You are on page 1of 6

I.

ANALISIS MASALAH
1. Mengapa terjadi perdarahan pasca persalinan ?
Menurut WHO perdarahan adalah hilangnya darah setelah persalinan
sebanyak 500 mL atau lebih dan pada operasi seksio sesarea sebanyak
1000 ml lebih. Penyebab perdarahan post partum yaitu :
a. Atonia uteri
b. Perlukaan jalan lahir
c. Terlepasnya sebagian plasenta dari uterus
d. Tertinggalnya sebagian dari plasenta (Wiknjosastro, et.al., 2002).

Atonia uteria dapat disebabkan oleh :


a. Partus lama
b. Pembesarana uterus yang berlebihan pada waktu hamil seperti
hamil kembar, hidroamnion atau janin besar.
c. Multipartus
d. Anesti yang dalam
e. Anesti lumbal (Wiknjosastro, et.al., 2002).

II. BERBAGI INFORMASI


1. Syok sepstik
A. Definisi
Syok septik merupakan Lanjutan dari sepsis berat, yang
didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi oleh sepsis dan
menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, disertai dengan
hipoperfusi jaringan. Ssedangkan sepsis merupakan proses infeksi
dan inflamasi yang kompleks dimulai dengan rangsangan
endotoksin atau eksotoksin terhadap sistem imunologi, sehingga
terjadi aktivasi makrofag, sekresi berbagai sitokin dan mediator,
aktivasi komplemen dan netrofil, sehingga terjadi disfungsi dan
kerusakan endotel, aktivasi sistem koagulasi dan trombosit yang
menyebabkan gangguan perfusi ke berbagai jaringan dan
disfungsi/kegagalan organ multiple (Widodo, 2004).
B. Etiologi
1. Infeksi bakteri gram negative,
Contoh: Eschericia coli, Klebsiella pneumonia, Enterobacter,
serratia,Proteus.
2. Kokus gram positif,
Contoh: Stafilokokus, Enterokokus, dan Streptokokus (Guyton,
2006)
C. Faktor resiko
1. Usia (<10 tahun dan > 70 tahun).
2. Penyakit primer (misalnya, sirosis hati, alkoholisme, diabetes
mellitus, penyakit cardiopulmonary, keganasan tumor padat,
keganasan hematologi).
3. Imunosupresi (misalnya, neutropenia, terapi imunosupresif,
terapi kortikosteroid, IV penyalahgunaan narkoba, complement
deficiencies, asplenia).
4. Operasi besar, trauma, luka bakar (Michael, 2016).
5. Prosedur invasif (misalnya, kateter, alat intravaskular,
prosthetic device, hemodialisis dan kateter dialisis peritoneal,
tabung endotrakeal).
6. Pengobatan antibiotik sebelumnya.
7. Perawatan di rumah sakit yang berkepanjangan.
8. Faktor-faktor lain, seperti melahirkan, aborsi, dan malnutrisi.
D. Gejala klinis
Tabel VII.1 Perbedaan Sindrom Sepsis dan Syok Septik (Nelwan,
2003)

Perbedaan Sindroma Sepsis dan Syok Sepsis


Sindroma sepsis Syok Septik
Takipneu, respirasi >20x/m Sindroma sepsis ditambah dengan
Takikardi >90x/m gejala:
Hipertermi >38C Hipotensi 90 mmHg
Hipotermi <35,6C Tensi menurun sampai 40 mmHg dari
Hipoksemia baseline dalam waktu 1 jam
Peningkatan laktat plasma Tidak membaik dengan pemberian
cairan, serta penyakit syok
Oliguria, Urine 0,5 cc/kgBB dalam 1
hipovolemik, infark miokard dan
jam
emboli pulmonal sudah disingkirkan

E. Penegakan diagnosis
Tabel VII.2 Korelasi Gejala Klinis Syok dengan Mekanisme dalam
Tubuh (Nelwan, 2003).
F. Penatalaksanaan
1. Penilaian ABCDE, dapat mencakup :
a. Penilaian klinis
b. Airway support
c. Oksigen aliran tinggi
d. Cannule
e. Terapi cairan
f. Monitoring jumlah urine
g. Penilaian kadar gula darah
h. Regulasi temperatur
2. Pengecekan ulang untuk memastikan hal berikut telah
dilakukan :
a. Terapi oksigen aliran tinggi
b. Cannule
c. Terapi cairan bila ada gangguan sirkulasi
d. Monitor jumlah urin
3. Melakukan penegakan diagnostik sepsis yang spesifik, dapat
mencakup :
a. Kultur ( darah, dll )
b. Pengukuran kadar laktat
c. Pengukuran Hemoglobin dan tes lain
d. Pencitraan untuk mengidentifikasi sumber infeksi
4. Terapi lengkap untuk sepsis:
a. Antibiotik spektrum luas secara intravena
b. Drainase atau bedah bila memungkinkan (Ron, 2010).
Penatalaksanaan awal ini dapat disingkat menjadi Sepsis Six
yakni :
a. Oksigen aliran tinggi
Sepsis secara dramatis akan meningkatkan kecepatan
metabolik tubuhsehingga kebutuhan akan oksigen akan
meningkat. Untuk itu digunakan non-rebreathe face mask
dengan aliran oksigen tinggi. Saturasi oksigen ditargetkan di
sekitar >= 94% kecuali jika pasien memiliki riwayat
hipoksemia kronis. Non-rebreathe face mask biasanya tidak
cocok untuk pemakaian jangka panjang, namun sangat penting
dalam fase resusitasi akut untuk memaksimalkan jumlah
oksigen yang masuk.
b. Kultur darah ( dan yang lainnya ).
Kultur darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian
antibiotik intravena. Kultur darah diambil secara percutaneous
dan sebelum meletakkan akses IV yang baru. Kultur darah
tidak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik speksturm luas
pada fase awal tetapi berpengaruh pada pemilihan antibiotik
ketika patogen telah diidentifikasi.
c. Antibiotik spektrum luas secara intravena
a) Pemilihan antibiotik spektrum luas yang tepat akan
mengikuti langkah-langkah berikut :
b) Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien.
c) Kondisi klinis pasien dan kemungkinan sumber infeksi
d) Peraturan mengenai administrasi antibiotik.
d. Uji terapi cairan intravena.
Bila pasien sepsis mengalami hipotensi atau bila pasien
menunjukkan tanda-tanda insufisiensi sirkulasi, uji terapi
cairan dengan 10ml/kg koloid ataupun 20ml/kg kristaloid
sebaiknya dilakukan dalam bolus yang telah dibagi. Dapat
diulang dua kali, hingga bolus total tiga kali. Bila pasien masih
mengalami hipotensi, sebaiknya dipasang Central Venous
Catheter yang sekaligus dapat memonitor administrasi
vasopressor dan inotropik bila dibutuhkan.
e. Pengukuran hemoglobin dan laktat
Laktat dapat diukur dari sampel vena menggunakan jarum
Arterial Blood Gas. Akumulasi laktat menandakan respirasi
anaerob yang sedang berlangsung. Penelitian terbaru
menyebukan Procalcitonin sebagai alternatif penanda kaskade
hipoperfusi lanjut.
f. Monitor jumlah urin
Pada kondisi normal, sistem autoregulasi tubuh akan menjamin
aliran cukup ke ginjal dalam jumlah normal meski adanya
perubahan tekanan darah. Pada sepsis, fungsi ini terganggu
sehingga ketika tekanan darah menurun, aliran darah ke ginjal
juga menurun sehingga jumlah urin juga akan menurun.
Urinary kateter dapat mengukur jumlah produksi urin dari
ginjal, sehingga membantu mengestimasi aliran darah ginjal.
Hal ini membantu dalam menilai perfusi ginjal dan sebagai
prediktor dari gagal ginjal. Pasien harus ditargetkan mencapai
produksi urin normal. Dikatakan oliguria bila produksi urin
<0.5ml/kg/jam selama 2 jam berturut-turut. Oliguria persisten
menjadi tanda awal dari gagal ginjal. Anuria mengindikasikan
bahwa ginjal telah sepenuhnya mengalamai kegagalan, namun
seringkali akibat terbloknya aliran urin di kateter (Ron, 2010).

Target yang ingin dicapai pada resusitasi awal :


a. MAP (Mean arterial pressure) > 65mmHg
b. Capillary Refill Time membaik
c. Akral menjadi lebih hangat
d. Produksi urin >0.5ml/kg/jam
e. Status mental yang membaik.
f. Menurunnya kadar laktat (Ron, 2010).

DAFTAR PUSTAKA
Widodo D, Pohan H.T.(2004). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: EGC
Guyton A. C, Hall J. E. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC
Michael R. P. Septic Shock. [online] cited May 2013. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168402
Nelwan R. H. H. (2013) Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam:
Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta
Ron D. (2010) ABC of Sepsis.2010. Tim Nutbeam. UK : Wiley Blackwell
BMJ books.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. (2002) Syok Hemoragika dan
Syok Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-
SP.

You might also like