit rumah sakit yang
mempunyai sumber daya untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan
keluhan individual. Ada tiga permasalahan yang menjadi penyebabnya.
Pertama, kesulitan untuk memperoleh spesimen dari saluran nafas bagian
bawah. Umumnya, anak-anak tidak dapat mengeluarkan dahak (sputum)
sehingga perlu dilakukan aspirasi paru (lung aspirate) untuk memastikan
penyebab pneumonia. Namun, tindakan ini hanya di- lakukan di beberapa
tempat di negara berkembang karena aspirasi paru bersifat invasif. Kedua,
banyak kuman patogen penyebab pneumonia membutuhkan media dan
nutrisi khusus untuk pertumbuhan di laboratorium. Ketiga, belum ada
standar baku prosedur pemeriksaan kuman patogen penyebab pneumonia
(Scott & Hall, 1999).
Hasil isolasi bakteri dari darah penderita dengan tanda klinis infeksi paru
sangat spesifik untuk pneumonia akibat bakteri, namun sensitivitasnya
kurang dari 15%. Diagnosis konvensional pneumonia akibat virus
berdasarkan kultur sel atau teknik imunofluoresen pun kurang sensitif.
Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat membantu meningkatkan
sensitivitas deteksi kuman patogen. Tes diagnostik, yang efektif untuk
digunakan oleh negara-negara berkembang, sebaiknya bersifat sederhana,
bekerja cepat dan tidak mahal. Sebagai contoh, untuk orang dewasa, tes
imunokromatografi sederhana mampu mendeteksi kandungan polisakarida
bakteri dalam urin dan mempercepat penegakkan diagnosis (Dowell et al.,
2001; Murdoch, 2001).
Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil
pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada.
Gambaran adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar yang
memastikan diagnosis. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
adanya leukositosis dengan shift to the left. Sedangkan evaluasi
mikrobiologis dilaksanakan dengan memeriksa kultur sputum (hati-hati
menginterpretasikan hasil kultur, karena ada kemungkinan terkontaminasi
dengan koloni saluran pernapasan bagian atas). Pemeriksaan mikrobiologis
lainnya yang lazim dipakai adalah kultur darah, khususnya pada pasien
dengan pneumonia yang fulminan, serta pemeriksaan Gas Darah Arteri
(Blood Gas Arterial) yang akan menentukan keparahan dari pneumonia dan
apakah perlu-tidaknya dirawat di ICU (Menurut Pharmaceutical Care,
2005).

Chest Radiology In Pneumonia

Right Upper Lobar Right Upper Lobe


Pneumonia
Right Middle Lobar Left Lobar
Pneumonia

Sistem Skor Penentuan Keparahan Untuk Pneumonia Komunitas PDPI 2003


Catatan
Pasien perlu rawat inap bila :
Skor > 70
Bila skor < 70 tetapi
Frekuensi napas > 30 kali permenit
Foto torak menunjukkan kelainan bilateral
Foto torak melibatkan 2>2 lobus
Tekanan sistolik <90 mmHg
Tekanan Diastolik <60 mmHg

2.3 Tata Laksana Terapi


a. Terapi Farmakologi
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama
seperti infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika yang
dimulai secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu
hasil kultur. Setelah bakteri pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi
antibiotika yang berspektrum sempit sesuai patogen.

1. Community-Acquired Pneumonia (CAP)


Terapi CAP dapat dilaksanakan secara rawat jalan. Namun pada
kasus yang berat pasien dirawat di rumah sakit dan mendapat antibiotika
parenteral.
Pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien dewasa adalah
golongan makrolida atau doksisiklin atau fluoroquinolon terbaru. Namun
untuk dewasa muda yang berusia antara 17-40 tahun pilihan doksisiklin
lebih dianjurkan karena mencakup mikroorganisme atypical yang mungkin
menginfeksi. Untuk bakteri Streptococcus pneumoniae yang resisten
terhadap penicillin direkomendasikan untuk terapi beralih ke derivat
fluoroquinolon terbaru. Sedangkan untuk CAP yang disebabkan oleh
aspirasi cairan lambung pilihan jatuh pada amoksisilin-klavulanat.
Golongan makrolida yang dapat dipilih mulai dari eritromisin,
claritromisin serta azitromisin. Eritromisin merupakan agen yang paling
ekonomis, namun harus diberikan 4 kali sehari. Azitromisin ditoleransi
dengan baik, efektif dan hanya diminum satu kali sehari selama 5 hari,
memberikan keuntungan bagi pasien. Sedangkan klaritromisin merupakan
alternatif lain bila pasien tidak dapat menggunakan eritromisin, namun
harus diberikan dua kali sehari selama 10-14 hari.

Tabel 1. Antibiotika pada terapi Pneumonia


Dosis Dws
Kondisi Dosis Ped
Patogen Terapi (dosis
Klinik (mg/kg/hari)
total/hari)
Sebelumnya Pneumococcus, Eritromisin 30-50 1-2g
sehat Mycoplasma Klaritromisin 15 0,5-1g
Pneumoniae Azitromisin 10 pada hari
1,diikuti 5 mg
selama 4 hari
Komorbiditas S. pneumoniae, Cefuroksim 50-75 1-2g
(manula, DM, Hemophilus Cefotaksim
gagal ginjal, influenzae, Ceftriakson
gagal jantung, Moraxella
keganasan) catarrhalis,
Mycoplasma,
Chlamydia
pneumoniae dan
Legionella
Aspirasi Anaerob mulut Ampi/Amox 100-200 2-6g
Community Klindamisin 8-20 1,2-1,8g
Hospital Anaerob mulut, Klindamisin s.d.a. s.d.a.
S. aureus, +aminoglikosid
gram(-) enterik a
Nosokomial
Pneumonia K. pneumoniae, Cefuroksim s.d.a. s.d.a.
Ringan, Onset P.aeruginosa, Cefotaksim s.d.a. s.d.a.
<5 hari, Risiko Enterobacter Ceftriakson s.d.a. s.d.a.
rendah spp. S. aureus, Ampicilin- 100-200 4-8g
Sulbaktam 200-300 12g
Tikarcilin-klav - 0,4g
Gatifloksasin - 0,5-0,75g
Levofloksasin
Klinda+azitro
Pneumonia K. pneumoniae, (Gentamicin/To 7,5 4-6
berat**, P. aeruginosa, bramicin atau - mg/kg
Onset >5 hari, Enterobacter Ciprofloksasin ) 150 0,5-1,5g
Risiko Tinggi spp. S. aureus, *+ 100-150 2-6g
Ceftazidime 2-4g
atau
Cefepime atau
Tikarcilinklav/
Meronem/
Aztreonam

Ket
*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu
antibiotika yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama
**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis
berat, gagal ginjal

Untuk terapi yang gagal dan tidak disebabkan oleh masalah kepatuhan
pasien, maka disarankan untuk memilih antibiotika dengan spektrum yang
lebih luas. Kegagalan terapi dimungkinkan oleh bakteri yang resisten
khususnya terhadap derivat penicillin, atau gagal mengidentifikasi bakteri
penyebab pneumonia. Sebagai contoh, pneumonia atypical melibatkan
Mycoplasma pneumoniae yang tidak dapat dicakup oleh penicillin.
Beberapa pneumonia masih menunjukkan demam dan konsistensi
gambaran x-ray dada karena telah terkomplikasi oleh adanya efusi pleura,
empyema ataupun abses paru yang kesemuanya memerlukan penanganan
infasif yaitu dengan aspirasi.
2. Pneumonia Nosokomial
Pemilihan antibiotika untuk pneumonia nosokomial memerlukan
kejelian, karena sangat dipengaruhi pola resistensi antibiotika baik in vitro
maupun in vivo di rumah sakit. Sehingga antibiotika yang dapat digunakan
tidak heran bila berbeda antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain.

Guideline terapi

A. Guideline terapi untuk pasien


B. Guideline terapi Untuk Pasien Pediatrik dan Pasien Community-Acquired
Pneumonia
C. Dosis Antibiotik
b. Terapi Pendukung
Terapi pendukung pada pneumonia meliputi:
1. Pemberian oksigen yang dilembabkan pada pasien yang
menunjukkan tanda sesak, hipoksemia.
2. Bronkhodilator pada pasien dengan tanda bronkhospasme
3. Fisioterapi dada untuk membantu pengeluaran sputum
4. Nutrisi
5. Hidrasi yang cukup, bila perlu secara parenteral
6. Pemberian antipiretik pada pasien dengan demam
7. Nutrisi yang memadai.

2.4 Monitoring dan KIE


1. Monitoring
a. Monitoring terapi obat di rumah sakit dilaksanakan dengan pemantauan
kondisi klinik pasien secara langsung, tanda vital, maupun parameter lab.
Sedangkan di apotek, monitoring dilaksanakan dengan cara memantau
kondisi klinik, tanda vital atau parameter lab yang mungkin melalui
telpon. Untuk efek samping obat potensial, pasien dapat diminta untuk
melaporkan kepada apotek bila terjadi. Rekomendasi pelayanan dapat
disampaikan secara berhadapan langsung, tulisan, presentasi atau melalui
telpon.
b. Kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap penggunaan obat di lakukan
setiap hari dan pemberian rekomendasi di lakukan jika di temukann
masalah terkait obat ( pamela, d.s.,2011 ).Pelaksanaan monitoring terapi
obat bagi pasien di apotek memiliki keterbatasan bila dibandingkan
dengan di rumah sakit, antara lain kesulitan untuk mengikuti
perkembangan pasien setelah keluar dari apotek. Metode yang paling
tepat digunakan adalah monitoring melalui telpon baik Apoteker telpon
kepada pasien maupun sebaliknya pasien melaporkan pertelpon tentang
kejadian yang tidak diharapkan kepada Apoteker. Khususnya dalam
memonitor terjadinya ROB, perlu disampaikan ROB yang potensial akan
terjadi serta memiliki signifikansi secara klinik dalam konseling kepada
pasien. Selain itu pasien dihimbau untuk melaporkan kejadian yang
dicurigai ROB kepada Apoteker. Selanjutnya Apoteker dapat menyusun
rekomendasi terkait ROB tersebut.

2. KIE Pasien Pneumonia


Lama terapi
yang tepat
Kontinuitas untuk
terapi hingga mencegah
seluruh resistensi,
antibiotika infeksi
Istirahat Berhenti
diminum, bila ulangan, secukupnya merokok
pasien maupun
mendapat penyembuhan
antibiotika. yang tidak
tuntas.

Minum Hindari Hindari Hindari


secukupnya pemakaian penggunaan pemberian
untuk selimut atau tempat tidur bedak pada
mengatasi baju yang berbahan wajah terlalu
dehidrasi. berbulu kapuk banyak

Memberikan
kompres Pemberian
hangat untuk imunisasi
menurunkan pada anak
demam

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini yaitu :
1. Pneumonia adalah suatu peradangan/ inflamasi parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.
2. Tanda dan gejala pneumonia yaitu Batuk nonproduktif, Ingus (nasal
discharge, Suara napas lemah, Penggunaan otot bantu napas, Demam,
Cyanosis (kebiru-biruan), Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar, sakit
kepala, kekakuan dan nyeri otot, demam, menggigil, suhu tubuh meningkat
dapat mencapai 40o c, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental,
terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau, nyeri perut, kurang nafsu
makan.
3. Patofisologi Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di
udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran
bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika
melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh
pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia.
4. Diagnosis pneumonia yaitu Meskipun M. pneumoniae dapat dikultur dari
sekresi pernapasan menggunakan media khusus, 2 sampai 3 minggu mungkin
diperlukan untuk identifikasi kultur. Kenaikan empat kali lipat diagnostik
dalam titer antara sera fase akut dan konvalesen mungkin memerlukan 2
sampai 3 minggu untuk berkembang
5. Penatalaksanaan terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti
infeksi pada umumnya yaitu dengan pemberian antibiotika yang dimulai
secara empiris dengan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil
kultur. Setelah bakteri pathogen diketahui, antibiotika diubah menjadi
antibiotika yang berspektrum sempit sesuai patogen.
6. Monitoring terapi obat di rumah sakit dilaksanakan dengan pemantauan
kondisi klinik pasien secara langsung, tanda vital, maupun parameter lab.
Sedangkan di apotek, monitoring dilaksanakan dengan cara memantau
kondisi klinik, tanda vital atau parameter lab yang mungkin melalui telpon.
Untuk efek samping obat potensial, pasien dapat diminta untuk melaporkan
kepada apotek bila terjadi. Rekomendasi pelayanan dapat disampaikan secara
berhadapan langsung, tulisan, presentasi atau melalui telpon.
7. KIE penyakit pneumonia yaitu Kontinuitas terapi hingga seluruh antibiotika
diminum, bila pasien mendapat antibiotika. Lama terapi yang tepat untuk
mencegah resistensi, infeksi ulangan, maupun penyembuhan yang tidak
tuntas. Istirahat secukupnya, Berhenti merokok, Minum secukupnya untuk
mengatasi dehidrasi, Hindari pemakaian selimut atau baju yang berbulu,
Hindari penggunaan tempat tidur berbahan kapuk dll.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada makalah ini yaitu agar penulis dapat membuat
makalah yang lebih lengkap dan lebih baik lagi ke depannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Corwin, J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran : EGC :
Jakarta

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Infeksi Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta :
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Dipiro, J.T dkk. 2005. Pharmacoteraphy : A Phatophysiologic Approach. 6th Edition. US :


McGraw-Hill Company.

Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan, Departemen Kesehatan RI.
Dowell, S.F., R. L. Garman, G. Liu, O.S. Levine, and Y.-H. Yang. 2001. Evaluation of
Binax NOW, an assay for the detection of pneumococcal antigen in urine
samples, performed among pediatric patients. Clin Infect Dis. 32:824-825.

Fransisca, 2000, Pneumonia, Kedokteran Wijaya Kusuma: Surabaya

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Balita,


Orang Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer, Jakarta.

Rahayu, Agnes Supratiwi. 2011. Jurnal Biologi Papua. Fakultas Kedokteran Universitas
Cendrawasih Jayapura. Vol. III (2) ISSN: 2086-3314

Scott, J.A., and A.J. Hall. 1999. The value and complications of percutaneous transthorasic
lung aspiration for for the etiologic diagnosis of community-acquired
pneumonia. Chest. 116: 1716-1732.

Sukandar, E. Y., Andrajati, R., Sigit, J. I., Adnyana, I. K., Setiadi, A. P. & Kusnandar. 2008.
ISO Farmakoterapi. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta.

Tim Penyusun. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI

Well, B.G dkk. 2012. Pharmacoteraphy Handbook. 9th Edition. US : McGraw-Hill Education.
Pertanyaan dan Jawaban Diskusi

1. Penanya : Rani Novrina Indar Sari


Pertanyaan : Mengapa pada kasus pneumonia lebih banyak menyerang pada
anak-anak dan pada jenis kelamin laki-laki ?
Jawaban : Pneumonia dapat disebabkan karena infeksi berbagai bakteria, virus
dan jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah
jarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia
disebabkan oleh bakteria. Bakteri penyebab pneumonia tersering adalah
Haemophilus influenzae (20%) dan Streptococcus pneumoniae (50%). Bakteri
penyebab lain adalah Staphylococcus aureaus dan Klebsiella pneumoniae.
Sedangkan virus yang sering menjadi penyebab pneumonia adalah respiratory
syncytial virus (RSV) dan influenza. Jamur yang biasanya ditemukan sebagai
penyebab pneumonia pada anak dengan AIDS adalah Pneumocystis jiroveci
(PCP). Pneumonia lebih banyak menyerang pada anak-anak karena dilihat dari
sistem imunitas dari anak itu sendiri. Dimana pada balita memiliki sistem
imunitas yang belum terbentuk secara sempurna.
Adapun faktor atau keadaan yang mengakibatkan seorang anak rentan
menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Berbagai faktor risiko yang
meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena pneumonia,
yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko), pemberian ASI
(ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi risiko),
suplementasi zinc (mengurangi risiko), bayi berat badan lahir rendah
(meningkatkan risiko), vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi udara dalam
kamar terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko).
Asupan gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dan kematian
balita dengan infeksi saluran pernapasan. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI
ekslusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan penyakit pada
anak. Pemberian ASI sub-optimal mempunyai risiko kematian karena infeksi
saluran napas bawah, sebesar 20%.
Program pemberian vitamin A setiap 6 bulan untuk balita telah dilaksanakan
di Indonesia. Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan
melindungi saluran pernapasan dari infeksi kuman. Hasil penelitian Sutrisna di
Indramayu (1993) menunjukkan peningkatan risiko kematian pneumonia pada
anak yang tidak mendapatkan vitamin A. Namun, penelitian Kartasasmita (1993)
menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna insiden dan beratnya pneumonia
antara balita yang mendapatkan vitamin A dan yang tidak, hanya waktu untuk
sakit lebih lama pada yang tidak mendapatkan vitamin A.
Penelitian di beberapa negara Asia Selatan menunjukkan bahwa
suplementasi Zinc pada diet sedikitnya 3 bulan dapat mencegah infeksi saluran
pernapasan bawah. Di Indonesia, Zinc dianjurkan diberikan pada anak yang
menderita diare. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko untuk
meningkatnya ISPA, dan perawatan di rumah sakit penting untuk mencegah
BBLR. Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena pneumonia.
Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah
imunisasi pertusis (DTP), campak, Haemophilus influenza, dan pneumokokus.
Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam rumah
mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa negara berkembang.
Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan dengan polusi udara dari dapur.
Hasil penelitian Dherani, dkk (2008) menyimpulkan bahwa dengan menurunkan
polusi pembakaran dari dapur akan menurunkan morbiditas dan mortalitas
pneumonia. Hasil penelitian juga menunjukkan anak yang tinggal di rumah yang
dapurnya menggunakan listrik atau gas cenderung lebih jarang sakit ISPA
dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah yang memasak dengan
menggunakan minyak tanah atau kayu. Selain asap bakaran dapur, polusi asap
rokok juga berperan sebagai faktor risiko. Anak dari ibu yang merokok
mempunyai kecenderungan lebih sering sakit ISPA daripada anak yang ibunya
tidak merokok (16% berbanding 11%). Faktor lain yang mempengaruhi
morbiditas dan mortalitas pneumonia adalah pendidikan ibu dan status sosio-
ekonomi keluarga. Makin rendah pendidikan ibu, makin tinggi prevalensi
pneumonia pada balita.
Serta terjadinya pada lakilaki karena laki-laki memiliki diameter rongga paru-
paru yang lebih kecil dibanding perempuan sehingga proses penyumbatan lebih
cepat terjadi pada lakilaki.

2. Penanya : Zuhri Restu Amalia


Pertanyaan : Apakah penyebab dari pneumonia seperti virus, bakteri, memiliki
tanda dan gejala yang sama serta apakah pengobatan yang didapatkan juga
sama ?
Jawaban : tanda dan gelaja pneumonia secara umum yaitu : batuk nonproduktif ,
ingus (nasal discharge), suara napas lemah, penggunaan otot bantu napas,
Demam, Cyanosis (kebiru-biruan), Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar,
Sakit kepala, Kekakuan dan nyeri otot, Sesak napas, Menggigil, Berkeringat,
Lelah, Terkadang kulit menjadi lembab, Mual dan muntah. Namun karena
penyebab dari pneumonia itu bisa dari beberapa hal maka tanda dan gejala pun
agak berbeda.
1. Pneumonia Bakteri G + dan G, dimana tanda dan gejalanya onset mendadak
demam, menggigil, dyspnea, dan batuk produktif, dahak berwarna karat atau
hemoptysis, nyeri dada pleuritik
2. Pneumonia aerobik, dimana tanda gejalanya yaitu batuk, penurunan berat
badan, demam, presentasi akut dapat terjadi
3. Pneumonia mikoplasma, dimana tanda dan gejalanya yaitu Pneumonia M.
pneumoniae : demam, sakit kepala, dan lesu, dengan kejadian 3 - 5 hari dan
juga batuk produktif. Sakit tenggorokan, sakit telinga, dan rhinorrhea sering
hadir. Nonpulmonary pneumonia : mual, muntah, diare, mialgia, arthralgia,
arthritis polyarticular, ruam kulit, miokarditis dan perikarditis, anemia
hemolitik, meningoencephalitis, neuropati kranial, dan sindrom Guillain-
Barr. Gejala sistemik umumnya jelas dalam 1 sampai 2 minggu, sedangkan
gejala pernapasan dapat bertahan hingga 4 minggu.
4. Pneumonia virus, tanda dan gejalanya yaitu Variabel harus cukup dan saling
melengkapi sedemikian rupa karena diagnosis etiologi tidak dapat dilakukan
pada gejala klinis saja

Adapun untuk pengobatannya sendiri pun berbeda diman pada


pengobatan pneumonia pilihan antibiotika yang disarankan pada pasien
dewasa golongan makrolida atau doksisiklin atau fluoroquinolon terbaru.
Untuk terapi yang gagal dan tidak disebabkan oleh masalah kepatuhan pasien,
maka disarankan untuk memilih antibiotika dengan spektrum yang
lebih luas. Sedangkan untuk penyebabnya memiliki guidiline sendiri
3. Penanya : Aswan Sudiman
Pertanyaan :
1. Apakah asma bisa berkembang menjadi pneumonia ?
2. Apakah perbedaan pneumonia dan pneumongitis ?

Jawaban :

1. Infeksi saluran pernapasan atau respiratory tract infections adalah infeksi


yang menyerang saluran pernapasan manusia. Infeksi saluran pernapasan
dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau organisme lain. Infeksi bakteri
sekunder juga dapat terjadi pada penderita infeksi saluran pernapasan atas
maupun bawah. Asma dan pneumonia merupakan salah satu penyakit untuk
saluran pernapasan namun asma terjadi pada saluran pernapasan sedangkan
pneumonia pada dinding alveoulus.
Asma tidak bisa berkembang menjadi penumonia karna Penyakit asma
dikenal karena adanya gejala sesak napas, batuk dan mengi yang disebabkan
oleh penyempitan saluran napas. Penyakit asma adalah penyakit yang
mempunyai banyak faktor penyebab, dimana yang paling sering karena
faktor atopi atau alergi. Sedangkan pada pneumonia disebakan oleh virus,
bakteri dan jamur.
Adapun Faktor-faktor penyebab dan pemicu penyakit asma antara lain
debu rumah dengan tungaunya, bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk,
dan lain-lain. Pada Gejala Penyakit Asma Frekuensi dan beratnya serangan
asma bervariasi. Beberapa penderita lebih sering terbebas dari gejala dan
hanya mengalami serangan serangan sesak nafas yang singkat dan ringan,
yang terjadi sewaktu-waktu. Penderita lainnya hampir selalu mengalami
batuk dan mengi (bengek) serta mengalami serangan hebat setelah menderita
suatu infeksi virus, olah raga atau setelah terpapar oleh alergen maupun
iritan. Menangis atau tertawa keras juga bisa menyebabkan timbulnya gejala.
Saluran pernapasan penderita asma memiliki sifat yang khas yaitu
sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial hyperreactivity =
hipereaktivitas saluran napas). Asap rokok, tekanan jiwa, alergen pada orang
normal tidak menimbulkan asma tetapi pada penderita asma rangsangan tadi
dapat menimbulkan serangan.

Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon


terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan mempengaruhi
saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh berbagai rangsangan,
seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara dingin dan olahraga. Pada
suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan
yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya
peradangan dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan
memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan
penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya
dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast)
diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Sel
mast di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien
yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos, peningkatan pembentukan
lendir, perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Sel mast mengeluarkan
bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai
benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam
rumah atau bulu binatang.
Sedangkan pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus maupun jamur. Yang mana Penyebab pneumonia adalah:
Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa):
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus Legionella
Hemophilus influenzae. Virus: virus influenza, chicken-pox (cacar air),
Organisme mirip bakteri: Mycoplasma pneumoniae (terutama pada anak-anak
dan dewasa muda), Jamur tertentu.
Yang sering menjadi penyebab pneumonia adalah Staphylococcus aureus,
pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang
tersering yaitu bakteri Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Pneumonia pada anak-anak paling sering disebabkan oleh virus pernafasan,
dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia sekolah, pneumonia
paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan.
Salah satu diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi
2 kelompok, yaitu community-acquired (diperoleh diluar institusi
kesehatan) dan hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana
kesehatan lainnya). Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling
sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.Pneumonia yang didapat di
rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat menjalani
perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk melawan
infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya infeksi
oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah: batuk berdahak (dahaknya
seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah), nyeri dada (bisa tajam atau
tumpul dan bertambah hebat jika penderita menarik nafas dalam atau
terbatuk), menggigil, demam, mudah merasa lelah, sesak nafas, sakit kepala,
nafsu makan berkurang, mual dan muntah, merasa tidak enak badan,
kekakuan sendi, kekakuan otot. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: kulit
lembab, batuk darah, pernafasan yang cepat, cemas, stres, tegang, nyeri perut.
2. Perbedaan pneumonia dan pneumonitis yaitu Pneumonia adalah inflamasi yang
mengenai parenkim paru. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa
pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk
merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah penyakit
klinis sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan
penyakitnya. Salah satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia aslah
penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki
basah halus, dengan gambaran infiltrate padafoto halus dada.
Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang dimaksudnya kuran lebih
sama. Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah inflamasi
paru karena proses infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru non
infeksi. Namun hal ini tidak sepenuhnya disetujui para ahli.

You might also like