You are on page 1of 21

PRESENTASI KASUS

KASUS KEGAWATDARURATAN
ENSEFALOPATI HEPATIKUM

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip
di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang

Diajukan kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M.Kes(Pembimbing UGD)
dr. Benediktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Jalan)

Disusun oleh:
dr. Desty Permataningtyas

RSUD KANJURUHAN, KEPANJEN


KABUPATEN MALANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS KEGAWATDARURATAN
HEPATIK ENSEFALOPATI

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal :

Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat dan Rawat Inap

dr. Hendryk Kwandang, M.Kes

i
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
KASUS KEGAWATDARURATAN
HEPATIK ENSEFALOPATI

Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang

Telah diperiksa dan disetujui


pada tanggal :

Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Jalan

dr. Benidiktus Setyo Untoro

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, dan
sahabatnya. Berkat rahmat, berkah, kasih sayang, dan petunjuk Allah SWT yang
melimpah, penulis dapat menyelesaikan portofolio laporan kasus dengan judul
Ensefalopati Hepatikum. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr.Hendryk Kwandang, M.Kes selaku dokter pembimbing instalasi gawat
darurat dan rawat inap
2. dr.Benidiktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat jalan
3. dr. Romualdus Redy Wibowo, dr. Anna Komalia, dr. Janny Fajar Dita,
dr.Antarestawati, dr. Anita Ikawati, dan dr. Yuda Perdana, selaku dokter
jaga dua
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Kepanjen, Desember 2015

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
Bab I Pendahuluan...................................................................................................5
Bab II Laporan Kasus..............................................................................................6
2.1. Identitas Pasien..........................................................................................6
2.2. Anamnesis.................................................................................................6
2.3. Pemeriksaan Fisik......................................................................................7
2.4. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................7
2.5. Diagnosis...................................................................................................8
2.6. Terapi.........................................................................................................8
Bab III Tinjauan Pustaka........................................................................................10
3.1. Definisi....................................................................................................10
3.2. Klasifikasi................................................................................................10
a. Stroke Iskemik.........................................................................................10
b. Stroke Hemorragik...............................................................................12
3.3. Gejala klinis.............................................................................................12
3.4. Diagnosis.................................................................................................13
3.5. Penatalaksanaan.......................................................................................18
Bab IV Resume......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Hati merupakan salah satu organ yang sangat berperan penting dalam
mengatur metabolisme tubuh, yaitu pada proses anabolisme atau sintesis bahan-
bahan yang penting seperti sintesis protein, pembentukan glukosa serta proses
katabolisme yaitu dengan melakukan detoksifikasi bahan-bahan seperti amonia,
berbagai jenis hormon, obat obatan, dan sebagainya. Selain itu hati juga berperan
sebagai penyimpan bahan-bahan seperti glikogen dan vitamin serta memelihara
keseimbangan aliran darah splanknikus.
Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsi-fungsi tersebut sehingga
dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang
bersifat toksik. Keadaan klinis gangguan sistem saraf otak pada penyakit hati
tersebut merupakan gangguan neuropsikiatrik yang disebut sebagai ensefalopati
hepatikum atau koma hepatikum. Ensefalopati hepatikum merupakan salah satu
komplikasi serius sistemik dari penyakit hati kronik. Keadaan ini ditemukan pada
70% pasien dengan sirosis.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. S.
Usia : 52 tahun.
Jenis kelamin : Laki-laki.
Alamat : Donomulyo Malang.
Pekerjaan : Petani.
Suku : Jawa.
Agama : Islam.
Kunjungan IGD : 14 Desember 2015, pk. 13:30.

2.2. Anamnesis

Keluhan Utama: Penurunan kesadaran (heteroanamnesa dengan istri pasien)

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, onset mendadak, pasien tidak bisa diajak berkomunikasi oleh
keluarga. Sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri perut utamanya di daerah
kanan atas. Riwayat muntah darah atau berak seperti kopi (-), sulit BAB (-),
demam (-), batuk (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


Didiagnosa mengalami sirosis hepatis dengan ascites dan cholelithiasis
sejak 2 bulan yang lalu di RSUD Kanjuruhan.
Riwayat hipertensi (-).
Riwayat DM (-).
Riwayat stroke (-).
Riwayat Kebiasaan
Sebelumnya pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol, namun
sudah berhenti sejak 10 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat hepatitis (-)
Riwayat hipertensi (-).
Riwayat DM (-).
Riwayat stroke (-).

2.3 Pemeriksaan Fisik (14 Desember 2015 pukul 13.30)


1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit berat, GCS 325.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 130/90 mmHg.
b. Laju denyut jantung : 88 x/menit reguler.
c. Laju pernapasan : 20 x/menit.
d. Suhu aksiler : 36,4OC.
3. Kepala
a. Bentuk : normosefal, benjolan massa (-) UUB cekung (-).
b. Ukuran : mesosefal.
c. Rambut : tebal,hitam.
d. Wajah : simetris, bundar, rash (-), sianosis (-), edema (-).
e. Mata
konjungtiva : anemis (-).
sklera : ikterik (+).
palpebra : edema (-).
reflek cahaya : (+/+).
pupil : isokor, (+/+), 2mm/2mm..
telinga : bentuk normal, posisi normal, sekret (-).
f. Hidung : sekret (-) jernih, pernafasan cuping hidung (-)
perdarahan (-), hiperemi (-).
g. Mulut : mukosa bibir basah, mucosa sianosis (-).
4. Leher
a. Inspeksi : massa (-/-).
b. Palpasi : pembesaran kelenjar limfa regional (-/-).
5. Thoraks
a. Inspeksi. : bentuk dada kesan normal dan simetris,
retraksi dinding dada (-), tidak didapatkan
deformitas, ginekomastia (-)
b. Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba di MCL (S) ICS V(S).
Perkusi : batas jantung normal.
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, gallop (-), murmur (-).
c. Paru:
Inspeksi : gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding
dada, retraksi (-), RR 20 kali/menit
Palpasi : pergerakan dinding dada saat bernafas simetris.
Perkusi: sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
Auskultasi : vesikuler di seluruh lapang paru.
- - - -
Rh - - Wh - -
- - - -

6. Abdomen
a. Inspeksi : slightly rounded, kulit abdomen: jaringan parut (-),
spider nevi (-)
b. Auskultasi : bising usus (+), normal.
c. Perkusi : shifting dullnes (+).
d. Palpasi : hepar tidak teraba, nyeri pada regio kuadran kanan
atas
7. Ekstremitas

Pemeriksaan Atas Bawah


Ekstremitas Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat
Anemis
Ikterik
Edema
Sianosis
Ptechiae
Capillary Refill <2 detik <2 detik <2 detik <2 detik
Time
Leukonikia, - -
palmar eritema

8. Status neurologis
GCS : 325
Pupil : 2 mm / 2mm
RC :+ + Motorik : 5 5
5 5
MS : (-) KK : (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang.


GDA stick: 98 mg/dl.
Laboratorium:
14 Desember 2015
Hb : 13,1 g/dl
Hct : 34,1 %
Eritrosit : 3,62 x 106/cmm.
Leukosit : 12.470 cell/cmm
Trombosit: 110.000 cell/cmm
GDA : 89 mg/dL.
SGOT : 181 U/L.
SGPT : 113 U/L.
Ureum : 25 mg/dl
Kreatinin : 1,12 mg/dl

2.5 Resume.
Tn. S/ Laki-laki/ 52 tahun
Anamnesis
Keluhan utama: penurunan kesadaran
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, onset mendadak, dan pasien sulit diajak berkomunikasi dengan
keluarga. Sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri perut utamanya pada daerah
kanan atas. Pasien didiagnosa mengalami sirosis hepatis dan kolelitiasis sejak
2 bulan yang lalu. Keluhan muntah atau berak berwarna merah kehitaman
seperti kopi disangkal. Riwayat mengkonsumsi alkohol (+).

Pemeriksaan fisik
Pasien tampak sakit berat, compos mentis, GCS: 325.
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg.
Denyut jantung : 76 x/menit reguler.
Laju pernafasan : 20 x/menit.
Suhu aksiler : 36,4O C.
Kepala : tidak ditemukan kelainan.
Leher : tidak ditemukan kelainan.
Thoraks : tidak ditemukan kelainan.
Abdomen : slightly rounded, shifting dullness (+),
nyeri pada kuadran kanan atas
Ekstremitas : tidak ditemukan kelainan.
Status neurologis : normal, tidak ditemukan MS dan kaku kuduk.

2.6 Diagnosis.
Penurunan kesadaran e.c suspek ensefalopati hepatikum
2.7 Terapi
- Oksigen via nasal canule 2 4 lpm
- Insersi NGT
- IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
- IVFD Comafusin 1 x 500 ml
- Injeksi intravena cefotaxim 3 x 2 g
- Injeksi intravena omeprazole 1 x 40 mg
- Injeksi intravena ondansetron 3 x 8 mg
- Injeksi intravena furosemid 1 x 20 mg
- Per oral via NGT: ursolic 3 x 250 mg, curcuma 3 x 1, spironolakton 2 x
100 mg
- Diet cair via NGT 6 x 200 cc

2.8 Rencana Edukasi.


a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang diderita dan rencana
terapi yang akan dilakukan.
b. Menjelaskan kemungkinan perkembangan penyakit.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi.
Ensefalopati hepatikum merupakan suatu sindrom yang dapat terjadi
pada pasien dengan sirosis. Ensefalopati hepatikum didefinisikan sebagai
suatu spektrum gangguan neuropsikiatrik pada pasien-pasien dengan
gangguan fungsi liver, setelah gangguan otak disingkirkan. Ensefalopati
hepatikum ditandai dengan perubahan kepribadian, gangguan intelegensi dan
gangguan atau pun penurunan kesadaran.

3.2 Pathogenesis
Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada patogenesis ensefalopati
hepatikum antara lain yaitu :
a) Hipotesis amoniak.
Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam
lumen usus dan dari bakteri yang mengandung urease. Dalam hati
ammonia diubah menjadi urea pada sel hati periportal dan menjadi
glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah ammonia yang masuk
ke sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh
otot (50%), hati, ginjal, dan otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan
terjadi gangguan metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi amonia sebesar 5-10 kali lipat. Beberapa peneliti melaporkan
bahwa amonia secara invitro akan mengubah loncatan (fluk) klorida
melalui membran neural dan akan mengganggu keseimbangan potensial
aksi sel saraf. Di samping itu, amonia dalam proses detoksikasi akan
menekan eksitasi transmiter asam amino, aspartat, dan glutamat.
b) Hipotesis toksisitas sinergik.
Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti
merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain-lain.
Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus akan berperan

12
menghambat NaK-ATP-ase. Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid
mempunyai efek metabolik seperti gangguan oksidasi, fosforilasi dan
penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-ATP-ase
sehingga dapat mengakibatkan ensefalopati hepatikum reversibel. Fenol
sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas
otak dan enzim hati monoamine oksidase, laktat dehidrogeriase, suksinat
dehidrogenase, prolin oksidase yang berpotensi dengan zat lain seperti
amonia yang mengakibatkan ensefalopati hepatikum. Senyawa-senyawa
tersebut akan memperkuat sifat sifat neurotoksisitas dari amonia.
c) Hipotesis GABA dan Benzodiazepin
Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmiter yang merangsang
dan yang menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan pada
terjadinya ensefalopati hepatikum. Terjadi penurunan transmiter yang
memiliki efek merangsang seperti glutamat, aspartat dan dopamin sebagai
akibat meningkatnya ammonia dan gama aminobutirat (GABA) yang
menghambat transmisi impuls. Efek GABA yang meningkat bukan karena
influks yang meningkat ke dalam otak tapi akibat perubahan reseptor
GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip benzodiazepin
(benzodiazepin-like substance).

3.2. Gejala klinis.


Sesuai dengan perjalanan penyakit hati maka ensefalopati hepatikum atau
koma hepatikum dibedakan atas :
1). Koma hepatik akut (fulminant hepatic failure) ditemukan pada pasien
hepatitis virus, hepatitis toksik obat (halotan, asetaminofen), perlemakan
hati akut pada kehamilan, kerusakan parenkim hati yang fulminan tanpa
faktor pencetus (presipitasi). Perjalanan penyakit eksplosif, ditandai
dengan delirium, kejang disertai dengan edema otak. Dengan perawatan
intensif angka kematian masih tinggi sekitar 80%. Kematian terutama
disebabkan edema serebral yang patogenesisnya belum jelas, kemungkinan

13
akibat perubahan permeabilitas sawar otak dan inhibisi neuronal (Na+ dan
K+) ATP-ase, serta perubahan osmolar karena metabolisme ammonia,
2). Pada penyakit hati kronik dengan koma portosistemik, perjalanan tidak
progresif sehingga gejala neuropsikiatri terjadi pelan-pelan dan dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus seperti azotemia,
sedatif, analgetik, perdarahan gastrointestinal, alkalosis metabolik,
kelebihan protein, infeksi, konstipasi, gangguan keseimbangan cairan, dan
pemakaian diuretik akan dapat mencetuskan ensefalopati hepatikum.

3.3 Diagnosis
Diagnosis ensefalopati hepatikum ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa,
gambaran klinis yang ditemukan selama pemeriksaan fisik dan dibantu
dengan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang antara lain
adalah:
a) Elektroensefalografi (EEG). Dengan pemeriksaan EEG terlihat peninggian
amplitudo dan menurunnya jumlah siklus gelombang perdetik. Terjadi
penumnan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8- 12 Hz).
b) Tes psikometri. Cara ini dapat membantu menilai tingkat kemampuan
intelektual pasien yang mengalami ensefalopati hepatikum subklinis.
Penggunaannya sangat sederhana dan mudah melakukannya serta
memberikan hasil dengan cepat dan tidak mahal. Tes ini pertama kali
dipakai oleh Reitan (Reitan Trail Making Test) yang dipergunakan secara
luas pada ujian personal militer Amerika (Conn HO, 1994) kemudian
dilakukan modifikasi dari tes ini yang disebut sebagai Uji Hubung Angka
(UHA) atau Number Connection Test (NCT).
c) Pemeriksaan Amonia Darah. Amonia merupakan hasil akhir dari
metabolisme asam amino baik yang berasal dari dekarboksilasi protein
maupun hasil deaminasi glutamine pada usus dari hasil katabolisme
protein otot. Dalam keadaan normal amonia dikeluarkan oleh hati dengan
pembentukan urea. Pada kerusakan sel hati seperti sirosis hati, terjadi

14
peningkatan konsentrasi amonia darah karena gangguan fungsi hati dalam
mendetoksifikasi amonia serta adanya pintas (shunt) porto-sistemik.

3.4 Diagnosis Banding Ensefalopati Hepatikum


Ensefalopati hepatikum dapat didiagnosa banding dengan beberapa penyakit
seperti ;
Lesi-lesi intracranial seperti SAH, ICH, Stroke, tumor otak dan abses
Infeksi, seperti meningitis, ensefalitis, dan abses intracranial
Ensefalopati metabolik lain seperti hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, anoksia, hiperkarbia dan uremia
Ensefalopati toksik karena alcohol, obat-obatan psikotropik, dsb

3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ensefalopati hepatikum harus memperhatikan apakah
ensefalopati hepatikum yang terjadi adalah primer atau sekunder. Pada
ensefalopati hepatikum primer terjadinya koma adalah akibat kerusakan
parenkim hati yang berat tanpa adanya faktor pencetus (presipitasi),
sedangkan pada koma hepatic sekunder terjadinya koma dipicu oleh faktor
pencetus.
Upaya yang dilakukan pada penatalaksanaan ensefalopati hepatikum
adalah:
1. Mengobati penyakit dasar hati;
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor-faktor pencetus;
3. Mengurangi atau mencegah pembentukan influx toksin-toksin nitrogen ke
jaringan otak antara lain dengan cara:
a. Menurunkan atau mengurangi asupan makanan yang mengandung
protein,
b. Menggunakan laktulosa dan antibiotika,
c. Membersihkan saluran cerna bagian bawah.

15
4. Upaya suportif dengan memberikan kalori yang cukup serta mengatasi
komplikasi yang mungkin ditemui seperti hipoglikemia, perdarahan
saluran cerna, dan keseimbangan elektrolit.

Secara umum tatalaksana pasien dengan koma hepatik atau ensefalopati


hepatikum adalah memperbaiki oksigenasi jaringan, pemberian vitamin
terutama golongan vitamin B, memperbaiki keseimbangan elektrolit dan
cairan, serta menjaga agar jangan terjadi dehidrasi. Pemberian makanan
berasal dari protein dikurangi atau dihentikan sementara, dan dapat kembali
diberikan setelah terdapat perbaikan. Protein dapat ditingkatkan secara
bertahap, misalnya dari 10 gram menjadi 20 gram sehari selama 3-5 hari
disesuaikan dengan respon klinis, dan bila keadaan telah stabil dapat
diberikan protein 40-60 gram sehari.
Sumber protein terutama dari campuran asam amino rantai cabang.
Pemberian asam amino ini diharapkan akan menormalkan keseimbangan
asam amino sehingga neurotransmiter asli dan palsu akan berimbang dan
kemungkinan dapat meningkatkan metabolisme amonia di otot. Tujuan
pemberian asam amino rantai cabang pada koma hepatik (ensepalopati
hepatik) antara lain adalah:
1. Untuk mendapatkan energi yang dibutuhkan tanpa memperberat fungsi
hati;
2. Pemberian asam amino rantai cabang akan mengurangi asam amino
aromatik dalam darah;
3. Asam amino rantai cabang akan memperbaiki sintesis katekolamin pada
jaringan perifer;
4. Pemberian asam amino rantai cabang dengan dekstrosa hipertonik akan
mengurangi hiperaminosidemia.
Selanjutnya dapat dipergunakan laksansia, antibiotika, atau keduanya.
Pemakaian laksansia laktulosa diberikan secara oral dengan dosis 60-120 ml
perhari untuk merangsang defekasi. Laktulosa merupakan suatu disakarida
sintetis yang tidak diabsorbsi oleh usus halus, tetapi dihidrolisis oleh bakteri

16
usus besar, sehingga terjadi lingkungan dengan pH asam yang akan
menghambat penyerapan amoniak. Selain itu frekuensi defekasi bertambah
sehingga memperpendek waktu transit protein di usus. Penggunaan laktulosa
bersama antibiotika yang tidak diabsorbsi usus seperti neomisin, akan
memberikan hasil yang lebih baik. Neomisin diberikan 2-4 kali 250 mg
perhari baik secara oral atau secara enema, walaupun pemberian oral lebih
baik kecuali terdapat tanda-tanda ileus. Metronidazol 3 x 500 mg perhari
merupakan alternatif.
Upaya membersihkan saluran cerna bagian bawah dilakukan terutama
jika terjadi perdarahan saluran cerna (hematemesis/melena) agar darah
sebagai sumber toksin nitrogen segera dikeluarkan.

3.6 Prognosis
Pada koma atau ensefalopati hepatik portosistemik sekunder, bila
faktor-faktor pencetus teratasi, maka dengan pengobatan standar hampir 80%
pasien akan kembali sadar. Pada pasien dengan koma atau ensefalopati
hepatik primer dan penyakit berat prognosis akan lebih buruk bila disertai
hipoalbuminemia, ikterus, serta asites. Sementara koma hepatik akibat gagal
hati fulminan kemungkinan hanya 20% yang dapat sadar kembali setelah
dirawat pada pusat-pusat kesehatan yang maju.

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, Tn. S., berusia 52 tahun, mengalami penurunan kesadaran
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, onset mendadak, dan pasien sulit utuk
diajak berkomunikasi. Sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian
kanan atas. Riwayat muntah atau berak berwarna merah kehitaman disangkal.
Sebelumnya pasien pernah dirawat inap di RSUD Kanjuruhan dan didiagnosa
mengalami sirosis hepatis dan kolelitiasis. Pasien memiliki riwayat konsumsi
minuman beralkohol, tetapi sudah berhenti 10 tahun yang lalu
Melalui pemeriksaan fisik, didapatkan GCS 325, dengan tanda-tanda vital
dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterik pada sklera,
shifting dullness (+) yang menunjukkan terdapatnya ascites dan nyeri perut pada
regio kanan atas. Pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Hasil laboratorium
menunjukkan leukositosis (12.740 cell/cmm), trombositopenia (110.000
cell/cmm), peningkatan SGOT (181 U/L) dan SGPT (113 U/L).
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat diperkirakan bahwa
kemungkinan penyebab pasien mengalami penurunan kesadaran adalah akibat
ensefalopati metabolik. Adanya lesi intrakranial seperti stroke atau infeksi pada
susunan saraf pusat dapat disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Di samping itu
pemeriksaan neurologis juga masih dalam batas normal.
Pasien mendapatkan terapi oksigen via nasal canule 2 4 lpm, insersi
NGT, infus NaCl 0,9% 10 tpm, Infus Comafusin 1 x 500 ml yang merupakan
asam amino rantai cabang, injeksi intravena cefotaxim 3 x 2 g sebagai profilaksis
untuk pencegahan terjadinya spontaneus bacterial peritonitis, injeksi intravena
omeprazole 1 x 40 mg, injeksi intravena ondansetron 3 x 8 mg, injeksi intravena
furosemid 1 x 20 mg. Per oral via NGT: ursolic 3 x 250 mg, curcuma 3 x 1,
spironolakton 2 x 100 mg, serta Diet cair via NGT 6 x 200 cc
DAFTAR PUSTAKA

Zubir, Nasrul. . Koma Hepatik. 2006. Koma Hepatik. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Edisi kelima. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 677-680

You might also like