You are on page 1of 13

PENDAHULUAN

Herpes Genitalis

Herpes Genitalis (HG) merupakan IMS virus yang menempati urutan kedua tersering
di dunia dan merupakan penyebab ulkus genital tersering di negara maju. Virus herpes
simpleks tipe -2 (VSH-2) merupakan penyebab herpes genitalis tersering (82 %), sedangkan
virus herpes simpleks tipe 1 (VHS-1) yang lebih sering dikaitkan dengan lesi di mulut dan
bibir, ternyata dapat pula ditemukan pada 18 % kasus herpes genitalis.

Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel
(peninggian kulit berbatas tegas dengan diameter kurang dari 1 cm dan bila pecah
menimbulkan infeksi seperti koreng kecil) pada permukaan mukosa kulit (mukokutaneus),
berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren.

Saat ini dikenal dua macam herpes yakni herpes zoster dan herpes simpleks. Kedua
herpes ini berasal dari virus yang berbeda. Herpes zoster disebabkan oleh virus Varicella
zoster. Zoster tumbuh dalam bentuk ruam memanjang pada bagian tubuh kanan atau kiri saja.
Jenis yang kedua adalah herpes simpleks, yang disebabkan oleh herpes simplex virus (HSV).
HSV sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu HSV-1 yang umumnya menyerang bagian
badan dari pinggang ke atas sampai di sekitar mulut (herpes simpleks labialis), dan HSV-2
yang menyerang bagian pinggang ke bawah. Sebagian besar herpes genitalis disebabkan oleh
HSV-2, walaupun ada juga yang disebabkan oleh HSV-1 yang terjadi akibat adanya
hubungan kelamin secara orogenital, atau yang dalam bahasa sehari-hari disebut dengan oral
seks, serta penularan melalui tangan.

HSV dapat menimbulkan serangkaian penyakit, mulai dari ginggivostomatitis sampai


keratokonjungtivitis, ensefalitis, penyakit kelamin dan infeksi pada neonatus. Komplikasi
tersebut menjadi bahan pemikiran dan perhatian dari beberapa ahli, seperti: ahli penyakit
kulit dan kelamin, ahli kandungan, ahli mikrobiologi dan lain sebagainya. Infeksi primer oleh
HSV lebih berat dan mempunyai riwayat yang berbeda dengan infeksi rekuren. Setelah
terjadinya infeksi primer virus mengalami masa laten atau stadium dorman, dan infeksi
rekuren disebabkan oleh reaktivasi virus dorman ini yang kemudian menimbulkan kelainan
pada kulit. Infeksi herpes simpleks fasial-oral rekuren atau herpes labialis dikenali sebagai
fever blister atau cold sore dan ditemukan pada 25-40% dari penderita Amerika yang telah

1
terinfeksi. Herpes simpleks fasial-oral biasanya sembuh sendiri. Tetapi pada penderita dengan
imunitas yang rendah, dapat ditemukan lesi berat dan luas berupa ulkus yang nyeri pada
mulut dan esofagus.

Virus herpes merupakan sekelompok virus yang termasuk dalam famili herpesviridae
yang mempunyai morfologi yang identik dan mempunyai kemampuan untuk berada dalam
keadaan laten dalam sel hospes setelah infeksi primer. Virus yang berada dalam keadaan laten
dapat bertahan untuk periode yang lama bahkan seumur hidup penderita. Virus tersebut tetap
mempunyai kemampuan untuk mengadakan reaktivasi kembali sehingga dapat terjadi infeksi
yang rekuren.

Prevalensi yang dilaporkan dari herpes genitalis bergantung pada karakteristik


demografis, sosial ekonomi dan klinis dari populasi pasien yang pernah diteliti dan teknik
pemeriksaan laboratorium dan klinik digunakan untuk mendiagnosa. Studi seroepidemiologi
menunjukkan disparitas yang lebar antara prevalensi antibodi dan infeksi klinis, ini
mengindikasikan bahwa banyak orang mendapat infeksi subklinik.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Bila seseorang terkena HSV, maka infeksi yang terjadi dapat berupa episode I infeksi
primer (pertama kali terjadi pada dirinya), episode I non primer, infeksi rekurens (ulangan),
asimtomatik atau tidak ada infeksi sama sekali. Pada episode I infeksi primer, virus dari luar
masuk ke dalam tubuh hospes (penerima virus). Selanjutnya, terjadilah penggabungan virus
dengan DNA hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi atau replikasi sehingga
menimbulkan kelainan pada kulit. Virus akan menjalar melalui serabut saraf sensorik ke
ganglion saraf dan berdiam secara permanen dan bersifat laten.

Pada episode I non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung tetapi belum
menimbulkan gejala klinis. Pada keadaan ini tubuh sudah membentuk antibody sehingga
pada waktu terjadinya episode I ini kelainan yang terjadi tidak seberat episode I dengan
infeksi primer.

Sedangkan infeksi rekurens terjadi apabila HSV yang sudah ada dalam tubuh
seseorang aktif kembali dan menggandakan diri. Hal ini terjadi karena adanya factor
pencetus, yaitu berupa trauma (luka), hubungan seksual yang berlebihan, demam, gangguan
alat pencernaan, stress, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol serta obat-obatan yang
menurunkan kekebalan tubuh seperti misalnya pada penderita kanker yang mengalami
kemoterapi.

1. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung pada faktor-
faktor seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya ditemukan pada
daerah oral pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi sosial ekonomi
terbelakang. Kebiasaan, orientasi seksual dan gender mempengaruhi HSV-2. HSV-2
prevalensinya lebih rendah dibanding HSV-1 dan lebih sering ditemukan pada usia
dewasa yang terjadi karena kontak seksual. Prevalensi HSV-2 pada usia dewasa
meningkat dan secara signifikan lebih tinggi Amerika Serikat dari pada Eropa dan
kelompok etnik kulit hitam dibanding kulit putih. Seroprevalensi HSV-2 adalah 5 % pada
populasi wanita secara umum di inggris, tetapi mencapai 80% pada wanita Afro-Amerika
yang berusia antara 60-69 tahun di USA.
Herpes genital mengalami peningkatan antara awal tahun 1960-an dan 1990-an.
Di inggris laporan pasien dengan herpes genital pada klinik PMS meningkat enam kali

3
lipat antara tahun 1972-1994. Kunjungan awal pada dokter yang dilakukan oleh pasien di
Amerika Serikat untuk episode pertama dari herpes genital meningkat sepuluh kali lipat
mulai dari 16.986 pasien di tahun 1970 menjadi 160.000 di tahun 1995 per 100.000
pasien yang berkunjung.
Disamping itu lebih banyaknya golongan wanita dibandingkan pria disebabkan
oleh anatomi alat genital (permukaan mukosa lebih luas pada wanita), seringnya
rekurensi pada pria dan lebih ringannya gejala pada pria. Walaupun demikian, dari
jumlah tersebut di atas hanya 9% yang menyadari akan penyakitnya. Studi pada tahun
1960 menunjukkan bahwa HSV-1 lebih sering berhubungan dengan kelainan oral dan
HSV-2 berhubungan dengan kelainan genital. Atau dikatakan HSV-1 menyebabkan
kelainan di atas pinggang dan VHS-2 menyebabkan kelainan di bawah pinggang. Tetapi
didapatkan juga jumlah signifikan genital herpes 30-40% disebabkan HSV-1. HSV-2
juga kadang-kadang menyebabkan kelainan oral, diduga karena meningkatnya kasus
hubungan seks oral. Jarang didapatkan kelainan oral karena VHS-2 tanpa infeksi genital.
Di Indonesia, sampai saat ini belum ada angka yang pasti, akan tetapi dari 13 RS
pendidikan Herpes genitalis merupakan PMS dengan gejala ulkus genital yang paling
sering dijumpai.

2. ETIOLOGI
Herpes genitalis disebabkan oleh HSV atau herpes virus hominis (HVH), yang
merupakan anggota dari famili herpesviridae. Adapun tipe-tipe dari HSV :
a. Herpes simplex virus tipe I: pada umunya menyebabkan lesi atau luka pada
sekitar wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
b. Herpes simplex virus tipe II: umumnya menyebabkan lesi pada genital dan
sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).

Herpes simplex virus tergolong dalam famili herpes virus, selain HSV yang juga
termasuk dalam golongan ini adalah Epstein Barr (mono) dan varisela zoster yang
menyebabkan herpes zoster dan varicella. Sebagian besar kasus herpes genitalis
disebabkan oleh HSV-2, namun tidak menutup kemungkinan HSV-1 menyebabkan
kelainan yang sama.

Pada umumnya disebabkan oleh HSV-2 yang penularannya secara utama melalui
vaginal atau anal seks. Beberapa tahun ini, HSV-1 telah lebih sering juga menyebabkan
herpes genital. HSV-1 genital menyebar lewat oral seks yang memiliki cold sore pada
mulut atau bibir, tetapi beberapa kasus dihasilkan dari vaginal atau anal seks.

4
3. PATOGENESIS
HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae, sebuah grup virus
DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada infeksi manusia.
Kedua serotipe HSV dan virus varicella zoster mempunyai hubungan dekat sebagai
subfamili virus alpha-herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple,
bertumbuh cepat dan secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host.
Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan
mukosa dengan penyebaran virus pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten
pada neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodik. Transmisi infeksi HSV
seringkali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien yang dapat menularkan virus
lewat permukaan mukosa.
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet
pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV-2 biasanya
ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh hospes, terjadi
penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi serta menimbulkan
kelainan pada kulit. Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada antibodi spesifik.
Keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala
konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion
saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi orofaring HSV-1
menimbulkan infeksi laten di ganglia trigeminal, sedangkan infeksi genital HSV-2
menimbulkan infeksi laten di ganglion sakral. Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus
(trigger factor), virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga
terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik
sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi
primer. Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma atau koitus, demam, stres fisik
atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi makanan dan obat-obatan dan
beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas penyebabnya. Penularan hampir selalu
melalui hubungan seksul baik genito genital, ano genital maupun oro genital. Infeksi oleh
HSV dapat bersifat laten tanpa gejala klinis dan kelompok ini bertanggung jawab
terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan HSV dimulai dari kontak virus dengan
mukosa (orofaring, serviks, konjungtiva) atau kulit yang abrasi. Replikasi virus dalam sel
epidermis daan dermis menyebabkan destruksi seluler dan keradangan.

4. GEJALA KLINIK

5
Infeksi awal dari 63% HSV-2 dan 37% HSV-1 adalah asimptomatik. Simptom
dari infeksi awal (saat inisial episode berlangsung pada saat infeksi awal) simptom khas
muncul antara 3 hingga 9 hari setelah infeksi, meskipun infeksi asimptomatik
berlangsung perlahan dalam tahun pertama setelah diagnosa di lakukan pada sekitar 15%
kasus HSV-2. Inisial episode yang juga merupakan infeksi primer dapat berlangsung
menjadi lebih berat. Infeksi HSV-1 dan HSV-2 agak susah dibedakan.
Tanda utama dari genital herpes adalah luka di sekitar vagina, penis, atau di
daerah anus. Kadang-kadang luka dari herpes genital muncul di skrotum, bokong atau
paha. Luka dapat muncul sekitar 4-7 hari setelah infeksi.
Gejala dari herpes disebut juga outbreaks, muncul dalam dua minggu setelah
orang terinfeksi dan dapat saja berlangsung untuk beberapa minggu. Adapun gejalanya
sebagai berikut :
a. Nyeri dan dysuria
b. Uretral dan vaginal discharge
c. Gejala sistemik (malaise, demam, mialgia, sakit kepala)
d. Limfadenopati yang nyeri pada daerah inguinal
e. Nyeri pada rektum, tenesmus
f. Eritem, vesikel, pustul, ulserasi multipel, erosi, lesi dengan krusta tergantung
pada tingkat infeksi.
g. Limfadenopati inguinal
h. Faringitis
i. Cervisitis

Herpes genital primer

Infeksi primer biasanya terjadi seminggu setelah hubungan seksual (termasuk


hubungan oral atau anal). Tetapi lebih banyak terjadi setelah interval yang lama dan
biasanya setengah dari kasus tidak menampakkan gejala. Erupsi dapat didahului dengan
gejala prodormal, yang menyebabkan salah diagnosis sebagai influenza. Lesi berupa
papul kecil dengan dasar eritem dan berkembang menjadi vesikel dan cepat membentuk
erosi superfisial atau ulkus yang tidak nyeri, lebih sering pada glans penis, preputium,
dan frenulum, korpus penis lebih jarang terlihat.

Herpes genital rekuren

Setelah terjadinya infeksi primer klinis atau subklinis, pada suatu waktu bila ada
faktor pencetus, virus akan menjalani reaktivasi dan multiplikasi kembali sehingga
terjadilah lagi rekuren, pada saat itu di dalam hospes sudah ada antibodi spesifik
sehingga kelainan yang timbul dan gejala tidak seberat infeksi primer. Faktor pencetus
6
antara lain: trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan, kelelahan,
makanan yang merangsang, alkohol, dan beberapa kasus sukar diketahui penyebabnya.
Pada sebagian besar orang, virus dapat menjadi aktif dan menyebabkan outbreaks
beberapa kali dalam setahun. HSV berdiam dalam sel saraf di tubuh kita, ketika virus
terpicu untuk aktif, maka akan bergerak dari saraf ke kulit kita. Lalu memperbanyak diri
dan dapat timbul luka di tempat terjadinya outbreaks.

Mengenai gambaran klinis dari herpes progenitalis: gejala klinis herpes progenital
dapat ringan sampai berat tergantung dari stadium penyakit dan imunitas dari pejamu.
Stadium penyakit meliputi:

Infeksi primer stadium laten replikasi virus stadium rekuren.

Manifestasi klinik dari infeksi HSV tergantung pada tempat infeksi, dan status
imunitas host. Infeksi primer dengan HSV berkembang pada orang yang belum punya
kekebalan sebelumnya terhadap HSV-1 atau HSV -2, yang biasanya menjadi lebih berat,
dengan gejala dan tanda sistemik dan sering menyebabkan komplikasi.

Berbagai macam manifestasi klinis:

1. Infeksi oro-fasial
2. Infeksi genital
3. Infeksi kulit lainnya
4. Infeksi ocular
5. Kelainan neurologist
6. Penurunan imunitas
7. Herpes neonatal

5. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai
dengan pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak.
Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah. Cara pemeriksaan
laboratorium yang lain adalah sebagai berikut.
a. Histopatologis
Vesikel herpes simpleks terletak intraepidermal, epidermis yang terpengaruh
dan inflamasi pada dermis menjadi infiltrat dengan leukosit dan eksudat
sereus yang merupakan kumpulan sel yang terakumulasi di dalam stratum
korneum membentuk vesikel.
b. Pemeriksaan serologis (ELISA dan Tes POCK)

7
Beberapa pemeriksaan serologis yang digunakan:
- ELISA mendeteksi adanya antibodi HSV-1 dan HSV-2.
- Tes POCK untuk HSV-2 yang sekarang mempunyai sensitivitas yang
tinggi.
c. Kultur virus, diperoleh dari spesimen pada lesi yang dicurigai masih
merupakan prosedur pilihan yang merupakan gold standard pada stadium
awal infeksi. Bahan pemeriksaan diambil dari lesi mukokutaneus pada
stadium awal (vesikel atau pustul), hasilnya lebih baik dari pada bila diambil
dari lesi ulkus atau krusta. Pada herpes genitalis rekuren hasil kultur cepat
menjadi negatif, biasanya hari keempat timbulnya lesi, ini terjadi karena
kurangnya pelepasan virus, perubahan imun virus yang cepat, teknik yang
kurang tepat atau keterlambatan memproses sampel. Jika titer dalam spesimen
cukup tinggi, maka hasil positif dapat terlihat dalam waktu 24-48 jam.

6. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas berupa vesikel berkelompok
dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Gejala dan tanda dihubungkan dengan HSV-2.
diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisis jika gejalanya khas dan
melalui pengambilan contoh dari luka (lesi) dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Tes darah yang mendeteksi HSV-1 dan HSV-2 dapat menolong meskipun hasilnya tidak
terlalu memuaskan. Virus kadangkala, namun tak selalu, dapat dideteksi lewat tes
laboratorium yaitu kultur. Kultur dikerjakan dengan menggunakan swab untuk
memperoleh material yang akan dipelajari dari luka yang dicurigai sebagai herpes.

Pada stadium dini erupsi vesikel sangat khas, akan tetapi pada stadium yang
lanjut tidak khas lagi, penderita harus dideteksi dengan kemungkinan penyakit lain,
termasuk chancroid dan kandidiasis. Konfirmasi virus dapat dilakukan melalui
mikroskop elektron atau kultur jaringan. Komplikasi yang timbul pada penyakit herpes

8
genitalis anatara lain neuralgia, retensi urine, meningitis aseptik dan infeksi anal.
Sedangkan komplikasi herpes genitalis pada kehamilan dapat menyebabkan abortus pada
kehamilan trimester pertama, partus prematur dan pertumbuhan janin terhambat pada
trimester kedua kehamilan dan pada neonatus dapat terjadi lesi kulit, ensefalitis,
makrosefali dan keratokonjungtivitis. Herpes genital primer HSV 2 dan infeksi HSV-1
ditandai oleh kekerapan gejala lokal dan sistemik prolong. Demam, sakit kepala, malaise,
dan mialgia dilaporkan mendekati 40 % dari kaum pria dan 70% dari wanita dengan
penyakit HSV-2 primer. Berbeda dengan infeksi genital episode pertama, gejala, tanda
dan lokasi anatomi infeksi rekuren terlokalisir pada genital.

7. DIAGNOSA BANDING
a. Ulkus durum : ulkus indolen dan teraba indurasi.
b. Ulkus mole : ulkus kotor, merah dan nyeri.
c. Sifilis : ulkus lebih besar, bersih dan ada indurasi.
d. Balanopostitis : biasanya disertai tanda-tanda radang yang jelas.
e. Skabies : rasa gatal lebih berat, kebanyakan pada anak-anak.
f. Limfogranuloma venereum: ulkus sangat nyeri didahului pembengkakan kelenjar
inguinal.

8. KOMPLIKASI
Infeksi herpes genital biasanya tidak menyebabkan masalah kesehatan yang
serius pada orang dewasa. Pada sejumlah orang dengan sistem imunitasnya tidak bekerja
baik, bisa terjadi outbreaks herpes genital yang bisa saja berlangsung parah dalam waktu
yang lama. Orang dengan sistem imun yang normal bisa terjadi infeksi herpes pada mata
yang disebut herpes okuler. Herpes okuler biasanya disebabkan oleh HSV-1 namun
terkadang dapat juga disebabkan HSV-2. Herpes dapat menyebabkan penyakit mata yang
serius termasuk kebutaan.
Wanita hamil yang menderita herpes dapat menginfeksi bayinya. Bayi yang lahir
dengan herpes dapat meninggal atau mengalami gangguan pada otak, kulit atau mata.
Bila pada kehamilan timbul herpes genital, hal ini perlu mendapat perhatian serius
karena virus dapat melalui plasenta sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan
kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60%,
separuh dari yang hidup menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata.

9. PENATALAKSANAAN
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi herpes genitalis,
namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan, seperti:
a. Menjaga kebersihan local
b. Menghindari trauma atau faktor pencetus.

9
Penggunaan idoxuridine mengobati lesi herpes simpleks secara lokal sebesar 5%
sampai 40% dalam dimethyl sulphoxide sangat bermanfaat. Namun, pengobatan ini
memiliki beberapa efek samping, di antaranya pasien akan mengalami rasa nyeri hebat,
maserasi kulit dapat juga terjadi.
Meskipun tidak ada obat herpes genital, penyediaan layanan kesehatan anda akan
meresepkan obat anti viral untuk menangani gejala dan membantu mencegah terjadinya
outbreaks. Hal ini akan mengurangi resiko menularnya herpes pada partner seksual.
Obat-obatan untuk menangani herpes genital adalah:

Asiklovir (Zovirus)

Pada infeksi HVS genitalis primer, asiklovir intravena (5 mg/kg BB/8 jam selama
5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 kali/hari saelama 10-14 hari) dan asiklovir topikal (5%
dalam salf propilen glikol) dsapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta
mempercepat penyembuhan.

Valasiklovir
Valasiklovir adalah suatu ester dari asiklovir yang secara cepat dan hampir
lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan meningkatkan bioavaibilitas
asiklovir sampai 54%.oleh karena itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan
kadar obat dalam darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir 1000 mg
telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali sehari selama 10 hari untuk terapi herpes
genitalis episode awal.

Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif menghambat
replikasi HSV-1 dan HSV-2. Sama dengan asiklovir, pensiklovir memerlukan timidin
kinase virus untuk fosforilase menjadi monofosfat dan sering terjadi resistensi silang
dengan asiklovir. Waktu paruh intrasel pensiklovir lebih panjang daripada asiklovir (>10
jam) sehingga memiliki potensi pemberian dosis satu kali sehari.
Absorbsi peroral 70% dan dimetabolisme dengan cepat menjadi pensiklovir. Obat
ini di metabolisme dengan baik.

Herpes genitalis adalah kondisi umum terjadi yang dapat membuat penderitanya
tertekan. Pada penelitian in vitro yang dilakukan Plotkin (1972), Amstey dan Metcalf
(1975), serta penelitian in vivo oleh Friedrich dan Matsukawa (1975), povidone iodine
terbukti merupakan agen efektif melawan virus tersebut. Friedrich dan Matsukawa juga

10
mendapatkan hasil memuaskan secara klinis dari povidone iodine dalam larutan aqua
untuk mengobati herpes genital.
Pusat pengawasan dan pencegahan penyakit/ CDC (Center For Disease Control
and Prevention), merekomendasikan penanganan supresif bagi herpes genital untuk
orang yang mengalami enam kali atau lebih outbreak per tahun.
Beberapa ahli kandungan mengambil sikap partus dengan cara sectio caesaria bila
pada saat melahirkan diketahui ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini sebaiknya
dilakukan sebelum ketuban pecah atau paling lambat 6 jam setelah ketuban pecah.
Pemakaian asiklovir pada ibu hamil tidak dianjurkan.
Sejauh ini pilihan sectio caesaria itu cukup tinggi dan studi yang dilakukan
menggarisbawahi apakah penggunaan antiviral rutin efektif menurunkan herpes genital
yang subklinis, namun hingga studi tersebut selesai, tak ada rekomendasi yang dapat
diberikan.

10. PENCEGAHAN
Hingga saat ini tidak ada satupun bahan yang efektif mencegah HSV. Kondom
dapat menurunkan transmisi penyakit, tetapi penularan masih dapat terjadi pada daerah
yang tidak tertutup kondom ketika terjadi ekskresi virus. Spermatisida yang berisi
surfaktan nonoxynol-9 menyebabkan HSV menjadi inaktif secara invitro. Di samping itu
yang terbaik, jangan melakukan kontak oral genital pada keadaan dimana ada gejala atau
ditemukan herpes oral.
Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genital yaitu:
a. Mendidik seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes genitalis dan
PMS lainnya untuk mengurangi transmisi penularan.
b. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimptomatik.
c. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow up dengan
tepat.
d. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi.
e. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan dalam
pencegahan.

11. PROGNOSIS
Kematian oleh infeksi HSV jarang terjadi. Infeksi inisial dini yang segera diobati
mempunyai prognosis lebih baik, sedangkan infeksi rekuren hanya dapat dibatasi
frekuensi kambuhnya. Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-
penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan
yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan fatal.
Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa.
Terapi antivirus efektif menurunkan manifestasi klinis herpes genitalis.

11
KESIMPULAN

Herpes genital merupakan penyakit infeksi akut pada genital dengan gambaran
khas berupa vesikel berkelompok pada dasar eritematosa, dan cenderung bersifat
rekuren. Umumnya disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe 2 (HSV-2), tetapi
sebagian kecil dapat pula oleh tipe 1.
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Umumnya
kelainan klinis/keluhan utama adalah timbulnya sekumpulan vesikel pada kulit atau
mukosa dengan rasa terbakar dan gatal pada tempat lesi, kadang-kadang disertai gejala
konstitusi seperti malaise, demam, dan nyeri otot.
Diagnosis herpes genital secara klinis ditegakkan dengan adanya gejala khas
berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan bersifat rekuren. Diagnosis dapat
ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisisk jika gejalanya khas dan pemeriksaan
laboratorium.
Pengobatan dari herpes genital secara umum bisa dengan menjaga kebersihan lokal,
menghindari trauma atau faktor pencetus. Adapun obat-obat yang dapat menangani
herpes genital adalah asiklovir, valasiklovir, famsiklovir.
Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang
dewasa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Douglas, Fleming, Quillan M, Johnson E.R, Nahmias A.J, Aral SO, et al. Herpes Simplex
Virus Type 2 in the United States 1976 1994. Dalam: New England Journal of
Medicine, Vol.337(Number 16), Massachutes : Massachutes Medical Society, Oktober
16 1997, p 1105-11.

Marques AR, Straus SE. 2003. Herpes Simplex. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KF, Goldsmith ZA, Katzi, Editors.Fitzpatricks dermatology. In general
medicine.6thed. New York: McGraw Hill Medical Publishing Divition:2003, p 2059-
065.

McMillan A. 2002. Ulcers and other conditions of the external genitalia. Dalam: McMillan,
Young H, Ogilvie MM, Scott GR, editors. Sexually Transmissible Infections.
Edinburgh: Saunders; 2002.p.549-65

Saenang RH, Djawad K, Amin S. Herpes Genetalis. Dalam: Amiruddin MD, editor. Penyakit
Menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedoktera Univesitas Hasanuddin; 2004. hal.179-196.

Sutardi H. 1998. Herpes Simplex Manifestasi Klinis dan Pengobatan. Dalam: Ebers papyrus
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Univ.Tarumanagara, Vol 4
No.1 1998. Jakarta: Fakultas Kedokteran Tarumanagara; 1998.p.31-41.

Syahputra E, Harun E.S. 2001. Herpes Genetalis. Dalam: Berkala ilmu penyakit kulit dan
kelamin Airlangga periodical of Dermeto-Venereology, vol.13 April 2001
No.1.Surabaya: Lab/SMF Penyakit Kulit & Kelamin FK Airlangga RSUD
Dr.Soetomono;2001, p 45-53.

13

You might also like