Professional Documents
Culture Documents
ANALISIS MASALAH
1. Mengapa terjadi perdarahan pasca persalinan ?
Menurut WHO perdarahan adalah hilangnya darah setelah persalinan
sebanyak 500 mL atau lebih dan pada operasi seksio sesarea sebanyak
1000 ml lebih. Penyebab perdarahan post partum yaitu :
a. Atonia uteri
b. Perlukaan jalan lahir
c. Terlepasnya sebagian plasenta dari uterus
d. Tertinggalnya sebagian dari plasenta (Wiknjosastro, et.al., 2002).
E. Penegakan diagnosis
Tabel VII.2 Korelasi Gejala Klinis Syok dengan Mekanisme dalam
Tubuh (Nelwan, 2003).
F. Penatalaksanaan
1. Penilaian ABCDE, dapat mencakup :
a. Penilaian klinis
b. Airway support
c. Oksigen aliran tinggi
d. Cannule
e. Terapi cairan
f. Monitoring jumlah urine
g. Penilaian kadar gula darah
h. Regulasi temperatur
2. Pengecekan ulang untuk memastikan hal berikut telah
dilakukan :
a. Terapi oksigen aliran tinggi
b. Cannule
c. Terapi cairan bila ada gangguan sirkulasi
d. Monitor jumlah urin
3. Melakukan penegakan diagnostik sepsis yang spesifik, dapat
mencakup :
a. Kultur ( darah, dll )
b. Pengukuran kadar laktat
c. Pengukuran Hemoglobin dan tes lain
d. Pencitraan untuk mengidentifikasi sumber infeksi
4. Terapi lengkap untuk sepsis:
a. Antibiotik spektrum luas secara intravena
b. Drainase atau bedah bila memungkinkan (Ron, 2010).
Penatalaksanaan awal ini dapat disingkat menjadi Sepsis Six
yakni :
a. Oksigen aliran tinggi
Sepsis secara dramatis akan meningkatkan kecepatan
metabolik tubuhsehingga kebutuhan akan oksigen akan
meningkat. Untuk itu digunakan non-rebreathe face mask
dengan aliran oksigen tinggi. Saturasi oksigen ditargetkan di
sekitar >= 94% kecuali jika pasien memiliki riwayat
hipoksemia kronis. Non-rebreathe face mask biasanya tidak
cocok untuk pemakaian jangka panjang, namun sangat penting
dalam fase resusitasi akut untuk memaksimalkan jumlah
oksigen yang masuk.
b. Kultur darah ( dan yang lainnya ).
Kultur darah sebaiknya dilakukan sebelum pemberian
antibiotik intravena. Kultur darah diambil secara percutaneous
dan sebelum meletakkan akses IV yang baru. Kultur darah
tidak mempengaruhi pilihan terapi antibiotik speksturm luas
pada fase awal tetapi berpengaruh pada pemilihan antibiotik
ketika patogen telah diidentifikasi.
c. Antibiotik spektrum luas secara intravena
a) Pemilihan antibiotik spektrum luas yang tepat akan
mengikuti langkah-langkah berikut :
b) Riwayat alergi yang dimiliki oleh pasien.
c) Kondisi klinis pasien dan kemungkinan sumber infeksi
d) Peraturan mengenai administrasi antibiotik.
d. Uji terapi cairan intravena.
Bila pasien sepsis mengalami hipotensi atau bila pasien
menunjukkan tanda-tanda insufisiensi sirkulasi, uji terapi
cairan dengan 10ml/kg koloid ataupun 20ml/kg kristaloid
sebaiknya dilakukan dalam bolus yang telah dibagi. Dapat
diulang dua kali, hingga bolus total tiga kali. Bila pasien masih
mengalami hipotensi, sebaiknya dipasang Central Venous
Catheter yang sekaligus dapat memonitor administrasi
vasopressor dan inotropik bila dibutuhkan.
e. Pengukuran hemoglobin dan laktat
Laktat dapat diukur dari sampel vena menggunakan jarum
Arterial Blood Gas. Akumulasi laktat menandakan respirasi
anaerob yang sedang berlangsung. Penelitian terbaru
menyebukan Procalcitonin sebagai alternatif penanda kaskade
hipoperfusi lanjut.
f. Monitor jumlah urin
Pada kondisi normal, sistem autoregulasi tubuh akan menjamin
aliran cukup ke ginjal dalam jumlah normal meski adanya
perubahan tekanan darah. Pada sepsis, fungsi ini terganggu
sehingga ketika tekanan darah menurun, aliran darah ke ginjal
juga menurun sehingga jumlah urin juga akan menurun.
Urinary kateter dapat mengukur jumlah produksi urin dari
ginjal, sehingga membantu mengestimasi aliran darah ginjal.
Hal ini membantu dalam menilai perfusi ginjal dan sebagai
prediktor dari gagal ginjal. Pasien harus ditargetkan mencapai
produksi urin normal. Dikatakan oliguria bila produksi urin
<0.5ml/kg/jam selama 2 jam berturut-turut. Oliguria persisten
menjadi tanda awal dari gagal ginjal. Anuria mengindikasikan
bahwa ginjal telah sepenuhnya mengalamai kegagalan, namun
seringkali akibat terbloknya aliran urin di kateter (Ron, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Widodo D, Pohan H.T.(2004). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: EGC
Guyton A. C, Hall J. E. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC
Michael R. P. Septic Shock. [online] cited May 2013. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/168402
Nelwan R. H. H. (2013) Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam:
Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta
Ron D. (2010) ABC of Sepsis.2010. Tim Nutbeam. UK : Wiley Blackwell
BMJ books.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. (2002) Syok Hemoragika dan
Syok Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-
SP.