You are on page 1of 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekonomi Islam adalah bagian penting dari ekonomi global saat ini. Ada
tujuh sektor ekonomi Islam yang telah meningkat secara signifikan, yaitu kuliner,
keuangan Islam, industri asuransi, fashion, kosmetik, farmasi, hiburan, dan
pariwisata. Dimana keseluruhan sektor itu mengusung konsep halal dalam setiap
produknya. Terdapat beberapa hal yang menjadi motor pertumbuhan pasar muslim
global, yaitu demografi pasar muslim yang berusia muda dan berjumlah besar,
pesatnya pertumbuhan ekonomi negara mayoritas muslim, nilai Islam mendorong
tumbuhnya bisnis dan gaya hidup Islami, pertumbuhan transaksi perdagangan
antara negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI), partisipasi perusahaan
multinasional, teknologi dan keterhubungan/konektivitas antar negara.

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di


dunia dengan alam yang indah serta budaya yang tak kalah menarik tentu akan
menjadi sebuha ikon wisata dunia baru apalagi industri parawisata di kelola secara
baik melalui pendekatan atau menempatkannya dalam syariah Islam.

Tingkat kesadaran halal dan bersyariah yang semakin meningkat membuat


tuntutan terhadap fasilitas hotel dan usaha pariwisata syariah juga meningkat.
Essensi dari bersyariah adalah menyingkirkan hal yang tidak baik bagi manusia
dan lingkungan. Dahulu produk halal yang dibayangkan hanya produk makanan,
minuman, obat-obatan dan kosmetika yang tidak mengandung alkohol atau bahan
kimia yang mengandung unsur babi, darah dan bangkai. Namun sekarang telah
terjadi evolusi dalam industri halal hingga ke produk keuangan (seperti
perbankan, asuransi, dan lain-lain) hingga ke produk lifestyle (travel, hospitalitas,
rekreasi, dan perawatan kesehatan). Sektor ekonomi Islam yang telah mengalami
pertumbuhan yang signifikan dalam produk lifestyle di sektor pariwisata adalah
pariwisata syariah.

Sebagai industri tanpa asap, pariwisata terus mengalami perkembangan


yang luar biasa dari yang bersifat konvensional (massal, hiburan, dan
hanya sightseeing) menjadi mengarah pada pemenuhan gaya hidup (lifestyle).
Trend wisata syariah sebagai salah satu pemenuhan gaya hidup saat ini telah
menjadi kekuatan pariwisata dunia yang mulai berkembang pesat. Sebagaimana
diungkapkan Riyanto Sofyan, pemilih dan praktisi hotel berlabel syariah Bahwa
hotel berbintang sesuai konsep syariah memiliki pengalaman batin tersendiri bagi
setiap tamu, karena banyak pelancong yang singgah, akhirnya merasa lebih tenang
dan aman tinggal di hotel tersebut. (Riyanto, 2012).

Fenomena ini, sekaligus menjadi indikator bahwa keberadaan hotel di


Indonesia dewasa ini sangat memprihatinkan, kerap kali diberitakan di media
massa tentang adanya penggerebekan yang dilakukan oleh jajaran Kesatuan Polisi
Pamong Praja (Satpol PP) dan Kepolisian Republik Indonesia terhadap
pengunjung hotel yang bukan suami istri, ada yang mabuk-mabukan,
perselingkuhan, dan sebagainya. Para pelaku tindakan asusila tersebut tidak lagi
merasa jera, dikarenakan adanya upaya damai dan hukuman yang ala
kadarnya, seperti hanya tindakan administrasi, peringatan, dan hanya pemanggilan
keluarga atau orang tua.Keresahan dan ketidaknyamanan masyarakat akan
keberadaan hotel yang sering dijadikan hal-hal negatif tersebut, mendorong
para pelaku bisnis perhotelan untuk membuat konsep hotel yang bernuansa aman,
nyaman serta terjamin kehalalannya. (Republika, 2014).

Yang lebih menarik dari hotel syariah ini adalah, didesain dalam rangka
untuk meningkatkan kualitas moral dan karakter seseorang. Hal ini dapat dilihat
dari nilai-nilai maqashid syariah (tujuan syariah) yang diusung hotel. Dimana
tujuan dari syariah ini, tidak lain kecuali untuk memberikan nilai kemashlahatan
bagi masyarakat luas. Selain itu, pengembangan hotel syariah dinilai sebagai
penunjang pariwisata yang tidak hanya berorientasi pada komersil belaka,
melainkan selalu menjunjung tinggi nilai luhur agama dan adat istiadat suatu
bangsa. (Riyanto, 2012).

Di beberapa negara di dunia, terminologi wisata syariah menggunakan


beberapa nama yang cukup beragam diantaranya Islamic Tourism, Halal Friendly
Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly Travel Destinations, halal
lifestyle, dan lain-lain. Pariwisata Syariah dipandang sebagai cara baru untuk
mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-
nilai Islami. Selama ini wisata syariah dipersepsikan sebagai suatu wisata ke
kuburan (ziarah) ataupun ke masjid. Padahal, wisata syariah tidak diartikan seperti
itu, melainkan wisata yang di dalamnya berasal dari alam, budaya, ataupun buatan
yang dibingkai dengan nilai-nilai Islam.

Saat ini, perkembangan hotel dan pariwisata dengan berbasis syariah


belum menjadi suatu bisnis yang cukup populer namun diyakinkan bahwa
perkembangan hotel dan pariwisata berbasis syariah ini akan mengalami
perkembangan peningkatan yang cukup drastis dikarenakan tingkat kesadaran
terhadap syariah tersebut. Dampak dari semakin meningkatnya kesadaran
terhadap syariah saat ini, menimbulkan banyaknya bermunculan lembaga-
lembaga yang berbasis syariah.

Dari berbagai informasi yang telah didapat, hotel dan pariwisata berbasis
syariah masih menjadi suatu kata-kata yang asing terutama bagi orang yang
awam. Dari hal tersebut, maka kami tertarik untuk menjadikan hotel dan
pariwisata berbasis syariah menjadi topik pembahasan dalam makalah ini.
Makalah ini akan menjadi suatu perbandingan dan merupakan penjelasan lebih
lanjut tentang hotel dan pariwisata berbasis syariah, tanpa adanya suatu
pengetahuan yang jelas maka akan menyebabkan suatu anggapan bahwasanya
tidak ada perbedaan antara hotel dan pariwisata syariah dan non syariah.

1.2. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian tentang hotel, pariwisata, hotel syariah dan
pariwisata syariah.
2. Menjelaskan perbedaan antara hotel dan parawisata konvensional dengan
hotel dan parawisata syariah.
3. Menjelaskan bagaimana perkembangan hotel dan pariwisata syariah di
Indonesia.
4. Menjelaskan kendala apa saja yang di terjadi pada perkembangan hotel dan
pariwisata syariah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hotel, Pariwisata, Hotel Syariah dan Pariwisata Syariah


Hotel adalah sebuah bangunan yang disediakan kepada publik secara
komersial untuk para tamu yang ingin mendapat pelayanan menginap, ,makanan
atau minuman dan pelayanan lainnya. Berdasarkan sejarahnya, hotel berasal dari
bahasa Perancis kuno dari kata "hostel". Diperkirakan hotel sudah ada sejak akhir
abad 17 dan digunakan sebagai "tempat penampungan pendatang". Sejak awal
hotel sengaja dibangun untuk keperluan masyarakat umum.
Losmen, penginapan, pondokan, juga tidak berbeda dengan hotel. Mereka
memiliki fungsi sebagai tempat menginap sementara bagi masyarakat umum
secara komersial. Biasanya tempat-tempat seperti ini juga menyediakan makanan
dan minuman serta berbagai fasilitas lain berdasarkan kelasnya masing-masing.
Sedangkan bangunan gedung bertingkat bercorak hotel yang digunakan
untuk tinggal dalam jangka waktu lama disebut apartemen. Untuk bangunan kecil
setingkat rumah disebut rumah kost (indekos). Sedangkan bangunan mewah yang
terletak di pegunungan, pantai dan tempat-tempat indah yang jauh dari
pemikiman, namun asri dan tenang disebut Villa. Namun vila ini ada yang hanya
digunakan untuk keluarga pribadi dan ada juga yang disewakan.
Hotel banyak dijumpai di perkotaan. Terutama di tempat-tempat yang
dekat bandara, terminal, stasiun besar, dan pusat-pusat keramaian, dimana tempat-
tempat seperti itu sering dijadikan lalu lintas oleh orang-orang yang sedang dalam
perjalanan atau travel.
Klasifikasi hotel dibedakan berdasarkan kualitas bangunan, fasilitas,
pelayanan (servis) dan harga. Grand mega hotel merupakan kelas untuk hotel
berbintang dengan bangunan dan fasilitas serta layanan yang mewah. Sedangkan
hotel untuk masyarakat kelas ekonomi rendah biasanya losmen, penginapan dan
pondokan.
Hotel secara umum dapat dikategorikan menjadi 7, yaitu :
1) Commercial hotel
2) Airport Hotel
3) Economy hotel
4) Suite hotel
5) Residential hotel
6) Casino hotel
7) Resort
Dari ketujuh kriteria tersebut, Casino hotel tidak bisa dikategorikan
sebagai kategori hotel syariah.Casino hotel berfungsi lebih ke peran penunjang,
seperti fasilitas kasino, bar, dan perjudian. Dalam islam, segala hal perjudian telah
dilarang sesuai dengan firman Allah SWT.
Q.S.Al Maidah ayat 90-91 :
90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan
permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan
berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).
Hotel syariah adalah hotel sebagaimana lazimnya, yang operasional dan
layanannya telah menyesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah atau pedoman
ajaran Islam, guna memberikan suasana tenteram, nyaman, sehat, dan bersahabat
yang dibutuhkan tamu, baik muslim maupun non-muslim. Operasional hotel
syariah secara umum tidak berbeda dengan hotel-hotel lainnya, tetap tunduk
kepada peraturan Pemerintah, tetap buka 24 jam, tanpa interupsi. Pemasaranya
pun terbuka bagi semua kalangan, baik muslim maupun non-muslim.
Penyajian makanan dan minuman menggunakan bahan-bahan halal, serta
yang berguna bagi kesehatan. Sajian minuman dihindarkan dari kandungan
alkohol. Standard pelayanan hotel syariah adalah keramah tamahan, lembut,
kesediaan untuk membantu, sopan dan bermoral.
Hotel syarah adalah salah satu model hotel yang menawarkan fasilitas
yang sesuai dengan nilai Islam, sehingga mampu meminimalisir adanya praktek
perzinahan, minuman keras, pshycotropika, perjudian. Apabila hotel tegas dalam
memberlakukan syarat-syarat tamu pengunjung, maka masyarakat juga akan
berpikir ulang untuk melakukan yang melanggar pidana.
Hotel syarah adalah salah satu tawaran yang menarik dalam rangka
meningkatkan kualitas moral dan karakter bangsa Indonesia yang luhur. Nilai
maqashid syarah yang diusung dalam hotel ini adalah demi memberikan nilai
kemashlahatan masyarakat dan untuk mencegah perbuatan maksiat.
Salah satu hotel yang berbasis syariah adalah PT. Sofyan Hotels Tbk.,
yang merupakan lembaga bisnis Syariah pertama yang mendapat Sertifikat Bisnis
Syariah dari Dewan Syariah Nasional MUI No. 001/07/B/DSN/MUI/2003,
tertanggal 26 Juli 2003/26 Jumadil Awal 1424H., yang dalam kegiatan
operasionalnya terikat dengan ketentuan-ketentuan Syariah Islam.
Pariwisata adalah istilah yang diberikan apabila seseorang wisatawan
melakukan perjalanan itu sendiri, atau dengan kata lain aktivitas dan kejadian
yang terjadi ketika seseorang pengunjung melakukan perjalanan (Sutrisno,
1998, hal: 23). Pariwisata secara singkat dapat dirumuskan sebagai
kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan (Soekadijo,
2000, hal: 2).
Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Diawali dari kegiatan
yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya pada
awal abad ke-20, kini telah menjadi bagian dari hak azasi manusia. Hal ini terjadi
tidak hanya di negara maju tetapi mulai dirasakan pula di negara berkembang.
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dalam tahap
pembangunannya, berusaha membangun industri pariwisata sebagai salah satu
cara untuk mencapai neraca perdagangan luar negeri yang berimbang. Melalui
industri ini diharapkan pemasukan devisa dapat bertambah (Pendit, 2002).
Sebagaimana diketahui bahwa sektor pariwisata di Indonesia masih menduduki
peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional sekaligus
merupakan salah satu faktor yang sangat strategis untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan devisa negara.
Pariwisata syariah dapat berupa: wisata alam, budaya, dan buatan. Akan
tetapi harus dibingkai dalam nilai-nilai Islam. Sedangkan kriteria umum
pariwisata syariah menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan
BPH DSN-MUI, bahwa pariwisata syariah mempunyai kriteria umum sebagai
berikut:
1) Berorientasi pada kemaslahatan umum
2) Berorientasi pada pencerahan, penyegaran dan ketenangan
3) Menghindari kemusyrikan dan khurafat
4) Menghindari maksiat, seperti zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras,
narkoba dan judi
5) Menjaga perilaku, etika dan nilai luhur kemanusiaan, seperti menghindari
perilaku hedonis dan asusila
6) Menjaga amanah, keamanan dan kenyamanan
7) Menghargai nilai-nilai dan sosial-budaya dan kearifan lokal.

2.2. Perbedaan Hotel Syariah dan Pariwisata Syariah


Pada dasarnya pariwisata syariah sama seperti pariwisata pada umumnya
hanya saja konsep ini secara eksplisit akan memberi beberapa batasan, dengan
tujuan memberi kenyamanan untuk bersyariah. Bagi wisatawan non muslim,
aturan ini mungkin akan terkesan mengekang kebebasan dan kebiasaan lama
mereka. Namun secara ekonomi justru akan membuat segmentasi dan
memberikan kesan unik. Kesan inilah yang akan meningkatkan daya tarik dan
nilai jual. Maka dalam pengelolaannya perlu dijaga dan dijadikan tradisi sehingga
setiap wisatawan yang datang akan merasakan pengalaman yang baru, untuk
dicoba, di ketahui, dan di bagi dengan kelogenya saat ia kembali.
Pertama, modal awal membangun industri pariwisata Islami adalah
kebudayaan Islam yang tumbuh dan berkembang di Indonesia dalam hal ini
budaya masyarakat, seperti budaya kegiatan agama di masjid, pernikahan, musik
hingga ikon yang terkenal seperti ondel-ondel, kuda lumping dan lain-lain. Semua
budaya dan adat istiadaat itu berjalan beriringan dengan budaya Islam. Inilah yang
membuat suku-suku di Indonesia memililki budaya yang unik dan majemuk
sebagai hasil percampuran elemen Cina, Arab, Portugis, dan Belanda.
Kedua, pada awalnya kita harus membangun paradigma bahwa dalam
konsep wisata syariah tidak ada perubahan apapun tentang destinasi wisata. Poin
pembedanya disini adalah kenyamanan dalam beribadah, kemudahan
mendapatkan produk pangan halal, serta lingkungan yang syari dan bebas
maksiat baik dari pelayanan, fasilitas penunjang, lingkungan hotel, spa hingga
restoran. Dalam hal ini Kemenkraf bekerja sama dengan MUI (Majelis Ulama
Indonesia) telah menetapkan standarisasi hotel, spa dan restoran yang berbasis
syariah. Jadi apapun destinasi wisatanya, 2 faktor diatas adalah syarat mutlak
sebuah wisata dapat disebut sesuai syariah.
Berikut perbedaan antara hotel konvensional dengan hotel syariah :
1. Dalam hotel syarah, tidak memproduksi, memperdagangkan, menyediakan,
atau menyewakan produk atau jasa yang secara keseluruhan maupun
sebagiannya yang dilarang dalam ketentuan syarah. Seperti, dalam hal
penyediaan makanan mengandung unsur babi, minuman khamar, adanya
perjudian, praktek perzinaan, dan sebagainya yang mengandung unsur najis
dan diharamkan oleh syariat.
2. Dalam hotel syarah, tidak mengandung adanya unsur kedhaliman,
membahayakan, kemungkaran, kemaksiatan maupun kesesatan yang terlarang
dalam kaidah Syarah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Dalam hotel syarah, tidak ada pula unsur penipuan, kecurangan,
kebohongan, ketidak-jelasan (gharar), resiko yang berlebihan dan
membahayakan.
4. Dalam hotel syarah, sebuah transaksi harus dilakukan berdasarkan jasa atau
produk yang nyata, benar-benar ada. Tidak ada sesuatu yang bersifat
meragukan yang dapat merusak keabsahan transaksi.

2.3. Kriteria Hotel Syariah dan Pariwisata Syariah


Menurut Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan BPH DSN
MUI, Pariwisata Syariah memiliki kriteria sebagai berikut:
Berorientasi pada kemashlahatan umum,
Berorientasi pada pencerahan, penyegaran dan ketenangan,
Menghindari kemusyrikan dan khurofat,
Menghindari maksiat, seperti zina, pornografi, pornoaksi, minuman keras,
narkoba dan judi,
Menjaga prilaku, etika dan nilai luhur kemanusiaan seperti tidak bersikap
hedonis dan asusila
Menjaga amanah, keamanan dan kenyamanan
Bersifat universal dan inklusif
Menjaga kelestarian lingkungan
Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan kearifan
Bila kriteria diatas di internalisasikan dalam usaha penyedia makanan dan
minuman maka seluruh restoran, kafe, dan jasa boga di obyek wisata syariah
harus terjamin kehalalan makanan yang disajikannya, sejak dari bahan baku
hingga proses penyediaan bahan baku dna proses memasknya. Salah satu upaya
pemerintah adalah dengan melakukan sertifikat halal dari LP POM MUI. Namun
untuk standar dasarnya dapat dilihat dari 3 kriteria dibawah:

1. Terjamin kehalalan makanan dan minuman dengan sertifikat halal MUI.


2. Ada jaminan halal dari MUI setempat, tokoh musim atau pihak terpercaya,
dengan memenuhi ketentuan yang akan ditetapkan salanjurtnya.
3. Lingkungan yang tejaga baik dari sisi kesehatan dan kebersihan

Kriteria Kriteria yang harus digunakan dan dilakukan oleh hotel syariah adalah
sebagai berikut :

1. Syiar dan Tampilan

a. Pakaian para pekerja dan karyawan adalah pakaian islami dan menutup
aurat, bukan hanya mereka yang dipajang di bagian depan sebagai
customer service atau petugas reception misalnya. Namun juga semua
karyawan termasuk cleaning service dan juru masuk yang jauh di sudut
hotel. Ini menunjukkan semangat manajemen hotel dalam menjalankan
syariah bagi para karyawannya.

Q.S. Al-Ahzab ayat 59

59. Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu


dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya
ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
b. Interior hotel dan ruangan kamar berdesain islami, yang tidak harus selalu
dikaitkan dengan budaya timur tengah. Namun bisa jadi ada gambar atau
tulisan yang mengingatkan tentang sejarah islam, kebudayaan islam atau
bahkan tokoh-tokoh Islam. Lebih bagus juga ditulis kalimat-kalimat
inspiratif dan motivatif.

c. Membudayakan salam dimana-mana secara khusus kepada para tamu.


Berusaha ramah dalam setiap kesempatan, dengan niatan memasukan
kebahagiaan di hati saudaranya. Senyum tulus penuh makna sedekah,
bukan rutinitas yang menjemukan.

d. Di lobby dan lorong-lorong hotel, jika diperlukan bisa dilantunkan tilawah


pada saat-saat tertentu, atau dzikul al matsurat, ceramah kegamaan ringan,
atau setidaknya adalah nasyid dan lagu islami yang menggugah dan
menenangkan hati.

2. Fasilitas

a. Kamar yang difasilitasi peralatan ibadah seperti mukena, sarung, sajadah


dan juga mushaf. Tidak lupa arah kiblat ditentukan dengan jelas.

b. Stasiun TV dan fasilitas hot spot diberikan filter pengaman yang baik,
sehingga yang bisa diakses hanyalah stasiun yang tidak memunculkan
gambar dan tayangan yang negatif.

c. Hotel dilengkapi dengan masjid yang nyaman dan representatif. Apalagi


jika sejak awal memang akan diperuntukkan kegiatan-kegiatan besar
seperti seminar, diklat dan penataran yang mempunyai jadwal ibadah
khusus, maka masjid besar merupakan hal yang tak terelakkan. Bukan
sekedar mushola kecil di pojok hotel, dan akan lebih baik jika masjid tidak
terlampau masuk ke dalam sehingga bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar.

d. Ada fasilitas kolam renang tertutup khusus buat muslimah. Jika tidak
memungkinkan dibuat penjadwalan khusus waktu berenang khusus
muslimah. Namun tentu saja harus diupayakan tidak pada tempat yang
benar-benar terbuka dan leluasa diakses sebagaimana layaknya kolam
renang hotel secara umum.

e. Tidak ada fasilitas, seperti music room, night club, pijat SPA yang plus-
plus, dan tentu saja tidak tersedianya lagi makanan dan minuman favorit di
hotel kebanyakan seperti wine dan wiskhy .

Beberapa usaha bisnis yang haram untuk dilakoni menurut ajaran islam
misalnya perdagangan alcohol , judi , lokalisasi dan sebagainya . Jenis-jenis
usaha seperti itu dilarang atau diharamkan. Upaya larangan semacam itu
dengan mengkategorikannya sebagai usaha bisnis yang haram disebabkan
memang pada dasarnya usaha bisnis itu lebih banyak mudharatnya
dibanding manfaatnya.

Q.S Al-Baqarah ayat 219

219. mereka bertanya kepadamu tentang khamar[136] dan judi.


Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "
yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir,

Q.S Al-Maidah ayat 90

90. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434],
adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu
agar kamu mendapat keberuntungan.

3. Ibadah dan Dakwah

a. Sudah disebutkan sebelumnya adanya masjid yang nyaman. Namun tentu


saja masjid ini harus dilengkapi dengan sarana lain untuk menunjang
kekhusyukan dan kelengkapan ibadah. Bisa dari mulai karpet yang
nyaman, pendingin ruang, mukena yang bersih dan dirawat secara teratur,
dan tentu saja penyediaan mushaf dan buku-buku Islami.

b. Perlu ada bagian khusus di Hotel yang mengurusi masalah kecerdasan


spiritual para karyawannya. Maka perlu diadakan pengajian rutin
karyawan, dan juga pelatihan-pelatihan islami untuk menambah
penghayatan akan keindahan syariah.

c. Ada bagian khusus, mungkin Takmir Masjid yang mengadakan kegiatan


dakwah secara eksternal. Bukan hanya sekedar pembinaan internal bagi
karyawan, namun juga kegiatan yang berskala eksternal dan bisa dinikmati
masyarakat banyak. Misalnya pengajian tiap ahad pagi, kegiatan ramadhan,
idul adha, bahkan seminar-seminar keislaman bagi masyarakat.

4. Kebijakan dan Peraturan

a. Dimulai dari peraturan khusus kepada para tamu untuk senantiasa menjaga
adab dan akhlak Islami. Dimulai dari aturan check ini yang harus
dipastikan bahwa pasangan lain jenis haruslah suami istri sah, yang bisa
dideteksi dengan KTP atau bukti nikah lainnya. Begitu pula larangan untuk
membawa hal-hal yang mengandung unsur kemaksiatan dan pelanggaran.

b. Peraturan untuk menciptakan kenyamanan dan keamanan harus diperjelas,


sehingga tidak banyak yang berlalu-lalang tanpa tujuan di sebuah hotel,
terlebih lagi jika sudah sampai mengganggu kenyamanan penghuni hotel.

5. Manajerial dan Keuangan

a. Jajaran manajemen hotel harus dilengkapi dengan semacam Konsultan


Syariah atau pengawas Syariah yang bertugas memberikan masukan baik
diminta ataupun tidak tentang pengelolaan Hotel Syariah.

b. Seluruh modal yang didapatkan harus berasal dari pinjaman atau


pembiayaan bank yang memenuhi unsur dan syarat syariah, baik dengan
skema investasi mudhorobah ataupun murobahah. Hal ini dilakukan untuk
menghindari dana-dana yang sudah tercampur dengan riba

c. Gaji Karyawan harus senantiasa dibayar tepat pada waktunya, dengan


benar-benar memberikan gaji yang layak bahkan di atas standar lainnya
jika diperlukan. Tidak lupa perlu juga ada pemotongan zakat bagi yang
telah memenuhi syarat. Dari Abdullah bin Umar, Nabi shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,

Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.


(HR. Ibnu Majah, shahih)

d. Manajemen Hotel harus mengalokasikan khusus dana zakat dan sedekah


dari penghasilan yang di dapatkan, baik untuk kepentingan dakwah
maupun sosial ( corporate social responsibility)

Q.S. Al-Baqarah ayat : 267

267. Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-
buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak
mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

Q.S Al-Taubah ayat 103

103. ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.

Secara khusus, perlu ada kebijakan keringanan bagi organisasi dan lembaga Islam
yang menyelenggarakan kegiatan Islam dan dakwah di Hotelnya.
2.4. Perkembangan Hotel Syariah dan Pariwisata Syariah
Perkembangan konsep wisata syariah berawal dari adanya jenis wisata
jiarah dan religi (pilgrims tourism/spiritual tourism). Dimana pada tahun 1967
telah dilaksanakan konferensi di Cordoba, Spanyol oleh World Tourism
Organization (UNWTO) dengan judul Tourism and Religions: A Contribution to
the Dialogue of Cultures, Religions and Civilizations (UNWTO, 2011). Wisata
jiarah meliputi aktivitas wisata yang didasarkan atas motivasi nilai religi tertentu
seperti Hindu, Budha, Kristen, Islam, dan religi lainnya. Seiring waktu, fenomena
wisata tersebut tidak hanya terbatas pada jenis wisata jiarah/religi tertentu, namun
berkembang ke dalam bentuk baru nilai- nilai yang bersifat universal seperti
kearifan lokal, memberi manfaat bagi masyarakat, dan unsur pembelajaran.
Dengan demikian bukanlah hal yang mustahil jika wisatawan muslim menjadi
segmen baru yang sedang berkembang di arena pariwisata dunia.
Dilihat dari faktor demografi, potensi wisatawan muslim dinilai cukup
besar karena secara global jumlah penduduk muslim dunia sangat besar seperti
Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Turki, dan negara- negara Timur Tengah
dengan tipikal konsumen berusia muda/usia produktif, berpendidikan, dan
memiliki disposable income yang besar. Menurut Pew Research Center
(kelompok jajak pendapat di Amerika Serikat), bahwa jumlah penduduk
muslim pada tahun 2010 sebesar 1,6 miliar atau 23 persen jumlah penduduk
dunia. Jumlah penduduk muslim tersebut merupakan urutan kedua setelah umat
Kristiani sebesar 2,2 miliar atau 31 persen penduduk dunia (Worldaffairsjournal,
2015). Dan diperkirakan hingga tahun 2050, penduduk muslim mencapai 2,8
miliar atau 30 persen penduduk dunia.
sumber : The Future of World Religions: Population Growth Projections, 2010
2050. PEW Research Center (Worldaffairsjournal, 2015)

Gambar 2.1
Jumlah dan Prediksi Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Kelompok
Agama Mayoritas di Dunia Tahun 2010 2050

Potensi pasar muslim dunia memang sangat menggiurkan bagi pelaku


usaha bisnis pariwisata. Berdasarkan data Thomson Reuters yang diambil dari 55
negara dalam Global Islamic Economy Report 2014 2015, total pengeluaran
muslim dunia pada tahun 2013 di sektor makanan dan minuman halal
mencapai US$1,292 miliar atau sebesar 10,8 persen dari pengeluaran kebutuhan
makan dan minum penduduk dunia dan akan mencapai US$2,537 miliar atau 21,2
persen dari pengeluaran kebutuhan makanan dan minuman global pada 2019. Di
sektor perjalanan, pada tahun 2013 umat muslim dunia menghabiskan sekitar
US$140 miliar untuk berwisata atau sekitar 7,7 persen dari pengeluaran
global. Diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat menjadi US$238 miliar
atau 11,6 persen pengeluaran global sektor perjalanan di tahun 2019 (di luar
perjalanan haji dan umrah). Di sektor media dan rekreasi, muslim dunia
menghabiskan sekitar US$185 miliar atau 7,3 persen pengeluaran global pada
tahun 2013 dan diperkirakan mencapai US$301 miliar pada 2019 atau sekitar 5,2
persen dari pengeluaran global (Reuters & DinarStandard, 2014).
Studi yang sama juga dilakukan oleh Master Card dan Crescent Rating
(2015) dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, bahwa pada tahun 2014
terdapat 108 juta wisatawan muslim yang merepresentasikan 10 persen dari
keseluruhan industri wisata dan segmen ini memiliki nilai pengeluaran sebesar
US$145 miliar. Diperkirakan pada tahun 2020 angka wisatawan muslim akan
meningkat menjadi 150 juta wisatawan dan mewakili 11 persen segmen
industri yang diramalkan dengan pengeluaran menjadi sebesar US$200 miliar.
Berikut ini adalah 10 besar negara tujuan wisatawan muslim:
Tabel 2.1.
Sepuluh Besar Negara Tujuan Organisation of Islamic Cooperation
(OIC) dan Non-OIC dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015

Peringkat Destinasi OIC Skor Destinasi Non-OIC Skor

1 Malaysia (1) 83,8 Singapura (9) 65,1


2 Turki (2) 73,8 Thailand (20) 59,2
3 UEA (3) 72,1 Inggris (25) 55,0
4 Saudi Arabia (4) 71,3 Afrika Selatan (30) 51,1
5 Qatar (5) 68,2 Perancis (31) 48,2
6 Indonesia (6) 67,5 Belgia (32) 47,5
7 Oman (7) 66,7 Hongkong (33) 47,5
8 Jordania (8) 66,4 Amerika Serikat (34) 47,3
9 Moroko (9) 64,4 Spanyol (35) 46,5
10 Brunei (10) 64,3 Taiwan (36) 46,2
Keterangan: (..) Ranking GMTI secara keseluruhan 2015
Sumber: CrescenRating, GMTI Report 2015

Berdasarkan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015 dalam


kelompok destinasi Organisation of Islamic Cooperation (OIC), Indonesia
(skor indeks 67,5) menempati peringkat ke-enam setelah Qatar (skor indeks 68,2),
Arab Saudi (skor indeks 71,3), Uni Emirat Arab/UEA (skor indeks 72,1),
Turki (skor indeks 73,8), dan Malaysia (skor indeks 83,8). Sedangkan Singapura
menjadi tujuan utama untuk destinasi non-OIC, dimana Thailand, Inggris, Afrika
Selatan, dan Perancis juga termasuk di dalamnya. Studi GMTI menganalisis data
lengkap yang meliputi 100 destinasi dengan hasil rata-rata berdasarkan sembilan
kriteria seperti kecocokan sebagai destinasi liburan keluarga dan keamanan
(kunjungan wisatawan muslim, destinasi liburan keluarga, perjalanan yang aman),
ketersediaan layanan dan fasilitas muslim friendly di destinasi wisata (makanan
halal, kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara, pilihan
akomodasi), Halal awareness (mengutamakan kehalalan, kemudahan komunikasi).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa keberadaan industri
pariwisata syariah bukanlah suatu ancaman bagi industri pariwisata yang sudah
ada, melainkan sebagai pelengkap dan tidak menghambat kemajuan usaha wisata
yang sudah berjalan. Bahkan sejumlah negara-negara di dunia telah menggarap
industri pariwisata syariah. Sebagai contoh di Asia seperti Malaysia, Thailand,
Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, dan China sudah terlebih dahulu
mengembangkan pariwisata syariah. Thailand memiliki The Halal Science Center
Chulalongkorn University, pusat riset itu bekerja sama dengan Pemerintah
Thailand dan keagamaan membuat sertifikasi dan standardisasi untuk industri
yang dilakukan secara transparan, bahkan pembiayaannya tertera jelas dan
transparan. Australia melalui Lembaga Queensland Tourism mengeluarkan
program pariwisata syariah pada bulan Agustus 2012 melalui kerjasama dengan
hotel-hotel ternama mengadakan buka puasa bersama, menyediakan tempat sholat
yang nyaman dan mudah dijangkau di pusat-pusat perbelanjaan, memberikan
pertunjuk arah kiblat dan Alquran di kamar hotel, hingga menyediakan petugas di
Visitors Information Offices yang mampu berbahasa Arab. Korea Selatan melalui
Perwakilan Organisasi Pariwisata Korea Selatan di Jakarta (KTO Jakarta)
mengakui siap menjadi destinasi wisata syariah dengan menyediakan paket wisata
bagi Muslim dan fasilitas yang mendukung. Demikian pula Jerman menyediakan
tempat shalat yang bersih dan nyaman di Terminal 1 Bandara Munich, Jerman
sejak bulan Juni 2011 (Sofyan, 2012): 13-19).
Bagaimana dengan kondisi industri pariwisata syariah di Indonesia?
Kondisi pariwisata syariah di Indonesia masih belum maksimal. Padahal jika
digarap lebih serius, potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia sangat
besar. Belum banyak biro perjalanan yang mengemas perjalanan inbound dengan
paket halal travel, tetapi lebih banyak pengemasan perjalanan outbound
seperti umrah dan haji. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dan Pusat
Data dan Informasi Kementerian Pariwisata, angka wisatawan dari beberapa
negeri Timur Tengah berdasarkan kebangsaan, yaitu Bahrain sebesar 98 orang
pada tahun 2013 menjadi 99 orang pada tahun 2014 (naik 1,02 persen), Mesir
sebesar 675 orang pada tahun 2013 menjadi 733 orang pada tahun 2014 (naik 8,59
persen), dan Uni Emirat Arab sebesar 1.322 orang menjadi 1.428 orang (naik 8,02
persen), sedangkan Arab Saudi mencatat angka pertumbuhan turun 3,90 persen
dari 7.522 orang (tahun 2013) menjadi 7.229 orang tahun 2014 (Kempar, 2015).
Jika dilihat dari angka jumlah kunjungan wisman muslim memang
dinilai cukup kecil. Namun, target wisata syariah sebenarnya bukan hanya
wisatawan muslim, tetapi juga wisatawan non muslim. Karena pada hakekatnya
wisata syariah hanyalah sebagai pelengkap jenis wisata konvensional. Sebagai
negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia berupaya terus
mengembangkan wisata syariah di Tanah Air. Kementerian Pariwisata
mengembangkan pariwisata syariah meliputi empat jenis komponen usaha
pariwisata, yaitu perhotelan, restoran, biro atau jasa perjalanan wisata, dan spa.
Terdapat 13 (tiga belas) provinsi yang dipersiapkan Indonesia untuk menjadi
destinasi wisata syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali
(IndonesiaTravel, 2013). Wilayah tujuan wisata syariah tersebut ditentukan
berdasarkan kesiapan sumber daya manusia, budaya masyarakat, produk wisata
daerah, serta akomodasi wisata.
Pada dasarnya pengembangan wisata syariah bukanlah wisata eksklusif
karena wisatawan non-Muslim juga dapat menikmati pelayanan yang beretika
syariah. Wisata syariah bukan hanya meliputi keberadaan tempat wisata ziarah
dan religi, melainkan pula mencakup ketersediaan fasilitas pendukung, seperti
restoran dan hotel yang menyediakan makanan halal dan tempat shalat. Produk
dan jasa wisata, serta tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama seperti
wisata umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah.
Contohnya adalah menyediakan tempat ibadah nyaman seperti sudah dilakukan
di Thailand dan negara lainnya yang telah menerapkan konsep tersebut terlebih
dahulu. Potensi wisata syariah di Indonesia sangat besar dan bisa menjadi
alternatif selain wisata konvensional, hanya saja branding dan pengemasannya
masih belum memiliki konsep yang tepat.
Tujuan diadakannya pengembangan wisata syariah adalah untuk
menarik wisatawan muslim maupun non-muslim, dan wisatawan dalam maupun
luar negeri. Bagi Indonesia sendiri, dimaksudkan juga untuk mendorong tumbuh
kembangnya entitas bisnis syariah di lingkungan pariwisata Indonesia. Di
Indonesia masih belum jelas branding dan nomenklatur tentang wisata syariah ini.
Apakah menggunakan nama syariah travel, Islamic tourism, halal travel, muslim
friendly destination atau sebagainya? Semua itu masih dalam tahap diskusi
pembahasan antara Kementerian Pariwisata dan pelaku pariwisata. Meski
branding tersebut belum final, bukan berarti usaha untuk industri ini belum dapat
dijalankan. Adapun salah satu langkah nyata dalam usaha mengembangkan
pariwisata syariah adalah dengan merancang produk dan daerah tujuan pariwisata
syariah. Pariwisata syariah dapat berarti berwisata ke destinasi maupun atraksi
pariwisata yang memiliki nilai-nilai Islami yang di dalamnya terdapat produk
makanan halal, minuman non-alkohol, hotel halal, ketersediaan sarana ibadah
yang bersih, aman, dan nyaman, serta fasilitas-fasilitas lainnya.
Meskipun nomenklatur pengembangan wisata syariah belum jelas.
Namun, dalam usaha pengembangannya, Kemenparekraf menggandeng Dewan
Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga
Sertifikasi Usaha (LSU). Dan pada tahun 2014, Kementerian Pariwisata telah
menyusun Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah melalui Peraturan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2014. Dalam PERMEN
tersebut berisikan kriteria hotel syariah dengan kategori Hilal 1 dan Hilal 2 yang
dinilai dari aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan. Hilal 1 merupakan hotel
syariah yang masih memiliki kelonggaran dalam aturan syariah, misalnya, dalam
hotel ini setiap makanan dan restoran dipastikan halal. Artinya, restoran atau
dapur sudah ada sertifikasi halal dari MUI, ada kemudahan bersuci dan beribadah
sehingga harus ada toilet shower bukan hanya tissue, makanan halal, tapi tidak
ada seleksi tamu, dapurnya sudah bersertifikat halal, tapi dapurnya saja,
minuman masih boleh ada jenis alkohol seperti wine. Sedangkan dalam hotel
Hilal 2, segala hal yang tidak diperbolehkan dalam aturan syariah memang sudah
diterapkan dalam hotel syariah ini. Untuk klasifikasi hotel syariah hilal satu
minimal memenuhi 49 poin ketentuan, untuk naik ke level hilal dua harus
memenuhi 74 poin.
Seperti diketahui bahwa destinasi wisata di Indonesia sangatlah banyak
dan tidak hanya terbatas pada ketiga belas destinasi wisata syariah yang telah
ditetapkan. Dengan demikian perlu kiranya mengeksplor potensi pengembangan
wisata syariah di daerah lain di Indonesia. Namun, potensi besar yang dimiliki
Indonesia belum maksimal digarap jika dibanding dengan negara-negara Asia
Tenggara lainnya. Berdasarkan konsep Tiga Great yang diusung oleh Kementerian
Pariwisata, maka dari 13 daerah destinasi itu akan dibagi dengan tiga pintu
masuk utama yakni Jakarta, Bali, dan Batam. Wisman dapat menjangkau
daerah sekitar yang menjadi destinasi wisata syariah. Melalui Jakarta, wisman
dapat juga mengakses destinasi di Jawa Barat, Banten, dan Lampung. Melalui
Bali dapat mengakses Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Di
Batam lebih diarahkan ke Sumatera Barat. Tetapi, dilihat secara keseluruhan,
daerah yang baru komitmen dan benar-benar menyatakan siap yaitu Jakarta,
Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Beberapa hal masih menjadi kendala dalam menerapkan wisata


syariah yang perlu dibenahi, salah satu diantaranya aspek sertifikasi produk-
produk halal. Di Indonesia, restoran dan kafe yang menyediakan makanan dan
minuman halal masih baru dalam tataran self claim, belum bersertifikat. Jumlah
restoran dan hotel yang menjamin makanannya halal masih jarang. Banyak yang
menyarankan agar di dapur hotel ada pemisahan antara makanan halal dan non-
halal. Demikian pula masih ada beberapa fasilitas yang harus dibenahi untuk
memastikan Indonesia siap untuk menyambut wisatawan mancanegara muslim.
Masalah air pun tak luput diperhatikan. Saat ini, terutama di hotel dan pusat
perbelanjaan mewah, toiletnya sudah banyak mengadaptasi gaya barat. Bahkan
terkadang di toilet, hanya tersedia kertas tisu, tanpa air mengalir. Padahal, air
mengalir benar-benar penting, terutama untuk bersuci. Industri pariwisata syariah
Indonesia juga harus didukung oleh pemerintah, industri dan strategi
pemasaran yang baik, standar dan regulasi yang tepat harus diperkuat oleh
tenaga profesional keuangan yang cukup, lembaga pelatihan kepariwisataan
syariah yang baik kemudian didukung oleh keuangan syariah yang kompetitif.

Menurut pendiri dan CEO Crescentrating, Fazal Bahardeen, Indonesia


belum begitu agresif dalam mempromosikan wisata halal seperti negara
tetangga Malaysia dan Thailand (Murdaningsih & Pratiwi, 2015). Indonesia juga
belum mengintegrasikan promosi pariwisata halal ke dalam program pariwisata
nasional, dan membuat paket khusus wisata halal.

Kondisi Wisata Syariah di Indonesia

Berbagai upaya dilakukan untuk mempersiapkan produk pariwisata ini


bersama pemangku kepentingan, salah satu cara memperkenalkan Wisata Syariah
di Indonesia kepada masyarakat dan dunia Internasional, Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia
menyelenggarakan Global Halal Forum bertema Wonderful Indonesia as Moslem
Friendly Destination pada 30 Oktober 2013 di JIExpo Kemayoran, Jakarta.
Pentingnya dikembangkan potensi wisata syariah disampaikan Mantan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat peluncuran Gerakan Ekonomi
Syariah (GRES) di kawasan silang Monas, tanggal 17 November 2013.
Presiden Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa
Indonesia mempunyai banyak alasan untuk mengembangkan potensi wisata
syariah, antara lain keberadaan ekonomi syariah penting untuk mengurangi
kerentanan antara sistem keuangan dengan sektor riil, sehingga menghindari
penggelembungan ekonomi; menghindari pembiayaan yang bersifat fluktuatif,
dan dapat memperkuat pengaman sosial. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam
mengembangkan wisata syariah adalah mempersiapkan 13 (tiga belas) provinsi
untuk menjadi destinasi wisata syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB),
Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali.
Namun dari ke-13 provinsi tersebut yang dinyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa
Barat, NTB, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Destinasi Wisata Syariah
(indonesia.travel,2013)

Sumber: Kemenparekraf, 2013, Indonesia as Moslem Friendly Destination (Buku


Panduan Wisata)

Gambar 2.2.
Destinasi Wisata Syariah di Indonesia
Penilaian kesiapan destinasi wisata dilihat dari beberapa aspek utama pariwisata,
yaitu:

a) Produk
Pengembangan Produk harus berdasarkan Kriteria Umum dan Standarisasi
yang diterapkan untuk Usaha Pariwisata Syariah dan Daya Tarik.
b) SDM dan kelembagaan
Kompetensi Profesi Insan Pariwisata Syariah juga harus ditunjang
dengan Training dan Pendidikan yang sesuai dengan sasaran Standar
Kompetensi yang dibutuhkan Wisatawan Muslim.
c) Promosi
Bentuk promosi dan jalur pemasaran disesuaikan dengan perilaku Wisatawan
Muslim, World Islamic Tourism Mart (WITM), Arabian Travel Mart,
Emirates Holiday World, Cresentrating.com, halaltrip.com, etc.

2.5 Kendala Kendala Perkembangan Hotel dan Pariwisata Syariah.

Pertama, masih adanya ketakutan di sebagian pelaku industri di Indonesia


yang pencantuman label halal. Dengan kekuatan populasi muslim terbesar di
dunia, tak ada alasan ketakutan itu karena syariat pada hakikatnya sudah
dilaksanakan bangsa ini setiap harinya.

Kedua, belum adanya regulasi dalam bentuk perundang-undangan. Saat ini


Peraturan Menteri (Permen) memang sedang digodog antara tim Kemenparekraf
dan MUI. Birokrasi yang lambat menjadi ciri khas Indonesia, ikut memperlambat
pengembangan wisata syariah. Para pelaku bisnis dan berbagai pihak yang terkait,
akibatnya rada gamang dalam pengembangan potensi wisata syariah.

Ketiga, belum siapnya SDM dalam bidang wisata syariah. Seperti diketahui,
ada lima komponen wisata syariah, yakni kuliner, kosmetik-spa, perhotelan
syariah, moslem fashion dan biro perjalanan.

Keempat, lemahnya sosialisasi tentang wisata syariah di Indonesia berakibat


kurangnya masyarakat luas mengenal produk-produk dalam wisata syariah. Jika
dalam keseharian mereka sudah familiar dengan produk halal seperti makanan dan
minuman serta kosmetik, namun dalam cakupan lebih luas, masyarakat belum
tahu detil soal wisata syariah.

Vina ini ada beberapa saran atau solusi dari kendala :

Memulai kesiapan sikap diri senantiasa selalu berpegang teguh pada syarah
dan bersih dari segala penyimpangan yang harus dilakukan oleh pemilik hotel,
pegawai dan masyarakat.

Menyebarkan iklan promosi hotel syarah melalui media elektronik dan cetak
dengan intensitas waktu sambil berbenah demi pengembangan hotel syarah,
sehingga mampu memperkenalkan keberadaan hotel ini sebagai hotel yang
menjunjung tinggi nilai agama dan adat. Dengan keterbatasan informasi, maka
akan membatasi calon wisatawan yang ingin mendapatkan hotel berbasis
syarah.

Membangun instrument hukum yang kuat, aparat penyidik yang bersih,


amanah dan kuat dalam hal ini pihak kepolisian, jaksa selaku penuntut umum,
dan Hakim yang adil dan kuat. Kerjasama yang dilakukan oleh pemilik hotel,
aparat hukum dan masyarakat akan membawa menuju pariwisata yang Islami.

Daftar Pustaka

Yudiana, Yudi. 2015. Analisis Komparatif Potensi Industri Halal dalam Wisata
Syariah dengan Konvensional. Diakses 25 Februari 2017

Kadir, Abdul. 2015. Laporan Akhir Kajian Pengembangan Wisata Syariah.


Diakses 21 Februari 2017

You might also like