You are on page 1of 13

Nama Peserta: dr.

Kang, Fiona Ratna Dewi


Nama Wahana: RSUD Cengkareng
Topik: Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut
Tanggal (Kasus): 17 Agustus 2016
Nama Pasien: Tn. JD No RM: 73-74-43
Tanggal Presentasi: - Nama Pendamping: dr. Hanny Dewajanti
Tempat Presentasi: -
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Tn. JD, 37 tahun, pria, datang dengan nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari
SMRS. Nyeri awalnya dirasakan di daerah sekitar ulu hati dan pusar dan kemudian
menjalar ke daerah perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus disertai mual,
demam dan hilang nafsu makan. Menurut pasien demam sudah dialami 2 hari. Muntah
disangkal, muntah darah disangkal. BAB hitam disangkal. BAK normal. Buang angin
normal. Keluhan serupa sebelumnya 1 tahun SMRS, sakit selama 1 minggu, lalu pasien
disarankan operasi namun pasien menolak dan merasa nyeri sudah hilang.
Tujuan: Menentukan diagnosis Appendicitis Kronis Eksaserbasi Akut dan tatalaksananya
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Data Pasien Nama: Tn. JD No Registrasi: 73-74-43
Terdaftar Sejak: 17 Agustus
Nama Klinik: IGD Telpon:
2016
Data Utama dan Bahan Diskusi
1. Diagnosis / Gambaran Klinis
Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut.
2. Riwayat Pengobatan
Pasien minum obat sakit maag sewaktu awal keluhan muncul karena mengira gejala yang
diderita adalah sakit maag.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Riwayat keluhan serupa 1 tahun SMRS, sembuh sendiri
Riwayat sakit maag (+)
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit ginjal disangkal
Riwayat operasi disangkal
Riwayat trauma disangkal
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat penyakit paru, darah tinggi, riwayat diabetes, penyakit jantung, dan ginjal

1
pada keluarga disangkal
5. Lain-lain: -
Daftar Pustaka
1. De Jong W, Sjamsuhidajat R, Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2004.
2. Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta. Jakarta: EGC ; 2000.
3. Price SA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Jilid II. Jakrta: EGC ; 2005
4. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC; 1994.
5. She Warts, Seymour I. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2000.
6. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dum DL, Hunter JG, Matthews JB, et al. The
Appendix, In: Schwartzs Principles of Surgery, 9 th ed. USA: The McGraw Hill
Companies: 2010.p: 2043-74.
7. Grace PA, Borley NR. Apendisitis Akut, In: At a Glance. Jakarta: Erlangga; 2006. p: 106.
8. .Saputra L. 2002. Mulut dan Gastrointestinal, In: Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Binarupa Aksara; 2002. p: 380.
9. Kumar V, Cotran RS, Robbins AL. Rongga Perut dan Saluran Gastrointestinal, In: Buku
Ajar Patologi, 7th ed. Jakarta: EGC; 2007. p: 660-61.
10. Tjandra JJ. The Appendix and Meckels Diverticulum, In: Textbook of Surgery, 3rd ed. UK:
Blackwell Publishing Ltd; 2006. p:179
11. Morris JA, Sawyer JL. Abdomen Akuta, In: Buku Ajar Bedah (Sabistons Essential
Surgery). Jakarta: EGC; 1995. P:497
Hasil Pembelajaran
1. Penegakan diagnosis Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut
2. Penatalaksanaan Appendisitis Kronis Eksaserbasi Akut

2
1. Subyektif
Tn. JD, 37 tahun, pria, datang dengan nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari
SMRS. Nyeri awalnya dirasakan di daerah sekitar ulu hati dan pusar dan
kemudian menjalar ke daerah perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus
disertai mual, demam dan hilang nafsu makan. Menurut pasien demam sudah
dialami 2 hari. Muntah disangkal, muntah darah disangkal. BAB hitam disangkal.
BAK normal. Buang angin normal. Riwayat keluhan serupa 1 tahun SMRS, pasien
menolak operasi.
OS memiliki riwayat penyakit lambung sebelumnya. Riwayat operasi, trauma,
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung maupun penyakit ginjal disangkal
pasien. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal.
2. Objektif
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
Tanda-tanda Vital :
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis (GCS 15)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36.1 oC
Status Generalis :
Kepala : dalam batas normal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat, isokor
(3mm/3mm), refleks cahaya +/+
THT : dalam batas normal
Leher : dalam batas normal
Thorax : pergerakan dada simetris
Paru : sonor +/+, bunyi napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, nyeri tekan (+) di epigastrium serta pada kuadran kanan
bawah, timpani, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik, edema (-)
Status Lokalis
- Mc Burneys sign : positif
- Rovsings sign : positif
- Blumbergs sign : positif
- Psoas sign : negatif
- Obturator sign : negatif
- Rectal Toucher : Tonus sfingter baik, ampula recti tidak kolaps, permukaan licin, tidak
ada massa, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat feses dan darah pada sarung tangan

Pemeriksaan Lab. :

3
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi I
Hemoglobin 13,5 g/dL 13 16
Hematokrit 41 % 40 48
Leukosit 6 ribu/L 5 10
Trombosit 285 ribu/L 150 400
Kimia Darah
Glukosa sure strep 119 <110 mg/dL

Ultrasonografi :

Kesan :

Sesuai gambaran apendisitis


akut.

Tidak tampak kelainan di hepar,


KE, lien, KGB paraaorta, kedua
ginjal dan buli-buli.

3. Tinjauan Pustaka

Gawat Abdomen
Gawat abdomen atau gawat perut merupakan istilah yang menggambarkan keadaan
klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai
keluhan utama. Gawat abdomen memerlukan penanganan segera yang sering berupa tindakan
bedah, seperti pada obstruksi, perforasi atau perdarahan masif di rongga perut ataupun saluran
cerna. Berikut adalah beberapa proses patologik yang mengakibatkan terjadinya keadaan
gawat abdomen;

Penyebab Contoh

Radang Apendisitis akut, perforasi apendiks, perforasi tukak lambung, perforasi


usus tifus, pankreatitis akut, kolesistitis akut, adneksitis akut

4
Ileus obstruktif Hernia inkarserata, volvulus usus

Iskemia Hernia strangulata, volvulus, kelainan atau penyumbatan vascular

Perdarahan Kehamilan ektopik, aneurisma yang pecah

Cedera Perforasi organ berongga, perdarahan limpa atau hati

Untuk dapat mencari penyebab gawat abdomen dari seorang pasien yang datang
dengan keluhan nyeri perut mendadak maka diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang tepat. Dalam anamnesis terhadap penderita gawat abdomen
perlu ditanyakan permulaan timbulnya nyeri (kapan mulai, berangsur atau mendadak),
letaknya (menetap, pindah, atau beralih), keparahan dan sifatnya (seperti ditusuk, tekanan,
terbakar, irisan, bersifat kolik), perubahannya (bandingkan dengan permulaan), lamanya,
apakah berkala, dan faktor yang mempengaruhinya. Perlu pula ditanyakan apakah pasien
mengalami muntah, defekasi, miksi dan daur haid.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum, tanda vital, sikap baring perlu diperhatikan.
Berikut adalah berbagai tanda pemeriksaan fisik yang terdapat pada keadaan gawat abdomen:
Keadaan ` Tanda klinis penting
Awal perforasi saluran cerna atau saluran Perut tampak cekung (awal), tegang, bunyi
lain usus kurang aktif (lanjut), pekak hati hilang,
nyeri tekan, defans muskuler
Peritonitis Penderita tidak bergerak, bunyi usus hilang
(lanjut), nyeri batuk, nyeri gerak, nyeri
lepas, defans muskuler, tanda infeksi umum,
keadaan umum merosot.
Massa infeksi atau abses Massa nyeri abdomen, pelvis, rektal, nyeri
ketok, uji local (psoas), tanda umum radang
Obstruksi usus Distensi perut, peristaltis hebat (kolik usus)
yang tampak di dinding perut, terdengar
(borborigmi), dan terasa oleh penderita
(bergerak), tidak ada rangsangan
peritoneum.
Ileus paralitik Distensi, bunyi peristalsis berkurang atau
hilang, tidak ada nyeri tekan lokal. Pada
iskemia atau strangulasi, distensi tidak jelas,
bunyi usus mungkin ada, nyeri hebat, nyeri

5
tekan tidak jelas, tanda toksis.
Perdarahan Pucat, syok, mungkin distensi, berdenyut
jika aneurisma aorta, nyeri tekan lokal pada
kehamilan ektopik, cairan bebas (pekak
geser), anemia.

Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin diperlukan untuk melihat


adanya kemungkinan perdarahan, proses peradangan dan persiapan pembedahan, selain juga
membantu menegakkan kemungkinan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat
abdomen. Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya berupa foto abdomen untuk
memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi atau paralisis usus. Selain itu
pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu untuk membantu menegakkan diagnosis
kelainan hati, saluran empedu dan pankreas, serta apendisitis.

Apendisitis akut
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
gawat abdomen akut yang paling sering. Apendisitis dapat ditemukan di semua umur dengan
insidens paling tinggi berada pada kelompok umur 20-30 tahun.

Anatomi dan Fisiologi


Apendiks memiliki panjang bervariasi yaitu antara 6-9 cm. Dasarnya melekat pada
sekum dan ujungnya memiliki kemungkinan beberapa posisi seperti retrosekal, pelvis,
antesekal, preileal, retroileal, atau perikolik kanan. Pada 65% kasus, appendiks terletak pada
intraperitoneal. Apendiks merupakan organ imunologik yang berperan dalam sekresi IgA
karena termasuk dalam komponen gut-associated lymphoid tissue (GALT) pada waktu kecil.
Namun, sistem imun tidak mendapat efek negatif apabila apendektomi dilakukan.

Patogenesis dan Patofisiologi


Apendisitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks yang dapat
diakibatkan oleh fekalit/apendikolit, hiperplasia limfoid, benda asing, parasit, neoplasma, atau
striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya. Obstruksi lumen yang terjadi
mendukung perkembangan bakteri dan sekresi mukus sehingga menyebabkan distensi lumen
dan peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan menghambat aliran
limfe sehingga menimbulkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat

6
tersebut, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri periumbikal.
Sekresi mukus yang terus berlanjut dan tekanan yang terus meningkat menyebabkan
obstruksi vena, peningkatan edema, dan pertumbuhan bakteri yang menyebabkan radang.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga timbul nyeri di
daerah kanan bawah. Pada saat inilah terjadi apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka akan timbul infark dinding dan gangrene. Stadium
inilah yang disebut dengan apendisitis gangrenosa, yang apabila rapuh dan pecah akan
menjadi apendisitis perforasi. Perforasi biasanya terjadi minimal 48 jam setelah timbulnya
gejala.
Bila semua proses tersebut berjalan dengan imunitas yang baik, maka omentum dan
usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks dengan mekanisme pertahanan sehingga
timbul massa lokal yang disebut sebagai infiltrate apendikularis. Peradangan yang terjadi
dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak, omentum yang lebih panjang dengan
dinding yang lebih tipis menyebabkan perforasi lebih mudah terjadi. Sedangkan pada orang
tua perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh darah.

Manifestasi Klinis
Gejala klasik apendisitis berupa nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral di daerah epigastrium di sekitar daerah umbilikus. Keluhan ini sering disertai dengan
mual dan terkadang disertai dengan muntah. Umumnya penderita juga akan mengalami
penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah pada
titik McBurney. Pada saat ini, nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya. Selain itu,
terkadang pada beberapa pasien akan mengalami konstipasi.
Pada apendisitis dengan letak apendiks retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut
kanan bawah tidak terlalu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal karena apendiks
terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat
berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan
tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga peristaltis meningkat dan pengosongan
rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Sedangkan bila apendiks menempel ke kandung
kemih, maka dapat terjadi peningkatan frekuensi berkemih yang disebabkan karena
rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih.
Terdapat beberapa kelompok populasi dimana manifestasi klinis apendisitis tidak khas.
Beberapa kelompok populasi ini adalah pada anak-anak, orang tua, dan wanita hamil. Pada

7
orang berusia lanjut, gejala apendisitis sering kali samar-samar sehingga lebih dari separuh
penderita pada kelompok usia ini baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi. Demikian
juga pada kelompok usia anak-anak. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik.
Umumnya pada awal awitan, anak hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan.
Anak biasanya tidak bisa menggambarkan rasa nyeri yang dirasakannya. Beberapa jam
kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik. Karena gejalanya yang
tidak khas, maka apendisitis pada anak sering diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi,
80%-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. Sedangkan pada wanita hamil,
gejala mual dan muntah juga merupakan kondisi yang umum pada kehamilan trisemester
pertama. Sedangkan pada usia kehamilan yang lebih lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih dirasakan di
region lumbal kanan.

Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan apendisitis akut pada umumnya akan tampak kesakitan dan berbaring
dengan demam yang tidak terlalu tinggi. Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan adanya
nyeri tekan yang dapat disertai dengan adanya nyeri lepas (tanda Blumberg) fokal pada daerah
apendisitis yang dikenal dengan titik McBurney. Iritasi peritoneum ditandai dengan adanya
defans muskular dan nyeri lepas. Tanda khas yang dapat ditemukan pada apendisitis akut
adalah :
Tanda Rovsing : nyeri perut kuadran kanan bawah saat palpasi kuadran kiri bawah
Tanda Psoas : nyeri pada perut kuadran kanan bawah saat ekstensi panggul kanan
(menunjukkan apendiks retrosekal retroperitoneal)
Tanda Obturator : nyeri perut kanan bawah pada saat rotasi internal panggul kanan
(menunjukkan apendiks pelvis)
Tanda Dunphy : peningkatan nyeri yang dirasakan saat batuk
Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan nyeri apabila daerah infeksi dapat
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvis. Pada apendisitis
pelvika, tanda pemeriksaan fisik yang ditemukan sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
Pada wanita dengan kehamilan trisemester II dan III, didapatkan pergeseran letak
keluhan nyeri. Umumnya letak nyeri akan bergeser ke kanan hingga ke pinggang kanan, hal
ini disebabkan karena adanya pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh penekanan uterus.
Apabila pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri perut yang semakin hebat dan difus,

8
distensi, peningkatan defans muskuler dan rigiditas, bising usus menghilang, dan demam
tinggi, maka harus dipikirkan telah terjadi perforasi.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada pasien dengan kecurigaan apendisitis
akut berupa :
Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan darah lengkap :
Leukositosis ringan (10.000-20.000 /uL)
Neutrofil meningkat
Leukositosis tinggi (>20.000 /uL) : bila sudah terjadi
perforasi/gangrene
o Urinalisis
Urin lengkap : untuk membedakan dengan kelainan pada ginjal dan
saluran kemih
o -HCG : dilakukan pada wanita usia produktif untuk menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik
Ultrasonografi
Pada apendisitis akan ditemukan gambaran diameter anteroposterior apendiks
yang lebih besar dari 6 mm, penebalan dinding, struktur lumen yang tidak dapat
dikompresi (lesi target), atau adanya apendikolit.
Tingkat sensitifitas USG dalam deteksi apendisitis mencapai 85% dan
spesifisitasnya mencapai > 90%. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi
sekunder apendiks sebagai akibat dari salphingitis atau inflammatory bowel disease.
Sedangkan, false negatif juga dapat terjadi pada letak apendiks yang retrosekal atau
rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi apendiks.
CT Scan
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan CT
scan. Pada keadaan apendisitis akan didapatkan gambaran penebalan dinding apendiks
dengan jaringan lunak sekitar melekat.
Dalam diagnosis apendisitis, CT Scan mempunyai sensitivitas dan spesifikasi
yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%, serta akurasi 94-100%. CT Scan sangat baik
untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon. Pada pasien tidak hamil, CT
Scan pada daerah apendiks sangat berguna untuk mendiagnosis apendisitis dan abses
periappendikular sekaligus menyigkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan
pelvis yang menyerupai apendisitis.

Diagnosis

9
Diagnosis apendisitis akut dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Alvarado Score dan Modified Alvarado Score umumnya digunakan
untuk memprediksi kemungkinan diagnosis apendisitis akut. Perbedaan antara keduanya
terletak pada penggunaan parameter shift to the left of neutrophils. Modified Alvarado Score
dapat digunakan pada saat tes hitung jenis leukosit tidak tersedia.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding apendisitis dapat dilihat berdasarkan usia :
1. Pada bayi : stenosis pilorus, obstruksi usus.
2. Pada anak : intususepsi, divertikulitis Meckel, gastroenteritis akut, limfadenitis mesenterik,
inflammatory bowel disease.
3. Pada orang dewasa : pielonefritis, kolitis, divertikulitis, pankreatitis.
4. Pada perempuan usia produktif : pelvic inflammatory disease (PID), abses tubo-ovarium,
ruptur kista ovarium atau torso ovarium, dan kehamilan ektopik.

Tata Laksana
Operatif
Tindakan apendektomi merupakan tata laksana yang paling tepat untuk penanganan
apendisitis.
1. Pre-operatif
Observasi ketat, tirah baring, dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta
pemeriksaan darah dapat diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks dapat
dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotik intravena spektrum luas dan analgesik
dapat diberikan. Pada keadaan perforasi apendiks maka perlu diberikan resusitasi carian
sebelum tindakan operasi.

10
2. Operatif
o Apendektomi terbuka : dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan
bawah (Davis-Rockey) atau insisi oblik (McArthur-McBurney). Pada diagnosis
yang belum jelas dapat dilakukan insisi subumbilikal pada garis tengah.
o Laparoskopi apendektomi : teknik operasi dengan luka dan kemungkinan
infeksi lebih kecil

3. Pasca-operatif

Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya perdarahan


dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Pasien harus dibaringkan dalam
posisi Fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih dahulu. Pada apendisitis dengan
perforasi atau peritonitis umum, maka pasca operasi pasien harus dipuasakan hingga
fungsi usus kembali normal. Secara bertahap pasien diberi minum, makanan saring,
makanan lunak, dan akhirnya makanan biasa.

Tindakan Non-operatif

Apabila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi


apendektomi, maka dapat diberikan tindakan non-operatif. Tindakan non-operatif yang
dapat diberikan berupa pemberian antibiotik spektrum luas secara intravena. Dalam sebuah
penelitian didapatkan bahwa pemberian antibiotik spektrum luas secara intravena mampu
mengatasi keluhan pada 95% pasien dengan apendisitis akut. Namun, 37% di antaranya
akan kembali mengalami kekambuhan dalam 14 bulan. Apabila dengan tindakan non-
operatif ini keadaan pasien tidak membaik atau berkembang menjadi abses, maka tindakan
operasi sebaiknya segera dilakukan.

Komplikasi

Komplikasi dari apendisitis akut

Massa Periapendikuler
Terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh
omentum, dan/atau lekuk usus halus. Pada masa periapendikuler dengan pembentukan
dinding yang belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga
peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalista. Berikut beberapa
keadaan massa periapendikuler dan tindakan yang perlu diambil :
Massa periapendikuler yang masih bebas (mobile) :
Tindakan : segera dilakukan operasi

11
Massa periapendikuler yang terpancang dengan pendindingan yang sempurna
Tindakan : dirawat dan diberikan antibiotik spektrum luas, serta dilakukan pemantauan
terhadap suhu tubuh, ukuran massa dan luasnya peritonitis. Bila pasien sudah tidak
demam, massa periapendikuler menghilang, dan leukosit normal, penderita
diperbolehkan pulang dan apendektomi elektif dapat dilakukan 2-3 bulan kemudian
agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
Infiltrat periapendikuler tanpa pus
Tindakan : dirawat, diberikan antibiotik spektrum luas yang aktif terhadap aerob dan
anaerob. Apendektomi dilakukan 6-8 minggu kemudian.
Apabila terjadi abses :
o Abses yang kecil : Antibiotik intravena, dilanjutkan dengan apendektomi 4-6
minggu kemudian
o Abses yang luas dengan batas jelas : Antibiotik intravena dan drainase
perkutaneus. Apendektomi dilakukan setelah fistula tertutup.
o Multikompartemen abses : segera dilakukan drainase dengan pembedahan
Apendisitis Perforata
Insidens perforasi tinggi pada orang tua dan anak-anak. Apendisitis perforate akan
mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri yang
makin hebat dan meliputi seluruh region perut, dan perut menjadi tegang dan distensi.
Nyeri tekan dan defans muskuler terjadi di seluruh perut, mungkin disertai dengan
pungtum maksimum di regio iliaka kanan; peristaltis usus dapat menurun sampai
menghilang akibat adanya ileus paralitik. Perbaikan keadaan umum dengan pemberian
cairan, pemberian antibiotik spektrum luas aerob dan anaerob, dan pemasangan NGT
perlu dilakukan sebelum tindakan operasi.

Komplikasi pasca apendektomi


Infeksi pada luka operasi
Ileus paralitik
Hernia insisional
Perforasi usus
Tromboflebitis supuratif sistem portal
Abses subfrenikus
Obstruksi usus
4. Pembahasan

Pada pasien ini didapatkan anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik yang mendukung
diagnosis akut apendisitis. Pada penilaian dengan Modified Alvarado Score didapatkan
skor 7, yang diinterpretasikan bahwa pasien merupakan penderita apendisitis akut dan
memerlukan operasi apendektomi cito. Pada pemeriksaan USG juga didapatkan
gambaran apendisitis akut. Karena pasien pernah mengalami keluhan serupa, maka

12
pasien, Tn JD didiagnosis dengan apendisitis kronis eksaserbasi akut dan diberikan tata
laksana sesuai dengan tata laksana apendisitis akut.

Tata laksana yang diberikan meliputi :

Puasakan pasien
Ketorolac IV 2x 30 mg
Ranitidin IV
Ceftriaxon IV 2 gr
RL : D5 = 2:1
Rencana operasi apendektomi

13

You might also like