Professional Documents
Culture Documents
TAHUN 2014
i
KATA PENGANTAR
Indeks Gini (gini ratio) merupakan salah satu alat yang mengukur tingkat
kesenjangan pembagian pendapatan relatif antar penduduk suatu wilayah. Dengan
indeks gini, dapat dijelaskan hubungan antar kelompok dengan tingkat
pendapatan yang berbeda.
Publikasi Indeks Gini Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 disusun Balai Pusat
Data dan Analisa Pembangunan (Pusdalisbang) Bappeda Provinsi Jawa Barat
bersama Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat berisi tentang analisis
kesenjangan pendapatan di Jawa Barat pada tahun 2014. Publikasi ini berisi
tentang gambaran distribusi pendapatan masyarakat di Provinsi Jawa Barat yang
dapat digunakan sebagai acuan untuk merumuskan kebijakan pembangunan untuk
menurunkan kesenjangan pendapatan di Jawa Barat.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan publikasi ini. Semoga publikasi ini dapat bermanfaat dalam
proses pembangunan di Jawa Barat.
ii
Daftar Isi
D A F T A R TA B E L V
DAFTAR GAMBAR V
1 PENDAHULUAN 1
2 TINJAUAN PUSTAKA 8
3 METODE PENELITIAN 20
3.1. D A T A 20
3.2. METODE ANALISIS 22
INDEKS GINI 22
KRITERIA BANK DUNIA 22
iii
4.1. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT 23
4.1.1. KEADAAN PENDUDUK JAWA BARAT 23
4.1.2. KEADAAN PEREKONOMIAN JAWA BARAT 24
4.2. ANALISIS KESENJANGAN 28
4.2.1. INDEKS GINI 28
4.2.2. KRITERIA BANK DUNIA 36
DAFTAR PUSTAKA 40
iv
D a f t a r Ta b e l
TABEL 2. KOEFISIEN GINI BERDASARKAN TIPE DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011- 2014 .............. 34
TABEL 4. DISTRIBUSI PENGELUARAN PENDUDUK MENURUT KRITERIA BANK DUNIA TAHUN 2011-2014............. 36
Daftar Gambar
v
vi
1
PENDAHULUAN
1
region). Persoalan kesenjangan juga mewarnai proses
pembangunan di Provinsi Jawa Barat melalui perbandingan
kawasan (region) barat dan timur, serta kabupaten/kota sebagai
daerah otonom. Kesenjangan pembangunan terutama dialami
oleh daerah-daerah yang baru mengalami pemekaran.
Berdasarkan buku-buku referensi dan hasil-hasil
penelitian empiris mengemukakan bahwa faktor-faktor
penyebab terjadinya kesenjangan meliputi faktor
biofisik/karakteristik wilayah (sumberdaya alam), sumberdaya
buatan (ketersediaan sarana dan prasarana sosial
ekonomi), sumberdaya manusia, sumberdaya sosial,
karakteristik struktur ekonomi wilayah dan kebijakan
pemerintah daerah, selain itu aspek kelembagaan yang
menyangkut aturan dan organisasi yang ada di masyarakat,
dinamika sosial dan politik yakni dengan adanya pemekaran
wilayah dan pembentukan daerah otonomi baru juga sangat
berpengaruh, serta persoalan aliran masuk dan keluar modal
(investasi pemerintah maupun swasta) yang secara langsung
dan tidak langsung mempengaruhi kondisi pembangunan
(Sjafrizal, 2008).
Daerah-daerah yang tidak mengalami kemajuan yang
sama disebabkan karena kurangnya sumber-sumber
yang dimiliki. Disamping itu adanya kecenderungan
pemilik modal (investor) memilih daerah perkotaan atau
daerah yang memiliki fasilitas atau prasarana perhubungan,
jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi
serta tenaga kerja yang terampil. Disamping itu juga adanya
kesenjangan redistribusi atau pembagian pendapatan yang
tidak merata dan Pemerintah Pusat atau Provinsi kepada
2
daerah seperti kabupaten/kota juga menyebabkan
kesenjangan antar daerah (Kuncoro, 2004).
Tingginya kesenjangan pendapatan
mengindikasikan tidak meratanya pembangunan terutama
dalam bidang ekonomi di Indonesia. Selain itu, tingginya
kesenjangan pendapatan juga memperlihatkan adanya
heterogenitas antarwilayah. Jika antarwilayah terdapat
keragaman, kebijakan dalam pembangunan tidak bisa
dilakukan secara seragam, diperlukan penyesuaian-
penyesuaian dengan kondisi lokal daerah dan perlakuan
(treatment) yang berbeda antar daerah.
Laporan perkembangan perekonomian terakhir oleh
Mahi dan Suahasil (2012) mengungkapkan bahwa walaupun
memiliki kinerja yang baik dalam pembangunan ekonomi
selama 4 dekade terakhir, Indonesia masih memiliki masalah
jangka panjang yaitu masalah kesenjangan regional.
Sebenarnya, kesenjangan antar daerah di Indonesia bukanlah
masalah baru. Para ekonom telah menyadari dan berupaya
mengatasi masalah tersebut. Hal ini dibuktikan pada tahun
1976, Emil Salim (1976) telah menulis topik ini dalam pidato
Dies Natalis-nya di Universitas Indonesia. Dia menulis bahwa
proses pembangunan yang berlangsung selama tahun 1961-
1970 telah menyebabkan ketidakmerataan penyebaran
pendapatan. Walaupun sejak tahun 1980 pertumbuhan
ekonomi Indonesia menunjukkan tingkat pertumbuhan yang
cepat (diluar krisis pada tahun 1997), sepertinya
pertumbuhan tersebut tidak diikuti dengan distribusi
pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah Indonesia.
3
Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang memiliki
peranan signifikan bagi perekonomian Indonesia. Laju
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2014 mengalami
pertumbuhan positif sebesar 5,06 persen, bahkan tahun 2011
LPE provinsi ini mencapai 6,5 persen sehingga masuk dalam
kategori pertumbuhan di atas rata-rata. Tahun 2014,
perekonomian Provinsi Jawa Barat menyumbang sekitar
14,07 persen terhadap total perekonomian nasional dan
sekitar 24,41 persen terhadap pulau Jawa. Dengan nilai
tersebut Jawa Barat adalah provinsi ketiga terbesar
penyumbang nilai GDP Indonesia setelah DKI Jakarta dan
Jawa Timur.
Pertumbuhan ekonomi yang bagus tersebut ternyata
tidak ditopang dengan distribusi pendapatan yang merata.
Data menunjukkan, sejak tahun 2011, tingkat kesenjangan
pendapatan di provinsi Jawa Barat masuk dalam kategori
kesenjangan menengah dan termasuk peringkat 10 provinsi
dengan Indeks Gini terbesar, padahal sebelumnya, Jawa Barat
termasuk provinsi dengan kategori kesenjangan ringan.
4
sektor dan golongan ekonomi yang lebih maju. Perhatian dan
keberpihakan harus diberikan kepada pemberdayaan
ekonomi masyarakat yang berbasis potensi lokal.
5
pendapatan relatif antar masyarakat dari beberapa negara
atau wilayah dan kecenderungan kesenjangan pembagian
pendapatan antara anggota masyarakat tertentu.
6
1.4. Sistematika Penulisan
7
2 TINJAUAN PUSTAKA
8
pendapatan dan tingkat pembangunan ekonomi mengambil
bentuk seperti U-terbalik (inverted-U curve). Dengan kata lain,
pada awal perkembangan ekonomi, distribusi pendapatan akan
menyebabkan kesenjangan pendapatan semakin tinggi, tetapi
seiring dengan semakin matangnya sebuah perekonomian,
kesenjangan pendapatan tersebut akan menurun perlahan
setelah melewati titik puncak.
9
ekonomi secara keseluruhan biasanya diukur berdasarkan
kecepatan pertumbuhan output yang dihasilkan.
Namun demikian penyebaran pertumbuhan
pendapatan tersebut masih sangat terbatas jangkauannya,
kekuatan antara negara maju dan negara berkembang tidak
seimbang sehingga cenderung memperlebar jurang kesenjangan
antara kelompok negara kaya dan negara miskin
Di negara berkembang perhatian utama terfokus pada
dilema antara pertumbuhan dan pemerataan. Pembangunan
eknomi mensyaratkan GNP yang lebih tinggi dan juga
pertumbuhan yang lebih tinggi merupakan suatu pilihan yang
hams diambil. Namun yang menjadi masalah adalah bukan
hanya soal bagiamana caranya memacu pertumbuhan, tetapi
juga siap melaksanakan dan berhak menikmati hasilnya. Dengan
demikian pembangunan ekonomi tidak semata-mata diukur
berdasarkan peningkatan GNP secara keseluruhan, tetapi hams
memperhatikan distribusi pendapatan telah meyebar ke
segenap penduduk/lapisan masyarakat, serta siapa yang telah
menikmati hasil-hasilnya (Todaro, 2000).
10
sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman
kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-
kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju
menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara
material maupun spiritual.
Proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak
harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut:
11
2.3. Distribusi Pendapatan
12
masyarakat, seperti mengurangi kemiskinan, pengangguran dan
kesulitan-kesulitan lain dalam masyarakat.
13
distribusi pendapatan, kemudian menghasilkan angka yang
dapat diinterpretasikan dan diperbandingkan, baik antar waktu
maupun antar sub-sample dan sample, selain juga mampu
menunjukkan derajat kesenjangan (Hindriks & Myles, 2006).
14
2.5. Ukuran-ukuran Tingkat Kesenjangan
15
Sensitivitas terhadap transfer ini dikenal juga dengan "Pigou-
Dalton Principal of Transfer".
16
Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan mempunyai
selang nilai antara nilai 0 (nol) dan 1 (satu). Gini Ratio sama
dengan 0 (nol) menunjukkan kesenjangan sebaran pendapatan
yang rendah (pemerataan sempurna). Sedang nilai 1 (satu)
menunjukan tingkat kesenjangan sebaran yang tinggi
(kesenjangan sempurna). Walaupun demikian, menurut Michael
Todaro seorang ahli ekonomi pembangunan dari Italia
menyebutkan bahwa
a. Gini Ratio terletak antara 0,50 0,70 menandakan
pemerataan sangat timpang.
17
Secara visual, indeks Gini dapat dijelaskan dengan
menggunakan kurva lorenz, yaitu kurva pengeluaran kumulatif
yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu
(misalnya pengeluaran) dengan distribusi seragam yang
mewakili persentase kumulatif penduduk.
18
2.5.2. Kriteria Bank Dunia
19
3 METODE PENELITIAN
3.1. Data
Studi ini menggunakan data pengeluaran konsumsi dari
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012-2014.
Pendekatan pengeluaran (expenditure approach) banyak
digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan dikarenakan
data konsumsi pengeluaran dikatakan lebih terpecaya dari
data pendapatan dan karakteristik dari data SUSENAS yang
memiliki tinggal detilasi yang cukup tingi untuk variable
pengeluaran dan tidak untuk data pendapatan.
20
Sampai dengan tahun 2010, Susenas menggunakan 3
modul yang dilaksanakan setiap 3 tahun sekali, yaitu Modul
Konsumsi, Modul Sosial Budaya dan Pendidikan, serta Modul
Perumahan dan Kesehatan. Mulai tahun 2011, pengumpulan
data konsumsi dilaksanakan secara triwulanan setiap tahun.
Selain modul, Susenas juga mengumpulkan data KOR. Susenas
KOR dilaksanakan setiap tahun untuk mengumpulkan data
individu dan rumah tangga mengenai kesehatan, pendidikan,
pekerjaan dan juga pengeluaran.
21
3.2. Metode Analisis
Indeks Gini
KG = Koefisien Gini
Pi = Proporsi kumulatif dari penerima pendapatan i
Yi = Proporsi kumulatif pengeluaran perkapita i
n = Jumlah observasi
22
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Jawa Barat dan Indonesia yaitu sebesar 5.331.149 jiwa atau
sebesar 11,58 persen dari total jumlah penduduk di Jawa Barat.
Sedangkan Kota Banjar merupakan kota dengan jumlah
penduduk terkecil di Jawa Barat yaitu sebesar 180.515 jiwa atau
sebesar 0,39 persen dari total jumlah penduduk di Jawa Barat.
24
Gambar 3. Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha 2014
R,S,T,U
M,N
A
O PQ
KL 9% B
J
I
H
5%
G
15% C
44%
F
8%
ED
Keterangan :
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi
G Perdagangan Besar dan Eceran
H Transportasi dan Pergudangan
I Penyediaan akomodasi makan minum
J Informasi dan Komunikasi
K Jasa Keuangan dan Asuransi
L Real Estate
M,N Jasa Perusahaan
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan
R,S,T,U Jasa Lainyya
25
pembangunan yang telah dicapai, serta berguna untuk
menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang
(BPS, 2001).
26
kategori Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 0,46 persen.
G 3,31
H 7,5
I 6
J 17,47
K 4,12
L 4,46
M,N 6,92
O 0,46
P 14,43
Q 15,78
R,S,T,U 8,8
0 5 10 15 20
Keterangan :
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
F Konstruksi
G Perdagangan Besar dan Eceran
H Transportasi dan Pergudangan
I Penyediaan akomodasi makan minum
J Informasi dan Komunikasi
K Jasa Keuangan dan Asuransi
L Real Estate
M,N Jasa Perusahaan
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan
R,S,T,U Jasa Lainyya
27
4.2. Analisis Kesenjangan
28
timpang, sedangkan apabila nilainya terletak antara 0,360,49
menunjukan kesenjangan sedang, sementara apabila nilai Gini
terletak diantara 0,200,35 dinyatakan pemerataan relatif tinggi
(merata). Dalam hal ini, kenyataannya tidak mungkin suatu
daerah/wilayah mempunyai angka gini ratio yang besarnya
sama dengan 0 (nol) dan 1 (satu).
29
Tabel 1. Koefisien Gini Berdasarkan Menurut Provinsi
Tahun 2009- 2014
30
Barat masih merupakan provinsi yang termasuk ke dalam
sepuluh besar provinsi dengan kesenjangan pendapatan
tertinggi di Indonesia dengan kategori kelompok kesenjangan
sedang (moderat). Pada tahun 2009, nilai Koefisien Gini Provinsi
Jawa Barat sebesar 0.36 sedangkan pada tahun 2014 nilainya
melonjak cukup tajam menjadi 0.41. Hal ini perlu mendapat
perhatian lebih dari para pemangku kebijakan, baik para
pemangku kebijakan di tingkat pusat maupun provinsi,
mengingat Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah
penduduk terbesar di Indonesia.
31
Gambar 5. Koefisien Gini Indonesia dan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2009 2014
0,450
0,400
0,350
0,300
0,250
0,200
1999 2002 2005 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88 91 94 97 100
32
Gambar 7. Indeks Gini Menurut Provinsi, Kondisi Maret 2014
INDONESIA
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Barat
Bali
Banten
Jawa Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kep Riau
Kep Bangka Belitung
Lampung
Bengkulu
Sumatera Selatan
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Aceh
33
Kesenjangan di Perkotaan dan di Perdesaan
34
kurun waktu 5 tahun terakhir terjadi kenaikkan nilai Indeks Gini di
mayoritas kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.
35
4.2.2. Kriteria Bank Dunia
40 % penduduk
17.85 16.69 17.27 17,38
berpendapatan terendah
40 % penduduk
35.43 34.35 35.02 34,87
berpendapatan menengah
20 % penduduk
46.72 48.96 47.71 47,75
berpendapatan tertinggi
36
Walaupun termasuk dalam tingkat ketimpangan yang
rendah, kontribusi dari kelompok 40 persen berpendapatan
terendah ini masih berfluktuatutif dan hanya sedikit berada di
atas ambang batas kategori. Melihat perkembangan 4 tahun
terakhir ini, pemerintah masih harus terus memacu kinerjanya
untuk terus dapat meningkatkan pemerataan pendapatan
penduduk, karena kontribusi pengeluaran kelompok 40 %
penduduk berpendapatan terendahnya hanya sedikit di atas 17
persen. Artinya kondisi ini masih sangat rentan untuk masuk
kembali ke dalam kondisi ketimpangan menengah/sedang.
37
5
KESIMPULAN DAN SARAN
38
Pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat harus lebih serius dalam hal
pengurangan kesenjangan pendapatan karena jika tidak ditangani
serius, dikhawatirkan kesenjangan di masyakat akan lebih parah.
Kebijakan yang diambil pemerintah daerah harus lebih
memprioritaskan golongan masyarakat yang kurang tersentuh dari
hasil-hasil pembangunan.
39
DAFTAR PUSTAKA
40
Salim, Emil,Perencanaan Pembangunan dan Perataan
Pembangunan, Speech in Dies Natalis of University of Indonesia
(1976): 1-40.
http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-
2003-Sisdiknas.pdf.
http://indonesia.go.id/in/kementerian/kementerian/kementeria
n-pendidikan-dan-kebudayaan/936-pendidikan/11591-wajib-
belajar-9-tahun-sudah-tuntas.html.
http://blog.tp.ac.id/paradigma-pendidikan-masa-depan.
http://simple.wikipedia.org/wiki/File:Indonesia_provinces_location
_map-en.svg/.
41