Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
resolusi cepat untuk terjadi dermatitis dibandingkan orang tua. Kompetensi reaksi
imun yang dimediasi sel T pada anak-anak masih kontroversi. Studi ini masih
menganggap bahwa anak-anak jarang mengalami DKA karena sistem kekebalan
tubuh yang belum matang.13
2
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit Dermatitis Kontak
Alergi bertujuan untuk menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi
bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis
atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak
mungkin dihindari (misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang
terdapat pada lingkungan penderita) dapat menyebabkan prognosis menjadi kurang
baik. Oleh karena itu penting untuk diketahui apa dan bagaimana Dermatitis Kontak
Alergi sehingga dapat menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis
Dermatitis Kontak Alergi.3
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. L
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 39th
Alamat : JL. Gandus RT 12/02 Palembang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3
Tanggal Kunjungan : 25 Januari 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Bercak dan bintil kemerahan di kedua lengan bawah, kedua punggung
tangan, daerah sekitar hidung dan dada bagian kanan serta bercak dan bintil
berair pada punggung dan ibu jari kaki bagian kiri sejak 1 bulan yang lalu.
Keluhan Tambahan
Gatal pada bercak dan bintil yang kemerahan. Pasien juga mengeluhkan rasa
perih seperti terbakar pada daerah sekitar hidung.
4
Pasien mengaku sudah melakukan pengobatan ke dokter klinik dekat
rumah sebanyak empat kali namun tidak ada perubahan melainkan semakin
hari keluhan semakin memberat.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah sempat berobat untuk keluhan bercak dan bintil kemerahannya
yang gatal di dokter klinik dekat rumah sebanyak empat kali. Pasien
diberikan obat minum untuk menghilangkan rasa gatalnya dan multivitamin.
Pasien juga diberikan salep untuk bercak dan bintil kemerahannya. Salep
yang diberikan oleh dokter klinik ada empat macam tetapi yang pasien ingat
hanya tiga, yaitu salep yang kandungannya terdiri dari prednisolon,
hidrokortison + kloramfenikol, dan prednison + kloramfenikol. Pasien
mengaku setelah diberikan obat tersebut tidak mengalami perubahan
melainkan semakin hari keluhan semakin memberat. Bercak dan bintil
kemerahan yang awalnya hanya sedikit kemudian menjadi banyak dan
melebar. Gatal juga dirasakan semakin hari semakin memberat.
Riwayat Sosial-Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Kegiatan sehari-harinya adalah
mengurus anak dan membersihkan rumah. Pasien mengaku sering berkontak
dengan air ketika mencuci piring dan pakaian.
Riwayat Higienitas
5
Kebersihan pribadi pasien cukup baik, pasien sehari mandi minimal 2 kali.
Handuk pasien digunakan sendiri-sendiri. Setelah mandi pasien
menggunakan pakaian baru yang bersih. Air yang digunakan untuk mandi
dan keperluan keluarga lainnya berasal dari air PAM dan tidak menggunakan
air sumur.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Status Dermatologikus
6
Gambar 1 . Regio dorsum pedis sinistra: plakat eritem yang difus dengan vesikel diatasnya
diameter 0,1 cm 0,4 cm, jumlah multipel, berkelompok, beberapa ada yang berkonfluens ada
yang diskret, disertai erosi, krusta serta edema setempat.
Gambar 2 . Regio digitalis pedis sinistra : eritem numular dengan dasar krusta kekuningan
Gambar 3 . Regio volar sinistra : papul yang berkonfluens membentuk gambaran patch eritem,
diameter < 0,4 cm, multipel, diskret
7
Gambar 4 . Regio volar dextra: papul yang berkonfluens mmebentuk gambaran patch eritem,
diameter < 0,4 cm, multipel, diskret
Gambar 5 . Regio thorakalis pars klavikularis : plakat eritem yang difus, bentuk tidak
teratur, disertai krusta dipermukaan.
Gambar 6 . Regio nasolabial : plakat eritem, bentuk tidak teratur, berbatas tegas, disertai
pustul diatasnya diameter < 0,4 cm, multipel.
8
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Penunjang Dermatologis
Anjuran pemeriksaan :
- Uji Tempel
Uji tempel biasanya dilakukan di punggung. Bahan yang secara rutin
dan dibiarkan menempel di kulit seperti kosmetik, pelembab, bila
dipakai untuk uji tempel dapat langsung digunakan. Bila
menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk
membilasnya seperti sampo, pasta gigi harus diencerkan terlebih
dahulu. Bahan yang tidak larut air diencerkan atau dilarutkan dalam
vaselin atau inyak mineral. Produk yang bersifat iritan seperti deterjen
hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi kemudian
dibiarkan sekurang-kurangnya 48 jam.4
Hasil uji tempel dicatat sebagai berikut :
1 = reaksi lemah (neovesikular) : eritema, innfiltrat, papul (+)
2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (eksim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT =non tested).4
b. Pemeriksaan Laboratorium Dermatologis
Anjuran pemeriksaan :
- Kerokan kulit dengan KOH
Kerokan kulit dengan KOH berguna untuk menyingkirkan dan
menepis diagnosa banding tinea pedis.
Papul yang baru dibentuk dan utuh ditetesi dengan KOH 20%,
kemudian dikerok dengan scalpel steril. Hasil kerokan diletakkan di
gelas obyek lalu diperiksa di bawah mikroskop. Hasil dikatakan
positif (+) apabila terdapat hifa maupun spora pada kerokan kulit
tersebut.
- Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram berguna untuk menyingkirkan dan menepis
diagnosa banding infeksi sekunder pada Tinea Pedis. Gelas objek dan
gelas penutup dibersihkan dengan alkohol 70% kemudian ditetesi
dengan aquades steril. Kemudian dibuat apusan dari biakan miring
dan disuspensikan sampel sampai homogen, lalu difiksasi di atas api
9
bunsen. Tuangkan pewarna carbol gentian violet diamkan 1 menit.
Dicuci dengan air mengalir, dan dikeringkan. Tuangkan pewarna
iodium diamkan 2 menit. Dicuci dengan air mengalir, dan
dikeringkan. Pucatkan dengan alkohol 95% sampai warna ungu
hilang. Dicuci dengan air mengalir, dan dikeringkan. Tuangkan
pewarna safranin diamkan selama 30 detik. Dicuci dengan air
mengalir, dan dikeringkan. Lalu diamati dengan mikroskop dengan
minyak imersi pada preparat dan perbesaran 1000 x, kemudian dicatat
bentuk dan warna sel bakteri. Hasil pewarnaan gram dikatakan positif
apabila ditemukan bakteri gram positif berwarna ungu, morfologinya
stafilokokus, dan berbentuk bulat dan bergerombol sehingga tampak
seperti anggur.6
E. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatitis Kontak Alergi + Dermatitis Seboroik
2. Dermatitis Kontak Iritan
3. Dermatitis Atopik
4. Tinea Pedis + Dermatitis Seboroik
F. DIAGNOSIS
Dermatitis Kontak Alergi + Infeksi Sekunder
G. PENATALAKSANAAN
a. Non-Medikamentosa (Edukasi)
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien
Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan resiko infeksi
Menjelaskan kepada pasien untuk menghindari kegiatan dan faktor
pemicu alergi
Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas
yang bersentuhan dengan alergen
Memberi penjelasan mengenai cara pengobatan dengan penggunaan
krim yang dioleskan pada bagian tubuh yang terdapat kelaianan kulit
tidak boleh terkena air dan menjelaskan bagian mana saja yang
dioleskan serta waktu pemberiannya.
Menjelaskan kepada pasien cara pengompresan kelainan kulit yang
membasah karena terdapat sedikit nanah yang diakibatkan dari
infeksi sekunder. Pengompresan dengan menggunakan larutan
garam faal (NaCl 0.9%) yang sudah diperas dengan kassa steril
10
kemudian ditempelkan pada bagian yang luka selama 3 menit
sebanyak 5 kali pengompresan (15 menit). Setelah pengompresan
selesai, diberikan salep antibiotik untuk meredakan keluhan.5
b. Medikamentosa
Obat sistemik
- Antihistamin oral untuk meredakan keluhan gatal pasien :
Cetrizine tablet 1 x 10 mg/hari bila gatal
Obat topikal
- Kompres NaCl 0,9% dengan kassa steril 2x sehari (pagi dan sore).
Dilakukan pengompresan pada luka yang membasah (regio dorsum
pedis sinistra) lalu dilanjutkan dengan pemberian obat topikal
(kortikosteroid dan antibiotik).
- Kortikosteroid krim seperti diflukortolon valerat cream 0,1%
digunakan 2x sehari (pagi dan malam), penggunaan tidak lebih dari
4 minggu.
- Bila terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal
(eritromisin 2 %) digunakan 2x sehari (pagi dan malam).
H. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam: bonam
b. Quo ad functionam: bonam
c. Quo ad sanationam: dubia ad bonam
d. Quo ad cosmetica: bonam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.2. EPIDEMIOLOGI
Bila dibandingkan dengan Dermatitis Kontak Iritan, jumlah penderita
Dermatitis Kontak Alergi lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah Dermatitis Kontak
Alergi maupun Dermatitis Kontak Iritian makin bertambah seiring dengan
bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh
masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidens Dermatitis Kontak
12
Alergi di masyarakat sangat sedikit, sehingga beberapa angka yang mendekati
kebenaran belum didapat.3
Dahulu diperkirakan bahwa kejadian Dermatitis Kontak Alergi akibat kerja
sebanyak 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan
bahwa dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu
berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi
Dermatitis Kontak Alergi bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dibandingkan
dengan Dermatitis Kontak Alergi akibat kerja.3
1.3. ETIOLOGI
Penyebab Dermatitis Kontak Alergi adalah bahan kimia sederhana dengan
berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton), merupakan alergen yang belum
diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum
korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya Dermatitis Kontak Alergi, misalnya potensi sensitisasi
alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan
kelembaban lingkungan, dan ph. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada
lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik
(misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).3
Seluruh faktor- faktor tersebut saling berikatan satu sama lain yang masing-
masing dapat memeprberat penyakit atau memperingan. Sebagai contoh, saat
keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila status higienitasnya baik dan
didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi allergen akan tereduksi
dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih
cepat melakukan perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higienie dan
gizi individu yang rendah. Selain hal-hal diatas, faktor predisposisi lain yang
menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan integritas
kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.6
I.4. PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada Dermatitis Kontak Alergi adalah
mengikuti respons imun yang diperantai oleh sel (cell-mediated immune respons)
atau reaksi imunologik tipe IV, suatu hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi
13
melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya inidvisu yang telah
mengalami sensitisasi dapat menderita Dermatitis Kontak Alergi.
Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih
dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya (Djuanda, 2003).
Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang
disebut hapten (alergen yang memilik berat molekul kecil yang dapat menimbulkan
reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk membentuk antigen lengkap).
Antigen ini kemudian berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh
antigen presenting cells (APC), yaitu makrofag, dendrosit, dan sel langerhans
(Hogan, 2009; Crowe, 2009). Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC ke
sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke
kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk
sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian
tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga
menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat
kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase
sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.3
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
14
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang
sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon)
gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1
(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan
lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema,
edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau
penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi,
degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit
serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi
INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah
kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan
dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga
histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan
beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan
akhirnya menekan atau meredakan peradangan.3
Dermatitis Kontak Alergi dapat meluas ke tempat lain, misalnya dengan cara
autosensitasi. Skalp, telapak tangan dan kaki relatif resisten terhadap Dermatitis
Kontak Alergi.3
15
b. Dermatitis seboroik : biasanya pada tempat seboroik dengan kelainan khas
berupa skuama berminyak, warna kekuningan.
c. Kandidiasis : baisanya dengan lokalisasi yang khas. Efloresensi berupa
eritema, erosi dan ada lesi satelit.7
Kelainan kulit Dermatitis Kontak Alergi sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis,
dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan
Dermatitis Kontak Iritan.3
I.7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Diagnosis Dermatitis Kontak Alergi didasarkan atas hasil anamnesis yang
cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh
gatal.4
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit
berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi
dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai
kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel).
Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat
topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat
atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya. Penulusuran
riwayat pada Dermatitis Kontak Alergi didasarkan pada beberapa data
seperti yang tercantum dalam tabel berikut4 :
Demografi dan riwayat Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status
pekerjaan pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,
paparan berulang dari alergen yang didapat saat
kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.
Riwayat penyakit dalam Faktor genetik, predisposisi
keluarga
Riwayat penyakit Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obat-
sebelumnya obat yang digunakan, tindakan bedah
16
Riwayat dermatitis yang Onset, lokasi, pengobatan
spesifik
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya.
Berbagai lokasi terjadinya Dermatitis Kontak Alergi dapat dilihat pada tabel
2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan,
di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di
tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan
kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.4
Pada pemeriksaan fisik Dermatitis Kontak Alergi secara umum dapat diamati
beberapa Ujud Kelainan Kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau
bula. Ujud Kelainan Kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut:
17
- Dermatitis Kontak Alergi pada lengan tempat tali jam tangan karena alergi
terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak
langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang papular). Lesi
eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi
kontak langsung.
- Dermatitis Kontak Alergi akut pada bibir yang terjadi karena lipstick. Pada
pasien hipersensitif terhadap eosin mengakibatkan eritema pada bibir.
- Dermatitis Kontak Alergi pada telinga. Anting atau jepit telinga terbuat
dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain
misalnya obat topikal, tangkai kacamata, cat rambut, alat bantu dengar,
gagang telepon. Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan
plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan
dermatitis pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada
emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada
dermatitis karena nikel yang bisa mngarah pada dermatitis kontak kronik.
Dermatitisk kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian leher.
Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik.
18
Gambar 10. Dermatitis Kontak Alergi pada telinga
- Dermatitis Kontak Alergi pada badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat
warna kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan
pelembut atau pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena
pasien alergi pada karet dari celananya. Terlihat adanya eritema yang
berbatas tegas sesuai dengan daerah yang terkena alergen.
19
- Dermatitis Kontak Alergi pada paha dan tungkai bawah dapat disebabkan
oleh tekstil, dompet, kunci (nikel), kaus kaki nilon, obat topikal, semen,
sepatu/sendal. Pada gambar dermatitis kontak alergi yang terjadi karena
Quaternium-15, bahan pengawet pada pelembab. Kaki mengalami skuama
dan krusta.
c. Pemeriksaan Penunjang
Uji tempel (patch test)
Dasar pelaksanaan uji tempel Patch Test adalah sebagai berikut:
- Bahan yang diujikan (dengan konsentrasi dan bahan pelarut yang sudah
ditentukan) ditempelkan pada kulit normal, kemudian ditutup
- Biarkan selam 2 hari (minimal 24 jam)
- Kemudian bahan tes dilepas dan kulit pada tempat tempelan tersebut
dibaca tentang perubahan atau kelainan yang terjadi pada kulit. Pada
tempat tersebut bisa kemungkinan terjadi dermatitis berupa: eritema,
papul, oedema atau fesikel, dan bahkan kadang-kadang bisa terjadi bula
atau nekrosis.8
Persiapan menjelang uji tempel tidak begitu ketat, sebaiknya dihindari
pemakaian obat-obatan antihistamin dan kortikosteroid, terutama pada
penggunaan lokalnya.
Keadaan kulit :
- Bebas dari dermatitis
- Pada bekas dermatitis sebaiknya dilakukan sebulan setelah sembuh
- Tidak terlalu dekat dengan dermatitis yang ada, sebab daerah tersebut
lebih peka hingga dapat menimbulkan reaksi positif palsu
- Bebas dari kelainan kulit yang lain terutama yang dapat menyulitkan
pembacaan atau akibat lain yang tidak kita harapkan. Misalnya nevus atau
tumor-tumor prakanker: kalau terjadi reaksi berupa dermatitis dan gatal
20
maka akan digaruk. Ini merupakan rangsangan terhadap nevus atau
prakanker tadi untuk mengalami malignansi
- Bebas dari rambut yang lebat
- Bebas dari kosmetik, salep-salep. Kortikosteroid topikal harus dibebaskan
pula paling sedikit 2 minggu sebelumnya.8
Daerah tempat tes :
Pilihan utama: punggung, oleh karena:
- Lapisan tanduk cukup tipis sehingga penyerapan bahan cukup besar
- Tempatnya luas sehingga banyak bahan yang bisa diteskan secara serentak
(bisa sampai 50 bahan atau lebih)
- Tempatnya terlindung hingga tidak mudah lepas, baik disengaja maupun
tidak
- Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau
kendor, sehingga kontaknya dengan kulit cukup terjamin
- Jika terjadi dermatitis atau sampai terjadi sikatriks tidak tampak dari luar
oleh karena terlindung.
Pilihan lain:
21
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin
8 = tidak dites (NT =non tested).4
I.8. PENATALAKSANAAN
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya
pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan
kelainan kulit yang timbul.3
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema,
bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah
beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.Untuk
dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda
(setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan
kortikosteroid topikal.3
Berdasarkan The American Academy of Allergy, Asthma and Immunology
dan American College of Allergy, Asma and Imunology bersama-sama
merekomendasikan kortikosteroid topikal sebagai pengobatan lini pertama untuk
DKA lokal. Mereka menyarankan memberikan kortikosteroid sistemik untuk lesi
yang mencakup lebih dari 20% dari luas permukaan tubuh (misalnya, prednison 0,5-
1 mg / kg per hari selama 5-7 hari, kemudian 50% dari dosis selama 5-7 hari).10
Penatalaksanaan Dermatitis Kontak Alergi adalah sebagai berikut:
Umum : hindari faktor penyebab
Khusus (Sistemik) : kortikosteroid oral (metilprednisolon, metilprednison atau
triamsinolon) untuk meredakan proses peradangan pada pasien. Dapat pula diberikan
Prednison 5-10 mg/dosis, 2-3x/hari (dewasa) 1 mg/kgBB/hr (anak), Dexametason
0,5-1mg/dosis, 2-3x/hari (dewasa) 0,1 mg/kgBB/hari (anak), Triamsinolon 4-8
mg/dosis, 2-3x/hari (dewasa), 1 mg/kgBB/hari (anak) dan antihistamin (Ceterizine 1
x 10 mg/hari dan Chlorpheniramin maleat 3-4 mg/dosis, 2-3x/hari) untuk meredakan
keluhan gatal. Jika terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik (amoksisilin
atau eritromisin) dengan dosis 3 x 500 mg/hari selama 5-7 hari.
Khusus (Topikal) : jika lesi basah diberi kompres KmnO 4 1/5000. Jika sudah
mengering diberi kortikosteroid topikal seperti hidrokortison 1-2 %, triamsinolon
0,1%, fluosinolon 0,025%, desoksimetason 2-2,5% dan betametason-dipropionat
0,05%.5,7
22
I.9. PENCEGAHAN
Pencegahan Dermatitis Kontak Alergi dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut2:
a. Memberi edukasi mengenai kegitaan yang berisiko untuk terkena dermatitis
kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak ada
sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
berisiko terhadap paparan alergen.
I.10. PROGNOSIS
Prognosis Dermatitis Kontak Alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan
dengan dermattis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau
psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya
berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.3
I.11. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri
terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.
Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat mendorong
kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi
bakteri atau jamur.9
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
Penyebab Dermatitis Kontak Alergi adalah bahan kimia sederhana dengan
berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton) dimana penderita pada umumnya
mengeluh gatal.3 Dari anamnesa, pasien tersebut mengeluhkan gatal pada seluruh
bercak dan bintil kemerahan serta rasa perih seperti terbakar pada bagian hidung.
Gatal dirasakan terus menerus dan memberat pada malam hari dan ketika
berkeringat. Dapat dilihat bahwa pasien mengeluhkan gatal yang dominan, terus
menerus dan memberat setiap harinya dimana keluhan Dermatitis Kontak Alergi
menurut literatur adalah gatal.
Lesi Dermatitis Kontak Alergi berupa eritem numular sampai plakat, papula
dan vesikel berkelompok disertai erosi numular hingga plakat. 7 Pada pemeriksaan
fisik, ditemukan umumnya berupa vesiko-bulosa dengan dasar eritem bentuk bulat,
berkelompok, jumlah multipel, disertai erosi, dan udem serta ditemukan juga berupa
papul eritem lentikular - miliar, berbentuk bulat yang diskret. Dapat dilihat bahwa
pasien memiliki karakteristik lesi yang sama dengan lesi pada Dermatitis Kontak
Alergi yang polimorfik. Predileksi lesi dapat terjadi dimana saja tergantung dari
pajanan alergen. Pada pemeriksaan fisik, lesi ditemukan pada regio dorsum pedis
sinistra, digitalis pedis sinistra, volar sinistra dan dekstra, thorakalis pars klavikularis
dan regio nasolabial.
25
baik akut maupun kronis. Iritasi yang hebat dapat disebabkan oleh reaksi toksik
bahkan setelah pajanan singkat. Didapatkan lesi eritema numular sampai dengan
plakat. Vesikel, bula sampai erosi numular sampai plakat. Terdapat riwayat terpapar
basa atau asam kuat.7 Diagnosis Banding Dermatitis Kontak Iritan dapat ditepis
dilihat dari riwayat paparan terhadap asam atau basa kuat, waktu perjalanan
penyakitnya singkat dan gejala yang dikeluhkan umumnya rasa pedih seperti
terbakar.
Tabel 3. Perbedaan antara Dermatitis Kontak Iritan dengan Dermatitis Kontak Alergi
DKI DKA
Penyebab Iritan Primer Alergen kontak sensitizer
Permulaan Pada kontak pertama Pada kontak ulang
Penderita Semua usia Hanya orang alergik (hipersensitif)
Tanda Deskuamasi, fisura Eksem dengan vesikulasi
Gejala Nyeri, sensasi seperti terbakar, Gatal dominan
gatal tidak dominan
Konsentrasi kontaktan Tinggi Rendah
Uji tempel Merah, batas tegas, bila uji Merah, batas tidak selalu tegas, bila
tempel diangkat reaksi uji tempel diangkat reaksi
berkurang menetap/bertambah
Dermatitis Seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Penyebab
belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status
seboroik yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Banyak
percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh
bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia.
Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan.
Tempat predileksi dari dermatitis seboroik ini adalah daerah yang mengandung
tempat seboroik seperti liang telinga luar, daerah sternal, lipatan bawah mame,
interskapular, umbilikus, lipat paha, daerah supraorbital dan lipatan nasolabial. Pada
daerah pipi, hidung dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul. 3 Pada pasien ini
ditemukan bercak merah dengan pustul diatasnya pada daerah naso labial. Diagnosis
banding dermatitis seboroik dapat ditepis dengan tidak ditemukannya skuama halus
berminyak pada daerah lain.
Dermatitis Atopik merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan residif disertai
gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering
26
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada
keluarga atau penderita. Gambaran klinis umunya kulit kering, pucat/redup, kadar
lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Gejala
utama adalah gatal, dapat hilang timbul atau sepanjang hari, tetapi umumnya lebih
hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul
bermacam-macam kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi,
ekskoriasi, eksudasi dan krusta. Tempat predileksi dermatitis atopik pada dewasa
adalah samping leher, dahi, tangan sampai pergelangan tangan, lipat siku, lipat lutut,
dan kaki sampai pergelangan kaki. Pada pasien ini ditemukan bercak dan bintil
kemerahan pada lipat siku dan punggung kaki yang dimana merupakan tempat
predileksi dari dermatitis atopik. Diagnosis banding dermatitis atopik dapat ditepis
dengan melihat riwayat atopik pada keluarga dan diri pasien dimana pasien
menyangkal adanya riwayat atopik.
27
pengompresan dengan NaCl dan kassa steril sebelum dioleskan kortikosteroid krim
dan bila terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik salep.
Masalah yang khusus adalah neurodermatitis (lichen simpleks chronicus), di
mana individu berulang kali menggosok atau menggaruk daerah awalnya
terpengaruh oleh dermatitis kontak alergi.10 Daerah yang terus digaruk akan
menyebabkan timbulnya luka (ekskoriasi) sehingga memicu infeksi sekunder. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pada bagian dorsum pedis sinistra pasien terdapat luka
bekas garukan yang menimbulkan infeksi sekunder.
Prognosis pada pasien dermatitis kontak alergi ini adalah Quo ad vitam yaitu ad
bonam, Quo ad fungsionam yaitu ad bonam, Quo ad sanationam yaitu dubia ad
bonam dan Quo ad cosmetica yaitu ad bonam.
BAB V
KESIMPULAN
Gold standar pada Dermatitis Kontak Alergi adalah dengan menggunakan uji
tempel. Uji tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai dan didapatkan hasil
positif. Penatalaksanaan dari Dermatitis Kontak Alergi dapat dilakukan secara
medikamentosa dan nonmedikamentosa. Tujuan utama terapi medikamentosa adalah
28
untuk mengurangi reaktivasi sistim imun dengan terapi kortikosteroid, mencegah
infeksi sekunder dengan antiseptik dan terutama untuk mengurangi rasa gatal dengan
terapi antihistamin. Sedangkan untuk nonmedikamentosa adalah dengan
menghindari alergen. Prognosis Dermatitis Kontak Alergi umumnya baik selama
pasien menghindari faktor pencetus atau alergen.
DAFTAR PUSTAKA
29
(Occupational Dermatosis). Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga
9. Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis :
an update. Tersedia dalam :
http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/contact
%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf. Diakses pada
tanggal 25 Januari 2016.
10. Tersinanda, YT dan Rusyati, LMM. 2010. Dermatitis Kontak Alergi.
Universitas udayana. Rumas Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
11. Adiani, AD. 2014. Karakteristik Dermatitis Kontak Alergi (DKA) di RSUP
DR. KARIADI. Universitas Diponogoro.
12. Beck M and Wilkinson S. Contact dermatitis: allergic. Rook's Textbook of
Dermatology, Edisi Ke-8. 2004. h. 26.1-104
13. Statescu L, Branisteanu D, Dobre C, et al. Contact Dermatitis
Epidemiological Study. Maedica. 2011. [Diperbarui Oktober 2011 ;disitasi 9
Desember 2013] ;6(4): 277-281. Tersedia pada
:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3391944/
PERTANYAAN
30
Kulit bayi masih tipis jadi disaankan gunakan kortikosteroid potensi lemah.
Selebihnya dapat gunakan potensi kuat pada daerah yang lain.
3. Apakah komplikasi yang ditimbulkan dari Dermatitis Kontak Alergi?
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri
terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes
simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat
mendorong kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan
yang ramah bagi bakteri atau jamur
4. Mengapa punggung menjadi tempat untuk dilakukan uji tempel?
-Lapisan tanduk cukup tipis sehingga penyerapan bahan cukup besar
-Tempatnya luas sehingga banyak bahan yang bisa diteskan secara serentak
(bisa sampai 50 bahan atau lebih)
-Tempatnya terlindung hingga tidak mudah lepas, baik disengaja maupun
tidak dan jika terjadi lesi tidak dapat terlihat dan mengganggu kosmetika.
-Bahan yang menempel tidak banyak mengalami gerakan, lepas atau kendor,
sehingga kontaknya dengan kulit cukup terjamin
5. Mengapa jika dilepas uji tempel pada Dermatitis Kontak Iritan reaksinya
akan berkurang dan menghilang sementara pada Dermatitis Kontak Alergi
justru menetap bahkan bertambah?
Patogenesis dari Dermatitis Kontak Iritan dan Dermatitis Kontak Alergi
berbeda. Pada Dermatitis Kontak Iritan pajanan langsung tanpa melalui
proses imunologik, sementara pada Dermatitis Kontak Alergi pajanannya
berulang dan harus melalui proses imunologik meliputi pengenalan alergen
terhadap T memori yang beredar lama pada seluruh tubuh (dapat 2-3
minggu). Itulah mengapa reaksinya tidak langsung hilang.
6. Selain dari kondisi seseorang yang hipersensitif, adakah faktor lain yang
menyebabkan orang tersebut memiliki peluang besar terkena Dermatitis
Kontak Alergi?
Faktor eksogen :
Potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama
pajanan, suhu, kelembaban lingkungan dan pH
Faktor individu :
Kondisi kulit meliputi ketebalan epidermis, keadaan stratum korneum dan
status imunologik meliputi kondisi imun tubuh, status gizi, dan paparan sinar
matahari
31
32