You are on page 1of 3

Kiai Romly Tamim, Penyusun Doa Istighotsah

Senin, 16 Juni 2014 08:31Tokoh

Bagikan

Kata "Istighotsah" ( )adalah bentuk masdar dari Fi'il Madli Istaghotsa ( )yang
berarti mohon pertolongan. Secara terminologis, istigotsah berarti beberapa bacaan
wirid (awrad) tertentu yang dilakukan untuk mohon pertolongan kepada Allah SWT atas
beberapa masalah hidup yang dihadapi.<>
Istighotsah ini mulai banyak dikenal oleh masyarakat khususnya kaum Nahdliyyin baru
pada tahun 1990 an. Di Jawa Timur, ulama yang ikut mempopulerkan istighotsah adalah
Almarhum KH Imron Hamzah (Rais Syuriyah PWNU Jatim waktu itu). Namun di kalangan
murid Thariqah, khususnya Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, Isighotsah ini
sudah lama dikenal dan diamalkan.
Bacaan istighotsah yang banyak diamalkan oleh warga Nahdliyyin ini, bahkan sekarang
meluas ke seluruh penjuru negeri sebenarnya disusun oleh KH Muhammad Romly
Tamim, seorang Mursyid Thariqah Qadiriyah wan Naqsyabandiyah, dari Pondok
Pesantren Rejoso, Peterongan, Jombang. Hal ini dibuktikan dengan kitab karangan
beliau yang bernama Al-Istighatsah bi Hadrati Rabb al-Bariyyah" (tahun 1951) kemudian
pada tahun 1961 diterjemah ke dalam bahasa Jawa oleh putranya KH Musta'in Romli.
KH Muhammad Romly Tamim adalah salah satu putra dari empat putra Kiai Tamim
Irsyad (seorang Kiai asal Bangkalan Madura). Keempat putra Kiai Tamim itu ialah
Muhammad Fadlil, Siti Fatimah, Muhammad Romly Tamim, dan Umar Tamim.
KH Muhammad Romly Tamim lahir pada tahun 1888 H. di Bangkalan Madura. Sejak
masih kecil, beliau diboyong oleh orang tuanya KH. Tamim Irsyad ke Jombang. Di masa
kecilnya, selain belajar ilmu dasar-dasar agama dan Al-Qur'an kepada ayahnya sendiri
juga belajar kepada kakak iparnya yaitu KH Kholil (pembawa Thariqah Qodiriyah wa
Naqsyabandiyah di Rejoso).
Setelah masuk usia dewasa, beliau dikirim orang tuanya belajar ke KH. Kholil di
Bangkalan, sebagaimana orang tuanya dahulu dan juga kakak iparnya belajar ke beliau.
Kemudian setelah dirasa cukup belajar ke Kiai Kholil Bangkalan, beliau mendapat tugas
untuk membantu KH Hasyim Asy'ari mengajarkan ilmu agama di Pesantren Tebuireng,
sehingga akhirnya beliau diambil sebagai menantu oleh Kiai Hasyim yaitu dinikahkan
dengan putrinya yang bernama Izzah binti Hasyim pada tahun 1923 M. Namun
pernikahan ini tidak berlangsung lama karena terjadi perceraian.
Setelah perceraian tersebut, Mbah Yai Romly, begitu biasa dipanggil, pulang ke rumah
orang tuanya, Kiai Tamim di Rejoso Peterongan. Tak lama kemudian beliau menikahi
seorang gadis dari desa Besuk, kecamatan Mojosongo. Gadis yang dinikahi tersebut
bernama Maisaroh. Dari pernikahannya dengan Nyai Maisaroh ini, lahir dua orang putra
yaitu Ishomuddin Romly (wafat tertembak oleh tentara Belanda, saat masih muda), dan
Musta'in Romly.
Putra kedua Kiai Romly yang tersebut terakhir ini kemudian menjadi seorang Kiai besar
yang berwawasan luas. Hal ini terbukti saat beliau menjadi pengasuh di Pondok
Pesantren Darul'Ulum Rejoso, beliau mendirikan sekolah-sekolah umum di dalam
pesantren disamping madrasah-madrasah diniyah yang sudah ada. Sekolah-sekolah
umum itu di antaranya SMP, SMA, PGA, SPG, SMEA, bahkan juga memasukkan sekolah
negeri di dalam pesantren yaitu MTs Negeri dan MA Negeri. Sekolah-sekolah tersebut
masih berjalan hingga sekarang.
Di samping menjadi Ketua Umum Jam'iyyah Ahli Thariqoh Mu'tabaroh dan Mursyid
Thariqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah pada saat itu, Dr. KH. Musta'in Romly yang
kemudian menjadi menantu KH. Abdul Wahab Chasbullah Tambakberas ini juga
merupakan satu-satunya Kiai pertama di Indonesia yang mendirikan sebuah Universitas
Islam yang cukup ternama pada saat itu (tahun 1965), yaitu Universitas Darul'Ulum
Jombang.
Kemudian setelah Nyai Maisaroh wafat, Mbah Yai Romly menikah lagi dengan seorang
gadis putri KH. Luqman dari Swaru Mojowarno. Gadis itu bernama Khodijah. Dari
pernikahannya dengan istri ketiga ini lahir putra-putra beliau yaitu: KH Ahmad Rifa'iy
Romli (wafat tahun 1994), beliau adalah menantu Kiai Mahrus Ali Lirboyo, KH A.
Shonhaji Romli (wafat tahun 1992), beliau adalah menantu Kiai Ahmad Zaini Sampang,
KH. Muhammad Damanhuri Romly (wafat tahun 2001), beliau adalah menantu Kiai
Zainul Hasan Genggong, KH. Ahmad Dimyati Romly (menantu Kiai Marzuki Langitan),
dan KH. A. Tamim Romly, M.Si. (menantu Kiai Shohib Bisri Denanyar).
KH. Muhammad Romly Tamim, adalah seorang Kiai yang sangat alim, sabar, sakhiy,
wara', faqih, seorang sufi murni, seorang Mursyid Thariqah Qodiriyah wa
Naqsyabandiyah, dan pengasuh Pondok Pesantren Darul'Ulum Rejoso, Peterongan,
Jombang.
Di antara murid-murid beliau yang terkenal dan menjadi Kiai besar ialah KH.
Muhammad Abbas (Buntet Cirebon), KH. Muhammad Utsman Ishaq (Sawahpuluh
Surabaya), KH. Shonhaji (Kebumen), KH. Imron Hamzah (Sidoarjo).
KH. Muhammad Romly Tamim, disamping seorang mursyid, beliau juga kreatif dalam
menulis kitab. Di antara kitab-kitab karangannya ialah: al-Istighotsah bi Hadrati Rabbil-
Bariyyah, Tsamratul Fikriyah, Risalatul Waqi'ah, Risalatush Shalawat an-Nariyah. Beliau
wafat di Rejoso Peterongan Jombang pada tanggal 16 Ramadlan 1377 H atau tanggal 6
April 1958 M.
Tata Cara Istighotsah
Melaksanakan istighotsah, boleh dilakukan secara bersama-sama (jamaah) dan boleh
juga dilakukan secara sendiri-sendiri. Demikian juga waktunya, bebas dilakukan, boleh
siang, malam, pagi, atau sore. Seseorang yang akan melaksanakan istighotsah,
sayogianya ia sudah dalam keadaan suci, baik badannya, pakaian dan tempatnya, dan
suci dari hadats kecil dan besar.
Juga tidak kalah pentingnya, seseorang yang mengamalkan istighotsah menyesuaikan
dengan bacaan dan urutan sebagaimana yang telah ditentukan oleh pemiliknya (Kiai
Romly). Hal ini penting disampaikan, sebab tidak sedikit orang yang merubah bacaan
dan urutan istighotsah bahkan menambah bacaan sehingga tidak sama dengan
aslinya. Padahal urutan bacaan istighotsah ini, menurut riwayat santri-santri senior Kiai
Romli adalah atas petunjuk dari guru-guru beliau, baik secara langsung maupun lewat
mimpi.
Diceritakan, sebelum membuat wirid istighotsah ini, beliau Kiai Romli melaksanakan
riyaddloh dengan puasa selama 3 tahun. Dalam masa-masa riyadlohnya itulah beliau
memperoleh ijazah wirid-wirid istighotsah dari para waliyulloh. Wirid pertama yang
beliau terima adalah wirid berupa istighfar, dan karena itulah istighfar beliau letakkan di
urutan pertama dalam istighosah. Demikian juga urutan berikutnya adalah sesuai
dengan urutan beliau menerima ijazah dari para waliyyulloh lainnya. Oleh karena itu
sebaiknya dalam mengamalkan istighotsah seseorang menyesuaikan urutan wirid-wirid
istighotsah sesuai dengan aslinya.
Setelah siap semuanya, barulah seseorang menghadap qiblat untuk memulai
istighotsah dengan terlebih dahulu menghaturan hadiah pahala membaca surat al-
Fatihah untuk Nabi, keluarga dan shahabatnya, tabi'in, para wali dan ulama khususnya
Shahibul Istighatsah Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Romly Tamim. (Ishomuddin
Mashum, dosen Universitas Darul Ulum Jombang)

You might also like