You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Islam sebagai sebuah agama yang rahmatan lil alamin telah melarang yang
namanya diskriminasi terhadap manusia di muka bumi ini. Semua manusia
dilahirkan sama dalam sudut pandang agama islam. Tidak ada manusia yang
diciptakan Allah langsung menjadi kuat dan hebat seperti penguasa dan bahkan
prestasi yang mengagumkan tanpa adanya proses . Islam berkali-kali menegaskan
dalam Al.Quran tengtang larangan berbuat diskriminasi, dan manusia mestinya
berbuat adil terhadap sesamanya bukannya diskriminasi.
Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960, pengertian tanah
negara ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 (L.N. 1953,
No. 14, T.L.N. No. 362). Dalam Peraturan Permerintah tersebut tanah negara
dimaknai sebagai tanah yang dikuasai penuh oleh negara. Substansi dari pengertian
tanah negara ini adalah tanah-tanah memang bebas dari hak-hak yang melekat
diatas tanah tersebut, apakah hak barat maupun hak adat (vrij landsdomein).
Dengan terbitnya UUPA tahun 1960, pengertian tanah Negara ditegaskan bukan
dikuasai penuh akan tetapi merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam pasal 4 ayat 1 UUPA,
yaitu Atas dasar hak yang menguasai dari negara atas tanah sebagai yang
dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-
orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-
badan hukum.
Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah dapat
diberikan kepada perseorang baik warga Negara Indonesia maupun warga negara
asing, sekelompok orang secara bersama-sama dan badan hukum baik badan
hukum private maupun badan hukum politik.

1.2 Perumusan Masalah

1
Berdasarkan dari latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam
penyelesaian tugas kuliah kerja mahasiswa adalah sebagai berikut :

1. Kurang mengetahui warga bagaimana terjadinya persamaan hak dalam


memperoleh hak atas tanah pada undang-undang
2. Benarkah ada persamaan hak dalam memperoleh hak atas tanah dan diskriminasi
dalam hak memperoleh hak atas tanah dalam masyarakat?

1.3 Tujuan Kegiatan

Tujuan dari di adakannya penyuluhan ini adalah :

Meningkatkan pemahaman Warga kelurahan Tambak Segoro mengenai Undang


Undang Pertanahan dan tata cara pengurusan sertifikat yang sesuai dengan aturan
/ peraturan perundangan yang belaku di Indonesia.

1.4 Manfaat Kegiatan

Adapun manfaat kegiatan penyuluhan ini adalah :

1. Warga Segorotambak Sedati Sidoajo Lebih Memahami Aturan perijinan


Pertanahan
2. Warga Segorotambak mengetau tata cara pembuatan Sertifikat Tanah

Adapun manfaat kegiatan bagi rekan rekan mahasiswa adalah :


1. Menciptakan rasa berbagi pengetahuan tentang Hukum pertanahan di
Indonesia kaitannya dengan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Ketentuan Pokok-Pokok Agraria
2. Melatih kemampuan mahasiswa dalam berkomunikasi dengan Masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup

Mengingat permasalahan yang sangat luas, maka dalam penulisan laporan kuliah
kerja mahasiswa ini perlu adanya pembatasan masalah yaitu :

1. Kegiatan penyuluhan ini dilakukan di Segorotambak Ke.Sedati, Kab. Sidoarjo


2. Kegiatan penyuluhan meliputi Hukum Pertanahan yang berlaku di Indonesia.

2
3. Meteri diantaranya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan
Pokok-Pokok Agraria Pasal 28
4. Kegiatan dilaksanakan secara perodik selama 2 kali sesi materi di teruskan
dengan tanya jawaban warga dengan Nara Sumber pembicara.
5. Kegiatan dilaksanakan dengan cara penyuluhan terhadap Warga Segorotambak
di kantor Kelurahan Segorotambak.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Persamaan hak dalam memperoleh hak atas tanah.


Persamaan hak dalam memperoleh hak atas tanah adalah hak yang diterima oleh
perseorangan atau badan hukum selaku pemegang kekuasaan atas tanah. Hak atas
tanah memberi wewenang kepada yang mempunyai untuk mempergunakannya
tanah yang bersangkutan.

2.2 Macam-macam memperoleh hak atas tanah.


Ketentuan dalam memperoleh hak atas tanah:
Ketentuan yang mengatur mengenai cara memperoleh Hak Milik Atas Tanah
dapat di temukan dalam beberapa rumusan pasal berikut dalam Undang-Undang
Pokok Agraria: Pasal 21
(3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak
milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan,
demikian pula warga-negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah
berlakunya Undang-undang ini kehilangan kewarga-negaraannya wajib melepaskan
hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau
hilangnya kewarga-negaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak
milik itu dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh
pada Negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya
tetap berlangsung.
(4) Selama seseorang disamping kewarga-negaraan Indonesianya mempunyai
kewarga-negaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik
dan baginya berlaku ketentuandalam ayat (3) pasal ini.
Pasal 22.
(1) Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hak
milik
terjadi karena:
a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan
dengan
b. Peraturan Pemerintah;

4
ketentuan Undang-undang.
Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut
permukaan bumi. Tanah yang dimaksudkan di sini bukan mengatur tanah dalam
segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya yaitu tanah dalam
pengertian yuridis yang disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan
dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA yaitu atas dasar hak menguasai dari negara sebagai
yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai
oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta
badan-badan hukum.

Macam-macam Hak yang ditentukan dalam Pasal 16 ayat (1), yaitu :

1. Hak Milik (HM)

Hak milik menurut Pasal 20 UUPA adalah hak turun-temurun, terkuat, dan
terpenuh. Kata kata terkuat dan terpenuh itu tidak berarti bahwahak milik
merupakan hak yang mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.

Hak milik sangat penting bagi manusia untuk dapat melaksanakan hidupnya di
dunia. Semakin tinggi nilai hak milik atas suatu benda, semakin tinggi pula
penghargaan yang diberikan terhadap benda tersebut. Tanah adalah salah satu milik
yang sangat berharga bagi umat manusia, demikian pula bangsa Indonesia.

Mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas yaitu :

1) Asas nemo plus juris transfere potest quam ipse habet, artinya tidak
seorang pun dapat menglihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain
melebihi hak miliknya atau apa yang ia punyai.

2) Asas nemo sibi ipse causam possessionis mutare potest, artinya tidak
seorang pun dapat mengubah bagi dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, tijuan
dari penggunaan objek miliknya.

Sifat-sifatnya :

a. Terkuat

b. Turun temurun dan dapat beralih

c. Dapat menjadi induk dari pada hak-hak atas tanah lain

5
d. Dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan

e. Dapat diwakafkan.

Tujuan penggunaannya

Hak milik atas tanah dapat dipergunakaan baik untuk usaha pertanian maupun
dengan memperhatikan/menyesuaikan dengan rencana tata guna tanah.

Hapusnya hak milik

a. Karena pencabutan hak

b. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya

c. Karena ditelantarkan yang pengertiannya akan ditentukan dalam


peraturan perundangan

d. Karena ditentukan dalam Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
UUPA.

2. Hak Guna Usaha (HGU)

Hak untuk mengusahakan tanah negara minimal 5 hektar dalam jangka waktu
yang terbatas dan tertentu, yaitu maksimal 25 tahun atau 35 tahun yang dapat
diperpanjang dengan maksimal 35 tahun dibidang pertanian, perikanan, peternakan
(Pasal 28)

Tujuan penggunaannya : pada dibidang pertanian, perikanan, peternakan (Pasal


28)

Hapusnya hak guna usaha:

a. Jangka waktu berakhir

b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak


dipenuhi

c. Dicabut untuk kepentingan umum

d. Tanahnya musnah

e. Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2)

3. Hak Guna Bangunan (HGB)

6
Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang
bukan miliknya sendiri (tanah negara dalam tanah milik orang lain) yang jangka
waktunya juga terbatas dan tertentu, yaitu maksimal 30 tahun yang dapat
diperpanjang dengan maksimal 20 tahun (Pasal 35). Penggunaan tanah yang
dipunyai dengan hak guna bangunan terutama untuk mendirikan/mempunyai
bangunan-bangunan, tetapi disamping itu diperbolehkan untuk menanam sesuatu
dan memelihara ternak, asal tujuannya yang pokok tetap dilaksanakan.

Tujuan penggunaannya: untuk mendirikan dan atau mempunyai bangunan-


bangunan.

Hapusnya hak guna bangunan :

a. Jangka waktu berakhir

b. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir

c. Untuk kepentingan umum

d. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA

4. Hak Pakai (HP)

Hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah negara atau tanah
milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan atau perjanjian pemberiannya (Pasal 41) tapi tidak bersumber pada
hubungan sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah.

Jangka waktu : hak pakai yang diberikan selama waktu tertentu atau selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Dalam praktek pada umumnya
pemberiahhak pakai oleh pemerintah jangka waktunya 10 tahun.

Hapusnya hak pakai:

a. Jangka waktu berakhir

b. Dicabut untuk kepentingan umum

c. Tanahnya musnah

d. Dilepaskan oleh pemengan haknya sebelum jangka waktu berakhir.

5. Hak Sewa (HS)

7
Hak mempergunakan tanah milik orang lain untuk sesuatu keperluan dengan
membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa (Pasal 44). Antara
HGU, HGB, HP, dan HS terdapat kesamaan, yaitu hak yang memberi wewenang
untuk memakai/menggunakan tanah yang bukan miliknya sendiri dan dapat
dikelompokan sebagai hak pakai.

6. Hak Membuka Tanah (HMT) dan Hak Memungut Hasil Hutan (HMHH)

Dalam perkembangan UUPA yang mulai diatur dalam PMA No.9 tahun 1960,
kemudian dikenal dan dikembangkan pula hak pengelolaan. Pengelolaan sebagai
jenis hak belum disebut dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA, tetapi mengelola tanah
negara sendiri sebagai fungsi sebenarnya sudah terbaca dalam penjelasan angka
II/2 UUPA.

Hak pengelolaan adalah hak untuk menguasi atas tanah yang langsung dikuasai
oleh negara yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk :

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan


menggunakan tanah tersebut untuk pelaksanaan tugasnya.

b. Menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga dengan hak
pakai dengan jangka waktu 6 tahun (Perauran Mentri Agraria No.9 tahun1965)

c. Menerima uang pemasukan/uang wajib tahunan.

Di samping itu, UUPA mengenal pula hak-hak yang bersifat sementar yang
disebut dalam Pasal 53, yaitu :

1. Hak gadai

2. Hak usaha bagi hasil

3. Hak menumpang

4. Hak sewa tanah pertanian(Pasal 16 ayat (1) jo Pasal 53)

BW (KUHP perdata) menganal berbagai jenis hak atas tanah sebagai barang
tidak bergerak, yaitu :

a. Bezit (kedudukan berkuasa)

b. Eigendom (hak milik)

c. Burenrecht (hak bertetangga = hak jiran)

8
d. Herendienst (hak kerja rodi)

e. Erfaienst baarheid (hak pengabdian tanah)

f. Het regt van opstaal (hak numpang karang)

g. Het erfpachtsregt (hak usaha)

h. Grondrenten en tienden (bunga tanah dan hasil sepersepuluh)

i. Het vrucht gebruik (hak pakai hasil)

j. Het recht van gebruik en de bewoning (hak pakai dan hak mendiami)

Sedangkan hukum adat mengenal peristilahan yang lain sekali:

1. Hak Persekutuan atas Tanah

a. Hak ulayat

b. Hak dari kelompok kekerabatan atau keluarga luas.

2. Hak Perorangan atas Tanah.

a. Hak milik, hak yasan (inland bezitrecht)

b. Hak wewenang pilih, hak kima-cek, hak mendahulu (voorkeursrecht)

c. Hak menikmati hasil (genotsrecht)

d. Hak pakai (gebruiksrecht) dan hak menggarap/mengolah


(ontginningsrecht)

e. Hak imbalan jabatan (ambtelijk profitjt recht)

f. Hak wenang beli (naastingsrecht)

Dari berbagai macam hak atas tanah tersebut, hak milik merupakan satu-satunya
hak primer yang mempunyai kedudukan paling kuat dibandingkan dengan hak-hak
yang lainnya. Hal ini dipertegas dalam ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA yang
berbunyi:

Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang
atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.

9
Adanya diskriminasi dalam memperoleh dan memiliki Hak atas tanah yang
terjadi di desa Tegal Buleud Kabupaten Sukabumi.

Contoh kasus yang menunjukkan terjadinya proses diskriminasi terhadap penduduk


terjadi di desa Tegal Buleud kabupaten Sukabumi yang mayoritas penduduknya
bermata pencaharian di bidang pertanian. Dari semua persoalan pertanian yang
dihadapi petani di Tegalbuleud, persoalan utama yang menjadi landasan terciptanya
konflik dan pemiskinan besar-besaran penduduk desa tersebut adalah sosok aparat
pemerintah yang bersekutu dengan pemilik modal dalam memanfaatkan
pengelolaan sumber daya alam di pedesaan yang terjadi di Indonesia selama
berkuasanya rejim Orde Baru yang merupakan produk strategi pembangunan
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Salah satu rumusan strategi pertumbuhan
ekonomi tersebut didasarkan pada strategi pinjaman utang luar negeri guna
pengembangan infrastruktur modern yang kemudian harus dibayar oleh pemerintah
dari dana yang diperolehnya melalui eksploitasi sumber daya alam di Indonesia.
Tidak mengherankan bila pada tingkat lokal, implementasi strategi tersebut
membuahkan berbagai konflik di mana negara yang tengah berupaya keras
memenuhi kas pendapatannya harus berhadapan dengan para petani yang harus
kehilangan tanahnya melalui program-program pembangunan tersebut. Konflik
pertama yang muncul di desa tersebut berawal dengan adanya program
pembangunan pemerintah yang merencanakan dengan membangun kompleks
perkebunan kelapa hibrida yang akan menjadi komoditi ekspor yang
menguntungkan bagi pemerintah pada awal tahun 1980-an. Tanah yang sekarang
menjadi tanah PIR-BUN seluas 2000 hektar merupakan tanah yang sebelumnya
dikelola oleh masyarakat masing-masing seluas 2 hektar. Rakyat menanami tanah
tersebut dengan tanaman cengkeh, buah-buahan dan lain sebagainya. Ketika proyek
PIR memutuskan agar tanah tersebut ditanami oleh kelapa hibrida, maka semua
tanaman yang ditanam rakyat ditebangi dengan paksa. Selain itu, kebanyakan
petani yang sebelumnya mengelola tanah tersebut, ternyata tidak mendapatkan
kembali tanah mereka yang didistribusikan kepada orang-orang lain.

Kasus-kasus ini muncul saat penguasaan tanah di Indonesia dirasakan terpusat


pada sekelompok orang. Banyak tanah rakyat yang dijual ke tangan pembeli
bermodal besar maupun investor akibat desakan ekonomi. Lahan-lahan pertanian

10
mengalami konversi, akibat para petani menjual tanah kepada investor yang
kemudian tidak mengolah tanah tersebut. Banyaknya tanah terlantar di perkotaan
maupun pedesaan sangat mencolok sekali di tengah kebutuhan mendesak akan
pemukiman bagi warga, maupun kebutuhan akan lahan pertanian. Hal ini membuat
masyarakat merasa termarginalkan di daerahnya sendiri, dan kerapkali
menimbulkan konflik maupun sengketa di atas tanah tersebut. Ironisnya tanah-
tanah yang dibiarkan terlantar itu tidak ditindak lanjuti oleh pemerintah untuk
diamankan padahal berdasarkan ketentuan Pasal 10 ayat (1) UUPA setiap orang dan
badan hukum mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya
diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif dengan mencegah
cara-cara pemerasan. Jadi konsekuensi dari ketentuan Pasal 10 ayat (1) ini adalah
bahwa tanah pertanian itu tidak boleh dibiarkan terlantar sehingga keberadaannya
menjadi tidak bermanfaat dan rusak sedangkan menurut ketentuan Pasal 15 UUPA
bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah
kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak
ekonomi lemah.

Masalah penelantaran tanah ini berkaitan dengan masalah kepemilikan secara


besar-besaran oleh perorangan yang tentunya jika dibiarkan akan terjadi apa yang
dinamakan dengan monopoli tanah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab. Penguasaan/kepemilikan tanah yang melampaui batas ini tidak sesuai
dengan amanat dari Pasal 7 UUPA yang menyatakan bahwa Untuk tidak
merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang
melampaui batas tidak diperkenankan.Namun dalam kenyataannya hal ini sulit
untuk dihindari.

Selain permasalahan di atas, yang tidak kalah pentingnya adalah masalah


jaminan kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah. Meskipun secara normatif
pemerintah telah mengeluarkan ketentuan tentang pendaftaran tanah yang diatur
dalam Pasal 19 UUPA dan ditindak lanjuti dengan Peraturan Pelaksana 27 Nomor
tahun 1997, namun dalam kenyataannya masalah ini tetap melahirkan banyak
fenomena memprihatinkan di masyarakat seperti keengganan masyarakat untuk
melakukan sertifikasi karena berbagai alasan yang pada umumnya berkisar pada

11
alasan ekonomis, namun sebaliknya terdapat pula kepemilikan sertifikat oleh
banyak orang.

Lahir dua pemikiran terhadap segala persoalan terkait dengan hak milik atas
tanah sebagaimana diuraikan di atas bahwa hal tersebut timbul tidak hanya akibat
dari kekeliruan pemerintah dalam penerapan kebijakan tetapi juga tidak lepas dari
peran serta masyarakatnya yang tampak berupaya untuk berontak/melepaskan diri
dari kebijakan hukum pemerintahan yang bersangkutan. Oleh karena itu segala
permasalahan tersebut perlu dianalisis lebih cermat baik terhadap pihak pelaksana
kebijakan yang seringkali menyelewengkan amanat dari pembuat kebijakan
maupun terhadap masyarakat luas yang juga berperan serta memperuncing segala
permasalahan yang terjadi berkaitan dengan hak milik ini.

12
BAB III

OBSERVASI LAPANGAN

3.1 Data Umum dan Administrasi

Berdasarkan hasil survei Pemahaman tentang Hukum Pertanahan di Kelurahan


Segorotambak :

Tabel Data Demografi Berdasar Jenis Kelamin

Jumlah Laki-laki Perempuan

No Kelompok n % n % n %

1 PEREMPUAN 1773 51.18% 0 0.00% 1773 51.18%

2 LAKI-LAKI 1691 48.82% 1691 48.82% 0 0.00%

BELUM MENGISI 0 0.00% 0 0.00% 0 0.00%

TOTAL 3464 100% 1691 48.82% 1773 51.18%

3.2 Identifikasi Masalah

Adanya kesalahfahaman warga yang tidak melakukan koordinasi dan


komunikasi yang baik dengan perangkat desa tentang tanah di sekitar.Dan
kurangnya pemahaman warga Kelurahan Segoro Tambak Tentang Hukum
Pertanahan dan Tata Cara Mendapatkan Surat Sertifikat Tanah.

3.3 Rancangan Program Kegiatan

Program Penyuluhan dilakukan dari hasil survei dan hasil Kesepakatan pihak
Kelurahan terhadap mahasiswa kelompok KKN Universitas Narotama. Diantaranya
adalah :

1. Kegiatan Sosilisasi dilaksanakan pada 8 kali Kunjungan


2. Kegiatan dilakukan pagi pada pukul 10.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB
3. Penyuluhan Dilakukan 2 kali diantaranya persiapan penyuluhan dan Pemberian

13
Materi penyuluhan ( Acara Puncak )
4. Alat alat Penyuluhan,Materi dan pembicara Disiapkan Oleh mahasiswa KKN

14
BAB IV

PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Kegiatan

Susunan kegiatan Penyuluhan hukum Pertanahan di desa Segorotambak :

Tanggal Kegiatan Lokasi Nama Struktur

Agil Bafaqih Ketua


Sekretaris
Nor Hasan Bendahara
Rolly Ade C. K. Anggota
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Humas
5 November Survei Sedati, Kab. Suhartono Anggota
Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
2016 Lapangan Jun Naini E.
Agil Bafaqih Ketua

Nor Hasan Sekretaris


Rolly Ade C. K. Bendahara
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Anggota
12 November Survei Sedati, Kab. Suhartono Humas
Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
2016 Lapangan Jun Naini E. Anggota

15
Agil Bafaqih Ketua

Nor Hasan Sekretaris


Rolly Ade C. K. Bendahara
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Anggota
19 November Sedati, Kab. Suhartono Humas
Sosialisasi Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
Agil
Jun Naini
Bafaqih
E. Anggota
Ketua

Nor Hasan Sekretaris


Rolly Ade C. K. Bendahara
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Anggota
26 November Sedati, Kab. Suhartono Humas
Sosialisasi Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
Agil
Jun Naini
Bafaqih
E. Anggota
Ketua

Nor Hasan Sekretaris


Rolly Ade C. K. Bendahara
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Anggota
03 Desember Sedati, Kab. Suhartono Humas
Sosialisasi Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
2016 Jun Naini E. Anggota

16
Agil Bafaqih Ketua

Nor Hasan Sekretaris


Rolly Ade C. K. Bendahara
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Anggota
10 Desember Sedati, Kab. Suhartono Humas
Sosialisasi Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
2016 Jun Naini E. Anggota
Agil Bafaqih Ketua

Nor Hasan Sekretaris


Rolly Ade C. K. Bendahara
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Anggota
17 Desember Sedati, Kab. Suhartono Humas
Sosialisasi Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
2016 Jun Naini E. Anggota
Agil Bafaqih Ketua

Nor Hasan Sekretaris


Rolly Ade C. K. Bendahara
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Anggota
24 Desember Sedati, Kab. Suhartono Humas
Sosialisasi Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
2016 Jun Naini E. Anggota

17
Agil Bafaqih Ketua

Nor Hasan Sekretaris


Rolly Ade C. K. Bendahara
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Persiapan Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Anggota
10 Januari Sedati, Kab. Suhartono Humas
Penyuluhan Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
2017 Jun Naini E. Anggota
Agil Bafaqih Ketua

Nor Hasan Sekretaris


Rolly Ade C. K. Bendahara
Desa Segoro Chrysilla N. Anggota
Penyuluhan Tambak, Kec. Ebrina D. D. P. Anggota
18 Januari (Acara Sedati, Kab. Suhartono Humas
Puncak) Sidoarjo M. Azhar F. Anggota
2017 Jun Naini E. Anggota

4.2 Hambatan yang dihadapi

Beberapa hambatan tentang pelaksanaan kegiatan Sosialisai dan penyuluhan


hukum mengenai UU Pertanahan diantaranya tingkat Pendidikan warga Minim dan
Media yang sangat terbatas, sehingga berupaya memberikan pemahaman dengan
bahasa yang sangat sederhana yang mudah di pahami oleh warga serta melengkapi
kebutuhan perlengkapan bersama team mahasiswa untuk mewujudkan kegiatan
Penyuluhan di kelurahan Segoro Tambak.

4.3 Hasil yang dicapai di Sesuaikan Materi

Setelah melakukan kegiatan Sosialisasi dan Penyuluhan hukum dalam rangka


kuliah kerja mahasiswa adapun beberapa hasil yang telah dicapai yaitu :

18
1. Kegiatan penyuluhan hukum dapat berjalan dengan sesuai materi yang telah
direncanakan.
2. Kegiatan Penyuluhan hukum mengenai UU Pertanahan Tentang perlindungan
anak memberikan tambahan wawasan kepada warga Bagaimana Hukum
mengatur pertanahan di Indonesia serta Prosedur pembuatan sertifikat tanah.

4.4 Program Tindak Lanjut

Program tindak lanjut dari kegiatan yang telah dilaksanakan adalah :

1. Kegiatan penyuluhan hukum dapat dilakukan pada generasi masa Kuliah Kerja
Nyata (KKN) generasi yang akan datang, untuk meneruskan dan
mengembangkannya.
2. Hasil dari kegiatan penyuluhan hukum ini dapat dilanjutkan dalam kegiatan
sadar hukum.

19
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penjelasan di atas mengenai Persamaan hak dalam memperoleh hak atas
tanah memang UUD 1945 dan UUPA telah mengaturnya dengan rinci, akan tetapi yang
salah adalah masalah penerapannya dalam masyarakat. Ditinjau dari berbagai daerah
tentang permasalahn ini, persamaan hak memang kadang dikesampingkan akibat
kepentingan-kepentingan tertentu. Pemebedaan perlakuan terhadap masyarakat grass
root (kalangan akar rumput) secara nyata terjadi dalam berbagai daerah. Masyarakat
kalangan high class cenderung mendapatkan apa yang mereka inginkan. Karena dengan
gampangnya melakukan lobi-lobi dengan aparat hukum. Hukum tidak lagi menegakkan
keadilan, tapi meniadakan keadilan.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) :

Setelah kami adakan Penyuluhan kami sarankan warga segera memproses pendaftaran
tanahnya sesuai amanat perundang undangan.Serta berkomunikasi baik dengan aparat
desa agar terjadi pemahaman yang lebih baik dan sebaliknya.

Dan adanya perubahan perilaku warga mitra KKN dalam penanganan sengketa
pemilikan tanah dan memahami prosedur pemilikan/perolehan tanah maupun
penyerahan tanah sesuai peraturan perundangan-undangan di lingkungan lokasi KKN.

20
DAFTAR PUSTAKA

Muljadi, Kartini dan Gunawan wijaya. Hak-hak atas tanah, (Jakarta:Kencana Prenada
Media group), 2007

Santoso, Urip, Hukum Agraria & hak-hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group), 2005

Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika) 2007

Undang Undang :

Peraturan Pemerintah (PP) No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 (L.N. 1953, No. 14, T.L.N. No. 362).

UUPA TAHUN 1960

PP NO 24 TAHUN 1997

21

You might also like