You are on page 1of 10

Transportasi

PENERAPAN ALGORITMA FUZZY LOGIC PADA PENGEMBANGAN TEKNOLOGI


LAMPU LALU LINTAS BERBASIS DEMAND RESPONSIVE
(258T)

Budi Yulianto1 dan Setiono2

1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta
Email: byuliantouns@gmail.com
2
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta
Email: setiono@uns.ac.id

ABSTRAK
Lampu lalu lintas digunakan untuk mengatur pergerakan lalu lintas dari masing-masing kaki
persimpangan agar tidak terjadi kecelakaan, meminimalkan tundaan kendaraan dan polusi udara.
Lampu lalu lintas yang dipakai di Indonesia adalah Fixed Time control (FT) yang mempunyai
kelemahan tidak dapat mengakomodir fluktuasi arus lalu lintas yang tinggi, sehingga mengakibatkan
meningkatnya tundaan kendaraan dan polusi udara. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
teknologi lampu lalu lintas yang berbasis demand responsive yang dapat digunakan untuk kondisi
lalu lintas yang hoterogen dan tidak teratur (mixed traffic). Algoritma lampu lalu lintas
dikembangkan dengan menggunakan metode Fuzzy Logic (FL), karena FL cocok untuk
mengkuantifikasi informasi yang tidak presisi dari indeks kinerja komponen subyektif. Hasil analisa
unjuk kinerja persimpangan bersinyal, penggunaan metode FL menghasilkan rata-rata tundaan yang
lebih kecil dibandingkan dengan FT.
Kata kunci: demand responsive, fuzzy logic, intelligent transport system, lampu lalu lintas,
microsimulation VISSIM.

1. PENDAHULUAN
Kemacetan lalu lintas merupakan masalah yang sering ditemui di kota-kota besar di dunia terutama di negara-negara
berkembang, dimana kesenjangan antara pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi dengan pembangunan
prasarana jalan baru yang besar. Kemacetan lalu lintas terjadi karena banyaknya pemakai kendaraan menggunakan
akses jalan yang terbatas pada saat yang bersamaan, biasanya pada kondisi jam sibuk (Adhiatna, 1999). Dampak
negatif dari kemacetan lalu lintas antara lain meningkatnya waktu perjalanan, pemborosan bahan bakar, polusi
udara, meningkatkan stress pengguna jalan dan masalah pernafasan. Hal tersebut dapat mempengaruhi aktifitas
perekonomian dan kondisi lingkungan suatu daerah. Kemacetan lalu lintas akan semakin memburuk untuk tahun-
tahun ke depan sebagai akibat semakin bertambahnya kendaraan di jalan, bila tidak ada usaha penyelesaiannya.
Salah satu usaha untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas adalah dengan mengoptimalkan fungsi kerja lampu
lalu lintas (traffic signal control).

Teknologi lampu lalu lintas yang digunakan di persimpangan berlampu lalu lintas di Indonesia adalah Fixed Time
control (FT), dimana waktu interval tertentu untuk setiap sinyal indikasi dalam satu siklus (cycle time) adalah tetap.
FT ini biasanya menghasilkan kinerja yang bagus pada kondisi lalu lintas yang normal, akan tetapi pada kondisi lalu
lintas yang fluktuasi jumlah lalu lintasnya tinggi tidak menghasilkan kinerja yang bagus (Lee et al, 1994; Trabia and
Kaseko, 1996; Kim, 1997). Untuk itu perlu digunakannya teknologi lampu lalu lintas yang responsif terhadap
kebutuhan jumlah kendaraan (demand responsive). Akan tetapi teknologi demand responsive traffic signal control
yang ada saat ini seperti VA, MOVA dan TOL (DfT, 2005; Vincent and Peirce, 1988; Bng, 1976) dibuat untuk
kondisi lalu lintas yang homogen dan teratur, yang mana kendaraan bermotor melaju pada lajur yang sudah
ditentukan dan tidak mempertimbangkan keberadaan sepeda motor.

Kondisi lalu lintas di negara maju sangat berbeda dengan kondisi lalu lintas yang ada di negara berkembang seperti
Indonesia, dimana komposisi lalu lintasnya yang heterogen dan tidak teratur, terdiri dari beberapa jenis kendaraan
dengan karakteristik statik, dinamik dan operasinya yang bervariasi dan terutama proporsi jumlah kendaraan sepeda
motor yang sangat tinggi. Kurangnya disiplin saat antrian di persimpanganm dimana antrian kendaraan berdasarkan
penggunaan ruang jalan secara optimum, sehingga kendaraan berada pada posisi dimanapun berada selama ruang
jalan masih ada. Untuk itu perlunya penelitian untuk mengembangkan teknologi lampu lalu lintas berbasis demand

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 T - 197
Transportasi

responsive yang dapat digunakan untuk kondisi lalu lintas yang hoterogen dan tidak teratur seperti di Indonesia guna
mengatasi masalah kemacetan dan tundaan di persimpangan berlampu lalu lintas.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengembangkan teknologi lampu lalu lintas berbasis demand responsive,
dengan menggunakan metode fuzzy logic, yang dapat digunakan untuk kondisi lalu lintas yang heterogen dan tidak
teratur (mixed traffic).

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, survei lalu lintas dan pengembangan model berbasis fuzzy logic.
Tahapan-tahapan yang dilakukan antara lain:
Studi pustaka, pengembangan teori dan pengintegrasian ide dan konsep dilakukan untuk menegaskan arah
penelitian dan desain perangkat lunak (microsimulation program) lampu lalu lintas berbasis demand responsive
untuk kasus isolated signalised intersection.
Pemilihan lokasi persimpangan berlampu lalu lintas di kota Surakarta. Lokasi ini merupakan perempatan
berlampu lalu lintas, jumlah lalu lintasnya mendekati jenuh, mempunyai fasilitas penyeberangan jalan dan
sedikit gangguan dari aktifitas parkir kendaraan.
Pengumpulan data. Data yang dibutuhkan yaitu volume lalu lintas, komposisi lalu lintas, asal-tujuan, waktu
tempuh, antrian kendaraan, data karakteristik beberapa tipe kendaraan seperti kecepatan bebas, geometrik
persimpangan, data lampu lalu lintas (signal timing), dan tingkah laku pengedara kendaraan (traffic behaviour).
Pemodelan persimpangan dengan menggunakan program simulasi VISSIM. Agar didapatkan hasil yang terukur
(robust) maka model persimpangan VISSIM perlu divalidasi dan parameter lalu lintasnya perlu dikalibrasi.
Model persimpangan VISSIM dinyatakan valid bila hasil keluaran dari model ini secara konsisten menyamai
data lapangan. Gambar 3.1 memperlihatkan contoh model persimpangan VISSIM. Pada akhir tahap ini, akan
dibuat academic paper tentang pemodelan mixed traffic isolated junction dengan menggunakan program
simulasi VISSIM.
Membuat VA dan FLTSC program dengan menggunakan bahasa pemrograman Vehicle Actuated Programming
(VAP). Menganalisa kinerja FLTSC dengan menggunakan model persimpangan VISSIM dan kemudian
membandingkan kinerja FLTSC dengan FT dan VA. Diharapkan kinerja FLTSC lebih baik daripada FT dan VA
dalam hal rata-rata tundaan kendaraan per jam yang terjadi di persimpangan.

Gambar 1. Model Persimpangan VISSIM

3. PENGEMBANGAN FUZZY LOGIC TRAFFIC SIGNAL CONTROLLER (FLTSC)


Penelitian ini mengembangkan teknologi lampu lalu lintas berbasis demand responsive dengan menggunakan
metode fuzzy logic (yaitu FLTSC) untuk kondisi lalu lintas yang heterogen dan tidak teratur. dengan dua skema
model yaitu Model 1 (M1): FLTSC untuk simpang 4 tunggal dengan pergerakan arus lalu lintas dari Timur-Barat
dan Utara-Selatan (dua stages) tanpa adanya gerakan membelok. Model 2 (M2): FLTSC untuk simpang 4 tunggal
dengan pergerakan arus dari Selatan, Utara dan Timur (tiga stages) dengan adanya gerakan membelok. Dalam
tulisan ini hanya akan dibahas tentang Model 2 (M2) saja.

Model FLTSC
Kriteria desain dan batasan FLTSC Model 2 adalah sebagai berikut:
a. FLTSC didesain untuk simpang 4 tunggal (simpang jalan Sudirman) dengan pergerakan arus lalu lintas dari arah
Selatan, Utara dan Timur. Bentuk simpang dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah.
b. Terdapat pergerakan membelok, baik ke kiri maupun ke kanan.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


T - 198 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Transportasi

c. Lampu lalu lintas mempunyai 3 stage. Stage 1 terdiri dari pergerakan arus lalu lintas dari arah Selatan, Stage 2
terdiri dari pergerakan arus lalu lintas dari arah Utara dan Stage 3 terdiri dari pergerakan arus lalu lintas dari
Timur.

Gambar 2. Simpang 4 tunggal dengan 3 stage (M2)

Struktur FLTSC dan Pemodelan Lalu Lintas


Proses FLTSC dalam studi ini terdiri dari 6 bagian yaitu: Model lalu lintas (traffic flow model), Deteksi dan
pengukuran (detection or measurement - crisp input), Fuzzification, Fuzzy inference, Defuzzification (crisp output)
dan Program sinyal kontrol (signal controller program). Proses FLTSC (Gambar 2) dilakukan dengan menggunakan
program simulasi VISSIM.

Selama periode simulasi, model lalu lintas mensimulasi pergerakan arus lalu lintas di persimpangan. Setiap detik
detektor akan menghasilkan informasi lalu lintas di masing-masing kaki simpang. Informasi ini selanjutnya
digunakan sebagai crisp input untuk Fuzzy Logic Module di setiap akhir siklus sinyal. Fuzzy Logic module
mempunyai 3 bagian yaitu fuzzification, fuzzy inference dan defuzzification. Output dari Fuzzy Logic Module
digunakan oleh sinyal kontrol program untuk menentukan waktu sinyal untuk siklus berikutnya dan
menginformasikan waktu sinyal ini ke model lalu lintas. Di akhir periode simulasi, output tundaan kendaraan di
persimpangan akan didapatkan.

Gambar 3. Struktur FLTSC and pemodelan lalu lintas

Sebagai sinyal kontrol yang demand responsive maka FSLTSC memerlukan detektor kendaraan untuk mendapatkan
informasi lalu lintas real time di lapangan yang akurat. Informasi ini nantinya akan digunakan sebagai input data
untuk sinyal kontrol program. Detektor kendaraan yang digunakan adalah Video Image Processing (VIP). Dalam
studi ini FLTSC menggunakan 2 variabel input fuzzy, yaitu:

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 T - 199
Transportasi

1) Maksimum Antrian Kendaraan (Maximum Queue Length)


Antrian Kendaraan adalah jarak (dalam meter) dari garis henti (stopline) sampai antrian kendaraan terakhir.
Selama periode lampu merah, detector VIP menghitung antrian kendaraan yang terpanjang setiap detiknya.
Maksimum antrian kendaraan di awal periode lampu hijau akan digunakan sebagai input data untuk sinyal
kontrol program (lihat Gambar 4)
2) Rata-rata Occupancy Rate (Average Occupancy Rate)
Occupancy Rate adalah jumlah persentase (%) lamanya detektor kendaraan dilalui oleh kendaraan dalam
periode waktu tertentu. Detektor kendaraan di pasang 1 meter setelah garis henti di masing-masing kaki
simpang untuk menghitung occupancy rate. Selama periode lampu hijau, VIP menghitung occupancy rate
setiap detik dan rata-rata occupancy rate selama periode tersebut digunakan sebagai input data untuk sinyal
kontrol program (lihat Gambar 4).

Gambar 4. Data Input untuk FLTSC

Variabel output fuzzy yang digunakan oleh FLTSC adalah Weight. Weight (harga antara 0 sampai dengan 100)
merupakan indikator tingkat kebutuhan signal group (SG) memerlukan waktu hijau. Sebagai contoh jika harga
Weight untuk SG1 adalah 75 dan untuk SG2 adalah 25, hala ini menunjukkan bahwa SG1 membutuhkan waktu hijau
lebih panjang daripada SG2.

Strategi FLTSC
FLTSC menggunakan konsep kebutuhan mendesak (urgency concept) yang dikembangkan oleh Sayers et als
(1996). Konsep ini dipilih karena konsep ini fleksibel, program komputerisasi yang sederhana dan dapat digunakan
untuk system sinyal kontrol stage-based dimana cycle time dan stage sequence tetap; atau signal group-based
dimana cycle time dan stage sequence tidak tetap (Sayers et al, 1999).

FLTSC menggunakan informasi lalu lintas yaitu maksimum antrian kendaraan dan rata-rata occupancy rate yang
dihitung selama waktu siklus sebelumnya untuk memperkirakan panjang waktu hijau yang dibutuhkan untuk
1 2 3
masing-masing stage selama waktu siklus berikutnya. Gambar 5 memperlihatkan proses perhitungan waktu hijau
untuk waktu siklus berikut dengan menggunakan data lalu lintas waktu siklus sebelumnya.

Fuzzy Logic Module menggunakan variabel input fuzzy maksimum antrian kendaraan dan rata-rata occupancy rate
selama waktu siklus sebelumnya untuk menghitung harga Weight masing-masing SG dengan menggunakan Fuzzy
Rule base. Harga Weight SG Selatan dipergunakan sebagai harga Weight untuk Stage 1 (W1). Metode ini juga
digunakan untuk menentukan harga Weight untuk Stage 2 (W2) dan harga Weight untuk Stage 3 (W3). Kemudian
harga Weight untuk Stage 1, Stage 2 dan Stage 3 digunakan untuk menghitung Total waktu hijau dalam satu siklus.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


T - 200 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Transportasi

Gambar 5. Perhitungan waktu hijau baru untuk waktu siklus berikut dengan menggunakan data lalu lintas waktu
siklus sebelumnya (M2)

Harga Weight untuk Stage 1, Stage 2, Stage 3 dan Total waktu hijau dalam satu siklus tersebut digunakan untuk
memperkirakan panjang waktu hijau yang dibutuhkan oleh masing masing stage di waktu siklus berikutnya. Total
waktu hijau dan panjang waktu hijau yang dibutuhkan oleh masing-masing stage dihitung dengan menggunakan
Rumus 1.

 Max 2  Min 2 
Total_GT  (  W  Min1 )*
n  Max1  Min1   Min 2 (1)

Kemudian, waktu hijau untuk masing-masing stage dihitung dengan menggunakan Rumus 2.

W *Total_GT
GT_Stage  n (2)
n W
n
dengan:Wn =: total nilai Weight Stage 1 dan 2, Min1 and Max1= nilai minimum dan maksimum Total Weight,
yaitu 0 dan 200, Min2 and Max2= nilai minimum and maximum total waktu hijau dalam satu siklus dan n =stage
index.

Fuzzification dan Membership Functions


Penentuan jumlah fuzzy subset dan pemilihan bentuk membership function untuk input dan output fuzzy sangat
penting dalam proses fuzzification. Dalam riset ini, menggunakan tipe triangular dan trapezoidal membership
functios dikarenakan komputerisasi yang sederhana dan efisien. Jumlah fuzzy subset untuk input dan output fuzzy
ditentukan berdasarkan metode trial error.

Membership function untuk masing-masing variabel input dan output fuzzy adalah sebagai berikut:
- Maksimum Antrian Kendaraan mempunyai {Low, Medium, High dan Very High}
- Rata-rata Occupancy Rate mempunyai {Low, Medium, High dan Very High}
- Weight mempunyai {Very Very Low, Very Low, Low, Medium, High, Very High dan Very Very High}
Gambar 6 memperlihatkan bentuk membership function untuk masing-masing variable input dan output fuzzy yang
digunakan oleh FLTSC. Bentuk membership function tersebut dibuat berdasarkan observasi sistem dimana
bentuknya di sesuaikan berdasarkan kinerja sinyal kontrol yang optimum dari berbagai kondisi lalu lintas (Trabia et
al, 1999; Sayers et al, 1996).

(a). Input Fuzzy Variable 1: Maksimum Antrian Kendaraan (m)

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 T - 201
Transportasi

(b). Input Fuzzy Variable 2: Rata-rata Occupancy Rate (%)

(c). Output Fuzzy Variable: Weight

Gambar 6. Bentuk membership function untuk masing-masing variable input dan output fuzzy yang digunakan oleh
FLTSC.

Fuzzy Rule Base


Fungsi dasar dari Fuzzy Rule Base (FRB) adalah untuk menggambarkan expert knowledge dalam bentuk struktur If-
Then. FRB terdiri dari beberapa kumpulan beberapa fuzzy rule yang merupakan matrik kombinasi dari beberapa
input fuzzy ke output fuzzy. Jumlah rule adalah sama dengan jumlah kombinasi dari beberapa membership function
masing-masing input fuzzy (Driankov et al, 1996). FLTSC mempunyai 2 input fuzzy, yang masing-masing
mempunyai empat membership functions, maka jumlah rule adalah 16 rule.

Dalam riset ini, FRB dibuat berdasarkan metode trial error (Pappis and Mamdani, 1977). Dari hasil trial error
diperoleh bahwa variable input fuzzy Maksimum Antrian Kendaraan lebih sensitif terhadap kinerja sinyal kontrol
daripada Rata-rata Occupancy Rate. Untuk itu maka FRB didesain lebih memprioritaskan pada variable input fuzzy
Maksimum Antrian Kendaraan. Konfigurasi beberapa fuzzy rule dalam bentuk matrik dapat dilihat pada Gambar 7.

Contoh fuzzy rule nomor 9:


JIKA Maksimum Antrian Kendaraan DAN Rata-rata Occupancy Rate adalah Low MAKA Weight adalah
Medium (IF Max. Queue length is High AND Avg. Occupancy rate is Low THEN Weight is Medium).
Catatan:
Maksmum Antrian Kendaraan
VVL = Very Very Low
L M H VH VL = Very Low
Occupancy Rate

L = Low
L VVL L M H
Rata-rata

M = Medium
M VL L H VH H = High
H L M H VVH VH = Very High
VH M H VH VVH VVH = Very Very High

Gambar 7. Konfigurasi beberapa fuzzy rule dalam bentuk matrik

Fuzzy Inference dan Defuzification


Fuzzy inference berfungsi untuk mengevaluasi pengaturan rule yang ada di dalam FRB. Ada tiga tahapan dalam
fuzzy inference yaitu:
1) Firing Strength
2) Fuzzy Implications
3) Rule Aggregation
Sistim Fuzzy Inference yang digunakan dalam riset ini adalah Mamdani and Assilian (1975) method (yaitu max-min
composition), karena alasan komputerisasi yang sederhana dan effisien. Gambar 8 memperlihatkan tahapan-tahapan
fuzzy inference di dalam FLTSC yang menggunakan metoda max-min inference.

Defuzzification merupakan proses untuk mengubah nilai output fuzzy dari fuzzy inference ke nilai output yang crisp.
Metode defuzzification yang dipakai dalam riset ini adalah metoda Centre of Sums (CoS), karena metoda ini
memberikan kinerja yang lebih baik dalam hal kontinuitas, disambiguity, plausibility dan kompleksitas komputer.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


T - 202 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Transportasi

Gambar 8. Tahapan-tahapan Fuzzy inference di dalam FLTSC

Studi Kasus
Untuk mengevaluasi efektivitas kinerja sinyal kontrol, maka dilakukan empat studi kasus dengan komposisi dan
volume lalu lintas yang berbeda-beda seperti berikut:
- Kasus 1: Arus lalu lintas yang konstan selama periode simulasi satu jam. Tabel 1 dan 2 memperlihatkan
komposisi dan volume lalu lintas yang berbeda-beda yang digunakan dalam Kasus 1.
- Kasus 2: Arus lalu lintas yang bervariasi, setiap 15 menit arus lalu lintas berubah-ubah. Tabel 1 dan 3
memperlihatkan komposisi dan volume lalu lintas yang berbeda-beda yang digunakan dalam Kasus 2.

Tabel 1. Komposisi lalu lintas (%) untuk kasus 1 dan 2 (M2)


Kasus Sepeda Motor Kendaraan Ringan Kendaraan Berat Bis Besar
Selatan 77.0 22.2 0.3
1 dan 2 Utara 81.8 17.6 0.4
Timur 77.5 22.4 0.1

Tabel 2. Kumpulan volume lalu lintas (kendaraan/jam) untuk Kasus 2 (M2)


Waktu
Kasus 15 30 45 60 Total Kasus 15 30 45 60 Total
(menit)
Selatan 800 1600 2400 1200 1500 800 1600 2400 1200 1500
2a Utara 600 1200 1800 400 1000 2f 600 1200 1800 400 1000
Timur 600 1800 1200 400 1000 800 1600 2400 1200 1500
Selatan 1200 2400 3000 1400 2000 1200 2400 3000 1400 2000
2b Utara 1000 1400 1600 2000 1500 2g 800 1600 2400 1200 1500
Timur 600 1800 1200 400 1000 800 1600 2400 1200 1500
Selatan 1600 2800 3500 2100 2500 1600 2100 2800 3500 2500
2c Utara 1200 2400 3000 1400 2000 2h 1200 2400 3000 1400 2000
Timur 600 1800 1200 400 1000 800 1600 2400 1200 1500
Selatan 2500 3000 3500 3000 3000 2500 3000 3500 3000 3000
2d Utara 1600 2100 2800 3500 2500 2i 1600 2100 2800 3500 2500

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 T - 203
Transportasi

Timur 600 1800 1200 400 1000 800 1600 2400 1200 1500
Selatan 2750 3250 3750 4250 3500 2750 3250 3750 4250 3500
2e Utara 2500 3000 3500 3000 3000 2j 2500 3000 3500 3000 3000
Timur 600 1800 1200 400 1000 800 1600 2400 1200 1500

Parameter Sinyal Kontrol


Waktu hijau untuk FTC dihitung dengan menggunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI). Cycle
time dan waktu hijau dihitung dengan menggunakan rumus 1 dan 2. Tabel 3 memperlihatkan cycle time dan waktu
hijau yang digunakan oleh FTC (M2).

Tabel 3. Waktu siklus (cycle time) dan waktu hijau yang digunakan oleh FTC (M2)

Waktu Hijau (detik) Siklus Waktu Hijau (detik) Siklus


Kasus Kasus
Selatan Utara Timur (detik) Selatan Utara Timur (detik)
1a/ 2a 9 6 13 43 1f/2f 9 6 19 49
1b/2b 15 9 12 51 1g/2g 13 9 20 57
1c/2c 19 13 13 60 1h/2h 18 14 22 68
1d/2d 26 18 15 74 1i/2i 25 20 25 85
1e/2e 29 23 16 83 1j/2j 36 30 31 112

Parameter sinyal kontrol untuk VAC-EP (M2) pada panjang maksimum waktu hijau dihitung berdasarkan waktu
hijau untuk FTC (lihat Tabel 3) dikalikan dengan faktor sebesar 1.5 (Roess et al, 1998).

Hasil Simulasi
Model simulasi persimpangan dengan menggunakan FTC, VAC-EP dan FLTSC, dijalankan selama kurang lebih
satu jam periode untuk menghasilkan nilai output (yaitu tundaan kendaraan di persimpangan), untuk semua studi
kasus. Nilai output dari FLTSC kemudian dibandingkan dengan FTC dan VAC-EP. Perbandingan rata-rata tundaan
kendaraan di persimpangan dalam satu jam waktu simulasi antara FTC, VAC-EP dan FLTSC untuk kasus 1 dan 2
dapat dilihat pada Tabel 6.
Perbandingan kinerja FLTSC dengan FTC
Hasil simulasi untuk kasus 1 menunjukkan bahwa secara umum rata-rata tundaan kendaraan FLTSC hampir sama
dengan rata-rata tundaan kendaraan FTC. Hasil simulasi untuk kasus 2 menunjukkan bahwa kinerja FLTSC jauh
lebih baik daripada kinerja FTC untuk semua kasus.
Tabel 6. Perbandingan rata-rata tundaan kendaraan di persimpangan dalam satu jam waktu simulasi antara FTC,
VAC-EP dan FLTSC untuk kasus 1 dan 2.
Tundaan Kendaraan (detik)
Kasus
FTC FLTSC Perbaikan (%) VAC-EP Perbaikan (%)
1a 11.3 11.4 -0.6% 11.1 -2.0%
1b 13.1 13.0 0.9% 13.5 3.7%
1c 15.5 16.0 -3.1% 15.3 -4.6%
1d 17.7 19.6 -10.8% 18.0 -9.0%
1e 26.6 26.8 -0.8% 22.1 -21.3%
1f 15.1 15.8 -4.7% 15.6 -1.6%
1g 18.7 18.5 1.1% 18.6 0.9%
1h 22.4 23.8 -5.9% 23.2 -2.6%
1i 31.3 33.5 -7.2% 32.6 -2.7%
1j 22.6 23.0 -19% 22.4 -2.8%
1k 31.4 31.5 -0.1% 32.1 1.9%
2a 21.3 13.1 38.3% 16.1 18.6%
2b 32.5 19.6 39.5% 23.5 16.3%
2c 28.8 19.4 32.4% 25.1 22.6%
2d 30.8 27.3 11.2% 29.7 7.9%
2e 36.0 35.1 2.7% 34.5 -1.7%
2f 31.1 18.7 39.9% 23.1 18.8%

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


T - 204 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Transportasi

2g 32.2 27.0 16.3% 27.9 3.3%


2h 37.8 36.8 2.7% 35.6 -3.5%
2i 46.9 44.4 5.3% 48.3 8.1%
2j 30.5 26.8 12.0% 24.9 -7.5%
2k 44.4 39.1 11.8% 42.5 8.0%

Perbandingan kinerja FLTSC dengan VAC-EP


Hasil simulasi untuk kasus 1 menunjukkan bahwa secara umum VAC-EP dan FLTSC menghasilkan rata-rata
tundaan kendaraan yang sedikit berbeda. Kinerja FLTSC memburuk sejalan dengan meningkatnya jumlah arus lalu
lintas di kaki simpang Utara-Selatan.

Hasil simulasi untuk kasus 2 menunjukkan bahwa rata-rata tundaan kendaraan FLTSC lebih kecil daripada VAC-EP
untuk semua kasus, kecuali untuk kasus 2e, 2h dan 2j. Peningkatan kinerja FLTSC terhadap VAC-EP adalah sebesar
3,3-22,6% untuk semua kasus kecuali kasus 2e, 2h dan 2j. Untuk kasus 2e, 2h dan 2j, kinerja FLTSC menurun
sebesar 1,7%, 3,5%, dan 7,5% dibandingkan kinerja VAC-EP.

Kinerja FLTSC berkurang sejalan dengn meningkatnya arus lalu lintas. Dalam kondisi arus lalu lintas jenuh, kinerja
FLTSC cenderung mendekati kinerja FTC dan VAC-EP (kasus 2). Hal ini dikarenakan pada arus lalu lintas jenuh,
panjang waktu hijau FLTSC sudah mencapai nilai maksimum, sehingga FLTSC tidak dapat memperpanjang waktu
hijau untuk melepaskan antrian kendaraan di kaki simpang lebih banyak. Hal ini menyebabkan tundaan kendaraan
persimpangan menjadi lama.

Hasil Simulasi
Gambar 9 dan 10 memperlihatkan bahwa pada kondisi volume lalu lintas yang datar kinerja FTC cukup bagus, akan
tetapi penggunaan FLTSC menghasilkan rata-rata tundaan yang lebih kecil daripada FTC. Pada kondisi volume
fluktuatif, kinerja FTC mengalami penurunan dengan terjadinya peningkatan waktu tundaan seiring dengan tingkat
fluktuasi yang meningkat. FLTSC cenderung menyesuaikan kondisi volume lalu lintas yang fluktuatif sehingga
tundaan yang dihasilkan tetap lebih kecil dibanding FTC.

Pada kasus volume lalu lintas datar, kinerja VAC-EP tidak bagus, karena VA tidak bekerja optimal dengan demand
yang tidak mengalami perubahan, akan tetapi ketika kondisi lalu lintas berfluktuasi kinerja FT kelihatan bagus dan
menurun pada keadaan volume lalu lintas yang mendekati keadaan jenuh. Keadaan yang terjadi pada VAC-EP (dari
Gambar 9 dan 10) dapat diperbaiki dengan sistem FLTSC dengan hasil tundaan yang lebih kecil.

Perbandingan Tundaan di Persimpangan Perbandingan Tundaan di Persimpangan


Kasus Volume Datar Kasus Volume Datar
50 120
Rata-Rata Tundaan (detik)

Rata-Rata Tundaan (detik)

45
40 100

35
80
30
25 60
20
15 40
10
20
5
0 0
1a 1b 1c 1d 1e 1f 1g 1h 1i 1j

Kasus Fixed Time Vehicle Actuated Fuzzy Logic Kasus Fixed Time Vehicle Actuated Fuzzy Logic

Gambar 9. Perbandingan rata-rata tundaan kendaraan di persimpangan dalam satu jam waktu simulasi antara FTC,
VAC-EP dan FLTSC untuk kasus 1.
Perbandingan Tundaan di Persimpangan Perbandingan Tundaan di Persimpangan
Kasus Volume Fluktuatif Kasus Volume Fluktuatif
80 120
Rata-Rata Tundaan (detik)

Rata-Rata Tundaan (detik)

70
100
60
80
50

40 60

30
40
20
20
10

0 0
2a 2b 2c 2d 2e 2f 2g 2h 2i 2j

Kasus Fixed Time Vehicle Actuated Fuzzy Logic Kasus Fixed Time Vehicle Actuated Fuzzy Logic

Gambar 10. Perbandingan rata-rata tundaan kendaraan di persimpangan dalam satu jam waktu simulasi antara FTC,
VAC-EP dan FLTSC untuk kasus 2.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013 T - 205
Transportasi

4. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini telah dilakukan pengembangan teknologi lampu lalu lintas yang berbasis demand responsive
yang dapat digunakan untuk kondisi lalu lintas yang hoterogen dan tidak teratur (mixed traffic). Hari hasil yang
diperoleh dapa disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini:
a) Telah dihasilkan algoritma lampu lalu lintas menggunakan metode Fuzzy Logic (FL),
b) Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pengunaan algoritma FL meningkatkan kinerja lalu lintas dibandingkan
dengan Fixed Time (FT) dan Vehicle Actuated (VA). Hal ini dibuktikan dengan tundaan yang dihasilkan oleh
sistem FL selalu lebih kecil dibandingkan dengan FT dan VA dalam berbagai kondisi lalu lintas.

DAFTAR PUSTAKA
Hoque, MD (1994) The Modelling of Signalised Intersections in Developing Countries. PhD Thesis, Department of
Civil and Environment Engineering, University of Southampton, UK.
Hellinga, B, Hesham Rakha, et al (1996) systematic Verivication, Validation and Calibration of Traffic Simulation
Models, Presented at the 1996 Transportation Research Board Annual Meeting, Washington DC.
Oketch, T (2001) A Model for Heterogeneous Traffic Flows including Non-Motorised Vehicles, PhD Thesis,
Institute Fur Verkehrswesen, Universitat (TH) Karlsruhe.
Sutomo, H (1992): Appropriate Saturation Flow at Traffic Signals in Javanese Cities: A Modelling Approach. PhD
Thesis, Institute of Transport Studies, University of Leeds, UK.
Ahuja, S (2000) Simulation of Heterogeneous Untidy Traffic at Signalised Links in Developing Countries, MSc
Dissertation, University of Newcastle upon Tyne, UK.
Algers, S, Bernauer, E, Breheret, L, Boero, M, Doughherty, M, Gabard, JF, and Fox, K (1997) SMARTEST
Review of Micro-Simulation Models. Institute for Transport Studies, University of Leeds.
Fellendorf, M (1997) Public Transport Priority within SCATS A Simulation Case Study in Dublin. Institute of
Transportation Engineers, 67th Annual Meeting, Boston, August 1997.
Hoque, MD (1994) The Modelling of Signalised Intersections in Developing Countries. PhD Thesis, Department of
Civil and Environment Engineering, University of Southampton, UK.
Hoyer, R. and Fellendorf, M (1997) Parameterisation of Microscopic Traffic Flow Models Through Image
Processing, 8th IFAC Symposium on Transportation Systems, Chania, Greece, June 1997.
Hellinga, B, Hesham Rakha, et al (1996) systematic Verivication, Validation and Calibration of Traffic Simulation
Models, Presented at the 1996 Transportation Research Board Annual Meeting, Washington DC.
Oketch, T (2001) A Model for Heterogeneous Traffic Flows including Non-Motorised Vehicles, PhD Thesis,
Institute Fur Verkehrswesen, Universitat (TH) Karlsruhe.
Sutomo, H (1992): Appropriate Saturation Flow at Traffic Signals in Javanese Cities: A Modelling Approach. PhD
Thesis, Institute of Transport Studies, University of Leeds, UK.
Taylor, N. B (1990) CONTRAM5: An enhanced traffic assignment model. TRL Research Report RR249, Transport
Research Laboratory, Crowthorne.
Wiedemann, R (1974) Simulation des Verkehrsflusses Schriftenreihe des Instituts fur Verkehrswesen, Heft 8,
Universitat (TH) Karlsruhe.
Yulianto, B (2000) Application of Fuzzy Logic to Traffic Signal Control with Mixed Traffic, First Year Review,
University of Newcastle upon Tyne, UK.

Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)


T - 206 Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013

You might also like