Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak merupakan aset yang menentukan kelangsungan hidup, kualitas dan kejayaan suatu
bangsa di masa mendatang. Oleh karena itu anak perlu dikondisikan agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal dan dididik sebaik mungkin agar di masa depan dapat menjadi
generasi penerus yang berkarakter serta berkepribadian baik. Keluarga adalah lingkungan yang
pertama dan utama dikenal oleh anak. Karenanya keluarga sering dikatakan sebagai primary
group. Alasannya, institusi terkecil dalam masyarakat ini telah mempengaruhi perkembangan
individu anggota-anggotanya, termasuk sang anak. Kelompok inilah yang melahirkan individu
dengan berbagai bentuk kepribadiannya di masyarakat. Oleh karena itu tidaklah dapat dipungkiri
bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas sebagai penerus
keturunan saja. Mengingat banyak hal-hal mengenai kepribadian seseorang yang dapat dirunut
Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan
kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting
sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga - keluarga yang merupakan fondasi masyarakat
lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa
berbagai masalah masyarakat seperti kejahatan seksual dan kekerasan yang merajalela, serta
segala macam kebobrokan di masyarakat merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan
perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB (dalam Megawangi, 2003), fungsi
utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak,
merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi Departemen
Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran,
semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan
Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama
kepribadian pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi - institusi lain di luar keluarga
(termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak
akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkepribadian baik. Oleh karena itu,
setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa kepribadian bangsa bangsa sangat tergantung
Hasil penelitian Rohner menunjukkan bahwa pengaruh komunikasi orang tua yang
menerima membuat anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga, dan diberi dukungan
oleh orang tuanya. Komunikasi keluarga yang baik sangat mendukung pembentukan kepribadian
yang pro-sosial, percaya diri, dan mandiri namun sangat peduli dengan lingkungannya.
Sementara itu, Komunikasi keluarga yang kurang baik dapat membuat anak merasa tidak
diterima, tidak disayang, dikecilkan, bahkan dibenci oleh orang tuanya. Anak-anak yang
mengalami penolakan dari orang tuanya akan menjadi pribadi yang tidak mandiri, atau kelihatan
mandiri tetapi tidak mempedulikan orang lain. Selain itu anak ini akan cepat tersinggung, dan
berpandangan negatif terhadap orang lain dan terhadap kehidupannya, bersikap sangat agresif
kepada orang lain, atau merasa minder dan tidak merasa dirinya berharga.
Banyaknya anak yang terlibat dalam tindak kenakalan anak baik berupa tindak kekerasan,
menyalahgunakan narkoba, merupakan salah satu bentuk gagalnya pendidikan terhadap anak.Era
globalisasi memang telah mengubah segalanya. Beratnya persaingan hidup telah menyebabkan
orang lupa memperhatikan kebutuhan anak karena sibuk mencari nafkah. Sementara
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan budaya luar baik atau
buruk mengalir bagitu derasnya. Dampaknya bila tidak ada pengawasan dan bimbingan yang
cukup buruk dari luar. Oleh karenanya, sejak dini pada anak perlu ditanamkan nailai-nilai moral
sebagai pengatur sikap dan perilaku individu dalam melakukan interaksi sosial di lingkungan
Berdasarkan uraian diatas kami mencoba untuk mengupas permasalahan tersebut dengan
Timur.
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sejauh mana pengaruh peran keluarga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
[
A. PENGERTIAN KELUARGA
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa
orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan.
Ada beberapa jenis keluarga, yakni: keluarga inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak
atau anak-anak, keluarga konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak-
anak mereka, di mana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orang tua.
Selain itu terdapat juga keluarga luas yang ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga
aslinya. Keluarga luas ini meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keluarga
nenek.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang
berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam keluarga
didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai
peranan yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut, Ayah sebagai suami dari istri dan
anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari
kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Sebagai istri dan ibu
dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh
dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya
serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan
psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan tugas pokok sebagai berikut:
1. Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk
2. Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota
3. Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota
4. Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana
anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota
keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam
keluarga.
5. Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan
anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan
6. Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur
7. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam
keluarga, seperti acara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan
lainnya.
8. Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi
selanjutnya.
9. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman di antara keluarga, serta membina
B. PENDIDIKAN KARAKTER
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona,
tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif, dan pelaksanaannya pun
Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan
emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena
dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk
Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph
Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif
ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang
disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa
percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa
empati, dan kemampuan berkomunikasi
Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di
masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen
ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan
emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya.
Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak
ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau
mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi
oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama,
karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggung jawab; ketiga,
kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-
menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh,
kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter
Lingkungan keluarga menjadi faktor penting dalam menanamkan pendidikan karakter anak,
di luar faktor pendidikan di sekolah serta lingkungan sosial. Lingkungan keluarga ini, bisa
dimulai dari situasi dalam keluarga dan pola pendidikan yang dilakukan.
Jika pola pendidikan karakter di tengah keluarga sudah terbangun dengan baik, dengan
sendirinya anak akan lebih mudah untuk menerima pendidikan karakter di sekolah. Demikian
pula saat anak harus bersinggungan dengan lingkungan sosial, sebab persoalan yang sekarang
jamak terjadi saat ini banyak orang tua yang stres dan depresi akibat persoalan hidup yang
kompleks. Pada situasi ini bagaimana mungkin orang tua mampu memberikan pendidikan
karakter yang dibutuhkan. Untuk menanamkan pendidikan karakter yang baik dari keluarga perlu
dilihat dulu kondisi orang tua. Yang paling penting, membuang depresi kedua orang tua di tengah
kepada sekolah. Persoalan baru pun muncul saat para pengajar (guru) yang harusnya bisa
memberikan pendidikan karakter ini juga sudah membawa stres dari rumahnya. Ditambah
dengan lingkungan sosial si anak yang kurang mendukung, jadilah masalah pendidikan karakter
ini mandeg. Kalau sudah kompleks tidak ada yang mau disalahkan dalam kegagalan
Dalam masyarakat kita, sering ada anggapan bahwa tugas seorang ayah bekerja mencari
nafkah untuk menghidupi keluarga dan tugas seorang ibu membimbing dan mendidik anak serta
mengurusi pekerjaan rumah tangga. Anggapan seperti itu pun mengalami perkembangan dua
arah. Arah yang pertama, ada seorang ayah yang mempertahankan anggapan itu sehingga tidak
mau tahu urusan perawatan anak. Dalam pandangan ini ayah tidak mau menggendong,
memandikan, mengganti pakaian, menghibur anak dan tidak menyediakan waktu untuk
membantu pekerjaan urusan dapur dalam suasana keluarga repot sekali pun. Arah yang kedua,
seorang ayah yang toleransi terhadap tugas ibu rumah tangga dengan rasa senang bersedia
merawat, berkomunikasi dengan anak dan mau membantu mencuci pakaian keluarga.
Untuk menjaga keutuhan keluarga, arah yang ke dua di atas cenderung untuk berkembang.
Tentu hal ini sangat berhubungan dengan pendidikan, wawasan dan sikap seorang laki-laki /
ayah. Pendidikan yang dimiliki seharusnya dapat mengantarkan wawasan bahwa ayah
Anak merupakan bagian dari keluarga. Oleh karenanya secara alami peran ayah terhadap
anak tak bisa dilimpahkan begitu saja kepada ibu. Sikap ayah akan berpengaruh terhadap pribadi
anak. Kehadiran ayah di depan anak mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap sikap dan
Anak merupakan karunia Allah SWT yang diberikan kepada pasangan suami isteri. Anak
pulalah sebagai buah hati suami isteri yang mendambakannya. Di tangan anak, masa depan
bergantung. Maka tidak keliru apabila anak diposisikan sebagai aset masa depan. Dengan
demikian anak mempunyai hak hidup yang layak untuk masa depan sebagaimana seorang ibu
dan ayahnya. Dari sinilah timbul suatu tanggung jawab orang tua terhadap anaknya untuk
mempersiapkan masa depan anak. Termasuk di dalamnya yang terpenting adalah pembentukan
Menyadari hal inilah mengingatkan ayah untuk tidak sekedar menanamkan benih kepada
isteri melainkan tugas mendidik dan membesarkan anak merupakan tanggung jawab ayah yang
tak terhindarkan. Membentuk anak agar mempunyai kepribadian yang baik sesuai dengan norma
norma yang berlaku tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Prosesnya cukup panjang
dan membutuhkan wawasan pendidikan serta strategi yang tidak asal jalan. Tugas ini tidaklah
enteng sehingga apabila semuanya dilimpahkan kepada seorang ibu akan merupakan beban berat
Pendidikan untuk anak harus kita lakukan. Proses ini bertujuan untuk membimbing anak ke
arah kedewasaan supaya anak dapat memperoleh keseimbangan antara perasaan dan akal budaya
serta dapat mewujudkan keseimbangan dalam perbuatannya kelak. Dalam teori tabularasanya
John Lock, seorang bayi diibaratkan kertas putih bersih tak berwarna, apa yang kita goreskan
Walaupun tidak sepenuhnya pendapat John Lock di atas harus dianut, setidaknya memberi
pemahaman kepada kita bahwa pendidikan ( terlebih pendidikan agama ) sangat penting kita
berikan kepada anak. Dan orang tua menurut hadits di atas adalah ibu dan ayah. Anak yang kita
didik dengan rasa senang, ikhlas dan menurut rel Al-Quran, insya Allah anak kita menjadi anak
Dalam berperilaku, biasanya anak mengambil contoh tauladan dari perilaku orang yang
dilihatnya. Tak mengherankan apabila orang yang terdekatlah sebagai sosok idola bagi perilaku
anak. Dan orang terdekat itulah ibu dan bapak. Anak-anak itu merupakan peniru terbesar di
dunia ini. Mereka terus-menerus meniru apa yang dilihat dan menyimpan apa yang didengar.
Sebutir contoh tauladan perilaku yang baik lebih efektif guna membelajarkan anak
daripada seabrek kata-kata. Teladan itu menyediakan isyarat-isyarat non verbal yang berarti
Mengapa anak perlu dibelajarkan pada sikap-sikap terpuji ? Jawabnya adalah sebagai
pedoman dalam kehidupan di masa depan ? Daniel Goleman dalam bukunya Emotional
Quotient) melulu. Menurut hasil penelitiannya, kesuksesan hidup 80% ditentukan oleh EQ
mempengaruhinya.
Pandangan terbaru yang didasarkan atas penelitian yang jeli dan teliti ini menyadarkan kita
untuk memberdayakan potensi EQ dan SQ anak generasi masa depan. IQ yang selama ini dipuja-
puja sebagai penentu kesuksesan hidup ternyata tidak benar. Banyak contoh yang dapat kita
kemukakan berkaitan dengan peran IQ dalam meraih kesuksesan hidup. Tidak sedikit pejabat
yang IQ- nya tinggi kejeblos dalam penjara gara-gara melakukan korupsi uang rakyat. Orang
pintar memiliki IQ tinggi menjadi anak buah perusahaan. Padahal, pemilik perusahaan IQ- nya
Berkaitan dengan kesuksesan hidup yang kontribusinya lebih besar ditentukan oleh sikap
seseorang maka perlu sekali adanya garis penuntun bagi generasi masa depan agar berjalan
terarah menuju suatu titik kesuksesan hidup. Garis penuntun saja tidak cukup maka perlu adanya
proses latihan melakukan sikap-sikap seperti dalam garis penuntun. Inilah yang dimaksud proses
pembelajaran.
Proses ini akan sangat bermakna dan bersarang di dalam memori dengan kuat apabila
pembelajaran melakukan sikap-sikap seperti dalam garis penuntun dimulai sejak anak belum
dewasa. Kiranya sangat wajar apabila ada orang tua yang telah melakukan pembelajaran bagi
anak-anaknya dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan penanaman sikap-sikap positif yang
C. HIPOTESIS
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah; ada hubungan positif antara
peran keluarga dengan pendidikan karakter anak. Hal ini berarti pembentukan karakter anak
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
B. Defenisi Operasional
a. Peran keluarga adalah seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan
dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu dalam hal ini peran orang tua terhadap anaknya.
b. Pendidikan karakter anak adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek
pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action), yang harus ditanamkan
C. Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2012 Universitas Indonesia
timur yang berjumlah 45 orang. Jumlah subjek dibawah 100 orang memungkinkan untuk diteliti
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan gabungan
1. Uji Validitas
Uji validitas dimasukkan untuk mengetahui tingkat validitas instrumen penelitian yang
digunakan. Validitas berarti sejauh mana ketetapan dan kecermatan suatu alat dalam melakukan
fungsi ukurnya. Sebuah instrumen harus mampu mengukur apa yang seharusnya diukur sehingga
Validitas dinyatakan secara empiris oleh suatu koefisien validitas tertentu. Koefisien
validitas memiliki makna jika bergerak dari 0.00 sampai 1.00 dan batas minimum koefisien
korelasi sudah dianggap memuaskan jika nilai r = 0.30 (Azwar, 1999). Uji validitas butir skala
dukungan sosial dan stress kerja menggunakan Pearson Product Moment dengan bantuan
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana alat ukur mempunyai konsistensi relatif
tetap jika dilakukan pengukuran ulang terhadap subjek yang sama. Makin tinggi koefisien
komponen angka yang seberapa besar tingkat korelasi dan bertanda positif atau negatif yang
berarti arah hubungan antara 0.00 sampai 1.00 . besar koefisien relibialitas yang baik adalah
sebesar mungkin. Bila koefisien relibialitas makin mendekati 1.00 berati terdapat konsistensi
Alpha Cronbach dengan bantuan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 12.0 for
windows
a. Skala kepemimpinan partisipatif dengan jumlah butir yang valid adalah 25 dengan koefisien
Alpha 0.915
b. Skala komitmen organisasi dengan jumlah butir yang valid adalah 20 dengan koefisien Alpha
0.849
Tehnik analisis ini digunakan untuk menguji menggunakan korelasi product moment.
Sebelum uji hipotesis dilakukan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji linieritas.