You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon


terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan,
bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kronis.1

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan


oleh faktor eksternal, substansi - substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit.
Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.1 Dermatitis
kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik
melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik
(dermatitis kontak iritan).2 Perbedaan antara Dermatitis Kontak Alergi dengan
Dermatitis Kontak Iritan selain dari patogenesisnya adalah dari individual, onset,
tanda, gejala, tingkat konsentrasi kontaktan dan melalui uji tempel. Pada Dermatitis
Kontak Alergi, hanya kalangan tertentu yang memiliki hipersensitifitas yang dapat
mengalami dermatitis ini. Gejala yang dominan adalah rasa gatal dan jika uji tempel
dilepas, reaksi ruam kulit menetap. Sementara pada Dermatitis Kontak Iritan, semua
orang memiliki peluang yang sama untuk mengalami dermatitis ini. Gejala yang
dominan adalah rasa nyeri, pedih dan sensasi seperti terbakar dibandingkan dengan
gatalnya. Jika uji tempel dilepas maka reaksi ruam kulit akan berkurang.12

Berdasarkan beberapa studi yang dilakukan, insiden dan tingkat prevalensi


Dermatitis Kontak Alergi dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu. Dalam data
terakhir, lebih banyak perempuan (18,8%) ditemukan memiliki Dermatitis Kontak
Alergi dibandingkan laki-laki (11,5%).10 Ada perbedaan jenis kelamin yang jelas
,dengan 19,4% perempuan dan 10,3% laki-laki.12 Pada wanita angka prevalensi
meningkat umumnya pada usia 40 tahun. Dalam studi tentang reaktivitas Rhus,
individu yang lebih muda (18 sampai 25 tahun) memiliki onset lebih cepat dan

1
resolusi cepat untuk terjadi dermatitis dibandingkan orang tua. Kompetensi reaksi
imun yang dimediasi sel T pada anak-anak masih kontroversi. Studi ini masih
menganggap bahwa anak-anak jarang mengalami DKA karena sistem kekebalan
tubuh yang belum matang.13

Dermatitis Kontak Alergi merupakan proses multifaktorial, sehingga banyak


faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit ini. Etiologi dan patogenesis DKA
diketahui diklasifikasikan sebagai reaksi hipersensitifitas tipe IV atau reaksi
hipersensitifitas tipe lambat. Tidak seperti jenis klasik reaksi tipe IV yang dimediasi
oleh CD4+ T-sel dan terjadi di dermis, Dermatitis Kontak Alergi terjadi pada
epidermis dan dimediasi terutama melalui CD8+ T-sel dengan profil sitokin tipe Th1.
Faktor-faktor yang ikut berperan dalam terjadi Dermatitis Kontak Alergi antara lain
genetik, alergen, obat-obatan, pekerjaan.12 Keluhan utama pada penderita DKA
biasanya datang dengan gatal dan eritema berbatas tegas. Tangan dan wajah adalah
daerah yang paling umum. Jika proses akut, akan timbul vesikel dan bula. Jika
proses kronik, maka akan timbul skuama dan penebalan kulit (likenifikasi). Biasanya
tidak selalu proses ini terbatas pada paparan kulit.10

Diagnosis Dermatitis Kontak Alergi berdasarkan keluhan dan gambaran


klinis menggunakan Tes Patch. Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Alergi ditujukan
terhadap kelainan kulit yang mendasari seperti gatal, eritema dan likenifikasi. Dalam
menghadapi Dermatitis Kontak Alergi yang akut atau gejala dermatitis kontak alergi
kronik, intervensi farmakologis diperlukan untuk mengurangi gejala dan
keterbatasan fisik yang dikarenakan erupsi. Dampak dari Dermatitis Kontak Alergi
dalam kegiatan hidup sehari hari dan kemampuan untuk melakukan fungsi kerja
juga harus diperhatikan.11

Individu dengan dermatitis kontak alergi dapat memiliki dermatitis persisten


atau kambuh, terutama jika bahan yang mereka alergi tidak dapat diidentifikasi atau
jik mereka terus menggunakan perawatan kulit yang tidak lagi sesuai (yaitu, mereka
terus menggunakan bahan kimia untuk mencuci kulit merekadan tidak menggunakan
emolien untuk melindungi kulit mereka). Semakin lama seorang individu mengalami
dermatitis yang parah, semakin lama dermatitis dapat disembuhkan setelah
penyebabnya terindentifikasi.10,11

2
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit Dermatitis Kontak
Alergi bertujuan untuk menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi
bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis
atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak
mungkin dihindari (misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang
terdapat pada lingkungan penderita) dapat menyebabkan prognosis menjadi kurang
baik. Oleh karena itu penting untuk diketahui apa dan bagaimana Dermatitis Kontak
Alergi sehingga dapat menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis
Dermatitis Kontak Alergi.3

Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui patogenesis,


penatalaksanaan dan pencegahan pada penyakit Dermatitis Kontak Alergi.

BAB II
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. L
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 39th
Alamat : JL. Gandus RT 12/02 Palembang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3
Tanggal Kunjungan : 25 Januari 2016

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Bercak dan bintil kemerahan di kedua lengan bawah, kedua punggung
tangan, daerah sekitar hidung dan dada bagian kanan serta bercak dan bintil
berair pada punggung dan ibu jari kaki bagian kiri sejak 1 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan
Gatal pada bercak dan bintil yang kemerahan. Pasien juga mengeluhkan rasa
perih seperti terbakar pada daerah sekitar hidung.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS dr. AK. Gani Palembang dengan
keluhan terdapat bercak dan bintil kemerahan pada tangan, punggung kaki,
dan wajah sejak 1 bulan yang lalu. Bercak dan bintil kemerahan tersebut
muncul pertama kali pada daerah punggung dan ibu jari kaki bagian kiri yang
kemudian muncul juga pada kedua lengan bawah dan punggung tangan,
daerah sekitar dada bagian kanan dan terakhir daerah sekitar hidung. Pasien
juga mengeluhkan gatal pada seluruh bercak dan bintil kemerahan serta rasa
perih seperti terbakar pada bagian hidung. Gatal dirasakan terus menerus dan
memberat pada malam hari dan ketika berkeringat. Pasien mengaku sering
menggaruk daerah bercak dan bintil kemerahan untuk mengurangi rasa
gatalnya. Pasien mengaku awalnya bercak bintil kemerahan seperti digigit
nyamuk pada bagian punggung kaki kiri, bercak dan bintil tersebut terasa
gatal kemudian semakin hari semakin bertambah banyak dan terasa gatal.
Pasien mengaku sering menggaruk pada bagian bintil tersebut sehingga
menimbulkan luka dan muncul bintil merah yang berair. Selang seminggu
munculah bercak dan bintil kemerahan pada kedua tangan, dan dada. Bercak
dan bintil kemerahan yang terakhir kali muncul adalah pada bagian sekitar
hidung. Pasien menyangkal adanya nyeri pada bintil-bintil yang timbul.
Namun, bercak pada punggung kaki bagian kiri agak sedikit membengkak.
Pasien menyangkal adanya demam sebelum atau sesudah munculnya bercak
dan bintil kemerahan tersebut. Pasien menyangkal tidur di lantai atau
tersengat serangga dan adanya gigi berlubang sebelum terjadinya keluhan.

4
Pasien mengaku sudah melakukan pengobatan ke dokter klinik dekat
rumah sebanyak empat kali namun tidak ada perubahan melainkan semakin
hari keluhan semakin memberat.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal mempunyai riwayat penyakit diabetes dan hipertensi.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi berupa asma, rhinitis alergika, alergi
obat-obatan, alergi debu, namun pasien mengaku memiliki alergi pada ikan
laut.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal ada yang menderita keluhan yang serupa di keluarganya.
Riwayat penyakit kulit dalam keluarga juga di sangkal, riwayat penyakit
alergi, asma dan penyakit diabetes dan hipertensi pada keluarga juga
disangkal.

Riwayat Pengobatan
Pasien sudah sempat berobat untuk keluhan bercak dan bintil kemerahannya
yang gatal di dokter klinik dekat rumah sebanyak empat kali. Pasien
diberikan obat minum untuk menghilangkan rasa gatalnya dan multivitamin.
Pasien juga diberikan salep untuk bercak dan bintil kemerahannya. Salep
yang diberikan oleh dokter klinik ada empat macam tetapi yang pasien ingat
hanya tiga, yaitu salep yang kandungannya terdiri dari prednisolon,
hidrokortison + kloramfenikol, dan prednison + kloramfenikol. Pasien
mengaku setelah diberikan obat tersebut tidak mengalami perubahan
melainkan semakin hari keluhan semakin memberat. Bercak dan bintil
kemerahan yang awalnya hanya sedikit kemudian menjadi banyak dan
melebar. Gatal juga dirasakan semakin hari semakin memberat.

Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Kegiatan sehari-harinya adalah
mengurus anak dan membersihkan rumah. Pasien mengaku sering berkontak
dengan air ketika mencuci piring dan pakaian.

Riwayat Higienitas

5
Kebersihan pribadi pasien cukup baik, pasien sehari mandi minimal 2 kali.
Handuk pasien digunakan sendiri-sendiri. Setelah mandi pasien
menggunakan pakaian baru yang bersih. Air yang digunakan untuk mandi
dan keperluan keluarga lainnya berasal dari air PAM dan tidak menggunakan
air sumur.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis

Kesadaran : Kompos Mentis

Keadaan Umum : Baik

Tanda Vital : Tidak Dilakukan

Status Gizi : Normoweight

Tanda Vital : Dalam batas normal

Kepala :Tak ada kelainan, pada wajah lihat status


dermatologikus

Leher : Tak ada kelainan

Torax :Cor dan pulmo tak ada kelainan, lihat status


dermatologikus

Abdomen : Tak ada kelainan

Ekstremitas : Ekstremitas superior tak ada kelainan, ekstremitas


inferior tak ada kelainan, varikosa vena (-), lihat status
dermatologikus.

Status Dermatologikus

6
Gambar 1 . Regio dorsum pedis sinistra: plakat eritem yang difus dengan vesikel diatasnya
diameter 0,1 cm 0,4 cm, jumlah multipel, berkelompok, beberapa ada yang berkonfluens ada
yang diskret, disertai erosi, krusta serta edema setempat.

Gambar 2 . Regio digitalis pedis sinistra : eritem numular dengan dasar krusta kekuningan

Gambar 3 . Regio volar sinistra : papul yang berkonfluens membentuk gambaran patch eritem,
diameter < 0,4 cm, multipel, diskret

7
Gambar 4 . Regio volar dextra: papul yang berkonfluens mmebentuk gambaran patch eritem,
diameter < 0,4 cm, multipel, diskret

Gambar 5 . Regio thorakalis pars klavikularis : plakat eritem yang difus, bentuk tidak
teratur, disertai krusta dipermukaan.

Gambar 6 . Regio nasolabial : plakat eritem, bentuk tidak teratur, berbatas tegas, disertai
pustul diatasnya diameter < 0,4 cm, multipel.

8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Penunjang Dermatologis
Anjuran pemeriksaan :
- Uji Tempel
Uji tempel biasanya dilakukan di punggung. Bahan yang secara rutin
dan dibiarkan menempel di kulit seperti kosmetik, pelembab, bila
dipakai untuk uji tempel dapat langsung digunakan. Bila
menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk
membilasnya seperti sampo, pasta gigi harus diencerkan terlebih
dahulu. Bahan yang tidak larut air diencerkan atau dilarutkan dalam
vaselin atau inyak mineral. Produk yang bersifat iritan seperti deterjen
hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi kemudian
dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam.4
Hasil uji tempel dicatat sebagai berikut :
1 = reaksi lemah (neovesikular) : eritema, innfiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (eksim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT =non tested).4
b. Pemeriksaan Laboratorium Dermatologis
Anjuran pemeriksaan :
- Kerokan kulit dengan KOH
Kerokan kulit dengan KOH berguna untuk menyingkirkan dan
menepis diagnosa banding tinea pedis.
Papul yang baru dibentuk dan utuh ditetesi dengan KOH 20%,
kemudian dikerok dengan scalpel steril. Hasil kerokan diletakkan di
gelas obyek lalu diperiksa di bawah mikroskop. Hasil dikatakan
positif (+) apabila terdapat hifa maupun spora pada kerokan kulit
tersebut.

- Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram berguna untuk menyingkirkan dan menepis
diagnosa banding infeksi sekunder pada Tinea Pedis. Gelas objek dan
gelas penutup dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian ditetesi
dengan aquades steril. Kemudian dibuat apusan dari biakan miring
dan disuspensikan sampel sampai homogen, lalu difiksasi di atas api

9
bunsen. Tuangkan pewarna carbol gentian violet diamkan 1 menit.
Dicuci dengan air mengalir, dan dikeringkan. Tuangkan pewarna
iodium diamkan 2 menit. Dicuci dengan air mengalir, dan
dikeringkan. Pucatkan dengan alkohol 95% sampai warna ungu
hilang. Dicuci dengan air mengalir, dan dikeringkan. Tuangkan
pewarna safranin diamkan selama 30 detik. Dicuci dengan air
mengalir, dan dikeringkan. Lalu diamati dengan mikroskop dengan
minyak imersi pada preparat dan perbesaran 1000 x, kemudian dicatat
bentuk dan warna sel bakteri. Hasil pewarnaan gram dikatakan positif
apabila ditemukan bakteri gram positif berwarna ungu, morfologinya
stafilokokus, dan berbentuk bulat dan bergerombol sehingga tampak
seperti anggur.6

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Kontak Alergi + Dermatitis Seboroik
2. Dermatitis Kontak Iritan
3. Dermatitis Atopik
4. Tinea Pedis + Dermatitis Seboroik

F. DIAGNOSIS
Dermatitis Kontak Alergi + Infeksi Sekunder

G. PENATALAKSANAAN
a. Non-Medikamentosa (Edukasi)
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien
Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan resiko infeksi
Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari kegiatan dan faktor
pemicu alergi
Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang bersentuhan dengan alergen
Memberi penjelasan mengenai cara pengobatan dengan penggunaan
krim yang dioleskan pada bagian tubuh yang terdapat kelaianan kulit
tidak boleh terkena air dan menjelaskan bagian mana saja yang
dioleskan serta waktu pemberiannya.
Menjelaskan kepada pasien cara pengompresan kelainan kulit yang
membasah karena terdapat sedikit nanah yang diakibatkan dari
infeksi sekunder. Pengompresan dengan menggunakan larutan
garam faal (NaCl 0.9%) yang sudah diperas dengan kassa steril

10
kemudian ditempelkan pada bagian yang luka selama 3 menit
sebanyak 5 kali pengompresan (15 menit). Setelah pengompresan
selesai, diberikan salep antibiotik untuk meredakan keluhan.5

b. Medikamentosa
Obat sistemik
- Antihistamin oral untuk meredakan keluhan gatal pasien :
Cetrizine tablet 1 x 10 mg/hari bila gatal
Obat topikal
- Kompres NaCl 0,9% dengan kassa steril 2x sehari (pagi dan sore).
Dilakukan pengompresan pada luka yang membasah (regio dorsum
pedis sinistra) lalu dilanjutkan dengan pemberian obat topikal
(kortikosteroid dan antibiotik).
- Kortikosteroid krim seperti diflukortolon valerat cream 0,1%
digunakan 2x sehari (pagi dan malam), penggunaan tidak lebih dari
4 minggu.
- Bila terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal
(eritromisin 2 %) digunakan 2x sehari (pagi dan malam).

H. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam: bonam
b. Quo ad functionam: bonam
c. Quo ad sanationam: dubia ad bonam
d. Quo ad cosmetica: bonam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DERMATITIS KONTAK ALERGI


I.1. DEFINISI
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan - bahan kimia yang kontak dengan kulit
dan dapat mengaktivasi reaksi alergi.1

I.2. EPIDEMIOLOGI
Bila dibandingkan dengan Dermatitis Kontak Iritan, jumlah penderita
Dermatitis Kontak Alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah Dermatitis Kontak
Alergi maupun Dermatitis Kontak Iritian makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidens Dermatitis Kontak

12
Alergi di masyarakat sangat sedikit, sehingga beberapa angka yang mendekati
kebenaran belum didapat.3
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian Dermatitis Kontak Alergi akibat kerja
sebanyak 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan
bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu
berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi
Dermatitis Kontak Alergi bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dibandingkan
dengan Dermatitis Kontak Alergi akibat kerja.3

1.3. ETIOLOGI
Penyebab Dermatitis Kontak Alergi adalah bahan kimia sederhana dengan
berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton), merupakan alergen yang belum
diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum
korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya Dermatitis Kontak Alergi, misalnya potensi sensitisasi
alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan
kelembaban lingkungan, dan ph. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada
lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik
(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).3
Seluruh faktor- faktor tersebut saling berikatan satu sama lain yang masing-
masing dapat memeprberat penyakit atau memperingan. Sebagai contoh, saat
keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila status higienitasnya baik dan
didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi allergen akan tereduksi
dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih
cepat melakukan perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higienie dan
gizi individu yang rendah. Selain hal-hal diatas, faktor predisposisi lain yang
menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas
kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.6

I.4. PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada Dermatitis Kontak Alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantai oleh sel (cell-mediated immune respons)
atau reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi

13
melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya inidvisu yang telah
mengalami sensitisasi dapat menderita Dermatitis Kontak Alergi.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya (Djuanda, 2003).
Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang
disebut hapten (alergen yang memilik berat molekul kecil yang dapat menimbulkan
reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk membentuk antigen lengkap).
Antigen ini kemudian berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh
antigen presenting cells (APC), yaitu makrofag, dendrosit, dan sel langerhans
(Hogan, 2009; Crowe, 2009). Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC ke
sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk
sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian
tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga
menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat
kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase
sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.3

Gambar 7. Patogenesis Deermatitis Kontak Alergi


Sumber : Health and Safety Executive, 2000

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam

14
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang
sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon)
gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1
(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan
lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema,
edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau
penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi,
degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit
serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi
INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan
dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga
histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan
beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan
akhirnya menekan atau meredakan peradangan.3

I.5. GAMBARAN KLINIS

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada


keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas,
kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat
pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.
Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin
penyebabnya juga campuran.1

Dermatitis Kontak Alergi dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara
autosensitasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap Dermatitis
Kontak Alergi.3

1.6. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding Dermatitis Kontak Alergi adalah sebagai berikut:
a. Dermatofitosis : biasanya berbatas tegas, pinggir aktif dan bagian tengah
agak menyembuh.

15
b. Dermatitis seboroik : biasanya pada tempat seboroik dengan kelainan khas
berupa skuama berminyak, warna kekuningan.
c. Kandidiasis : baisanya dengan lokalisasi yang khas. Efloresensi berupa
eritema, erosi dan ada lesi satelit.7
Kelainan kulit Dermatitis Kontak Alergi sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis,
dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan
Dermatitis Kontak Iritan.3

I.7. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pennunjang.

a. Anamnesis
Diagnosis Dermatitis Kontak Alergi didasarkan atas hasil anamnesis yang
cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh
gatal.4
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit
berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi
dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai
kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel).
Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat
topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat
atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya. Penulusuran
riwayat pada Dermatitis Kontak Alergi didasarkan pada beberapa data
seperti yang tercantum dalam tabel berikut4 :

Tabel 1. Penelusuran Riwayat pada Dermatitis Kontak Alergi

Demografi dan riwayat Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status
pekerjaan pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,
paparan berulang dari alergen yang didapat saat
kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.
Riwayat penyakit dalam Faktor genetik, predisposisi
keluarga
Riwayat penyakit Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-
sebelumnya obat yang digunakan, tindakan bedah

16
Riwayat dermatitis yang Onset, lokasi, pengobatan
spesifik

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Berbagai lokasi terjadinya Dermatitis Kontak Alergi dapat dilihat pada tabel
2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan,
di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di
tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.4

Tabel 2. Berbagai Lokasi Terjadinya Dermatitis Kontak Alergi

Lokasi Kemungkinan Penyebab


Tangan Pekerjaan yang basah (Wet Work) misalnya memasak
makanan (getah sayuran, pestisida) dan mencuci pakaian
menggunakan deterjen
Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan
tanaman
Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di pakaian
Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara
(aero-alergen), nikel (tangkai kacamata)
Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan
Kelopak Mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata
Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai kacamata, obat topikal,
gagang telepon
Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat warna pakaian
Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik,
deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita,
alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi
Paha dan Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal, sepatu/sandal
tungkai bawah

Pada pemeriksaan fisik Dermatitis Kontak Alergi secara umum dapat diamati
beberapa Ujud Kelainan Kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Ujud Kelainan Kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut:

17
- Dermatitis Kontak Alergi pada lengan tempat tali jam tangan karena alergi
terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak
langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang papular). Lesi
eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi
kontak langsung.

Gambar 8. Dermatitis Kontak Alergi pada lengan

- Dermatitis Kontak Alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick. Pada
pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir.

Gambar 9. Dermatitis Kontak Alergi pada bibir

- Dermatitis Kontak Alergi pada telinga. Anting atau jepit telinga terbuat
dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain
misalnya obat topikal, tangkai kacamata, cat rambut, alat bantu dengar,
gagang telepon. Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan
plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan
dermatitis pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada
emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada
dermatitis karena nikel yang bisa mngarah pada dermatitis kontak kronik.
Dermatitisk kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian leher.
Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik.

18
Gambar 10. Dermatitis Kontak Alergi pada telinga

- Dermatitis Kontak Alergi pada badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat
warna kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan
pelembut atau pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena
pasien alergi pada karet dari celananya. Terlihat adanya eritema yang
berbatas tegas sesuai dengan daerah yang terkena alergen.

Gambar 11. Dermatitis Kontak Alergi pada badan

- Dermatitis Kontak Alergi pada genitalia penyebabnya obat topikal, nilon,


kondom, pembalut wanita, kontrasepsi. Dermatitis kontak yang terjadi
pada daerah vulva karena alergi pada cream yang mengandung neomisin,
terlihat eritema.

Gambar 12. Dermatitis Kontak Alergi pada genitalia

19
- Dermatitis Kontak Alergi pada paha dan tungkai bawah dapat disebabkan
oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaus kaki nilon, obat topikal, semen,
sepatu/sendal. Pada gambar dermatitis kontak alergi yang terjadi karena
Quaternium-15, bahan pengawet pada pelembab. Kaki mengalami skuama
dan krusta.

Gambar 13. Dermatitis Kontak Alergi pada tungkai bawah

c. Pemeriksaan Penunjang
Uji tempel (patch test)
Dasar pelaksanaan uji tempel Patch Test adalah sebagai berikut:
- Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang sudah
ditentukan) ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup
- Biarkan selam 2 hari (minimal 24 jam)
- Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan tersebut
dibaca tentang perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit. Pada
tempat tersebut bisa kemungkinan terjadi dermatitis berupa: eritema,
papul, oedema atau fesikel, dan bahkan kadang-kadang bisa terjadi bula
atau nekrosis.8
Persiapan menjelang uji tempel tidak begitu ketat, sebaiknya dihindari
pemakaian obat-obatan antihistamin dan kortikosteroid, terutama pada
penggunaan lokalnya.
Keadaan kulit :
- Bebas dari dermatitis
- Pada bekas dermatitis sebaiknya dilakukan sebulan setelah sembuh
- Tidak terlalu dekat dengan dermatitis yang ada, sebab daerah tersebut
lebih peka hingga dapat menimbulkan reaksi positif palsu
- Bebas dari kelainan kulit yang lain terutama yang dapat menyulitkan
pembacaan atau akibat lain yang tidak kita harapkan. Misalnya nevus atau
tumor-tumor prakanker: kalau terjadi reaksi berupa dermatitis dan gatal

20
maka akan digaruk. Ini merupakan rangsangan terhadap nevus atau
prakanker tadi untuk mengalami malignansi
- Bebas dari rambut yang lebat
- Bebas dari kosmetik, salep-salep. Kortikosteroid topikal harus dibebaskan
pula paling sedikit 2 minggu sebelumnya.8
Daerah tempat tes :
Pilihan utama: punggung, oleh karena:
- Lapisan tanduk cukup tipis sehingga penyerapan bahan cukup besar
- Tempatnya luas sehingga banyak bahan yang bisa diteskan secara serentak
(bisa sampai 50 bahan atau lebih)
- Tempatnya terlindung hingga tidak mudah lepas, baik disengaja maupun
tidak
- Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau
kendor, sehingga kontaknya dengan kulit cukup terjamin
- Jika terjadi dermatitis atau sampai terjadi sikatriks tidak tampak dari luar
oleh karena terlindung.

Pilihan lain:

- Lengan atas bagian lateral


- Lengan bawah bagian volar.8

Gambar 14. Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien

Hasil uji tempel dicatat sebagai berikut :

1 = reaksi lemah (neovesikular) : eritema, innfiltrat, papul (+)


2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (eksim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa

21
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT =non tested).4

I.8. PENATALAKSANAAN
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul.3
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema,
bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah
beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.Untuk
dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda
(setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topikal.3
Berdasarkan The American Academy of Allergy, Asthma and Immunology
dan American College of Allergy, Asma and Imunology bersama-sama
merekomendasikan kortikosteroid topikal sebagai pengobatan lini pertama untuk
DKA lokal. Mereka menyarankan memberikan kortikosteroid sistemik untuk lesi
yang mencakup lebih dari 20% dari luas permukaan tubuh (misalnya, prednison 0,5-
1 mg / kg per hari selama 5-7 hari, kemudian 50% dari dosis selama 5-7 hari).10
Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Alergi adalah sebagai berikut:
Umum : hindari faktor penyebab
Khusus (Sistemik) : kortikosteroid oral (metilprednisolon, metilprednison atau
triamsinolon) untuk meredakan proses peradangan pada pasien. Dapat pula diberikan
Prednison 5-10 mg/dosis, 2-3x/hari (dewasa) 1 mg/kgBB/hr (anak), Dexametason
0,5-1mg/dosis, 2-3x/hari (dewasa) 0,1 mg/kgBB/hari (anak), Triamsinolon 4-8
mg/dosis, 2-3x/hari (dewasa), 1 mg/kgBB/hari (anak) dan antihistamin (Ceterizine 1
x 10 mg/hari dan Chlorpheniramin maleat 3-4 mg/dosis, 2-3x/hari) untuk meredakan
keluhan gatal. Jika terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik (amoksisilin
atau eritromisin) dengan dosis 3 x 500 mg/hari selama 5-7 hari.
Khusus (Topikal) : jika lesi basah diberi kompres KmnO 4 1/5000. Jika sudah
mengering diberi kortikosteroid topikal seperti hidrokortison 1-2 %, triamsinolon
0,1%, fluosinolon 0,025%, desoksimetason 2-2,5% dan betametason-dipropionat
0,05%.5,7

22
I.9. PENCEGAHAN
Pencegahan Dermatitis Kontak Alergi dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut2:
a. Memberi edukasi mengenai kegitaan yang berisiko untuk terkena dermatitis
kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada
sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
berisiko terhadap paparan alergen.

I.10. PROGNOSIS
Prognosis Dermatitis Kontak Alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan
dengan dermattis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau
psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya
berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.3

I.11. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri
terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.
Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat mendorong
kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi
bakteri atau jamur.9

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Dermatitis Kontak Alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi


hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan - bahan kimia yang berkontak dengan
kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi.7 Insidensi Dermatitis Kontak Alergi lebih
banyak ditemukan pada perempuan (18,8%) dibandingkan laki-laki (11,5%).10 Pada
wanita angka prevalensi meningkat umumnya pada usia 40 tahun. 13 Dari anamnesa
terdapat seorang wanita usia 39 tahun datang ke RS AK. Gani dengan terdapat
bercak dan bintil kemerahan pada tangan, kaki, dan wajah sejak 1 bulan yang lalu.
Dapat dilihat bahwa pasien adalah seorang wanita berusia 39 tahun dimana insidensi
Dermatitis Kontak Alergi menurut literatur adalah pasien yang berjenis kelamin
perempuan dengan usia 40 tahun.

24
Penyebab Dermatitis Kontak Alergi adalah bahan kimia sederhana dengan
berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton) dimana penderita pada umumnya
mengeluh gatal.3 Dari anamnesa, pasien tersebut mengeluhkan gatal pada seluruh
bercak dan bintil kemerahan serta rasa perih seperti terbakar pada bagian hidung.
Gatal dirasakan terus menerus dan memberat pada malam hari dan ketika
berkeringat. Dapat dilihat bahwa pasien mengeluhkan gatal yang dominan, terus
menerus dan memberat setiap harinya dimana keluhan Dermatitis Kontak Alergi
menurut literatur adalah gatal.

Lesi Dermatitis Kontak Alergi berupa eritem numular sampai plakat, papula
dan vesikel berkelompok disertai erosi numular hingga plakat. 7 Pada pemeriksaan
fisik, ditemukan umumnya berupa vesiko-bulosa dengan dasar eritem bentuk bulat,
berkelompok, jumlah multipel, disertai erosi, dan udem serta ditemukan juga berupa
papul eritem lentikular - miliar, berbentuk bulat yang diskret. Dapat dilihat bahwa
pasien memiliki karakteristik lesi yang sama dengan lesi pada Dermatitis Kontak
Alergi yang polimorfik. Predileksi lesi dapat terjadi dimana saja tergantung dari
pajanan alergen. Pada pemeriksaan fisik, lesi ditemukan pada regio dorsum pedis
sinistra, digitalis pedis sinistra, volar sinistra dan dekstra, thorakalis pars klavikularis
dan regio nasolabial.

Dermatitis Kontak Alergi merupakan proses multifaktorial, sehingga banyak


faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit ini. Etiologi dan patogenesis DKA
diketahui diklasifikasikan sebagai reaksi hipersensitifitas tipe IV atau reaksi
hipersensitifitas tipe lambat. Tidak seperti jenis klasik reaksi tipe IV yang dimediasi
oleh CD4+ T-sel dan terjadi di dermis, Dermatitis Kontak Alergi terjadi pada
epidermis dan dimediasi terutama melalui CD8+ T-sel dengan profil sitokin tipe Th1.
Faktor-faktor yang ikut berperan dalam terjadi Dermatitis Kontak Alergi antara lain
genetik, alergen, obat-obatan, pekerjaan.12
Pembantu diagnosis Dermatitis Kontak Alergi berupa pemeriksaan penunjang
tidak dilakukan tetapi dianjurkan disini adalah pemeriksaan uji tempel dan
pewarnaan Gram. Diagnosis banding pada kasus ini antara lain adalah Dermatitis
Kontak Alergi, Dermatitis Kontak Iritan, Dermatitis Seboroik, Dermatitis Atopik,
dan Tinea Pedis.
Dermatitis Kontak Iritan adalah dermatitis yang disebabkan oleh pajanan yang
bersifat kimiawi atau agen fisik terhadap kulit yang dapat mengiritasi daripada kulit

25
baik akut maupun kronis. Iritasi yang hebat dapat disebabkan oleh reaksi toksik
bahkan setelah pajanan singkat. Didapatkan lesi eritema numular sampai dengan
plakat. Vesikel, bula sampai erosi numular sampai plakat. Terdapat riwayat terpapar
basa atau asam kuat.7 Diagnosis Banding Dermatitis Kontak Iritan dapat ditepis
dilihat dari riwayat paparan terhadap asam atau basa kuat, waktu perjalanan
penyakitnya singkat dan gejala yang dikeluhkan umumnya rasa pedih seperti
terbakar.

Tabel 3. Perbedaan antara Dermatitis Kontak Iritan dengan Dermatitis Kontak Alergi
DKI DKA
Penyebab Iritan Primer Alergen kontak sensitizer
Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang
Penderita Semua usia Hanya orang alergik (hipersensitif)
Tanda Deskuamasi, fisura Eksem dengan vesikulasi
Gejala Nyeri, sensasi seperti terbakar, Gatal dominan
gatal tidak dominan
Konsentrasi kontaktan Tinggi Rendah
Uji tempel Merah, batas tegas, bila uji Merah, batas tidak selalu tegas, bila
tempel diangkat reaksi uji tempel diangkat reaksi
berkurang menetap/bertambah

Dermatitis Seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Penyebab
belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status
seboroik yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Banyak
percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh
bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia.
Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan.
Tempat predileksi dari dermatitis seboroik ini adalah daerah yang mengandung
tempat seboroik seperti liang telinga luar, daerah sternal, lipatan bawah mame,
interskapular, umbilikus, lipat paha, daerah supraorbital dan lipatan nasolabial. Pada
daerah pipi, hidung dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul. 3 Pada pasien ini
ditemukan bercak merah dengan pustul diatasnya pada daerah naso labial. Diagnosis
banding dermatitis seboroik dapat ditepis dengan tidak ditemukannya skuama halus
berminyak pada daerah lain.

Dermatitis Atopik merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai
gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering

26
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita. Gambaran klinis umunya kulit kering, pucat/redup, kadar
lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Gejala
utama adalah gatal, dapat hilang timbul atau sepanjang hari, tetapi umumnya lebih
hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul
bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi,
ekskoriasi, eksudasi dan krusta. Tempat predileksi dermatitis atopik pada dewasa
adalah samping leher, dahi, tangan sampai pergelangan tangan, lipat siku, lipat lutut,
dan kaki sampai pergelangan kaki. Pada pasien ini ditemukan bercak dan bintil
kemerahan pada lipat siku dan punggung kaki yang dimana merupakan tempat
predileksi dari dermatitis atopik. Diagnosis banding dermatitis atopik dapat ditepis
dengan melihat riwayat atopik pada keluarga dan diri pasien dimana pasien
menyangkal adanya riwayat atopik.

Tinea Pedis merupakan dermatofitosis pada kaki. Memiliki 2 bentuk diantaranya


adalah tinea pedis interdigitalis dan moccasin foot. Tinea pedis moccasin foot
merupakan bentuk tinea yang lesinya terdapat pada seluruh kaki, dari telapak, tepi
sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik, eritema biasanya ringan
dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula dilihat
papul dan kadang-kadang vesikel. Didapatkan fisura pada sisi kaki, beberapa
milimeter sampai 0,5 cm. Sisik halus putih kecoklatan. Vesikopustula miliar sampai
lentikular pada telapak kaki dan sela jari. Hiperkeratosis biasanya pada telapak kaki.
Pada pemeriksaan KOH didapatkan hifa sebagia dua garis sejajar, terbagi oleh sekat
dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit lama dan/atau
sudah diobati.1,3,7

Pasien mendapatkan tatalaksana secara umum, khusus terutama pasien


mendapatkan Konseling, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang dermatitis kontak
alergi yaitu memberikan penjelaskan pada pasien tentang penyakit yang di derita
juga menyarankan bila terasa gatal, sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena
dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder, harus menghindari kegiatan dan
faktor pemicu alergi.
Untuk mendapatkan tatalaksana dengan khusus yaitu sistemik. Pemberian obat
secara sistemik dapat diberikan antihistamin oral untuk meredakan keluhan.
Sementara pemberian tatalaksana khusus untuk topikal adalah dengan melakukan

27
pengompresan dengan NaCl dan kassa steril sebelum dioleskan kortikosteroid krim
dan bila terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik salep.
Masalah yang khusus adalah neurodermatitis (lichen simpleks chronicus), di
mana individu berulang kali menggosok atau menggaruk daerah awalnya
terpengaruh oleh dermatitis kontak alergi.10 Daerah yang terus digaruk akan
menyebabkan timbulnya luka (ekskoriasi) sehingga memicu infeksi sekunder. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pada bagian dorsum pedis sinistra pasien terdapat luka
bekas garukan yang menimbulkan infeksi sekunder.
Prognosis pada pasien dermatitis kontak alergi ini adalah Quo ad vitam yaitu ad
bonam, Quo ad fungsionam yaitu ad bonam, Quo ad sanationam yaitu dubia ad
bonam dan Quo ad cosmetica yaitu ad bonam.

BAB V
KESIMPULAN

Dermatitis Kontak Alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang


timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Penyebab Dermatitis
Kontak Alergi paling sering adalah bahan kimia dengan berat molekul kurang dari
500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul
dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di
kulit. Gejala klinis Dermatitis Kontak Alergi adalah pasien umumnya mengeluh
gatal. Pada Dermatitis Kontak Alergi akut dimulai dengan bercak eritematosa yang
berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Pada
Dermatitis Kontak Alergi kronik kulit terlihat kering, berskuama, papul, likenifikasi
dan mungkin fisur, batasnya tidak jelas.

Gold standar pada Dermatitis Kontak Alergi adalah dengan menggunakan uji
tempel. Uji tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil
positif. Penatalaksanaan dari Dermatitis Kontak Alergi dapat dilakukan secara
medikamentosa dan nonmedikamentosa. Tujuan utama terapi medikamentosa adalah

28
untuk mengurangi reaktivasi sistim imun dengan terapi kortikosteroid, mencegah
infeksi sekunder dengan antiseptik dan terutama untuk mengurangi rasa gatal dengan
terapi antihistamin. Sedangkan untuk nonmedikamentosa adalah dengan
menghindari alergen. Prognosis Dermatitis Kontak Alergi umumnya baik selama
pasien menghindari faktor pencetus atau alergen.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lingga, Ira. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian


Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan INVAR SIN Kawasan
Industri Medan. Skripsi Program Sarjana. Universitas Sumatera Utara
Medan.
2. Suryani, Febria. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis
Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT. Cosmar Indonesia
Tanggerang Selatan Tahun 2011. Skripsi Program Sarjana. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 6. Jakarta : FK UI
4. Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FK UI.
5. Wijaya, Zaelendri. 2011. Dermatitis Kontak Alergi. Tersedia dalam :
http://zailendriwijaya87.blogspot.co.id/2011/01/dermatitis-kontak-
alergi.html. Diakses pada tanggal 26 Januari 2016.
6. Baratawijaya, Karnen Grna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI
7. Siregar, RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta :
EGC
8. Sulaksmono, M. 2011. Keuntungan dan Kerugian Patch Test (Uji Tempel)
Dalam Upaya Menegakkan Diagnosa Penyakit Kulit Akibat Kerja

29
(Occupational Dermatosis). Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga
9. Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis :
an update. Tersedia dalam :
http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/contact
%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf. Diakses pada
tanggal 25 Januari 2016.
10. Tersinanda, YT dan Rusyati, LMM. 2010. Dermatitis Kontak Alergi.
Universitas udayana. Rumas Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
11. Adiani, AD. 2014. Karakteristik Dermatitis Kontak Alergi (DKA) di RSUP
DR. KARIADI. Universitas Diponogoro.
12. Beck M and Wilkinson S. Contact dermatitis: allergic. Rook's Textbook of
Dermatology, Edisi Ke-8. 2004. h. 26.1-104
13. Statescu L, Branisteanu D, Dobre C, et al. Contact Dermatitis
Epidemiological Study. Maedica. 2011. [Diperbarui Oktober 2011 ;disitasi 9
Desember 2013] ;6(4): 277-281. Tersedia pada
:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3391944/

PERTANYAAN

1. Efek samping apa yang ditimbulkan oleh penggunaan kortikosteroid topikal


jangka panjang? dan bagaimana pencegahan agar efek samping dari
kortikosteroid jangka panjang dapat dihindari?
Jawaban :
Atrofi, striae atrofise, telangiektasis, purpura, hiperkeratosis setempat,
hipopigmentasi, menghambat penyembuhan ulkus, infeksi mudah terjadi dan
meluas, gambaran penyakit infeksi menjadi kabur, terdapat gejala takifilaksis
yaitu menurunnya respon kulit terhadap glukokortikoid karena pembelian
obat yang berulang mengakibatkan vasokokstriksi akan menghilang.
Pencegahannya adalah lama pemakaian obat sebaikanya tidak lebih dari 4-6
minggu untuk potensi lemah dan sedang, 2 minggu untuk potensi kuat.

2. Kapan kita dapat menggunakan kortikosteroid topikal dengan potensi lemah,


sedang dan kuat?
Untuk penggunaan obat topikal jangka panjang sebaiknya gunakan obat
kortikosteroid topikal potensi lemah sampai sedang, untuk penggunaan
jangka pendek gunakan potensi kuat.
Untuk tempat penggunaannya, pada wajah gunakan kortikosteroid potensi
lemah, pada daerah lipatan juga demikian tetapi jangan gunakan ointment.

30
Kulit bayi masih tipis jadi disaankan gunakan kortikosteroid potensi lemah.
Selebihnya dapat gunakan potensi kuat pada daerah yang lain.
3. Apakah komplikasi yang ditimbulkan dari Dermatitis Kontak Alergi?
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri
terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes
simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat
mendorong kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan
yang ramah bagi bakteri atau jamur
4. Mengapa punggung menjadi tempat untuk dilakukan uji tempel?
-Lapisan tanduk cukup tipis sehingga penyerapan bahan cukup besar
-Tempatnya luas sehingga banyak bahan yang bisa diteskan secara serentak
(bisa sampai 50 bahan atau lebih)
-Tempatnya terlindung hingga tidak mudah lepas, baik disengaja maupun
tidak dan jika terjadi lesi tidak dapat terlihat dan mengganggu kosmetika.
-Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau kendor,
sehingga kontaknya dengan kulit cukup terjamin
5. Mengapa jika dilepas uji tempel pada Dermatitis Kontak Iritan reaksinya
akan berkurang dan menghilang sementara pada Dermatitis Kontak Alergi
justru menetap bahkan bertambah?
Patogenesis dari Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi
berbeda. Pada Dermatitis Kontak Iritan pajanan langsung tanpa melalui
proses imunologik, sementara pada Dermatitis Kontak Alergi pajanannya
berulang dan harus melalui proses imunologik meliputi pengenalan alergen
terhadap T memori yang beredar lama pada seluruh tubuh (dapat 2-3
minggu). Itulah mengapa reaksinya tidak langsung hilang.
6. Selain dari kondisi seseorang yang hipersensitif, adakah faktor lain yang
menyebabkan orang tersebut memiliki peluang besar terkena Dermatitis
Kontak Alergi?
Faktor eksogen :
Potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama
pajanan, suhu, kelembaban lingkungan dan pH
Faktor individu :
Kondisi kulit meliputi ketebalan epidermis, keadaan stratum korneum dan
status imunologik meliputi kondisi imun tubuh, status gizi, dan paparan sinar
matahari

31
32

You might also like