You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan sejumlah
masalah sebagai berikut:

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
adalah sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.2 Tujuan Khusus

1.4 Manfaat Penulisan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut Consensus
Statement on Febrile Seizure, kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. (Kapita Selekta jilid 2).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >38oC). kejang demam dapat terjadi karena
proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-
4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan
Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan
dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan
pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang
terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008).
Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang berlangsung
Complex febrile seizures / complex partial seizures: kejang fokal
(hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit,
dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

2.1.2 Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam.
Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga
tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Beberapa hal yang merupakan
faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :
1. Usia
2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu
sudah relatif normal
4. Riwayat demam yang sering
5. Kejang pertama adalah complex febrile seizure

2.1.3 Tanda dan Gejala


Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1 Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2 Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-
ciri gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

2.1.4 Pathofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ion K. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion
kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit
lainnya, kecuali ion klorida (Cl). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun Toksik
ke membran sel sekitarnya
,trauma Penyakitdengan bantuan
infeksi neurotransmitter
ekstracranial dll
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai
Merangsang apnea, meningkatnya
hipotalamus kebutuhan suhu
untuk meningkatkan oksigentubuh
dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
Hipertermi
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
Pengeluaran
meningkat mediatormakin
yang disebabkan kimia meningkatnya
epinefrin danaktifitas
prostaglandin
otot dan
mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
2.1.5 Pathway
Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+ secara cepat dari luar sel menuju ke dalam

Meningkatkan fase depolarisasi neuron dengan cepat

Kejang
Spasme otot ekstermitas Spasme Bronkus
Penurunan kesadaran

Kekakuan otot pernafas


Resiko Tinggi cedera

Pola Nafas Tidak Efektif


2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik.
EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan
terjadinya epilepsi atau kejang demam yang berulang dikemudian
hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien
kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak
dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada
bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga
harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang berumur kurang dari 6
bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
< 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi, pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus
untuk transiluminasi kepala.

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah
diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air hangat
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien
kejang demam yang pertama, walaupun demikian kebanyakan
dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila
kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap
hari. Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral
dengan dosis 0,3 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana.
Beri diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai
demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :

Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis


Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Klonazepam : (indikasi khusus)
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan
dan atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing
riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b. Integritas Ego
1) Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau
respon efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase
area.
2) Kejang umum
Tonik klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag
peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam,
lemah kalau mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau
makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura,
berakhir 15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat
konvulsif
f. Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah
g. Keamanan
Trauma pada jaringan lunak
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

2.2.2 Diagnosa
1 Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot pernafasan
3 Resiko tinggi cidera berhubungan dengan spasme otot ektermitas

2.2.3 Intervensi
No Dx Tujuan dan kriteria Rencana
hasil
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor suhu tubuh sesering
berhubung asuhan keperawatan mungkin
2. Monitor warna kulit
an dengan selama 2x24 jam
3. Monitor tekanan darah, nadi dan
proses diharapkan tidak
RR
penyakit terjadi hipertermi atau 4. Monitor penurunan tingkat
peningkatan suhu kesadaran
5. Tingkatkan sirkulasi udara
tubuh dengan kriteria dengan membatasi pengunjung
6. Berikan cairan dan elektrolit
hasil:
a. Suhu tubuh dalam sesuai kebutuhan
7. Menganjurkan menggunakan
rentan normal
pakaian yang tipis dan menyerap
(36,5-37oC)
b. Nadi dalam rentan keringat
8. Berikan edukasi pada keluarga
normal 80-
tentang kompres hangat
120x/menit
c. RR dalam rentan dilanjutkan dengan kompres
normal 18- dingin saat anak demam
9. Kolaborasi dengan dokter dalam
24x/menit
d. Tidak ada pemberian obat penurun panas
perubahan warna
kulit dan tidak ada
pusing.
2. Pola nafas Setelah diberikan 1. Monitor frekuensi nafas
2. Auskultasi suara nafas
tidak asuhan keperawatan
3. Atur posisi pasien untuk
efektif selama 2x24 jam
mengoptimalkan ventilasi
berhubung diharapkan pola nafas 4. Monitor warna kulit
5. Monitor tekanan darah dan nadi
an dengan kembali efektif
6. Berikan Edukasi keluarga
kekakuan dengan kriteria hasil:
tentang hal yang dapat memicu
a. RR dalam batas
otot
serangan kejang
normal 18-
pernafasan 7. Kolaborasi dengan dokter dalam
24x/menit
pemasangan bronkodilator atau
b. Menunjukkan jalan
pemberian oksigen.
nafas yang paten
c. Tidak ada sianosis
d. Tanda-tanda vital
dalam rentan
normal
3. Resiko Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang
tinggi tindakan keperawatan aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan dan
cedera selama 2x24 jam
keamanan pasien
berhubung diharapkan masalah
3. Menghindarkan lingkungan
an dengan tidak menjadi aktual
yang berbahaya
spasme dengan kriteria hasil: 4. Memasang side rail tempat
otot a. Tidak terjadi tidur
5. Menyediakan tempat tidur
ekstermita kejang
b. Tidak terjadi yang nyaman dan bersih
s
6. Membatasi pengunjung
cedra
7. Memberikan penerangan
yang cukup
8. Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10. Edukasi tentang penyakit
kepada keluarga.

2.2.4 Implementasi
Implementasi sesuai dengan intervensi.
2.2.5 Evaluasi
1 Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit teratasi.
2 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot pernafasan
teratasi.
3 Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
teratasi.
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

You might also like