You are on page 1of 6

Sustainable Accounting

A. Pendahuluan
Sistematika pembangunan berkelanjutan (PK) yang terdiri atas tiga konstruksi
yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan (Cato, 2009 hal. 36-37; Adams, 2006); tidak
terlepas dari aktivitas ekonomi yang meliputi kegiatan produksi dan konsumsi
sumber daya. Pandangan ekonomi yang mengakar pada sebuah analisis efektivitas
dan efisiensi menuntut perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi teknologi
untuk meningkatkan optimalisasi penggunaan sumber daya. Hal ini berujung pada
pelestarian sistem lingkungan yang mengarah pada sebuah kesetimbangan ekologi
dan pembangunan berkelanjutan.
Pembahasan tentang pembangunan berkelanjutan (sustainability development)
sering ditemui dalam berbagai riset. Definisi PK berkembang seirama dengan
perubahan lingkungan yang terjadi saat ini. Salim (2007) dalam seminar nasional
Perserikatan Iklim Hutan Indonesia (Indonesia Forest Climate Alliance)
menerangkan bahwa salah satu paradigma konvensional PK yaitu pemenuhan
keinginan dari kelangkaan sumber daya, orientasi pembangunan jangka pendek,
dan sektoral non-holistis; menjadi pemenuhan kebutuhan atas peningkatan kualitas
hidup meliputi sisi sosial-ekonomi dan kesetimbangan ekologi serta sebuah proses
holistis jangka panjang yang saling berkesinambungan dengan variabel
kelangsungan ekosistem. Hal ini menguatkan perlunya kesatuan masing-masing
sistem baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan yang tidak saling
merugikan/konstruktif satu sama lain (mutualisme).

B. Ekonomi dan Pembangunan Berkelanjutan


Ekonomi merupakan aktivitas tak terpisahkan dalam PK. Interaksi ekonomi
terhadap ekologi memicu berbagai penelitian terkait ekonomika lingkungan seperti
carbon trading sebagai metode pembangunan dengan meminimalisasi dampak
perusakan terhadap ekosistem melengkapi skema REDD+ yang disepakati menjadi
metode insentif negara pemilik hutan (misalnya Indonesia) oleh negara-negara maju
pemilik modal (misalnya Norwegia). Perkembangan Ekonomika Islam juga
membawa nilai serupa dalam PK.
Implementasi nilai agama Islam dalam transaksi ekonomi dapat berjalan selaras
dengan nilai PK untuk menjaga kesetimbangan antara manusia dan lingkungannya.
Pemanfaatan sumber daya seoptimal dan seadil mungkin demi kebaikan/maslahat
para pemangku kepentingan mengamini linearitas PK terhadap tujuan ekonomika
Islam (Maqasid al-Shariah).
Sistem lingkungan sebagaimana diterangkan oleh Hanley et. al. (2001, hal. 5)
dalam Cahyandito (2009, hal. 5) pada Gambar 1 menunjukkan interaksi antara
ekonomi dan ekologi yang memberikan dampak pada biodiversitas atas input
sumber daya yang terlibat pada aktivitas tersebut. Dengan demikian interaksi
langsung maupun tidak langsung atas sistem ekonomi yang terdiri dari individu,
perusahaan, pemerintah, dan masyarakat, terhadap sistem ekologi yang terdiri dari
biodiversitas (alam) menuntut pertanggungjawaban sosial ekonomi dari seluruh
pemangku kepentingan yang terikat.
C. Sustainability Accounting Report (SAR)
Laporan Akuntansi Berkesinambungan/SAR merupakan bentuk tanggung jawab
perusahaan sebagai pemangku kepentingan (stakeholders) atas pemanfaatan
lingkungan. SAR merupakan bagian dari keseluruhan pelaporan keuangan perusahaan
yang disampaikan kepada publik pada setiap periode tertentu. Rerangka konseptual
SAR saat ini sedang dalam proses review publik yang akan segera diimplementasikan
pada periode mendatang.
SAR ini dirancang oleh Dewan Standar Akuntansi Berkelanjutan/Sustainability
Accounting Standards Board (SASB) di Amerika Serikat (AS) sebagai pelengkap
pengungkapan informasi kepada publik selain laporan keuangan yang diwajibkan oleh
Securities and Exchange Commission (SEC) khususnya bagi perusahaan yang
terdaftar di AS.
Indonesia termasuk negara yang yang mengkiblat pada peraturan pengungkapan
pelaporan keuangan di AS sebagaimana adopsi standar pelaporan akuntansi keuangan
internasional (International Financial Reporting Standards/IFRS) sehingga dalam
periode-periode mendatang juga akan melakukan adopsi peraturan baru seperti SAR.
Sementara ini laporan pertanggungjawaban lingkungan hanya bersifat sebagai
pemanis laporan keuangan perusahaan. Sifatnya yang masih sukarela sejauh ini
menyebabkan tidak semua perusahaan bersedia menyampaikan laporan
pertanggungjawaban sosial termasuk aktivitas pelestarian sumber daya alam secara
lengkap dan komprehensif. Pada umumnya laporan ini hanya memuat kegiatan
Corporate Social Responsibilty (CSR) perusahaan dengan hanya mencantumkan satu-
dua paragraf yang memuat tentang pelestarian ekosistem di wilayah operasional
perusahaan.
Konsep SAR sebagaimana dinyatakan dalam SASB (2013) terdiri atas beberapa
klasifikasi berdasarkan jenis industri seperti industri kesehatan, keuangan, teknologi
dan komunikasi, sumber daya alam tak-terbarukan, transportasi, jasa, transformasi
sumber daya, barang konsumsi, sumber daya alam terbarukan dan energi alternatif,
serta infrastruktur.
Masing-masing industri terklasifikasikan lagi menjadi berbagai sektor terkait seperti
misalnya pada industri sumber daya terbarukan dan energi alternatif yang diurai
menjadi sektor biofuel, energi sinar matahari, angin, panas bumi, nuklir, proyek
pengembangan energi terbarukan, produsen daya berdikari, serta kehutanan dan
kertas.
Dari masing-masing sektor tersebut akan diklasifikasikan berdasar isu-isu
pembangunan berkesinambungan terkait yang akan menjadi dasar transparansi
masing-masing industri pada SAR. Dengan demikian implementasian rerangka ini akan
sangat membantu kontrol publik atas kinerja perusahaan di industri tertentu sebagai
bagian dan kontributor aktif dalam sistem lingkungan di wilayah perusahaan.
SAR didorong untuk segera diterapkan oleh perusahaan sebagai salah satu usaha
pemenuhan pelaporan keuangan yang lengkap sebagaimana disyaratkan pada SEC.
Indonesia sebagai anggota SEC wajib mendorong industri terkait untuk berpartisipasi
dalam pengungkapan informasi atas pertanggungjawaban lingkungan. SAR dapat
memberikan manfaat baik bagi perusahaan selaku pemangku kepentingan baik secara
langsung maupun tidak langsung. WBCSD (2002) dalam Cahyandito (2006)
menggambarkan delapan manfaat yang dapat diperoleh oleh perusahaan atas
pelaporan bisnis berkesinambungan.
Dijelaskan dalam Gambar 2 bahwa manfaat SAR akan secara langsung dan tidak
langsung memberikan timbal balik positif terhadap perusahaan. Pengungkapan
informasi akuntansi yang berkelanjutan atas aktivitas ekonomi perusahaan seperti
peningkatan inovasi produk demi efisiensi pemanfaatan sumber daya, manajemen
risiko, peningkatan sistem manajerial yang efektif, peningkatan kesadaran dan motivasi
karyawan, akan meningkatkan daya tarik perusahaan. Selanjutnya, pelanggan aktual
dan potensial akan lebih memiliki kesadaran dan minat investasi atas kontribusi aktif
perusahaan terhadap sistem ekologi (Cahyandito, 2006).

Green Accounting

Pengertian Green accounts


Bell dan Lehman (1999) mendefinisikan Green accounting sebagai :
Green accounting is one of the contemporary concepts in accounting that support the
green movement in the company or organization by recognizing, quantifying, measuring
and disclosing the contribution of the environment to
the business process.

Berdasarkan definisi green accounting di atas maka bisa dijelaskan bahwa green
accounting merupakan akuntansi yang di dalamnya mengidentifikasi, mengukur,
menilai, dan mengungkapkan biaya-biaya terkait dengan aktifitas perusahaan yang
berhubungan dengan lingkungan (Aniela, 2012).

Sedangkan dalam Environmental Accounting Guidelines yang dikeluarkan oleh


menteri lingkungan Jepang (2005:3) dinyatakan bahwa akuntansi lingkungan mencakup
tentang pengidentifikasian biaya dan manfaat dari aktivitas konservasi lingkungan,
penyediaan sarana atau cara terbaik melalui pengukuran kuantitatif, serta untuk
mendukung proses komunikasi yang bertujuan untuk mencapai pembangunan yang
berkelanjutan, memelihara hubungan yang menguntungkan dengan komunitas dan
meraih efektivitas dan efisiensi dari aktifitas konservasi lingkungan.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa green accounts bisa diartikan sebagai konsep
akuntansi yang mengidentifikasi, mengukur, menilai, dan mengungkap biaya-biaya
aktifitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan yang bertujuan untuk
mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta untuk meraih efektivitas dan
efisiensi.

Tujuan dan Fungsi dari Green accounts


Tujuan Green Accounting
Tujuan dari green accounts adalah untuk menyediakan pembuat kebijakan
dengan perbandingan yang konsisten perubahan ekonomi dan lingkungan. Selain itu
green accounts digunakan sebagai upaya untuk memperkirakan jumlah kerusakan
lingkungan dalam hal ekonomi.
Peskin et al (1992) mengungkapkan bahwa salah satu tujuan yang mungkin
adalah untuk memberikan perkiraan nilai tambah dari negara, setelah dikurangi
depresiasi faktor produksi primer. Hal ini sering dikatakan sebagai tujuan utama
mengukur Produk Nasional Neto tradisional. Karena faktor-faktor produksi primer
adalah tenaga kerja dan modal terkendali secara tradisional , Green National Accounts
menyiratkan penyesuaian untuk depresiasi dan apresiasi alam sumber daya dan aset
lingkungan, dengan tujuan memperkirakan bagaimana penyediaan barang dan jasa
akan berubah jika penggunaan alami sumber daya dan perubahan lingkungan itu harus
dikompensasi.
Menurut tujuan green accounts dibagi menjadi 2, yaitu :
Tujuan Green Accounting adalah untuk meningkatkan jumlah informasi relevan
yang dibuat bagi mereka yang memerlukan atau menggunakan. Keberhasilan
akuntansi lingkungan tidak hanya tergantung pada ketepatan dalam
menggolongkan semua biaya biaya yang dibuat perusahaan, akan tetapi
kemampuan dan keakuratan data akuntansi perusahaan dalam menekan
dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.
Tujuan lain dari pentingnya Green Accounting berkaitan dengan kegiatan-
kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun organisasi lainnya
yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan perusahaan-perusahaan
publik yang bersifat lokal. Hal ini penting terutama bagi stakeholders untuk
dipahami, dievaluasi dan dianalisis sehingga dapat memberikan dukungan bagi
usaha mereka.
Fungsi Green Accounting
Dalam Environmental Accounting Guidelines, Japan, 2005 fungsi green
accounts dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Fungsi internal
Sebagai salah satu tahap dalam sistem informasi lingkungan perusahaan,
fungsi internal memungkinkan untuk mengatur biaya konservasi lingkungan dan
menganalisa biaya lingkungan dengan manfaatnya, dan meningkatkan efektivitas
dan efisiensi aktivitas konservasi lingkungan terkait dengan keputusan yang dibuat.
Green Accounting bermanfaat bagi internal perusahaan untuk memberikan laporan
mengenai pengelolaan internal, berupa keputusan manajemen mengenai pemberian
harga, pengendalian biaya overhead dan penganggaran modal (capital budgeting)
Green Accounting untuk tujuan internal perusahaan sering disebut juga EMA
(Environmental Management Accounting). Keberhasilan EMA dalam menyajikan
informasi secara lengkap butuh didukung oleh beberapa beberapa disiplin ilmu non
accounting, yaitu environmental science, environmental law and regulation, finance
and risk management, serta management policies and control system. Keakuratan
informasi EMA sangat berguna untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan
serta kelestarian alam secara keseluruhan.
b. Fungsi Eksternal
Dengan mengungkapkan hasil pengukuran kuantitatif dari kegiatan
konservasi lingkungan, fungsi eksternal memungkinkan sebuah perusahaan untuk
mempengaruhi keputusan stakeholder, seperti konsumer, mitra bisnis, investor, dan
masyarakat lokal. Diharapkan bahwa publikasi dari Green Accounting dapat
memenuhi tanggung jawab perusahaan dalam akuntabilitas stakeholder dan
digunakan untuk evaluasi dari konservasi lingkungan. Penerapan Green Accounting
untuk ekternal lebih ditujukan untuk mematuhi peraturan pemerintah atau
persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pengawas pasar modal. Jadi Green
Accounting untuk eksternal adalah bagaimana merumuskan akuntansi keuangan
untuk pelaporan keuangan dikombinasikan dengan kebijakan lingkungan. Intinya
adalah bahwa akuntansi lingkungan bertujuan untuk meningkatkan jumlah informasi
yang relevan yang dibuat untuk pihak yang memerlukan dan dapat digunakan.
Kesuksesan dari Green Accounting tidak tergantung dari bagaimana perusahaan
mengklasifikasikan biaya yang terjadi di perusahaan.

Menurut Fasua fungsi akuntansi lingkungan juga dibagi menjadi fungsi internal dan
eksternal:
Fungsi internal
Sebagai salah satu langkah dari system informasi lingkungan organisasi, fungsi
internal memungkinkan untuk mengelola dan menganalisis biaya pelestarian
lingkungan yang dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh, serta
mempertimbangkan pelestarian lingkungan yang efektif dan efisien melalui
pengambilan keputusan yang tepat. Hal ini sangat diperlukan keberadaan fungsi
akuntansi lingkungan sebagai alat manajemen bisnis untuk digunakan oleh para
manajer dan unit bisnis terkait.

Fungsi eksternal
Dengan mengungkapkan hasil pengukuran kegiatan pelestarian lingkungan,
fungsi eksternal memungkinkan perusahaan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan stakeholder. Diharapkan bahwa publikasi hasil akuntansi lingkungan
akan berfungsi baik sebagai alat bagi organisasi untuk memenuhi tanggung
jawab mereka atas akuntabilitas kepada stakeholder dan secara bersamaan,
sebagai sarana untuk evaluasi yang tepat dari kegiatan pelestarian lingkungan.

You might also like