Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
Oleh
SULHAN WAHIB
NIM. 3221103023
1
2
STUDI KOMPARASI ANTARA HIBAH DAN RISYWAH
MENURUT PANDANGAN PEMUKA AGAMA ISLAM DI
KECAMATAN REJOTANGAN KABUPATEN TULUNGAGUNG
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam
Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu Hukum Ekonomi Syariah
Oleh :
SULHAN WAHIB
NIM. 3221103023
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) TULUNGAGUNG
2014
3
4
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah melimpahkan
karunia dan nikmatnya, sehingga laporan penelitian ini dapat dapat terselesaikan.
Shalawat dan salam semoga senantiasa abadi tercurahkan kepada junjungan Nabi
Akhir Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari masa kegelapan
2. Bapak. Dr. H. Asmawi, M,Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu
laporan ini.
6. Semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian penulisan laporan ini.
6
Semoga Laporan Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua,
laporan ini tentunya masih terdapat kekurangan dan kelemahan didalamnya, maka
dari itu saya mohon kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan
laporan ini. Semoga karya ini bermanfaat dan mendapat ridlo dari Allah SWT.
Sulhan Wahib
NIM: 3221103023
7
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PERSETUJUAN iv
HALAMAN PENGESAHAN v
HALAMAN PERSEMBAHAN vi
DAFTAR ISI x
ABSTRAK xv
BAB I PENDAHULUAN
B. Fokus Penelitian 7
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 8
E. Penegasan Istilah 8
F. Sistematika Pembahasan 9
A. Akad 11
a. Pengertian Akad 11
8
b. Syarat-Syarat dan Rukun Akad 12
c. Macam-Macam Akad 15
d. Azas-Azas Akad 18
f. Berakhirnya Akad 23
B. Hibah 25
a. Pengertian Hibah 25
d. Macam-Macam Hibah 28
C. Risywah 35
a. Pengertian 38
b. Unsur-Unsur Risywah 36
c. Hukum Risywah 38
d. Macam-Macam Risywah 40
D. Penelitian Terdahulu 43
A. Jenis Penelitian 46
B. Lokasi Penelitian 48
C. Kehadiran Peneliti 48
9
D. Sumber Data 48
H. Tahap-Tahap Penelitian 51
A. Paparan Data 53
B. Temuan Penelitian 53
C. Pembahasan 65
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN 73
B. SARAN 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN LAMPIRAN
10
DAFTAR LAMPIRAN
11
ABSTRAK
Sulhan Wahib, NIM 3221103023, Tahun 2014, Studi Komparasi Antara Hibah
dan Risywah (Menurut Pemuka Agama di Kecamatan Rejotangan
Kabupaten Tulungagung. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah
dan Ilmu Hukum, Pembimbing: Bpk. H. Dr. Asmawi, M.Ag.
Kata kunci: Akad, Hibah, Risywah.
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
lainnya, maka sudah sewajarnya jika manusia selalu memiliki hasrat untuk
semakin cerdas, jujur dan mengikuti peraturan yang ada dengan tanpa
Karena secara umum yang dipandang atau dijadikan tolok ukur dalam
status sosial adalah tingkat perekonomian, maka ini melahirkan sebuah kasta-
seharusnya hal tersebut menjadi motivasi dan semangat baru agar setiap
:
( )
13
Dari Ibnu Qutaibah R.A, rasulullah SAW bersabda: bekerjalah kamu
seakan kamu akan hidup selamanya dan beribadahlah kamu seakan
kamu akan mati esok pagi.(HR. Baihaqi).1
Hanya ada satu cara yang bisa dilakukan untuk bisa mendapatkan harta,
yaitu dengan bekerja. Dari pekerjaan ini akan muncul berbagai jenis kegiatan
misalnya, maka emas tersebut tidak akan pernah bermanfaat jika orang
tersebut tinggal di dalam hutan yang jauh dari manusia dan tidak dapat
kebutuhannya. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memutar harta,
semua hukumnya halal, melainkan ada juga yang hukum awalnya wajib
berubah menjadi haram. Seperti zakat fitrah yang hukum awalnya adalah
wajib, maka dapat berubah menjadi tidak wajib jika yang bersangkutan tidak
sunnah, maka dapat berubah menjadi haram jika dilakukan dengan dasar tidak
14
ikhlas atau didasarkan dengan tujuan untuk mendapatkan hal- hal tertentu
Atau bisa melakukan transaksi antar dua orang atau lebih untuk
manusia sebagai mahluk sosial. Hal ini dikarenakan manusia tidak mampu
menolong atas dasar perbuatan yang baik dan tidak melanggar hukum serta
bermanfaat.
beras untuk dapat sampai ke konsumen, mulai dari petani yang menanam padi
benar-benar kering, kemudian digiling hingga menjadi beras, setelah itu oleh
membutuhkan sikap saling tolong menolong antar manusia lainnya. Ini tidak
transaksional, maka ia akan menjadi sosok yang seakan serakah, yang hanya
lainnya.
15
Hibah sebagai salah satu contoh dari hubungan dua manusia yang tidak
seharusnya hibah ini menjadi salah satu dasar sebagai tindakan manusia untuk
imbalan apapun.
ditempuh oleh manusia saat ini, sebagai bukti dari bertambahnya kesadaran
kenangan yang tidak dapat terwujud sepenuhnya. Hal ini terbukti dengan
hukum. Memberikan sejumlah harta dengan alasan sebagai hibah akan tetapi
masalah baru yang akan diterima oleh pemberi atau penerima harta tersebut.
Hibah dan risywah adalah dua akad yang berbeda dimata hukum.
Hibah memiliki hukum halal (mubah) dan risywah para Ulama secara umum
16
telah meyepakati keharamannya. Maka sudah tentu hal ini tidak perlu
diragukan lagi, harta yang diberikanpun menjadi haram, karena syarat harta
halal adalah halal dari cara memperoleh dan halal dari dzat benda tersebut.
sehingga meskipun harta yang dijadikan sebagai obyek risywah adalah harta
yang halal secara dzatnya, akan tetapi akan menjadi haram karena diberikan
tidak atas dasar keikhlasan melainkan untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
Hal ini tidak hanya terjadi kepada para pejabat tinggi saja, melainkan
Rejotangan yang juga tidak luput dari hal- hal tersebut diatas.
maka sudah menjadi hal yang wajar jika mendapatkan perhatian khusus
adanya praktik suap yang sering menjamur ketika musim pemilu tiba.
hal yang wajar di masyarakat, akan tetapi di kalangan para pemuka agama
17
diperoleh dari pemberian para kandidat dalam pemilu, maka di kecamatan
dalam setiap pemuka agama Islam pasti memiliki konsep pemikiran yang
Selain itu, juga pernah terjadi kasus yang sempat menjadi berita hangat,
menolak menikahkan diluar jam dan hari kerja. 2 Sehingga mereka hanya akan
menikahkan di hari dan jam kerja saja serta biaya pernikahan yang tidak
boleh lebih dari Rp. 30.000,- Seharusnya ini dipatuhi oleh semua penghulu
yang ada diwilayah Jawa Timur termasuk didalamnya adalah penghulu yang
Akan tetapi tidak demikian yang terjadi, di salah satu desa di Kec.
Rejotangan, yang mana salah satu keluarga pernah menikahkan salah satu
putranya di luar jam kerja dan dengan tarif hingga Rp. 150.000,- 3 hal tersebut
secara aturan memang melanggar hukum, akan tetapi dengan alasan yang
berbeda mungkin akan menjadi tidak melanggar hukum. Atas dasar inilah
2 http://www.antaranews.com/berita/408845/ketika-penghulu-menolak-menikahkan-di-hari-libur,
diakses pada 6 Mei 2014, Pkl. 12.00 WIB
3 Hasil wawancara dengan Mbk Alfiah pada hari ahad, 23 April 2014
18
B. Fokus Penelitian
Kabupaten Tulungagung?
C. Tujuan Penelitian
Tulungagung.
19
4. Untuk mengetahui bagaimana hukum risywah, jika risywah tersebut
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis.
sendiri dan semua pihak terkait mengenai perbedaan hibah dan risywah.
E. Penegasan Istilah
1. konseptual
20
b. Akad adalah pertemuan ijab dan Kabul sebagai pernyataan kehendak
dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada
obyeknya.5
hak milik seseorang kepada orang lain diwaktu ia masih hidup tanpa
2. Operasional.
hibah dan risywah menurut para pemuka agama Islam yang berada di
Untuk mencapai tujuan penulisan skripsi ini, sebagai karya ilmiah harus
6 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 208-
209
7 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Keuangan. ( Jakarta: Jajawali Pers, 2009), hal. 45
21
BAB I: Pendahuluan, dalam bab ini membahas mengenai : latar
BAB II: Kajian Pustaka, dalam kajian pustaka ini akan dibahas
BAB III: Metode penelitian, dalam bab ini membahas mengenai : jenis
tahapan penelitian.
terkait.
22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Akad
1. Pengertian Akad.
"segala yang keluar dari seorang manusia dengan kehendaknya dan
syara menetapkan hukum haknya."8
dilakukan dengan usaha atau dengan anggota badannya yang lain dengan
lisan.
8 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 43
9 Ibid., hal. 45
23
sedangkan menurut bahasa, istilah al-aqad, memiliki arti sebagai ikatan
qabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan
kegiatan. Meskipun syarat bukan bukan bagian dari dalam sebuah kegiatan
dalam, akan tetapi jika syarat ini tidak terpenuhi salah satu saja, maka
kegiatan yang dilakukan akan menjadi tidak sah atau batal demi hukum.
Atas alasan inilah mengapa syarat menjadi suatu yang harus dilaksanakan
sebagai suatu bagian yang harus ada dalam sebuah kegiatan ketika
akad dapat dilakukan dengan mudah, akan tetapi juga terdapat syarat-
syarat yang melekat dan harus dilaksanakan sebelum atau sesudah akad
10 Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqih Muamalah Sistem Transaksi Islam, (Jakarta:
Amzah, 2010), hal. 15
24
tersebut selesai dilaksanakan dan rukun yang harus dilaksanakan ketika
b. Nahallul aqad atau obyek akad, yaitu sesuatu yang hendak diakadkan
2. Aqil (berakal)
3. Tamyis atau dapat membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk
tekanan15
13 Ibid., hal. 86
14 Ibid., hal. 81
25
b. Nahallul aqad atau obyek akad dapat menerima hukumnya. Adapun
tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal,16 artinya
harta yang dijadikan sebagai obyek akad adalah harta yang halal,
baik dari cara mendapatkannya ataupun juga dari dzat benda itu
sendiri.
c. Sighat akad (ijab qobul). Ijab adalah permulaan penjelasan yang keluar
pihak yang berakad pula, yang diucapkan setelah adanya ijab. Adapun
d. Maudhu Al-Aqad atau tujuan akad. Tujuan akad disyaratkan harus jelas
sesuatu yang jelas, akan tetapi melanggar syara maka bisa dipastikan
16 Didin Hafidudin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2004),
hal 20
18 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003), hal. 108
26
akad tersebut tidak sah, seperti menjual anggur kepada pabrik minuman
3. Macam-Macam Akad
Pada dasarnya akad terbagi menjadi tiga macam, yaitu akad munjis,
selesainya akad.
20 Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
hal.165
27
Selain tiga jenis akad tersebut, akad masih diklasifikasikan menjadi
2. Akad mamnuah atau akad yang dilarang oleh syara (seperti menjual
b. Menurut keabsahannya
1. Akad ghoiru shohih adalah akad yang mana kedua belah pihak
rusak dan karena rukunnya tidak terpenuhi maka akad ini adalah
22 Ibid., hal. 36
28
1. Akad ainiyah atau akad yang harus disempurnakan dengan
wadhiah).
pernikahan).
tertentu.27
1. Akad nafidz adalah akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-
29
bertindak atas kehendak hukum, tetapi dia tidak memiliki kekuasaan
1. Akad lazim atau akad yang tidak dapat dibatalkan oleh salah satu
2. Akad ghoiru lazim atau akad yang dapat dibatalkan oleh salah satu
1. Akad muawadhah atau akad yang berlaku atas dasar timbal balik.
2. Akad tabarruat atau akad yang berlaku atas dasar pemberian dan
pertolongan.
h. Menurut tujuannya.
31 Veitzal Rivai, Islamic Transaction Law In Business dari Teori ke Praktik, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2011), hal. 10-11
33 Ibid., hal. 39
30
2. Akad istimrar atau akad yang dalam pelaksanannya membutuhkan
2. Akad thabiyah adalah akad yang memerlukan adanya akad yang lain
(seperti rahn, tidak akan dilakukan rahn jika tidak ada hutang).
4. Azas-Azas Akad
kegiatan, yang mana azas ini menjadi sebuah dasar kebenaran yang
menjadi pokok utama dalam berfikir. Seperti azas yang dikenal dalam
Islam, maka semua tindakan akan didasarkan pada Al-Quran dan Al-
Hadits. Sehingga jika dalam tindakan sehari hari terdapat perbuatan yang
yang melanggar hukum. Begitu pula dalam akad, azas yang dijadikan
sebagai patokan adalah hukum yang berlaku pada saat ini, baik itu hukum
adalah Al-Quran dan Al-Hadits. Akan tetapi tidak semua ayat dan hadits
a. Azas Ilahiah, hal ini dirujuk pada QS Al-Hadid ayat 4, sebagai berikut:
31
dandia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan35
oleh para pihak. Apabila telah disepakati bentuk dan isinya, maka
32
beda dan memiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing. Manusia
tercipta untuk saling melengkapi. Dalam akad, pasti memuat hak dan
kewajiban dari para pihak yang melakukan akad, namun hak dan
pelaku akad, hal ini tercantum dalam QS. An-Nahl ayat 71 sebagai
berikut:
dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari
sebagian yang lain dalam hal rezki39
d. Azas keadilan
Islam.40
e. Azas kerelaan
Setiap akad yang dilakukan, maka harus terdapat kerelaan antar pihak
yang melakukan akad. Karena jika sebuah akad dilakukan atas dasar
33
iktikad baik bagi kedua belah pihak, sehingga hak dan kewajiban dari
f. Azas kejujuran
Sifat jujur dalam kehidupan memang menjadi salah satu hal pokok.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu
kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang
benar41
g. Azas tertulis
yang sesungguhnya.
34
Subyek hukum adalah mereka yang memiliki kecakapan untuk
prestasinya. Jika salah satu pihak tidak memenuhi prestasinya, maka akan
seharga dengan air mineral tersebut dan selain itu ia juga berhak untuk
kewajiban dari penjual adalah menyerahkan air mineral yang dibeli oleh
pembeli dan hak dari penjual adalah menerima sejumlah uang seharga air
mineral tersebut.
ada satupun yang dirugikan atau merasa ditipu. Hal ini sangat penting
adanya karena manusia yang hidup secara sosial dan harus saling
6. Berakhirnya Akad
35
Akad yang dilaksanakan setelah terjadi kesepakatan oleh para pihak
yang melakukan akad. Akan tetapi dalam masalah pengakhiran suatu akad,
dengan kata lain jika sebuah akad telah selesai dilaksanakan maka akad
yaitu ketika sebelum akad tersebut selesai dilaksanakan dan ketika akad
oleh adanya urbun, karena tidak dilaksanakan dan karena mustahil untuk
dilaksanakan.
Apabila suatu akad telah memenuhi rukun dan syaratnya sesuai dengan
akad tersebut tidak dapat dibatalkan oleh para pihak yang melakukan
pihak yang telah melakukan akad. Jika kedua pihak sepakat untuk
membatalkan, maka akad tersebut akan batal dan jika tidak, maka akad
36
Urbun terjadi karena adanya tindakan hukum para pihak yang
urbun) dan jika pihak kedua (penerima urbun) yang membatalkan akad,
Secara umum, para pihak yang melakukan akad akan mandapatkan hak
oleh alasan eksternal, maka akad batal dengan sendirinya tanpa perlu
adalah sebesar Rp. 15.000.000,- per bulan. Pengusaha tidak akan dapat
37
sekali, sehingga menjadi mustahil jika setiap bulan harus membayar
B. Hibah
1. Pengertian Hibah
kepada orang lain.46 Selain itu, hibah juga diartikan sebagai pemberian,
hal ini karena didalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 38 telah
sebagai berikut:
di sanalah Zakariya mendoa kepada Tuhannya seraya berkata:
"Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik.
Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa".47
dijual atau piutang oleh orang ahli tabarru dengan tanpa ada pertukaran.48
46 Hendi Suhendi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Fiqh Muamalah, 2002), Hal. 209
48 Syeh Zainuddin bin Muhammad al Ghozaly al Malibary, Fathul Muin jilid 2, terj.
Aliy Asad, Fathul Muin, (Yogyakarta: Menara Kudus, Tanpa Tahun), hal. 324
38
menerima penyerahan itu.49 Hibah yang berarti pemberian, maka pemberi
harus benar-benar rela melepas harta yang telah dia berikan kepada orang
lain dengan tanpa meminta atau sekedar mengharap imbalan dari orang
lain dan tanpa sebab apapun. Jika seseorang memberikan sejumlah harta
kepada orang lain dengan tujuan untuk memuliakannya maka hal itu
disebut dengan hadiah.50 Akan tetapi jika seseorang memberi dengan tanpa
mengharap imbalan apapun selain ridlo dari Allah SWT maka itu disebut
a. Al-Quran
50 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam), (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
1994), hal. 326
39
b. Al-Hadits
:
( )
diriwayatkan dari Abu Hurarirah r.a bahwa Nabi SAW bersabda:
sekiranya saya diundang untuk makan sepotong kaki binatang, pasti
saya kabulkan undangan tersebut; begitu juga kalau sepotong kaki
binatang dihadiahkan kepada saya, tentu akan saya terima (HR.
Bukhori)54
53 Ibid., hal. 21
54 Al-Imam Zainudun Ahmad bin Abd Al-Lathif Az-Zabidi, Mukhtshar Shahih Al-
Bukhari Al-Musamma, terj. Achmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hal. 432
40
a. Shighat (ijab Qobul)
hibah
c. Ada yang memberi dan diberi, untuk pemberi hibah maka disyaratkan
bahwa58:
41
d. Tidak ada unsur paksaan
a. Hibah Umra
sesuatu kepada orang lain, maka akan berkata kepadanya saya berikan
masih hidup dan harus dikembalikan oleh ahli waris jika si penerima
telah meninggal.
b. Hibah Ruqba
Hibah ruqba adalah hibah yang akan memiliki kejelasan hukum jika
orang lain harus diapresiaisi positif, karena sudah berniat baik kepada
60 Miftah Noor Rosyid, Analisis Terhadap Pendapat Imam Malik Tentang Kebolehan Hibah
Umra, (Semarang, Skripsi Tidak Diterbitkan, 2010), Hal. 20
61 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal.
215
42
orang lain dan juga menjaga keharmonisan hidup sesama manusia. Selain
itu, dia juga telah melaksanakan transfer harta kepada mereka yang
:
( )
orang lain baik kepada sesama Islam ataupun dengan non Muslim. Hal ini
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
62 Al-Imam Zainudun Ahmad bin Abd Al-Lathif Az-Zabidi, Mukhtshar Shahih, hal. 536
43
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya63
tetapi didasari dengan rasa ikhlas dari pemberi, secara umum penerima
pemberian dari orang lain, maka itu sudah membuat bahagia orang lain
selaku pemberi dan praktis itu juga sudah memberikan sebuah rasa saling
Dengan niat baik dan keikhlasan yang tinggi dari pemberi hibah dan
pula.
kepada umat manusia mengenai tata cara untuk menolak pemberian dari
orang lain dengan cara yang halus dan sopan, adapun cara-cara menolak
berikut:
44
a. Hindari menolak pemberian atau permintaan dari orang lain
:
( )
Diriwayatkan dari Annas r.a, dia berkata Nabi SAW bersabda: tidak
pernah menolak hadiah berupa wewangian. (H.R. Al-Bukhori)64
dengan niat dan cara yang baik. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi
berikut:
:
:
( )
Dari Amirul Muminin yakni Abu Hafsh Umar bin Al Khotob RA.
Dia berkata: aku telah mendengar Rosulullah SAW bersabda:
sesungguhnya sahnya amalan-amalan itu hanya dengan niat dan
sesungguhnya bagi setiap seorang apa yang menjadi niatnya . )
H.R. Bukhori)65
saudaranya, tetapi harus bersikap lemah lembut, penuh cinta dan kasih
yang tulus.66
64 Al-Imam Zainudun Ahmad bin Abd Al-Lathif Az-Zabidi, Mukhtshar Shahih, hal.
536
65 Imam Nawawi, Hadits Arbain Nawawi, Terj. Abdul Murhaimin Asad, (Surabaya: Ar-
Rohmah, TT), Hal. 13-14
45
d. Niat baik dalam menolak
Jika memang harus menolak pemberian dari orang lain, maka harus
disertai dengan alasan yang baik dan masuk akal. Karena yang sering
syariat Islam maka harus ditolak, hal ini didasarkan pada firman Allah
(2) Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (3)
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.68
46
g. Memperhatikan tingkat ilmu lawan bicara
akan berakibat pada pemberi hibah akan memberi label buruk terhadap
h. Menghindari perdebatan
untuk mempertahankan pendapat yang tidak benar. Hal ini bukan tanpa
alasan, karena Allah telah berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 107):
dan janganlah kamu berdebat (untuk membela)
orang-orang yang mengkhianati dirinya.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa,69
69 Ibid, hal. 76
47
pada firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 125)
sebagai berikut:
"serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk".70
secara umum, harta yang telah diberikan masih tetap milik pemberi,
jika calon penerima hibah belum menerima harta tersebut meskipun calon
menarik kembali harta yang telah dihibahkan, meskipun disisi lain ahli
48
Sehingga jika calon penerima sudah menerima harta hibah, maka
,
):
(
yang telah dihibahkan adalah haram, selain itu juga memberikan efek
negatif kepada penerima hibah, karena dia akan merasa dipermainkan akan
C. RISYWAH
1. Pengertian Risywah
72 http://www.referensimakalah.com/2013/06/Suap-Risywah-menurut-Hukum-Islam-dan-
Hukum-Positif.html, diakses 20 maret 2014, pkl. 21.30 WIB
49
kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. 74
Sedangkan uang suap adalah uang yang diberikan kepada pengusaha atau
yang haq atau untuk membenarkan suatu yang batil. Dalam kitab Al-
74 Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Keuangan, (Jakarta: Jajawali Pers, 2009), Hal. 45
75 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Surabaya: PT Bina Ilmu Surabaya,
2003), hal. 462
76 http://abufawaz.wordpress.com/2012/10/05/suap-menyuap-yang-halal-dan-yang-haram-
dalam-agama-islam/, diakses pada 20 Maret 2014, pkl. 21.30 WIB
77 Buletin Jurdil edisi Larangan Politik UangMoney Politik FA, 02 Februari 2012
50
2. Unsur-Unsur Risywah
Unsur atau dalam istilah yang lain disebut dengan rukun, adalah
bagian yang tidak bisa dilepaskan dari sebuah tindakan. Dikarenakan unsur
merupakan suatu tindakan yang tidak bisa lepas dan memberikan suatu
kepastian hukum tertentu. Secara garis besar, unsur dalam suap memiliki
kesamaan dengan akad hibah, karena suap adalah hibah yang didasarkan
atas tujuan untuk suatu tindakkan yang dilarang oleh syari, seperti
membatalkan yang hak atau untuk membenarkan suatu yang batil. Selain
adalah:
orang lain berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka
syara, baik berupa perbuatan atau justru tidak berbuat apa-apa.79 Pada
adalah bukan para pejabat, seperti teman atau mungkin kepada orang
78 http://jabal-uhud.com/index.php?option=com_content&view=article&id=167:suap-dalam -
perspektif-islam&catid=28:khutbah-jumat&Itemid=48, diakses pada 20 Maret 2014, pkl 21.00
WIB
51
A kalau si A telah bolos sekolah, atau bisa juga seorang yang memiliki
b. Pemberi suap (Al-rasyi) yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang
atau jasa untuk mencapai tujuannya.80 Pemberi suap ini pada umumnya
c. Suapan atau harta yang diberikan.81 Harta yang dijadikan sebagai obyek
suap beraneka ragam, mulai dari uang, mobil, rumah, motor dan lain-
lain.
3. Hukum Risywah
pengadilan, salah satu pihak menyuap hakim dengan sejumlah uang yang
cukup besar untuk dimenangkan kasusnya, maka ini menjadi haram karena
hakim akan memberikan putusan yang tidak berdasar pada berita acara
80 Ibid., hal 11
81 Ibid
52
melakukan suap. Selain itu, tindakan risywah juga merupakan dari tindak
pidana korupsi, meskipun secara umum korupsi tidak hanya sebatas pada
penyalahgunaan wewenang yang ada unsur suapnya atau tidak ada unsur
suapnya.82
hukum risywah menurut Islam adalah haram, bahkan tidak hanya hartanya
saja, akan tetapi juga perantara, pemberi risywah, penerima risywah juga
a. Al-quran
dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
53
(jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui (Al-
baqoroh, 188)83
mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar
berita bohong, banyak memakan yang haram (Seperti
uang sogokan dan sebagainya) (Al-maidah, 42)84
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa
yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-
orang yang kafir (Al-maidah, 44)85
b. Al-hadits
:
( )
Dari tsauban berkata : Rasulullah saw melaknat orang yang
menyuap, yang disuap, dan perantara suapan, yakni orang yang
memberikan jalan atas keduanya, (HR. Ahmad) 86
84 Ibid., hal. 91
85 Ibid.
54
Secara umum, jenis risywah dapat diklasifikasikan menurut niat
orang lain dan dosa. Karena haq itu kekal dan batil itu sirna. 87
kebenaran yang hakiki, sedangkan sesuatu yang batil adalah suatu yang
untuk maksud diatas, dosanya adalah untuk yang menerima suap. 89 Para
mestinya diterima oleh pemberi risywah. Hal ini didasarkan pada kisah
55
orang yang tidak dikenal, maka ia memberinya uang dua dinar, yang
satunya dengan memberi suap kepada pihak terkait atau kepada pejabat
XXX dengan cara memberi uang kepada kepala sekolah sejumlah Rp.
10.000.000,-.
tetapi ada banyak cara yang dilakukan oleh seseorang guna menyamarkan
risywah:
a. Hadiah
Hadiah adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
91 Ibid., hal. 25
56
atau orang yang memiliki kekuasaan. Karena dikhawatirkan digunakan
D. Penelitian Terdahulu.
sebagai berikut:
92 Ibid., hal. 36
93 Ibid., hal. 35
57
skripsi Analisis Terhadap Pendapat Imam Malik Tentang Kebolehan
library research.95
yang mendesak.
pada hibah umra menurut Imam Malik saja, maka saya meneliti
96http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCUQFjAA&url=http%3A%2F
%2Feprints.undip.ac.id
%2F17645%2F1%2FPRASTOWO_HENDARSANTO.pdf&ei=0uQ4U7HkKISFrAeXsIGg
58
Dalam skripsi ini, Prastowo Hendarso menjelaskan mengenai hasil
Tulungagung.
AQ&usg=AFQjCNFWosMbOOyMrs2tWTyVfXuQGtmstA&bvm=bv.63808443,d.bmk,
diakses 31 maret 2014/ pkl 10.30 WIB
97 http://lib.umpo.ac.id/gdl/files/disk1/4/jkptumpo-gdl-pamujiadna-167-1-abstrak-i.pdf ,
diakses 31 maret 2014/ pkl 10.30 WIB
59
dengan sikap baik calon kepala desa kepada masyarakat seperti
Tulungagung.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
60
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau
membuat gambaran atau mencoba melihat suatu peristiwa atau gejala secara
deskriptif juga memiliki kelebihan yaitu: penelitian deskriptif ini sangat logis
diberikan disini tidak pada saat penelitian berlangsung. 101 Sehingga tugas dari
99 Suharsismi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) hal. 234
100 Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. (Yogyakarta: UII Press, 2005)
hal. 28
101 Subana, Dasar- Dasar Penelitian Ilmiah. (Bandung: Pustaka Setia, 2005) hal. 93
61
peneliti disini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan dan persamaan
melakukan dan atau menerima sejumlah harta risywah (suap). Risywah yang
Risywah yang haram hukumnya dan hibah yang halal, membuat para
penerima tidak menyadari kalau sebenarnya dia telah menerima suap. Selain
itu, harta yang telah dijadikan untuk menyuap dan penyuap membatalkan
keinginannya, maka apakah harta suap tersebut tetap menjadi haram ataukah
atau melakukan partisipasi (meneliti obyek menyeluruh dan terus menerus). 102
B. Lokasi Penelitian.
62
Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti akan memfokuskan
daerah obyek dari penelitian yang akan dilaksanakan. Lokasi dari penelitian
Banjarejo, Desa Tegalrejo, Desa Tenggur, Desa Tenggong, Desa Tugu, Desa
Panjer rejo, Desa, Karangsari, Desa Sukorejo, Desa Pakisrejo, Desa Blimbing
C. Kehadiran Peneliti
kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan dan peran serta masyarakat,
keberadaannya.
D. Sumber Data
Sumber data adalah subyek darimana data itu diperoleh. 105 Sumber data
meliputi data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diambil dari
sumber pertama yang ada dilapangan.106 Pada sumber data primer ini, peneliti
63
tremurun) dan lain-lain, yang diperoleh dari para pemuka agama Islam di
adalah sumber data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh dari buku-
buku dan situs- situs internet yang berkaitan dengan penelitian ini.
109 Ahmad Tanzeh dan Suyetno, Dasar-Dasar Penelitian, (Surabaya: eLKAF, 2006)
hal. 143
64
tambahan sehingga data yang diperlukan peneliti akan dapat seluruhnya
Dalam hal ini, peneliti mengumpulkan data dari narasumber yang terdiri
Kabupaten Tulungagung.
Teknik analisa data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.111 Adapun
65
7. Menuliskan model yang ditentukan.
Disini peneliti tidak hanya sekali atau dua kali, akan tetapi peneliti
H. Tahap-tahap Penelitian
66
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan 3 (tiga) tahap
penelitian, yaitu:
1. Tahap Perencanaan
instrument penelitian.114
2. Pelaksanaan
subyek dan obyek yang akan diteliti. Dalam tahap ini, terdiri dari
3. Penulisan Laporan
Tahap ini merupakan tahapan yang terakhir dari penelitian. Tahap ini
BAB IV
67
PAPARAN HASIL PENELITIAN
A. Paparan Data
Wilayah Kecamatan Rejotangan terdiri dai enam belas desa, yaitu Desa
Tanen, Desa Banjarejo, Desa Tegalrejo, Desa Tenggur, Desa Tenggong, Desa
Tugu, Desa Panjer Rejo, Desa, Karangsari, Desa Sukorejo, Desa Pakisrejo,
Desa Blimbing dan Desa Jatidowo. Akan tetapi tidak semua desa tersebut
Desa Karangsari.
B. Temuan Penelitian
1. Perbedaan Hibah dan Risywah menurut pandangan pemuka agama
Islam di Kecamatan Rejotangan Kabupaten Tulungagung
68
terletak pada praktiknya, yaitu sama-sama melakukan penyaluran harta
niat untuk melakukan, hibah dilakukan dengan niat tulus memberi dengan
benar.
maka informan yang dibutuhkan dalam hal ini adalah semua pemuka
69
sesuatu kepada orang lain yang didasarkan atas kerelaan dengan tanpa
mengharapkan imbalan apapun dan dari siapapun. Hal ini merupakan salah
satu bentuk dari penyaluran harta yang diperbolehkan dalam Islam. Selain
antar anggota masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari pemuka
berikut:
tuhannya.
kepada orang lain dengan tujuan-tujuan tertentu yang mana tujuan tersebut
adalah ditujukan untuk kepentingan pribadi dan merugikan orang lain. Hal
70
Risywah adalah pemberian yang disertai dengan harapan-harapan
tertentu dan harapan tersebut cenderung bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi.116
memiliki kebaikan yang lebih besar dari pada keburukannya dan sesuatu
lebih besar dari pada kebaikannya. Pada intinya para pemuka agama Islam
bahwa hukum dari risywah adalah haram. Akan tetapi tidak semua
benar. Jika demikian adanya, tentu saja hal ini telah melanggar hukum,
baik itu hukum agama ataupun hukum Negara. Lebih lanjut, para pemuka
116 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Mawahhibus Shomad, Dari Pondok Pesantren Al-
Falah, Desa Tenggur, Pada Hari Kamis 22 Mei 2014
117 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Khoir, Dari Pondok Pesantren Sirojuddin, Desa
Panjerrejo Pada Hari Rabu 21 Mei 2014
71
Jika demikian adanya, maka keharaman dari risywah tidak diragukan
Harta ketika telah disalurkan kepada orang lain, maka praktis harta
tersebut telah berpindah milik kepada orang yang menerima harta tersebut.
Sehingga ketika telah menjadi milik penerima harta tersebut, maka orang
masa yang mampu untuk menolong orang lain dan terkadang berada pada
keadaan yang membutuhkan bantuan orang lain. hal inilah yang mendasari
( )
Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
perumpamaan orang yang meminta kembali benda-benda yang
telah diberikan sama dengan anjing yang muntah kemudian
memakan kembali muntahannya itu (HR. Muslim.).119
118 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Asmungi, Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Desa
Sukorejo Pada Hari Sabtu 24 Mei 2014
119 Al-Imam Zainudun Ahmad bin Abd Al-Lathif Az-Zabidi, Mukhtshar Shahih Al-Bukhari Al-
Musamma, terj. Achmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hal. 543
72
Mengenai hal tersebut, beberapa informan memiliki pemahaman hal
yang sama, yaitu sama-sama melarang meminta kembali harta yang pernah
harta yang telah diberikan kepada orang lain adalah mubah, hal ini
didasarkan bahwa harta yang telah diberikan kepada orang lain, maka
harta tersebut telah sah menjadi hak milik dari penerima hibah tersebut.
Akan tetapi hal ini juga diikuti dengan syarat-syarat tertentu untuk dapat
120 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Khoir, Dari Pondok Pesantren Sirojuddin, Desa
Panjerrejo Pada Hari Rabu 21 Mei 2014
121 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Asmungi, Pondok Pesantren Al-Muhajirin, Desa
Sukorejo Pada Hari Sabtu 24 Mei 2014
73
sudah sah menjadi hak milik dari penerima hibah dan jika diminta
kembali maka tidak apa-apa, akan tetapi tidak boleh memaksa.122
Hukum meminta kembali harta yang telah dihibahkan adalah tidak
apa-apa, karena harta tersebut adalah sudah sah menjadi milik
penerima hibah dan jika ia memberikannya maka hal tersebut
diperbolehkan.123
Islam, oleh karena itu bagi siapapun yang melakukannya maka baginya
adalah sebuah dosa. Keharaman dari risywah ini tidak hanya mengikat
harta risywah dan juga kepada pihak-pihak yang menjadi perantara atas
:
( )
Dari tsauban berkata : Rasulullah saw melaknat orang yang
menyuap, yang disuap, dan perantara suapan, yakni orang yang
memberikan jalan atas keduanya, (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)124
tersangkut hal tersebut, juga pada hartan yang menjadi obyek risywah
122 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Mawahhibus Shomad Dari Pondok Pesantren Al-
Falah, Dusun Padangan, Desa Karangsari Pada Hari Kamis 22 Mei 2014
123 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Amin Dari Pondok Pesantren Al-Falah
Abdurrohim, Desa Rejotangan, Pada Hari Jumat 23 Mei 2014
124 Yusuf Qardhawi, Hadyul Islam Fatawi Muashirah, Terj. Asad Yasin, (Jakarta:
Gema Insani, 2005), Hal. 786
74
tersebut. Dalam Islam sendiri telah di atur mengenai syarat-syarat dari
harta halal adalah halal dari cara mendapatkannya dan halal dari dzat
benda itu sendiri dan harta haram adalah harta yang didapat dengan cara
haram meskipun harta tersebut halal dzatnya atau harta yang didapat
dengan cara halal akan tetapi harta tersebut adalah harta haram dari sisi
dzatnya.
Ketika sebuah harta yang diperoleh oleh seseorang dengan cara yang
halal maka belum tentu harta tersebut halal untuk dikonsumsi. Boleh jadi
didapatkan dengan cara mencuri, maka benda tersebut juga haram untuk
dikonsumsi.
yang haram akan tetapi keinginannya tersebut gagal karena suatu hal yang
kegagalan dalam sebuah niat yang sudah terlanjur dimulai dan akad
harta tersebut juga tetap haram. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa:
75
Hukum memakan harta risywah jika pemberi Risywah tidak
mendapatkan apa yang diinginkan adalah maka haruslah dilihat
hukum dasar dari perbuatan tersebut.125
sebagai berikut:
Hal ini dikarenakan adanya sebuah alasan yaitu bahwa harta risywah
dalam pembatalan niat dari harta tersebut. Hal ini sesuai dengan kaidah
Apa yang ketentuan hukumnya sudah berat maka tidak boleh
diperberat lagi. 127
125 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Mawahhibus Shomad Dari Pondok Pesantren Al-
Falah, Dusun Padangan, Desa Karangsari Pada Hari Kamis 22 Mei 2014
126 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Amin Dari Pondok Pesantren Al-Falah
Abdurrohim, Desa Rejotangan, Pada Hari Jumat 23 Mei 2014
127 Moh. Kurdi, Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta Barat: CV Artha Rivera, 2008), hal 138
76
Sehingga ketika sebuah ketentuan hukum menyatakan hal tersebut
sebagai suatu yang haram, ketika telah terjadi pembatalan niat risywah
maka harus ada pembaruan akad. Akad yang baru harus akad yang
diperbolehkan dalam Islam, bukan akad yang dilarang oleh Islam. Karena
pembaruan akad yang dilakukan jika melanggar hukum Islam maka akad
tersebut adalah termasuk akad yang haram dan didalam akad yang haram
tersebut maka harta yang menjadi obyek, maka hukumnya adalah tetap
haram.
77
Dalam perkembangannya, risywah tidaklah selalu bertujuan untuk
membatalkan yang haq dan membenarkan yang bathil, hal ini dikarenakan
tergugat telah melakukan suap kepada majlis hakim dan diketahui oleh
melakukan risywah kepada pihak terkait agar dalam perkara tersebut yang
menyatakan bahwa:
78
pendapat diantara para informan. Pendapat yang pertama menyatakan
sebagai berikut:
apapun, akan tetapi dalam kenyataannya memihak salah satu pihak yang
bersalah dan melakukan suap. Sehingga dalam masalah risywah ini yang
bersalah bukanlah pihak yang penggugat yang melakukan suap akan tetapi
SAW bersabda:
:
:
: :
) (
Dari Ibnu Umar R.A, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
sesungguhnya ada salah seorang diantara kamu keluar dari
rumahku dengan membawa sedekah yang disembunyikan
diketiaknya, padahal sedekah itu hanya umpan neraka. Kemudian
Umar bertanya: Ya Rasulallah! Mengapa engkau beri padahal
engkau tau, bahwa sedekah itu merupakan bara api untuknya?
Maka, jawab Nabi, apa yang harus saya perbuat baginya?
Sedangkan mereka terus menerus minta kepadaku dan saya sendiri
dilarang Allah berlaku bakhil. (H.R. Abu yala dan Ahmad)
129 Hasil Wawancara Dengan Bapak. Mawahhibus Shomad Dari Pondok Pesantren Al-
Falah, Dusun Padangan, Desa Karangsari Pada Hari Kamis 22 Mei 2014
79
Risywah yang demikian tidaklah mudah untuk dilaksanakan, karena
mengingat hukum asal dari risywah adalah haram. Maka manusia sebagai
yang terakhir, ketika masih ada jalan yang lain, maka jalan tersebutlah
1. Bpk K.H. Mawahhibus Shomad dan Bpk Ustadz Kozin, dari Pondok
Rejotangan.
Rejotangan.
Meskipun secara umum beraliran NU, akan tetapi dari para Pemuka
Agama Islam tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda. Hal ini bukan
80
tanpa alasan, dilatar belakangi oleh pendidikan yang berbeda, kitab yang
terhadap suatu teks yang sama. Hal ini menjadikan perbedaan yang
secara lahiriyah adalah sama, akan tetapi tidak demikian jika ditelisik
mendasar, yaitu dari sisi hukum ataupun niatnya. Akan tetapi karena
81
Risywah dilakukakn atas tujuan-tujuan tertentu yang pada umumnya
salah, meskipun itu hnya bersifat pribadi, akan tetapi hal tersebut akan
diharamkan, tidak hanya haram dari pihak yang melakukan suap (Al-rasyi)
bahkan hingga obyek yang digunakan sebagai alat untuk menyuap tersebut
juga menjadi haram meskipun pada awalnya harta tersebut adalah harta
( )
Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
perumpamaan orang yang meminta kembali benda-benda yang
telah diberikan sama dengan anjing yang muntah kemudian
memakan kembali muntahannya itu (HR. Muslim.).131
131 Al-Imam Zainudun Ahmad bin Abd Al-Lathif Az-Zabidi, Mukhtshar Shahih,hal. 543
82
Sesuai dengan hadits tersebut, menggambarkan betapa hinanya
orang yang meminta kembali harta yang telah diberikannya kepada orang
kembali harta yang telah dberikan, tidak berlaku bagi seorang bapak yang
meminta kembali harta yang telah diberikannya kepada anaknya. Hal ini
: ,
(
)
Dari Ibnu Umar, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: haram
bagi seseorang Muslim memberi sesuatu kepada orang lain
kemudian memintanya kembali, kecuali pemberian ayah kepada
anaknya.(H.R. Ibnu Abbas).132
harta yang telah diberikan hukumnya adalah mubah, dan harus dilakukan
132 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1994), hal. 329
83
atas dasar kerelaan tidak dengan memaksa. Karena jika dilakukan disertai
haram, akan tetapi dengan adanya pembatalan niat risywah yang semula
maka harta tersebut berubah menjadi makruh. Hal ini tetap dihukumi
adalah dapat beralih status hukum yaitu menjadi shodaqah. Hal ini
yang kemudian dibatalkan niatnya maka harta tersebut tidak dapat beralih
atas dasar kerelaan dan hanya mengharap ridlo dari Allah SWT.
adalah tetap haram, didasarkan pada niat pertama sebagai harta risywah,
84
dasar keikhlasan yang tulus sejak awal, sehingga harta tersebut hukumnya
hukum risywah jika dilakukan untuk kebaikan adalah halal dan haram.
Halal dilakukan oleh pemberi risywah, karena dia melakukan bukan atas
dasar keuntungan dan baginya tidak mendapat dosa, akan tetapi haram
bagi penerima risywah, karena dia menerima harta suap tersebut yang
adalah halal. Dengan demikian maka semua pihak dan obyek risywah
85
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
a. Perbedaan hibah dan risywah adalah terletak pada sisi hukum dan pada
niatnya. Hibah memiliki hukum halal karena dilakukan dengan niat yang
86
b. Hukum meminta kembali harta yang telah dihibahkan adalah mubah, akan
tetapi harus atas dasar kerelaan (tidak ada unsur paksaan). Pendapat yang
adalah haram, kecuali jika hibah yang dilakukan oleh bapak kepada
anaknya.
niatnya adalah kembali ke hukum awal dari risywah tersebut, yaitu haram.
Akan tetapi harta tersebut dapat berubah menjadi halal (mubah) jika ada
dan lain-lain.
akan menimbulkan keburukan yang lebih besar dari pada jika tidak
melakukannya.
B. SARAN
1. Skripsi ini hanya membahas hibah dan risywah dari sisi budaya yang
diharapkan:
a. Dapat meneliti hibah dan risywah dari sisi hukuman (sanksi) yang
ditetapkan baik itu yang terdapat dalam hukum positif ataupun hukum
Islam.
87
b. Dapat meneliti hibah dan risywah dengan membandingkan antar
keyakinan beragama.
lain dan bahkan dalam majlis talim sekalipun, seharusnya tidak hanya
5. Seharusnya para calon pejabat (calon legislatif, calon kades dan lain-lain)
suap menyuap, sehingga budaya suap menyuap yang ada dapat ditekan dan
88
DAFTAR PUSTAKA
89
Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Sosial: Format 2 Kualitatif.
Surabaya: Airlangga University Press.
Buletin Jurdil edisi Larangan Politik UangMoney Politik FA, 02 Februari 2012
Dewi, Gemala. 2007. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian
Syariah Di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Fatoni, Abdurrahman. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan
Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hafidudin, Didin. 2004. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema
Insani.
Hasan, M. Ali. 2003Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Hasan, Ali. 2009. Manajemen Bisnis Syariah Kaya di Dunia Terhormat di
Akhirat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://abufawaz.wordpress.com/2012/10/05/suap-menyuap-yang-halal-dan-yang-
haram-dalam-agama-islam/, diakses pada 20 Maret 2014, pkl. 21.30 WIB
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080908073850AAeu2zt,
diakses 20 maret 2014, pkl. 21.30 WIB
http://jabal-uhud.com/index.php?option=com_content&view=article&id=167:
suap-dalam-perspektif-islam&catid=28:khutbah-jumat&Itemid=48,
diakses pada 20 Maret 2014, pkl 21.00 WIB
http://lib.umpo.ac.id/gdl/files/disk1/4/jkptumpo-gdl-pamujiadna-167-1-abstrak-
i.pdf , diakses 31 maret 2014/ pkl 10.30 WIB
http://library.walisongo.ac.id/digilib/download.php?id=21064 , diakses 31 maret
2014, pkl 10.30WIB
http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/10/makalah-hadis-suap-
menyuap.html, diakse pada 21 Maret 2014, pkl 20.00 WIB
http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCUQFjAA&url
=http%3A%2F%2Feprints.undip.ac.id
%2F17645%2F1%2FPRASTOWO_HENDARSANTO.pdf&ei=0uQ4U7H
90
kKISFrAeXsIGgAQ&usg=AFQjCNFWosMbOOyMrs2tWTyVfXuQGtmst
A&bvm=bv.63808443,d.bmk, diakses 31 maret 2014/ pkl 10.30 WIB
http://www.antaranews.com/berita/408845/ketika-penghulu-menolak-
menikahkan-di-hari-libur, diakses pada 6 Mei 2014, Pkl. 12.00 WIB
http://www.referensimakalah.com/2013/06/Suap-Risywah-menurut-Hukum-
Islam-dan-Hukum-Positif.html, diakses 20 maret 2014, pkl. 21.30 WIB
Huda,Qomarul. 2011. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Teras.
Karim, Adiwarman. 2009. Bank Islam: Analisis Keuangan. Jakarta: Jajawali Pers.
Karim, Adiwarman. 2009. Bank Islam: Analisis Keuangan. Jakarta: Jajawali Pers.
Kurdi, Moh. 2008. Kaidah-Kaidah Fiqh. Jakarta Barat: CV Artha Rivera.
Lubis, Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. 2004. Hukum Perjanjian dalam
Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Masadi,Ghufron A. 2002. Fiqh Muamalah Konstektual. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Masudi, Masdar F. et. all. 2003. Fiqh Korupsi Amaman VS Kekuasaan. Mataram:
Solidaritas Masyarakat Transparansi NTB.
Muhammad, Syaikh Al Alamah. Rahmah al Ummah fi Ikhtilafi al Aimmah,
terj. Abdullah Zaki Alkaf. 2004. Bandung: Hasyimi Press.
Muhsin,Abdullah Bin Abdul. 2001. Jariimatur-Rasyati Fisy-Syariiatil
Islamiyyati, terj. Muchotob Hamzah dan Subakir Saerozi. Jakarta: Gema
Insani.
Moeloeng, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakaerya.
Nawawi, Imam. TT. Hadits Arbain Nawawi, Terj. Abdul Murhaimin Asad.
Surabaya: Ar-Rohmah.
Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis. 2004. Hukum Perjanjian Dalam
Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Qardhawi, Yusuf. 2003. Halal dan Haram dalam Islam. Surabaya: PT Bina Ilmu
Surabaya.
Qardhawi, Yusuf. 2005. Hadyul Islam Fatawi Muashirah, Terj. Asad Yasin.
Jakarta: Gema Insani.
91
Qardhawi, Yusuf. 1977. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam,
diterjemahkan oleh Didin Hafidudin, Setiawan
Budiutomo dan Aumur Rofiq Saleh Tamhid. Jakarta: Robbani Pers.
Rivai,Veitzal. 2011. Islamic Transaction Law In Business Dari Teori Ke Praktik.
Jakarta: Sinar Grafika.
Rasyid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam). Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Rosyid,Miftah Noor. 2010. Analisis Terhadap Pendapat Imam Malik Tentang
Kebolehan Hibah Umra. Semarang: Skripsi Tidak Diterbitkan.
Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suhendi, Hendi. 2005. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Salim. 2005. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika.
Subana. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
________. 2005. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Supardi. 2005. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UII
Press.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Tafsir Quran Karim, terj. Mahmud Yunus, PT Hidakarya Agung: Jakarta.
Tanzeh, Ahmad dan Suyetno. 2006. Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: eLKAF.
___________. 2006. Kitab undang-undang perdata=burgerlijk wetboek : dengan
tambahan undang-undang pokok agrarian dan undang-undang
perkawinan, terj. R. Subekti dan R. tjitrosudibio. Jakarta: pradnya
paramita.
92
BIODATA PENULIS
NIM : 3221103023
Riwayat Pendidikan :
93
94
95
PEDOMAN INTERVIEW
11. Bagaimana hukum memakan harta risywah (jika pemberi risywah tidak
kezaliman?
96
BAB IV
HIBAH
Bagian Pertama
Rukun Hibah dan Penerimaannya
Pasal 692
(1) Suatu transaksi hibah dapat terjadi dengan adanya ijab dan kabul.
(2) Kepemilikan menjadi sempurna setelah barang hibah diterima oleh penerima
hibah..
Pasal 693
Ijab dalam hibah dapat dinyatakan dengan kata-kata, tulisan, atau isyarat, yang
mengandung arti beralihnya kepemilikan harta secara cuma-cuma.
Pasal 694
Transaksi hibah juga dapat terjadi dengan suatu tindakan seperti seseorang
penghibah memberikan sesuatu dan diterima oleh penerima hibah.
Pasal 695
Pengiriman dan penerimaan barang hibah dan shadaqah adalah sama dengan
pernyataan lisan dalam ijab dan kabul.
Pasal 696 Penerimaan barang dalam transaksi hibah seperti penerimaan dalam
transaksi jual beli.
Pasal 697
Diharuskan ada izin dari penghibah baik secara tegas atau samar dalam
penerimaan barang hibah.
Pasal 698
Penghibah dengan menyerahkan barang dianggap telah member izin kepada
penerima hibah untuk menerima barang yang diserahkan sebagai hibah.
Pasal 699
Apabila penghibah telah memberi izin dengan jelas untuk penerimaan barang
hibah, maka penerima berhak mengambil barang yang diberikan sebagai hibah,
baik ditempat pertemuan ke kedua belah pihak, atau setelah mereka berpisah. Jika
izin itu hanya berupa isyarat atau tersamar, hal itu hanya berlaku sepanjang
mereka belum berpisah di tempat itu.
97
Pasal 700
Seorang pembeli boleh secara sah memberikan suatu hibah kepada pihak ketiga,
meskipun ia belum menerima penyerahan barang itu dari penjual, dan ia meminta
penerima hibah untuk mengambilnya.
Pasal 701
Barangsiapa yang menghibahkan barang kepada seseorang yang barang tersebut
telah ada di tangan sipenerima hibah, maka penyerahan itu sudah lengkap, tidak
diperlukan penerimaan dan penyerahan kedua kalinya.
Pasal 702
Hibah dapat terjadi dengan cara pembebasan utang dari orang yang memiliki
piutang terhadap orang yang berutang dengan syarat orang yang berutang tidak
menolak pembebasan utang tersebut.
Pasal 703
Hibah dapat terjadi dengan cara seseorang memberikan harta kepada orang lain
padahal harta tersebut merupakan hibah yang belum diterimanya dengan syarat
penerima hibah yang terakhir telah menerima hibah tersebut.
Pasal 704
Transaksi hibah dinyatakan batal jika salah seorang dari penghibah atau penerima
hibah meninggal dunia sebelum penyerahan hibah dilaksanakan.
Pasal 705
Dalam hal hibah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya yang sudah
dewasa, harta yang diberikan sebagai hibah itu harus diserahkan dan harus
diterima oleh anak tersebut.
Pasal 706
Hibah terjadi bila seorang anak menerima hibah dari walinya meskipun harta yang
dihibahkan itu belum diterima atau dititipkan pada pihak ketiga.
Pasal 707
Suatu hibah yang diberikan kepada seorang anak bisa dinyatakan transaksi hibah
telah terjadi dengan sempurna, bila walinya atau orang yang dikuasakan untuk
memelihara dan mendidik anak itu mengambil hibah tersebut.
98
Pasal 708
Jika si penerima hibah adalah seorang anak yang sudah cakap bertindak
(mumayiz), maka transaksi hibah itu dianggap telah sempurna bila anak itu sendiri
yang mengambil langsung hibah itu, meskipun ia mempunyai seorang wali.
Pasal 709
Suatu hibah yang baru akan berlaku pada waktu yang akan datang, maka transaksi
hibah itu tidak sah.
Pasal 710
Transaksi hibah adalah sah dengan syarat dan syarat tersebut mengikat penerima
hibah.
Bagian Kedua
Persyaratan Akad Hibah
Pasal 711
Harta yang diberikan sebagai hibah disyaratkan harus sudah ada pada saat akad
hibah.
Pasal 712
(1) Harta yang diberikan sebagai hibah disyaratkan harus berasal dari harta
penghibah.
(2) Harta yang bukan milik penghibah jika dihibahkan dapat dianggap sah apabila
pemilik harta tersebut mengizinkannya meskipun izin tersebut diberikan setelah
harta tersebut diserahkan.
Pasal 713
Suatu harta yang dihibahkan harus pasti dan diketahui.
Pasal 714
Seorang penghibah diharuskan sehat akalnya dan telah dewasa.
Pasal 715
Hibah menjadi batal bila hibah tersebut terjadi karena ada paksaan
99
Bagian Ketiga
Menarik Kembali Hibah
Pasal 716
Penerima hibah menjadi pemilik harta yang dihibahkan kepadanya setelah
terjadinya penerimaan harta hibah.
Pasal 717
Penghibah dapat menarik kembali hibahnya atas keinginannya sendiri sebelum
harta hibah itu diserahkan.
Pasal 718
Jika penghibah melarang penerima hibah untuk mengambil hibahnya setelah
transaksi hibah, berarti ia menarik kembali hibahnya itu.
Pasal 719
Penghibah dapat menarik kembali harta hibahnya setelah penyerahan
dilaksanakan, dengan syarat si penerima menyetujuinya.
Pasal 720
Jika seorang penghibah menarik kembali barang hibahnya yang telah diserahkan
tanpa ada persetujuan dari penerima hibah, atau tanpa keputusan Pengadilan,
maka penghibah adalah orang yang merampas barang orang lain; dan apabila
barang itu rusak atau hilang ketika berada ditangannya, maka ia harus mengganti
kerugian itu.
Pasal 721
Jika seseorang memberi hibah sesuatu kepada orang tuanya atau anak-anaknya,
atau kepada saudara laki-laki atau perempuannya, atau kepada anak-anak
saudaranya, atau kepada paman-bibinya,
maka ia tidak berhak menarik kembali hibah itu setelah transaksi hibah.
Pasal 722
Jika suami atau isteri, tatkala masih dalam ikatan pernikahannya, saling memberi
hibah pada yang lain, mereka tidak berhak menarik kembali hibahnya masing-
masing setelah adanya penyerahan harta.
100
Pasal 723
Jika sesuatu diberikan sebagai pengganti harta hibah dan diterima oleh penghibah,
maka penghibah itu tidak berhak menarik kembali hibahnya.
Pasal 724
Jika sesuatu ditambahkan dan menjadi bagian yang melekat pada harta hibah,
maka hibah itu tidak boleh ditarik kembali. Tetapi suatu penambahan yang tidak
menjadi bagian dari suatu barang hibah, tidak menghalangi dari kemungkinan
penarikan kembali.
Pasal 725
Jika orang yang menerima hibah memanfaatkan kepemilikannya dengan cara
menjual hibah itu atau membuat hibah lain dari hibah itu dan memberikannya
kepada orang lain, maka penghibah tidak mempunyai hak untuk menarik kembali
hibahnya.
Pasal 726
Jika barang hibah itu rusak ketika sudah berada di tangan orang yang menerima
hibah, barang hibah seperti itu tidak boleh ditarik kembali.
Pasal 727
Dalam hal penghibah atau penerima hibah meninggal dunia, maka hibah itu tak
dapat ditarik kembali.
Pasal 728
Suatu shadaqah tidak dapat ditarik kembali jika sudah diserahkan dengan alasan
apa pun.
Pasal 729
Jika seseorang mengizinkan orang lain untuk memakan suatu makanan, maka
orang yang diberi izin setelah mendapatkannya tidak boleh bertindak seolah-olah
barang itu miliknya; misalnya dengan cara menjualnya, atau menghibahkan
barang itu untuk diberikan kepada orang ketiga Tetapi ia boleh memakan makanan
itu dan pemiliknya tidak dapat menuntut harga barang yang telah dimakannya.
Pasal 730
101
Hadiah yang diberikan pada saat selamatan khitanan atau pesta pernikahan adalah
milik orang-orang yang diniatkan untuk diberi oleh si pemilik itu. Jika mereka
tidak mampu mengetahui untuk siapa dan masalah itu tidak dapat diselesaikan
oleh mereka, maka masalah itu harus diselesaikan dengan berpegang kepada adat
kebiasaan setempat.
Bagian Keempat
Hibah Orang yang Sedang Sakit Keras
Pasal 731
Jika seseorang yang tidak punya ahli waris menghibahkan seluruh kekayaannya
pada orang lain ketika sedang menderita sakit keras lalu menyerahkan hibah itu,
maka hibah tersebut adalah sah, dan
bait al-mal (balai harta peninggalan) tidak mempunyai hak untuk campur tangan
dengan barang peninggalan tersebut setelah yang bersangkutan meninggal.
Pasal 732
Jika seorang suami yang tidak memiliki keturunan, atau seorang isteri yang tidak
mempunyai keturunan dari suaminya, menghibahkan seluruh kekayaannya kepada
isteri atau suami, ketika salah seorang dari mereka sedang menderita sakit keras
dan lalu menyerahkannya, pemberian hibah itu adalah sah, dan bait almal tidak
mempunyai hak untuk campur tangan pada harta peninggalan dari salah seorang
dari mereka yang meninggal.
102