You are on page 1of 27

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit


tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya
pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan
kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok
usia muda serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan
di tempat kerja.

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK


menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia dan akan
menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO, 2002).
Di negara Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 18 miliar US$ setahun untuk
penatalaksanaan PPOK dan biaya tak langsung sebesar 14 miliar US$, dengan
jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal.

Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat Asia tahun 2006
mencapai 56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5
6,7%, seperti di Cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang
sebanyak 5,014 juta jiwa, dan Vietnam sebesar 2,068 juta jiwa. Di Indonesia
diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa
meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK
adalah perokok atau mantan perokok.

Di Indonesia belum ada data yang akurat tentang prevalens PPOK. Pada
survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Depkes RI 1986 asma, bronkitis kronik
dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak
dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukan angka
kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-6
dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
3

1. Anatomi Paru

Pulmo terdiri dari pulmo dexter dan sinister. Pulmo dexter sedikit lebih
besar dari pulmo sinister dan di bagi oleh fissura obliqua dan fissura horizontal.
Pulmonis dexter terbagi menjadi tiga lobus yaitu lobus superior, lobus mediaus
dan lobus inferior. Pulmo sinister dibagi oleh fissura obliqua dengan cara yang
sama menjadi dua lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmo sinister
tidak terdapat fissura horizontalis.
4

2. Defenisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

a. Bronkitis Kronik
Adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal
3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut-turut, dan tidak
disebabka oleh penyakit lainnya.
b. Emfisema
Adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronis juga


memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat
dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK.

3. Epidemiologi
5

PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk


pasien yang berumur >40 tahun akan menyebabkan disabilitas penderitanya.
Padahal mereka masih dalam kelompok usia produktif namun tidak dapat bekerja
maksimal karena sesak napas yang kronik. Co-morbiditas PPOK akan
menghasilkan penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial, infeksi paru-paru,
trombo embolik disorder, keberadaan asma, hipertensi, osteoporosis, sakit sendi,
depresi dan ansietas.
Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah besar
penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara
klinik timbul gejala sesak terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan
gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal
parumenunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak reversibel.
Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit Sindrom
Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT).

4. Patologi, Patogenesis dan Patofisiologi


Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebabutama obstruksi jalan napas.
Perubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil
bahkan unit respiratori terminal. Secara umum, terdapat 2 kondisi pada PPOK
yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya
dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara
yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya
tanpa fibrosis yang nyata.
4.1. Bronkitis Kronis

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan
dalam setahun,sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan
penyakit lainnya.
6

Gambaran Radiologi
Penyakit bronchitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran yang
khas pada foto horaks. Pada foto rontgen hanya tampak corakan yang ramai di
bagian basal paru. Gambaran radiogram bronchitis kronik hanya memperlihatkan
perubahan yang minimal dan biasanya tidak spesifik. Kadang-kadang tampak
corakan peribronkial yang bertambah di basis paru oleh penebalan dinding
bronkus dan peribronkus. Corakan yang ramai di basal paru ini dapat merupakan
variasi normal pada foto thoraks.

Bronchitis kronik secara radiologi di bagi dalam 3 golongan, yaitu:


1. Golongan ringan di temukan corakan paru yang ramai di bagian basal
paru.
2. Golongan sedang, selain corakan paru yang ramai, juga terdapat emfisema
dan kadang-kadang disertai bronkiektasis di parakardial kanan dan kiri
3. Golongan berat ditemukan hal-hal tersebut diatas dan disertai cor
pulmonale sebagai komplikasi bronchitis kronik.

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,


metaplasia sel goblet, inflamasi,hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi
akibat fibrosis.
4.2. Empisema
7

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara
distal bronkiolus terminal,disertai kerusakan dinding alveoli (PDPI). Suatu
keadaan di mana paru lebih banyak berisi udara, sehingga ukuran paru bertambah,
baik anterior-posterior maupun ukuran paru secara vertical kearah diafragma.
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik dibedakan tiga jenisemfisema:
a. Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke
perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan
merokok lama
b. Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara
merata dan terbanyak pada paru bagian bawah
c. Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas
distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat
pleura. 7
Gambaran Radiologi
Akibat penambahan ukuran paru anterior-posterior akan menyebabkan
bentuk toraks kifosis, sedang penambahan ukuran paru vertical
menyebabkan diafragma letak rendah dengan diafragma yang datar dan
peranjakan diafragma berkurang pada pengamatan fluoroskopi.
Dengan aerasi paru yang bertambah pada seluruh paru atau lobaris ataupun
submental, akan menghasilkan bayangan lebih radiolusen, sehingga corakan
jaringan paru tampak lebih jelas selain gambaran fibrosisnya dan vascular
paru yang relative jarang. 3
8

5. Derajat PPOK
9

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease


(GOLD), dibagi atas 4 derajat :
Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan
aliran udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1> 80% Prediksi). Pada derajat ini,
orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <
VEP1< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat
ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang
dialaminya.
Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin
memburuk (VEP1 / KVP < 70%; 30% < VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas
yang semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang
berulang yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP 1 / KVP < 70%; VEP1
< 30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas
kronik dan gagal jantung kanan.7
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab
itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa
diprediksi dengan VEP1:

Tingkat Keparahan PPOK


Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut American
Thoracic Society (ATS) penggolongan PPOK berdasarkan derajat obstruksi
saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat. Gejala ini ditandai
dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut :
a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0.
10

b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit
mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri menunjukkan
nilai VEP1 50 %
c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena sesak
napas atau harus berhenti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau
jalan mendatar nilai 2 skala sedang.
d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit
berjalan nilai 3 skala berat.
e. Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau
sesak napas saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala
sangat berat. 2

6. Faktor Resiko
Beberapa faktor risiko antara lain
1. Pajanan dari partikel antara lain :
a. Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di Negara
berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus dan
obstruksi jalan napas kronik.Perokok pasif juga menyumbang terhadap
symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-paru
akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya.
a. Riwayat merokok
1. Perokok aktif
2. Perokok pasif
3. Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
1. Ringan : 0-200
2. Sedang : 200-600
3. Berat : > 600
11

b. Polusi indoor
Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek
misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak
diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Polutan indoor yang penting
antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan
pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet, dan
mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta
perokok pasip. WHO melaporkan bahwa polusi indoor bertanggung jawab
terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunnya.
c. Polusi outdoor
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang
paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu. Bahan
asap pem-bakaran/pabrik/tambang.
d. Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran dan
bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan
lingkungan industry.
2. Riwayat infeksi saluran napas berulang
Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Penyakit saluran pernafasan pada
bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacat-an sampai pada masa dewasa,
dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK.
3. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik
4. Hipereaktiviti bronkus
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.

7. Diagnosis
12

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru.

7.1. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :


Gambaran Klinis
a. Anamnesis:
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
13

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)


- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater

Gejala bronchitis (Blue Bloater)


1. Sesak nafas pada saat istirahat, yang memburuk dengan aktivitas
ringan
2. Batuk berdahak terutama pada pagi hari
3. Mengi ketika saat bernafas
4. Kelihatan lelah
5. Obesitas
Gejala Emfisema (pink puffer)
1. Sesak nafas
2. Batuk dengan atau tanpa dahak
3. Kelelahan
14

4. Penurunan berat badan


5. Cachexia
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
1. Suara napas vesikuler normal, atau melemah
2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada ekspirasi paksa
3. Ekspirasi memanjang
4. Bunyi jantung terdengar jauh. 2

7.2. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP)
< 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
15

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20


menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan
VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular


shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal. 2
16

Hyperinflation

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)


a. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat
- Raw meningkat pada bronkitis kronik
- Sgaw meningkat
- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
b. Uji latih kardiopulmoner
- Sepeda statis (ergocycle)
- Jentera (treadmill)
- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
c. Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil
PPOK terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.
d. Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral
(prednison atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari
selama 2minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 %
dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan
faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
e. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
17

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik


f. Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema
atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.
- Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan.
h. Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di
Indonesia.
j. Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di
Indonesia. riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk


dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko.
Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran
udara (dengan spirometri).
18

8. Penatalaksanaan
8.1.Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualiti hidup penderita

PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga


penatalaksanaanPPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan
(2) penatalaksanaan pada ksaserbasi akut.
- Penatalaksanaan pada keadaan stabil
Kreteria PPOK stabil:
Tidak dalam kondisi gagal nafas akut pada gagal nafas kronik
Dapat dalam kondisi gagal nafas kronik stabil, yaitu analisis gas darah
menunjukkan PH normal, PCO2> 60 mmHgdan PO2<60 mmHg
Sputum tidak berwarna atau jernih
- Penatalaksanaan Pada Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan dengan kondisi
sebelunya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau factor lainnya seperti polusi
udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi.

Gejala eksaserbasi :

Sesak bertambah

Produksi sputum meningkat

Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)

Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :

a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas


b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
19

batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20%


baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline.

Penatalaksanaan:

a. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator


nebulizer, oksigen selama aktivitas dan tidur, mukolitik, ekspektoran.

b. Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask


Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +
antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5
mg/kgBB/jam)
Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.
Steroid intravena: pada keadaan berat
Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.
Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik dengan PaCO2 >45
mmHg

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1 Edukasi

Secara Umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :

a. Pengetahuan dasar tentang PPOK

b. Obat obatan, manfaat dan efek sampingnya

c. Cara pencegahan perburukan penyakit

d. Menghindari pencetus. 7

2 Berhenti merokok
20

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif


dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat
progresivitas penyakit.

3 Obat obatan
- Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dan disesuaikan dengan klasifikasi
derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi. Pada derajat
berat diutamakan pemberian long acting.
- Golongan antikolinergik
Diberikan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir.
- Golongan agonis beta 2
Bentuk inheler digunakan untuk mengatasi sesak, bentuk nebuliser dapat
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan pada pemakaian
jangka panjang, bentuk injeksi untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Bentuk tablet atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega nafas), bentuk
suntikan lobus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka
panjang diperlukan pemeriksaan aminofilin darah.
- Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena. Berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednisolon.
- Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang diberikan lini I
(amoksisilin dan makrolid) dan lini II(amoksisilin, asam klavulanat, sefalosforin
dan makrolid baru)
- Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi danmemperbaiki kualitas hidup. Tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.
- Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepatperbaikan eksaserbasi. Terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi
tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
- Antitusif
Harus diberikan dengan hati-hati. 1
21

4 Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi terhadap


latihan dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Pasien yan dimasukkan
ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yan tlah mendapatkan
pengobatan optimal yang disertai :

Simptom pernapasan berat

Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

Kualitas hidup yang menurun

5. Terapi oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang


mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi dalam
sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya.
a. Manfaat Oksigen :
1. Mengurangi sesak
2. Memperbaiki aktivitas
3. Mengurangi hipertensi pulmoner
4. Mengurangi vasokontriksi
5. Mengurangi hematokrit
6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7. Meningkatkan kualitas hidup

b. Indikasi :
1. Pa02< 60 mmHg atau Sat O2< 90 %
2. PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2> 89% disertai korpulmonale,
perubahan P pumonal, Ht > 55 % dan tanda-tanda gagal jantung
kanan, sleep apnea, dan penyakit paru.
22

Macam terapi oksigen


1. Pemberian oksigen jangka panjang
2. Pemberian oksigen pada waktu aktivitas
3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas 2

6. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik.
Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi atau tanpa
intubasi. 7

7. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya


kebutuhan energi akibat muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia
kronik dan hiperkapnia menyebabkan terjadinya hipermetabolisme. Kondisi
malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK karena berkolaborasi dengan
derajat penurunan faal paru dan perubahan analisis gas darah.

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah


karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat
meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi
terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas
kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

1. Penurunan berat badan

2. Kadar albumin darah

3. Antropometri
23

Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam


PPOK, baik kelebihan dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah.
Kira kira 25% dari pasien PPOK derajat II sampai IV menunjukkan
penurunan baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas. 2

8. Terapi Pembedahan

Bertujuan untuk :

Memperbaiki faal paru

Memperbaiki mekanik paru

Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi

Memperbaiki kualitas hidup

9. Komplikasi

1. Gagal napas

a. Gagal napas kronik

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
1. Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
2. Bronkodilator adekuat
3. Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
4. Antioksidan
5. Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

1. Sesak napas dengan atau tanpa sianosis


2. Sputum bertambah dan purulen
3. Demam
24

4. Kesadaran menurun 2

2. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan


terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah. 2
3. Kor polmunale

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai


gagal jantung kanan. 2

10. Pencegahan:

- Hindari asap rokok

- Hindari polusi udara

- Hindari infeksi saluran napas berulang. 7

11. Prognosis

Makin cepat diagnosis bisa ditegakkan, maka prognosis penderita baik,


dengan catatan etiologinya bisa di hilangkan. Bila etiologi tidak dapat
disinggirkan, maka penderita bukan hanya mendapatkan kekambuhan, tetapi
juga perjalanan penyakitnya akan melaju terus menerus dengan pesat. Semakin
lambat diagnosis ditegakkan, maka makin jelek prognosis penderita. Hal ini di
akibatkan sudah semakin berkurangnya elastisitas paru, semakin luasnya
kerusakan silia secara irreversible dan semakin tebalnya mukosa saluran
pernapasan. Kalau penderita tidak meninggal karena kegagalan pernapasan,
maka sebab kematian yang lain adalah karena salah satu atau lebih komplikasi
yang dapat timbul setiap saat. 7
25

12. Rujukan ke spesialis


PPOK yang memerlukan pelayanan bidang spesialis adalah:
- PPOK derajat sedang sampai sangat berat.
- Timbul pada usia muda
- Sering mengalami eksaserbasi
- Memrlukan terapi oksigen
- Memerlukan terapi bedah paru
- Sebagai persiapan terapi pembedahan
- PPOK dengan komplikasi.

PENATALAKSANAAN PPOK EKSASERBASI


Gejala eksaserbasi:
1. Batuk makin sering/hebat
2. Produksi sputum bertambah banyak
3. Sputum berubah warna
4. Sesak napas bertambah
5. Keterbatasan aktivitas bertambah
6. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik
7. Kesadaran menurun

Penatalaksanaan eksaserbasi akut dapat dilakukan di:


1. Poliklinik rawat jalan
2. Unit gawat darurat
3. Ruang gawat
4. Ruang ICU

13. Kesimpulan
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit kronik yang di
tandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversible. Akhir akhir ini penyakit ini semakin menarik untuk
dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitas yang terus meningkat.
Penting bagi dokter umum untuk memahami penegakan diagnosa PPOK, yang
diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, serta didukung pemeriksaan
penunjang yang tepat.
Penatalaksanaan yang tepat pada PPOK meliputi beberapa program, yaitu
evaluasi dan monitoring penyakit, mengurangi faktor resiko, tatalksana PPOK
yang stabil, dan tatalaksana PPOK dengan eksaserbasi. Manajemen utama untuk
PPOK derajat I dan II antara lain dengan menghindari faktor resiko, mencegah
progsevitas PPOK dan penggunaan obat-obatan untuk mengontrok gejala dari
26

PPOK, sedangkan untuk PPOK derajat III dan IV memerlukan manejemen yang
lebih terpadu dengan berbagai pendekatan. 7
Penggunaan brokodilator adalah pilihan utama untuk menanggulangi gejala
yang timbul pada PPOK. Dimana bronkodilator dapat berfungsi untuk meredakan
gejala dan dapat pula untuk mencegah eksaserbasi. Beberapa bronkodilator yang
dapat digunakan antara lain golongan beta 2 agonis, antikolinergik, dan xantin
yang dapat digunakan tunggal atau kombinasi. Selain itu dapat juga digunakan
kortikosteroid inhalasi atau sistemik, mukolitik, anti oksidan dan terapi oksigen
tergantung pada derajat penyakitnya. 7
Selain pendekatan farmakologis diperlukan juga konseling untuk
penghentian rokok, olahraga kebutughan nutrisi, dan perawatan untuk pasien.
Manajemen yang tepat dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ppada pasien
PPOK, serta sangat brperan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. 7

DAFTAR PUSTAKA

1. Jurnal EPIDEMIOLOGIC STUDY OF CHRONIC OBSTRUCTIVE


PULMONARY DISEASE (COPD Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013:
82-88
2. PDPI 2011. Penyakit paru obstruktif Kronik (PPOK). Jakarta.
27

3. Sheewood, Luaralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
4. Jurnal EPIDEMIOLOGIC STUDY OF CHRONIC OBSTRUCTIVE
PULMONARY DISEASE (COPD Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni
2013: 82-88
5. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi Bambang,dkk . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid
III, ed V -Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009.
6. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedikteran. Edisi 6.
Jakarta: EG
7. Mangunnegoro H, dkk. PPOK, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: 2003. hal 1-56

You might also like