Professional Documents
Culture Documents
KASUS KEGAWATDARURATAN
ENSEFALOPATI HEPATIKUM
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip
di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang
Diajukan kepada:
dr. Hendryk Kwandang, M.Kes(Pembimbing UGD)
dr. Benediktus Setyo Untoro (Pembimbing Rawat Jalan)
Disusun oleh:
dr. Desty Permataningtyas
PRESENTASI KASUS
KASUS KEGAWATDARURATAN
HEPATIK ENSEFALOPATI
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Oleh :
Dokter Pembimbing Instalasi Gawat Darurat dan Rawat Inap
i
HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
KASUS KEGAWATDARURATAN
HEPATIK ENSEFALOPATI
Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus
sebagai bagian persyaratan menyelesaikan program internsip di
RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Malang
Oleh :
Dokter Pembimbing Rawat Jalan
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, dan
sahabatnya. Berkat rahmat, berkah, kasih sayang, dan petunjuk Allah SWT yang
melimpah, penulis dapat menyelesaikan portofolio laporan kasus dengan judul
Ensefalopati Hepatikum. Dalam penyelesaian portofolio laporan kasus ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. dr.Hendryk Kwandang, M.Kes selaku dokter pembimbing instalasi gawat
darurat dan rawat inap
2. dr.Benidiktus Setyo Untoro selaku dokter pembimbing rawat jalan
3. dr. Romualdus Redy Wibowo, dr. Anna Komalia, dr. Janny Fajar Dita,
dr.Antarestawati, dr. Anita Ikawati, dan dr. Yuda Perdana, selaku dokter
jaga dua
4. Serta paramedis yang selalu membimbing dan membantu penulis.
Portofolio laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan
kerendahan hati penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan
saran dan kritik yang membangun. Semoga laporan kasus ini dapat menambah
wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
Bab I Pendahuluan...................................................................................................5
Bab II Laporan Kasus..............................................................................................6
2.1. Identitas Pasien..........................................................................................6
2.2. Anamnesis.................................................................................................6
2.3. Pemeriksaan Fisik......................................................................................7
2.4. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................7
2.5. Diagnosis...................................................................................................8
2.6. Terapi.........................................................................................................8
Bab III Tinjauan Pustaka........................................................................................10
3.1. Definisi....................................................................................................10
3.2. Klasifikasi................................................................................................10
a. Stroke Iskemik.........................................................................................10
b. Stroke Hemorragik...............................................................................12
3.3. Gejala klinis.............................................................................................12
3.4. Diagnosis.................................................................................................13
3.5. Penatalaksanaan.......................................................................................18
Bab IV Resume......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Hati merupakan salah satu organ yang sangat berperan penting dalam
mengatur metabolisme tubuh, yaitu pada proses anabolisme atau sintesis bahan-
bahan yang penting seperti sintesis protein, pembentukan glukosa serta proses
katabolisme yaitu dengan melakukan detoksifikasi bahan-bahan seperti amonia,
berbagai jenis hormon, obat obatan, dan sebagainya. Selain itu hati juga berperan
sebagai penyimpan bahan-bahan seperti glikogen dan vitamin serta memelihara
keseimbangan aliran darah splanknikus.
Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsi-fungsi tersebut sehingga
dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang
bersifat toksik. Keadaan klinis gangguan sistem saraf otak pada penyakit hati
tersebut merupakan gangguan neuropsikiatrik yang disebut sebagai ensefalopati
hepatikum atau koma hepatikum. Ensefalopati hepatikum merupakan salah satu
komplikasi serius sistemik dari penyakit hati kronik. Keadaan ini ditemukan pada
70% pasien dengan sirosis.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2. Anamnesis
6. Abdomen
a. Inspeksi : slightly rounded, kulit abdomen: jaringan parut (-),
spider nevi (-)
b. Auskultasi : bising usus (+), normal.
c. Perkusi : shifting dullnes (+).
d. Palpasi : hepar tidak teraba, nyeri pada regio kuadran kanan
atas
7. Ekstremitas
8. Status neurologis
GCS : 325
Pupil : 2 mm / 2mm
RC :+ + Motorik : 5 5
5 5
MS : (-) KK : (-)
2.5 Resume.
Tn. S/ Laki-laki/ 52 tahun
Anamnesis
Keluhan utama: penurunan kesadaran
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, onset mendadak, dan pasien sulit diajak berkomunikasi dengan
keluarga. Sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri perut utamanya pada daerah
kanan atas. Pasien didiagnosa mengalami sirosis hepatis dan kolelitiasis sejak
2 bulan yang lalu. Keluhan muntah atau berak berwarna merah kehitaman
seperti kopi disangkal. Riwayat mengkonsumsi alkohol (+).
Pemeriksaan fisik
Pasien tampak sakit berat, compos mentis, GCS: 325.
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/90 mmHg.
Denyut jantung : 76 x/menit reguler.
Laju pernafasan : 20 x/menit.
Suhu aksiler : 36,4O C.
Kepala : tidak ditemukan kelainan.
Leher : tidak ditemukan kelainan.
Thoraks : tidak ditemukan kelainan.
Abdomen : slightly rounded, shifting dullness (+),
nyeri pada kuadran kanan atas
Ekstremitas : tidak ditemukan kelainan.
Status neurologis : normal, tidak ditemukan MS dan kaku kuduk.
2.6 Diagnosis.
Penurunan kesadaran e.c suspek ensefalopati hepatikum
2.7 Terapi
- Oksigen via nasal canule 2 4 lpm
- Insersi NGT
- IVFD NaCl 0,9% 10 tpm
- IVFD Comafusin 1 x 500 ml
- Injeksi intravena cefotaxim 3 x 2 g
- Injeksi intravena omeprazole 1 x 40 mg
- Injeksi intravena ondansetron 3 x 8 mg
- Injeksi intravena furosemid 1 x 20 mg
- Per oral via NGT: ursolic 3 x 250 mg, curcuma 3 x 1, spironolakton 2 x
100 mg
- Diet cair via NGT 6 x 200 cc
3.1. Definisi.
Ensefalopati hepatikum merupakan suatu sindrom yang dapat terjadi
pada pasien dengan sirosis. Ensefalopati hepatikum didefinisikan sebagai
suatu spektrum gangguan neuropsikiatrik pada pasien-pasien dengan
gangguan fungsi liver, setelah gangguan otak disingkirkan. Ensefalopati
hepatikum ditandai dengan perubahan kepribadian, gangguan intelegensi dan
gangguan atau pun penurunan kesadaran.
3.2 Pathogenesis
Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada patogenesis ensefalopati
hepatikum antara lain yaitu :
a) Hipotesis amoniak.
Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam
lumen usus dan dari bakteri yang mengandung urease. Dalam hati
ammonia diubah menjadi urea pada sel hati periportal dan menjadi
glutamin pada sel hati perivenus, sehingga jumlah ammonia yang masuk
ke sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh
otot (50%), hati, ginjal, dan otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan
terjadi gangguan metabolisme amonia sehingga terjadi peningkatan
konsentrasi amonia sebesar 5-10 kali lipat. Beberapa peneliti melaporkan
bahwa amonia secara invitro akan mengubah loncatan (fluk) klorida
melalui membran neural dan akan mengganggu keseimbangan potensial
aksi sel saraf. Di samping itu, amonia dalam proses detoksikasi akan
menekan eksitasi transmiter asam amino, aspartat, dan glutamat.
b) Hipotesis toksisitas sinergik.
Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti
merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain-lain.
Merkaptan yang dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus akan berperan
12
menghambat NaK-ATP-ase. Asam lemak rantai pendek terutama oktanoid
mempunyai efek metabolik seperti gangguan oksidasi, fosforilasi dan
penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-ATP-ase
sehingga dapat mengakibatkan ensefalopati hepatikum reversibel. Fenol
sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas
otak dan enzim hati monoamine oksidase, laktat dehidrogeriase, suksinat
dehidrogenase, prolin oksidase yang berpotensi dengan zat lain seperti
amonia yang mengakibatkan ensefalopati hepatikum. Senyawa-senyawa
tersebut akan memperkuat sifat sifat neurotoksisitas dari amonia.
c) Hipotesis GABA dan Benzodiazepin
Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmiter yang merangsang
dan yang menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan pada
terjadinya ensefalopati hepatikum. Terjadi penurunan transmiter yang
memiliki efek merangsang seperti glutamat, aspartat dan dopamin sebagai
akibat meningkatnya ammonia dan gama aminobutirat (GABA) yang
menghambat transmisi impuls. Efek GABA yang meningkat bukan karena
influks yang meningkat ke dalam otak tapi akibat perubahan reseptor
GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip benzodiazepin
(benzodiazepin-like substance).
13
akibat perubahan permeabilitas sawar otak dan inhibisi neuronal (Na+ dan
K+) ATP-ase, serta perubahan osmolar karena metabolisme ammonia,
2). Pada penyakit hati kronik dengan koma portosistemik, perjalanan tidak
progresif sehingga gejala neuropsikiatri terjadi pelan-pelan dan dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus seperti azotemia,
sedatif, analgetik, perdarahan gastrointestinal, alkalosis metabolik,
kelebihan protein, infeksi, konstipasi, gangguan keseimbangan cairan, dan
pemakaian diuretik akan dapat mencetuskan ensefalopati hepatikum.
3.3 Diagnosis
Diagnosis ensefalopati hepatikum ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa,
gambaran klinis yang ditemukan selama pemeriksaan fisik dan dibantu
dengan beberapa pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang antara lain
adalah:
a) Elektroensefalografi (EEG). Dengan pemeriksaan EEG terlihat peninggian
amplitudo dan menurunnya jumlah siklus gelombang perdetik. Terjadi
penumnan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8- 12 Hz).
b) Tes psikometri. Cara ini dapat membantu menilai tingkat kemampuan
intelektual pasien yang mengalami ensefalopati hepatikum subklinis.
Penggunaannya sangat sederhana dan mudah melakukannya serta
memberikan hasil dengan cepat dan tidak mahal. Tes ini pertama kali
dipakai oleh Reitan (Reitan Trail Making Test) yang dipergunakan secara
luas pada ujian personal militer Amerika (Conn HO, 1994) kemudian
dilakukan modifikasi dari tes ini yang disebut sebagai Uji Hubung Angka
(UHA) atau Number Connection Test (NCT).
c) Pemeriksaan Amonia Darah. Amonia merupakan hasil akhir dari
metabolisme asam amino baik yang berasal dari dekarboksilasi protein
maupun hasil deaminasi glutamine pada usus dari hasil katabolisme
protein otot. Dalam keadaan normal amonia dikeluarkan oleh hati dengan
pembentukan urea. Pada kerusakan sel hati seperti sirosis hati, terjadi
14
peningkatan konsentrasi amonia darah karena gangguan fungsi hati dalam
mendetoksifikasi amonia serta adanya pintas (shunt) porto-sistemik.
3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ensefalopati hepatikum harus memperhatikan apakah
ensefalopati hepatikum yang terjadi adalah primer atau sekunder. Pada
ensefalopati hepatikum primer terjadinya koma adalah akibat kerusakan
parenkim hati yang berat tanpa adanya faktor pencetus (presipitasi),
sedangkan pada koma hepatic sekunder terjadinya koma dipicu oleh faktor
pencetus.
Upaya yang dilakukan pada penatalaksanaan ensefalopati hepatikum
adalah:
1. Mengobati penyakit dasar hati;
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor-faktor pencetus;
3. Mengurangi atau mencegah pembentukan influx toksin-toksin nitrogen ke
jaringan otak antara lain dengan cara:
a. Menurunkan atau mengurangi asupan makanan yang mengandung
protein,
b. Menggunakan laktulosa dan antibiotika,
c. Membersihkan saluran cerna bagian bawah.
15
4. Upaya suportif dengan memberikan kalori yang cukup serta mengatasi
komplikasi yang mungkin ditemui seperti hipoglikemia, perdarahan
saluran cerna, dan keseimbangan elektrolit.
16
usus besar, sehingga terjadi lingkungan dengan pH asam yang akan
menghambat penyerapan amoniak. Selain itu frekuensi defekasi bertambah
sehingga memperpendek waktu transit protein di usus. Penggunaan laktulosa
bersama antibiotika yang tidak diabsorbsi usus seperti neomisin, akan
memberikan hasil yang lebih baik. Neomisin diberikan 2-4 kali 250 mg
perhari baik secara oral atau secara enema, walaupun pemberian oral lebih
baik kecuali terdapat tanda-tanda ileus. Metronidazol 3 x 500 mg perhari
merupakan alternatif.
Upaya membersihkan saluran cerna bagian bawah dilakukan terutama
jika terjadi perdarahan saluran cerna (hematemesis/melena) agar darah
sebagai sumber toksin nitrogen segera dikeluarkan.
3.6 Prognosis
Pada koma atau ensefalopati hepatik portosistemik sekunder, bila
faktor-faktor pencetus teratasi, maka dengan pengobatan standar hampir 80%
pasien akan kembali sadar. Pada pasien dengan koma atau ensefalopati
hepatik primer dan penyakit berat prognosis akan lebih buruk bila disertai
hipoalbuminemia, ikterus, serta asites. Sementara koma hepatik akibat gagal
hati fulminan kemungkinan hanya 20% yang dapat sadar kembali setelah
dirawat pada pusat-pusat kesehatan yang maju.
17
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, Tn. S., berusia 52 tahun, mengalami penurunan kesadaran
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, onset mendadak, dan pasien sulit utuk
diajak berkomunikasi. Sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian
kanan atas. Riwayat muntah atau berak berwarna merah kehitaman disangkal.
Sebelumnya pasien pernah dirawat inap di RSUD Kanjuruhan dan didiagnosa
mengalami sirosis hepatis dan kolelitiasis. Pasien memiliki riwayat konsumsi
minuman beralkohol, tetapi sudah berhenti 10 tahun yang lalu
Melalui pemeriksaan fisik, didapatkan GCS 325, dengan tanda-tanda vital
dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterik pada sklera,
shifting dullness (+) yang menunjukkan terdapatnya ascites dan nyeri perut pada
regio kanan atas. Pemeriksaan neurologi dalam batas normal. Hasil laboratorium
menunjukkan leukositosis (12.740 cell/cmm), trombositopenia (110.000
cell/cmm), peningkatan SGOT (181 U/L) dan SGPT (113 U/L).
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat diperkirakan bahwa
kemungkinan penyebab pasien mengalami penurunan kesadaran adalah akibat
ensefalopati metabolik. Adanya lesi intrakranial seperti stroke atau infeksi pada
susunan saraf pusat dapat disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Di samping itu
pemeriksaan neurologis juga masih dalam batas normal.
Pasien mendapatkan terapi oksigen via nasal canule 2 4 lpm, insersi
NGT, infus NaCl 0,9% 10 tpm, Infus Comafusin 1 x 500 ml yang merupakan
asam amino rantai cabang, injeksi intravena cefotaxim 3 x 2 g sebagai profilaksis
untuk pencegahan terjadinya spontaneus bacterial peritonitis, injeksi intravena
omeprazole 1 x 40 mg, injeksi intravena ondansetron 3 x 8 mg, injeksi intravena
furosemid 1 x 20 mg. Per oral via NGT: ursolic 3 x 250 mg, curcuma 3 x 1,
spironolakton 2 x 100 mg, serta Diet cair via NGT 6 x 200 cc
DAFTAR PUSTAKA
Zubir, Nasrul. . Koma Hepatik. 2006. Koma Hepatik. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Edisi kelima. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 677-680