Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
ATHIEFAH QURROTUL AINI J510165079
Diajukan oleh :
ATHIEFAH QURROTUL AINI
J510165079
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari .
..
Pembimbing :
dr. Riana Sari, Sp.P (..........................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Riana Sari, Sp.P (..........................)
I. IDENTITAS
Nama pasien : An. G
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pucangan, Kartasura
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Suku : Jawa
Berat Badan : 18 kg
Tanggal Pemeriksaan : 20 Februari 2017
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Batuk
Perkembangan:
Pertumbuhan gigi pertama : ibu lupa
Psikomotor
Tengkurap dan berbalik sendiri : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan : 11 bulan
Berbicara : 12 bulan
Membaca : 6 tahun
Tidak ada gangguan perkembangan dalam mental dan emosi.
Interaksi dengan orang sekitar baik.
Kesan : Baik ( Perkembangan sesuai dengan usia)
G. Anamnesis Sistem
- Sistem Cerebrospinal : nyeri kepala (-), pusing (-), kejang
(-)
- Sistem Cardiovascular : pucat (-), akral hangat (+), kebiruan
(-), nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
- Sistem Respirasi : sesak nafas (-), batuk (+), pilek (-),
nafas cuping hidung (-)
- Sistem Gastrointestinal : sulit menelan (-), mual (-), muntah
(-), makan/minum baik, BAB (+)
- Sistem urogenital : BAK (+) berwarna kuning jernih.
- Sistem Muskuloskeletal : kesemutan (-), kelemahan anggota
gerak (-) ,otot atrofi (-/-), tungkai bengkak (-/-)
- Sistem Integumental : warna kulit coklat, ruam (-), gatal
(-), keringat dingin (-)
B. Status Lokalis
- Kepala : normocephal
- Rambut : Rambut hitam, lurus, kerontokan dalam batas
normal, sukar dicabut.
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), tidak
ada luka. Edema palpebra (-/-)
- Hidung : deformitas (-/-), secret (-/-) epistaksis (-/-), nafas
cuping hidung (-), tidak ada luka.
- Telinga : deformitas (-/-), keluar cairan (-/-), hiperemis (-/-),
cerumen (-/-), nyeri tekan (-/-), tidak ada luka.
- Mulut : deformitas (-), stomatitis (-), sianosis (-), kering
(-), lembab (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), tonsil
T1/T1, pharyngitis (-), tidak ada luka baik dari mulut, gusi, gigi,
dan lidah.
- Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-), masa
abnormal (-), kaku kuduk (-), deviasi trakea (-), tidak ada luka.
Thoraks :
A. Jantung :
Abdomen
1. Inspeksi : Terlihat sejajar dengan dada, sikatrik (-),
purpura (-), massa (-), distended (-)
2. Auskultasi : Peristaltik (+) 8 x/ menit, bunyi tambahan
(-)
3. Perkusi : Timpani (+)
4. Palpasi : Nyeri tekan (-), pekak beralih (-),
hepatomegali (-), splenomegali (-)
V. Diagnosis
Diagnosis kerja : Tuberkulosis anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mikobakterium
tuberkulosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar
infeksi TB menyebar lewat udara melalui terhirupnya nukleus droplet yang
berisikan organisme basil turbekel dari seseorang yang terinfeksi. 1,2
Tuberkulosis paru merupakan penyakit serius terutama pada bayi dan
anak kecil, anak dengan malnutrisi, dan anak dengan gangguan imunologis.
Sebagian besar anak menderita tuberkulosis primer pada umur muda dan sebagian
besar asimtomatik dan sembuh spontan tanpa gejala sisa. Pada beberapa pasien
penyakit berkembang menjadi tuberkulosis pasca primer.1,2
2.2. Epidemiologi
2.3 Etiologi
Mikroskopik MTB
Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis
kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman
ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal
2.6 Patogenesis
Paru merupakan port d entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil (<5 m), kuman TB dalam droplet nuklei yang
terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik. Akan tetapi
pada sebagian kasus, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang
tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit
kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman
TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak dalam makrofag,
dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk
lesi ditempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.2,3
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi
disaluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.2,3,4
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi
TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya selama 4-8 minggu.6 Pada saat
terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah
terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji
tuberkulin positif. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem
imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi sebagian
kecil kuman TB akan dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk kedalam alveoli akan segera
dimusnakan oleh imunitas seluler spesifik (cellular mediated immunity, CMI ).3
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer dijaringan paru
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.2,3
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis
fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas).3
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut
sebagai penyakit sistemik.3,4,5
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar. Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian mencapai berbagai organ diseluruh tubuh, bersarang di
organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa dan
kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain seperti
otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang tersebut
tetap hidup, tetapi tidak aktif, demikian pula dengan proses patologiknya. Sarang
di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat
mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.2
Pada anak, 5 tahun pertama setelah terjadi infeksi (terutama 1 tahun
pertama) biasanya sering terjadi komplikasi TB. Menurut Wallgren, ada tiga
bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB
endobronkial, dan TB paru kronik. Tuberkulosis paru kronik adalah TB
pascaprimer sebagai akibat reaktivasi kuman di dalam fokus yang tidak
mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering
terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Perjalanan alamiah
Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan,
sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender
terjadinya TB di berbagai organ.2
Gambar 2. Kalender perjalanan penyakit TB primer2
Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin
biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada
awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema
nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi.
Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.2
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya berlangsung
dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB.
Tuberkulosis pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB.
Tuberkulosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama, walaupun dapat terjadi
pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya terjadi lebih lama,
yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer. Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB
terjadi pada 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90% kematian
karena TB terjadi pada tahun pertama setelah diagnosis TB.2,3
2.7 Diagnosis
Konfirmasi pasti pada TB paru adalah dengan mengisolasi Mycobacterium
tuberculosis dari sputum, bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura,
atau biopsi jaringan. Spesimen untuk kultur yang paling baik pada anak adalah
cairan lambung pagi hari yang diambil sebelum anak bangun dari tidur. Akan
tetapi semua hal diatas memang sulit untuk dilakukan pada anak, sehingga
sebagian besar diagnosis berdasarkan gejala klinis, gambaran radiografi thorax,
dan tuberkulin test.2,3,8
Gejala sistemik/umum: .2,3,8
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
yang baik dan nafsu makan menurun
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura, dapat disertai dengan keluhan sakit
dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
- Anak dengan :
Klasifikasi 0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC
Klasifikasi I Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC
Klasifikasi Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC
II (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan
bakteriologi negatif).
Klasifikasi
Sedang menderita TBC
III
Klasifikasi
Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif
IV
Klasifikasi
Dicurigai TBC
V
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada
bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, dengan menyuntikkan PPD
(Purified Protein Derivate) 5 IU sebanyak 0,1 cc secara intrakutan (ke dalam
kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan
diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi. 1,7,13
Gambar 5. Interpretasi hasil mantoux
1. Pembengkakan : 04mm, uji mantoux negatif.
(Indurasi) Arti klinis : tidak ada infeksi M.
tuberculosis.
2. Pembengkakan : 39mm, uji mantoux meragukan.
(Indurasi) Hal ini bisa karena kesalahan teknik,
reaksi silang dengan M. atipik atau
setelah vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan : 10mm, uji mantoux (+). Arti klinis :
(Indurasi) sedang
atau pernah terinfeksi M. tuberculosis.
Gambar.6 Definisi positif uji tuberculin pada bayi, anak dan dewasa
Indurasi 5 mm
Kontak dengan penderita atau suspek penyakit TB
Anak-anak dengan tanda klinis dan gambaran radiologi penyakit TB
Anak-anak dengan keadaan imunosupresi seperti HIV dan
tranplantasi organ
Pasien dalam pengobatan immunosupresif seperti kortikosteroid (
15 mg/24 jam prednison atau sejenisnya selama 1 bulan )
Indurasi 10 mm
Bayi dan anak-anak usia 4 tahun
Anak-anak dengan kondisi medis lemah yang meningkatkan resiko
(penyakit ginjal, gangguan hematologi, diabetes melitus, malnutrisi,
pengguna obat suntik)
Anak-anak yang kontak erat dengan orang dewasa yang beresiko
tinggi TB
Lahir atau baru pindah ( 5 tahun ) dari negara dengan angka
prevalensi TB tinggi
Indurasi 15 mm
Anak-anak usia > 4 tahun atau lebih tanpa ada faktor resiko
Uji tuberculin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut :
1. Infeksi TB alamiah
a. Infeksi TB tanpa sakit
b. Infeksi TB dan sakit TB
c. Pasca terapi TB
2. Imunisasi BCG ( infeksi TB buatan )
3. Infeksi mikrobakterium atipik / M. leprae.
B. Radiologis 9,13
Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan
radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lainnya. Interpretasi foto
biasanya sulit, harus hti-hati kemungkinan bisa overdiagnosis atau
underdiagnosis. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah:
Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat
Konsolidasi segmental/lobar
Milier
Atelektasis
Kavitas
Efusi pleura
Tuberkuloma
C. Serologi 9,13
D. Mikrobiologi 13
3.1 Medikamentosa
a. Pengobatan TB 2,12
Terdapat 2 fase :
fase intensif dengan tiga macam obat (2 bulan pertama) yaitu rifampisin,
isoniazid, pirazinamid
fase lanjutan dengan dua macam obat (4 bulan lebih) yaitu rifampisin dan
isoniazid.
Isoniazid (INH)
INH adalah obat antituberkulosis yang sangat efektif saat ini, bersifat
bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu
kuman yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang
diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman. INH cukup murah dan
sangat efektif untuk mencegah multiplikasi basil tuberkulosis. Dalam sediaan
oral, kadar obat dalam plasma, sputum dan cairan seresrospinal dapat dicapai
dalam 1-2 jam dan bertahan minimal 6 8 jam. Isoniazid dimetabolisme melalui
asetilasi di hati. INH diberikan secara oral, dosis harian yang biasa diberikan(5
15 mg/kgbb/hari), maksimal 300 mg/hari, diberikan satu kali pemberian. Isoniazid
tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg, dan dalam bentuk
sirup 100mg/5ml.2,3,15,16
Efek toksik:
Hepatotoksisitas
Hal ini, jarang terjadi pada anak-anak. Sebagian besar pasien anak yang
menggunakan isoniazid mengalami peningkatan kadar transminase darah yang
tidak terlalu tinggi dalam 2 bulan pertama, tetapi akan menurun sendiri tanpa
penghentian obat. 3-10% pasien akan mengalami peningkatan kadar transminase
darah yang cukup tinggi, tetapi hepatotoksisitas yang bermakna secara klinis
jarang terjadi dan biasanya terjadi pada remaja atau anak dengan TB berat.
Sebaiknya kita memantau kadar transaminase pada 2 bulan pertama, tapi hal
tersebut tidak rutin dilakukan. Hepatotoksisitas akan meningkat apabila isoniazid
diberikan bersama dengan rifampisin dan pirazinamid. Penggunaan isoniazid
bersama dengan fenobarbital atau fenitoin juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya hepatotoksisitas. Dan pemberian isoniazid tidak disarankan bila kadar
trasminase naik lebih dari lima kali harga normal atau tiga kali disertai ikterik dan
atau manifestasi klinis hepatitis berupa mual, muntah dan nyeri perut.,2,15,16
Neuritis perifer
Terjadi karena inhibisi kompetitif pada piridoksin. Manifestasi klinis neuritis
prifer yang paling sering adalah mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki.
Kadar piridoksin berkurang pada anak yang menggunakan isoniazid, tetapi
manifestasi klinisnya jarang sehingga tidak diperlukan pemberian piridoksin
tambahan. Akan tetapi, remaja dengan diet yang tidak adekuat, anak-anak dengan
asupan susu dan daging yang kurang, malnutrisi, serta bayi yang hanya minum
ASI, memerlukan piridoksin tambahan. Piridoksin diberikan 25-50 mg satu kali
sehari atau 10 mg piridoksin setiap 100 mg INH. 2,15,16
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah reaksi alergi, pellagra,
anemia hemolitik pada pasien defisiensi enzim glucose-6-phosphate
dehydrogenase (G6PD) dan reaksi mirip lupus disertai ruam dan artritis.
2,15,16
Rifampisin
Athralgia, artritis
Etambutol
Streptomisin
Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol
Streptomisin
Prednison
3.2 Fixed Dose Combination (FDC) 2,3
FDC adalah sediaan obat kombinasi dalam dosis yang telah ditentukan.
Untuk menjaga kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama
dengan jumlah obat yang banyak. 1,2,3
59 1 tablet 1 tablet
10 19 2 tablet 2 tablet
20 32 4 tablet 4 tablet
Catatan:
Ethionamide
Setelah penemuan isoniazid beberapa turunan pyridine lainnya telah diuji
dan ditemukan ethionamide dan prothionamide memperlihatkan aktifitas
antimikobakteri. Mekanisme kerjanya sama seperti isoniazid, yaitu menghambat
sintesis asam mikolat. In-viro kedua turunan pyridine ini bersifat bakterisid, tetapi
resistensi mudah terjadi. Dosis harian adalah 15-20 mg/kg, dosis maksimal 1 gr.
Efek samping utama adalah gangguan saluran cerna (diberikan dosis harian
terbagi 2-3 kali), hepatotoksisitas (4,3%), ethionamide memperlihatkan kekerapan
efek samping yang sedikit lebih rendah dari efek samping prothioamide.
Pemeriksaan enzim hati (SGOT/SGPT) harus dimonitor setiap bulannya, dan
obat harus dihentikan jika terjadi peningkatan enzim lima kali lipat walaupun
tanpa ada gejala. Efek samping yang lain adalah neuritis, kejang, pusing, dan
ginekomastia, artalgia. Karena menembus kedalam CSS amat baik dan mungkin
terutama berguna pada kasus meningitis tuberkulosis. 11,13,14
Aminoglikosida, Capreomycin, Kanamycin
Kelompok obat suntik ini mempunyai mekanisme kerja mengikat ribosom
di subunit 30S, yang selanjutnya berakibat pengambatan sistesis protein. Obat ini
harus dapat melintasi dinding sel supaya tempat kerjanya di ribosom. Pada pH
rendah yaitu di dalam kavitas dan abses, penetrasi obat melewati dinding sel
mikobakteri terhalang, dan ini dapat menerangkan kekurangan manjuran
aminoglikosida sebagai antituberkulosis. Lebih lanjut aminoglikosida tak dapat
melintasi dinding sel, sebab itu tak berkhasiat terhadap mikobakteri intrasel.
Aminoglikosida berkhasiat bakterisid hanya terhadap mikobakteri yang sedang
membelah dan sedikit sekali efeknya terhadap basil yang tak sedang membelah.
Amikacin umumnya aktif terhadap mikobakteri yang sudah resistan terhadap
streptomycin, tetapi antara amikacin dengan kanamycin selalu ada resistensi
silang. 11,13,14
Di lain pihak mikobakteri yang sudah resisten dengan amikacin selalu
resisten pula dengan streptomycin. Capreomycin adalah obat mahal, tetapi aktif
terhadap strain mikobakteri yang sudah resisten terhadap streptomycin. Strain
yang sudah resisten dengan capreomycin masih dapat diatasi dengan amikacin,
tetapi sebaliknya tidak. Capreomycin dan kanamycin adalah obat antituberkulosis
injeksi yang tersedia dalam 1 vial dengan dosis harian adalah 15-30mg/kg (IM)
atau 1 g sebagai dosis maksimal. Kanamycin mempunyai efek samping pada
nervus VIII yang menyebabkan gangguan pendengaran sama halnya dengan
capreomycin. Audiogram dapat dilakukan setiap bulannya pada saat pasien
menggunakan terapi capreomycin. Obat ini juga mempunyai efek toksis terhadap
ginjal yang menyebabkan kerusakan tubulus ginjal dengan ganggan
elektrolit serta terjadi peningkatan kreatinin. Pasien yang lebih tua umumnya
lebih rentan dengan efek samping dari capreomycin maka dosis maksimal
dibatasi sampai 750 mg. 11,13,14
Beta-laktam
Co-amoxiclav dan ampicillin/sulbactam in-vitro mempunyai aktifitas
terhadap M tuberculosis. Penghambat beta-laktamase adalah esensial untuk
menghambat hidrolisis oleh beta-laktamase yang dihasilkan oleh mikobakteri,
sehingga memungkinkan penetrasi aminopenicillin meliwati dinding sel. Akan
tetapi aktifitas bakterisid hanya terhadap mikobakteri pada fase eksponensial dan
tidak pada fase stasioner, sehingga diperkirakan obat ini hanya bermanfaat untuk
mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lainnya yang diberikan
bersama. 11,13,14
Cycloserine
Cycloserine memperlihatkan efek mikobakteriostatiknya melalui
penghambatan sintesis dinding sel. Penelitian klinis yang dilakukan pada tahun
1950-an memperlihatkan kemanjuran yang lebih rendah dibanding dengan PAS,
disertai dengan efek samping neuropsikiatrik yang terlihat pada 50% penderita
yang menerima dosis 1 gram perhari. Gejalanya mencakup serangan kejang,
psikosis, berbicara tak jelas, mengantuk, dan koma. Kejang dan neuropati perifer
juga dapat terjadi jika diberikan bersamaan isoniazid. Untuk hal ini perlu
diberikan 150 mg pyridoxin untuk mencegah atau meringankan kejadian efek
samping neurotoksis. Dalam dosis rendah efek samping kurang kerap; dosis
harian yang digunakan adalah 15-20 mg/kg, dosis maksimal 1 gram/hari, dan
kadarnya dalam darah dianjurkan tak lebih dari 30 ng/ml. Cycloserin tersedia
dalam 250 mg-kapsul. 11,13,14
Fluokinolon
Fluorokinolon menghambat trpoisomerase II (DNA gyrase), dan
tropoisomerase IV tetapi enzim ini tak ada pada mikobakteri. Sifat penting
fluorokinolon adalah kemampuannya untuk masuk ke dalam makrofag dan
memperlihatkan efek mikobakterisidnya di dalam sel itu. Yang diakui berkhasiat
sebagai OAT adalah fluorokinolon generasi kedua, yaitu ciprofloxacin, ofloxacin,
dan levofloxacin. Akan tetapi jumlah kajian klinik yang meneliti peran
fluorokinolon pada pengobatan multi-drug resistant tuberculosis (MDR-TB)
masih terbatas. Pada kajian-kajian itu oxofloxacin diberikan dalan dosis 400 mg
sekali hari dan ciprofloxacin dalam dosis 500-750 dua kali sehari. Akan tetapi
belakangan ini oxofloxacin dan ciprofloxacin dirubah dosisnya masing-masing
menjadi 800 mg dan 1000 mg yang diberikan satu kali sehari. Di dalam satu uji
banding dinyatakan bahwa levofloxacin lebih unggul khasiatnya daripada
ofloxacin yang dicakupkan kedalam pengobatan penderita multiple-drug-
resistant tuberculosis (MDR-TB). 11,13,14,18
Efek samping yang berkaitan dengan penggunaan fluorokinolon mencakup
gangguan saluran cerna, efek neurologik, artopathy dan fotosensitifitas. Percobaan
in-vitro dengan fluorokinolon baru yakni gatifloxacin dan moxifloxacin,
memperlihatkan aktifitas antimikobakteri yang lebih baik dari levofloxacin.
Kedua kinolon baru itu memperlihatkan kadar hambat minimal (MIC) yang lebih
rendah dari kinolon lama. Moxifloxacin dalam dosis harian yang
direkomendasikan 400 mg terlihat paling aktif terhadap M tuberculosis. Pada
penderita dengan tuberculosis aktif, diperlihatkan moxifloxacin mempunyai
aktifitas bakterisidal awal yang setara dengan rifampicin. 11,13,14
** meskipun belum disetujui untuk terapi anak tetapi kalau sangat diperlukan
dapat diberikan dengan mengabaikan efek samping
TBC milier, diberikan 4-5 macam OAT (INH, RIF,PZA, STM) atau
ETM selama 2 bulan, dilanjutkan dengan INH dan RIF sampai 9-12
bulan kemudian ditambahkan prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4
minggu yang selanjutnya diturunkan secara perlahan-lahan hingga 2-6
minggu
TBC ekstrapulmonal
3.8 Pencegahan
I. Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Gurin) diberikan pada usia sebelum 2
bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara
intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan
lemak subkutis lebih tebal, ulkus tidak menggangu struktur otot dan sebagai tanda
baku). Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan
dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian
vaksin dan intensitas pemaparan infeksi.2,3,5,19
Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu antara 0-80%.
Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB dan
spondilitis TB pada anak. Imunisasi ini memberikan perlindungan terhadap
terjadinya TB milier, meningitis TB, TB sistem skletal, dan kavitas. Fakta di
klinik sekitar 70% TB berat dengan biakan positif telah mempunyai parut BCG.
Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di beberapa negara, tetapi umumnya tidak
dianjurkan di banyak negara lain, temasuk Indonesia. Imunisasi BCG relatif
aman, jarang timbul efek samping yang serius. Efek samping yang sering
ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supuratif) dengan
insidens 0,1-1%. Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi
imunokompromais, misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal
tumbuh. Pada bayi prematur, BCG ditunda hingga bayi mencapai berat badan
optimal.5,1
II. Kemoprofilaksis16
Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah
berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan
isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis
ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA
sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Pada akhir bulan
ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif dan
sumber penularan telah sembuh dan tidak menular lagi (BTA sputum negatif),
maka INH profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin positif, evaluasi
status TB pasien. Jika didapatkan uji tuberkulin negatif dan INH profilaksis telah
dihentikan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin ulang 3 bulan kemudian untuk
evaluasi lebih lanjut.2,3
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi
belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan
radiologis normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi
hanya anak yang termasuk dalam kelompok resiko tinggi untuk berkembang
menjadi sakit TB, yaitu anak-anak pada keadaan imunokompromais. Contoh
anak-anak dengan imunokompromais adalah usia balita, menderita morbili,
varisela, atau pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan
kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru (konvensi uji tuberkulin dalam
kurun waktu kurang dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis
sekunder adalah 6-12 bulan. Baik profilaksis primer, profilaksis sekunder dan
terapi TB, tetap dievaluasi tiap bulan untuk menilai respon dan efek samping
obat.3,5
3.9 Komplikasi
Limfadenitis, meningitis, osteomielitis, arthtritis, enteritis, peritonitis,
penyebaran ke ginjal, mata, telinga tengah dan kulit dapat terjadi. Bayi yang
dilahirkan dari orang tua yang menderita tuberkulosis mempunyai risiko yang
besar untuk menderita tuberkulosis. Kemungkinan terjadinya gangguan jalan
nafas yang mengancam jiwa harus dipikirkan pada pasien dengan pelebaran
mediastinum atau adanya lesi pada daerah hilus.11,13
4. Prognosis
Pada pasien dengan sistem imun yang prima, terapi menggunakan OAT terkini
memberikan hasil yang potensial untuk mencapai kesembuhan. Jika kuman
sensitif dan pengobatan lengkap, kebanyakan anak sembuh dengan gejala sisa
yang minimal. Terapi ulangan lebih sulit dan kurang memuaskan hasilnya.
Perhatian lebih harus diberikan pada pasien dengan imunodefisiensi, yang resisten
terhadap berbagai rejimen obat, yang berespon buruk terhadap terapi atau dengan
komplikasi lanjut. Pasien dengan resistensi multiple terhadap OAT jumlahnya
meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena para dokter meresepkan
rejimen terapi yang tidak adekuat ataupun ketidakpatuhan pasien dalam
menjalanin pengobatan. 11,13,14
BAB V
DAFTAR PUSTAKA