You are on page 1of 28

Sektor Pertanian dan perannya dalam perekonomian Indonesia

Struktur perekonomian Indonesia tentang bagaimana arah kebijakan perekonomian


Indonesia merupakan isu menarik. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia
menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha mempersempit jurang ketimpangan
sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita
evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di era
globalisasi (Firmanzah, 2010).

Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu
bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia
mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar
dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama
pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk
memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor pentingdalam struktur
perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai
mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor
pertanian kita juga semakin kuat. Lewat tabel I ini, kita bisa mengetahui sektor-sektor yang
bergerak lewat pertanian.
Sektor pertanian terdiri
atas:

1. Tanaman pangan Beberapa masalah dalam


1.1.Tanaman produksi palawija :
-
Palawija biasanya palawija Rendahnya produktivitas lahan.
berupa tanamankacang-- Rendahnya tingkat penggunaan
kacangan,serealia selain lahan.
padi (seperti jagung), dan
- Benih atau bibit masih bersifat
umbi-umbian semusim lokal.
(ketela pohon dan ubi
- Pengelolaan yang masih
jalar). tradisional.
1.2.Padi - Tingginya tingkat susutan pasca
Keanekaragaman panen.
budidaya:
- Padi gogo
- Padi rawa

2. Perkebunan Pengusahaan tanaman


- Perkebunan rakyat. perkebunan tersebut berlangsung
- Perkebunan besar. dualistis, yaitu :
- Diselenggarakan rakyat secara
perorangan.
- Diselenggarakan oleh
perusahaan perkebunan
(pemerintah atau swasta).

3. Kehutanan Hutan berdasarkan tata guna :


SUB SEKTOR 1. Hutan lindung.
KEHUTANAN 2. Suaka alam dan hutan wisata.
- Penebangan kayu 3. Hutan produksi terbatas.
- Pengambilan hasil hutan
4. Hutan produksi tetap.
lain 5. Hutan produksi yang dapat
- Perburuan dikonversi.

4. Peternakan BPS dalam melakukan


perhitungan produksi pada sektor
ini didasarkan pada :
- Data pemotongan.
- Selisih stok atau perubahan
- populasi.
- Ekspor netto.

5. Perikanan Faktor penyebab lambannya


pertumbuhan sub sektor ini :
- Sarana yang kurang memadai
- Larangan mengoperasikan pukat
harimau (trawl).
- Adanya pencurian ikan secara
besar-besaran oleh kapal asing
tanpa berhasil ditangkap oleh
satuan patroli pantai perairan
Indonesia.
- Berkaitan dengan perikanan
darat khususnya udang, yaitu
rendahnya produktivitas lahan
udang.

Potensi bidang pertanian Indonesia


Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai
permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah
produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena
semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang
semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung
kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian
beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif
stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan $air yang mengairi
lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu
diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan
siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan
air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan
semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi
alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya
produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga
perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana
struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian
Indonesia.

Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen
(BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan
industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor
pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri
pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan
dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan
konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki
pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak
dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya
paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas
tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di
sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat
dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan
pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan
sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya,
perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap
mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin
banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih
menarik.
Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain
yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor
yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri
pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat
mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.
Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang
dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor
pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi
masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.
Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk
struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi
sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari
kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.
Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Indonesia Di Masa Depan Kontibusi
terhadap kesempatan kerja
Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa
kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun,
sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan
yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses
pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita,
semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar
peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi.
Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan
baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertaniansekitar 42,76 persen
(BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan
industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor
pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri
pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan
dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan
konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki
pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak
dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya
paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas
tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di
sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat
dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian,
dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan
sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya,
perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk tetap
mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin
banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih
menarik.
Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain
yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor
yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri
pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat
mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.
Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi dari arah perekonomian yang
dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor
pertanian masih menjadi sektor penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi
masyarakat Indonesia. Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.
Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan kebijakan yang dapat membentuk
struktur perekonomian Indonesia di masa depan. Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi
sektor pertanian di masa ini perlu segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari
kebijakan perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.
Kontribusi pertanian terhadap devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat
peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap
impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai
dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk
kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic
bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan
pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor
pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau sebaliknya usaha
memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu factor penghambat bagi
pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua hal yang perlu dilakukan yaitu
menambah kapasitas produksi dan meningkatkan daya saing produknya. Namun bagi banyak
Negara agraris, termasuk Indonesia melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama
karena keterbatasan teknologi, SDM, dan modal.
Pada 2009 ekspor produk pertanian Indonesia baru mencapai 2,46 persen dari total produksi beras yang
dihasilkan petani di berbagai provinsi dengan jumlah mencapai 69,5 juta ton gabah kering giling (GKG).
Selain untuk ekspor produksi padi juga untuk memenuhi program bantuan beras rakyat miskin (Raskin)
yang setiap bulannya dibutuhkan 260 ribu ton serta untuk cadangan pangan nasional setiap akhir tahun
lebih dari 1,5 juta ton.
Kontribusi pertanian terhadap produktivitas
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan penduduk di dunia yang tetap
tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian
semakin sempit, maka pada suatu saat dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok),
seperti juga diprediksi oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh
dua hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca atau lainnya),
sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia bertambah terus atau akibat
distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia.
Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan proses industrialisasi dimana pangsa
output agregat (PDB) dari pertanian relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan
sektor-sektor skunder lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti
ini juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap pembentukan
PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan negatif). Tetapi laju
pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju pertumbuhan output di sektor-sektor lain.
Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum ketergantungan negara agraris terhadap
impor pangan semakin besar, jika dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya
dalam hal beras. Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen
yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa M beras
merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena ini bukan semata-mata
hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi juga menyangkut stabilitas nasional
(ekonomi, politik, dan sosial).
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan
pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor
eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan
teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa
diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya
curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses
pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh
manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea,
TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan
kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat
keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per
hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor
pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus
meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.
Analisis SWOT Sektor Pertanian Indonesia
Strengths (kekuatan)
World Bank (2003) juga mencatat besarnya potensi sumber daya pertanianIndonesia terutama
untuk areal lahan kering. Tercatat sekitar 24 juta hektar lahan kering potensial yang merupakan
sumber daya yang sangat penting bagi program diversifikasi pangan dan diverfikasi produksi
pertanian misalnya dengan tanaman kehutanan, peternakan dan perkebunan. Selama ini sumber
daya tersebut belum dikelola dengan serius. Terkait dengan potensi sumber daya pertanian,
Subejo (2009a) menilai bahwa dalam konteks pembangunan pertanian, secara umum Indonesia
memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet, dan coklat Indonesia mulai bergerak
menguasai pasar dunia. Namun, dalam konteks produksi pangan memang ada suatu keunikan.
Subejo (2009a) mengidentifikasi bahwa Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga
dunia setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia sebesar
8,5 persen atau 51 juta ton (Rice Almanac, 2002). China dan India sebagai produsen utama beras
berkontribusi 54 persen. Bagi negara Vietnam dan Thailand yang secara tradisional dikenal luas
sebagai negara eksportir beras di dunia ternyata hanya berkontribusi 5,4 dan 3,9 persen secara
berurutan. Rerata produksi beras Indonesia 4,30 ton/hektar (Rice Almanak, 2002) dan meningkat
menjadi 4,62 ton/ha pada tahun 2006 (Munif, 2009). Produktivitas tersebut sudah melampaui
pencapaian India, Thailand, dan Vietnam. Meskipun masih di bawah produktivitas Jepang dan
China (rerata di atas 6 ton/hektar).

Weakness (kelemahan)
Meskipun Indonesia termasuk produsen utama beras dunia, namun Indonesiahampir setiap tahun
selalu menghadapi persoalan berulang dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Subejo (2009a)
mencatat ada beberapa persoalan serius yang perlu dicermati dan dicarikan solusinya. Salah satu
sebab utama adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Data statistik menunjukkan pada
kisaran 230-237 juta jiwa. Makanan pokok semua penduduk adalah beras sehingga sudah jelas
kebutuhan beras menjadi luar biasa besar.
Dengan mengutip data IRRI, Subejo (2009a) mencatat bahwa penduduk Indonesia merupakan
pengkonsumsi beras terbesar di dunia dengan konsumsi 154 kg per orang per tahun. Bandingkan
dengan rerata konsumsi di China yang hanya 90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine
100 kg. Hal ini juga menunjukkan bahwa program diversifikasi pangan masih jauh dari berhasil.
Sepanjang kita masih mengkonsumsi beras dengan jumlah sebanyak itu maka problem pangan
masih akan sulit diatasi.
Persoalan yang lain adalah transformasi struktural yang kurang berjalan. Di mana pun di dunia
ada pola bahwa peran pertanian dalam perkonomian nasional akan semakin menurun dan ada
pergerakan angkatan kerja dari pertanian ke sektor industri dan jasa. Di Indonesia lahan
pertanian semakin dipenuhi oleh angkatan kerja baru karena tidak ada alternatif lain di luar
sektor pertanian untuk mencari pekerjaan. Tentu hal ini sangat berpengaruh terhadap
produktivitas dan efisiensi produksinya. Dalam tahap, tertentu tesis Clifford Geertz (1963)
tentang agricultural involution nampaknya telah berlaku.

Opportunities (peluang)

Potensi pasar produk pertanian utamanya pangan juga sangat menjanjikan. World Bank (2003)
mencatat bahwa selama 1996-2000, meskipun terjadi krisis ekonomi namun konsumsi pangan
per kapita di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat yaitu 8 persen. Potensi pasar ini
merupakan peluang bagi peningkatan produksi pangan nasional. Selama ini Indonesia masih
melakukan impor beberapa komoditas pangan.
Akibat krisis energi yang sekarang melanda dunia, berbagai pihak mulai mencari alternatif lain untuk
pemenuhan energi dunia salahsatunya lewat Biofuel ataupun Biodisel. Pemilihan biodiesel sebagai bahan
bakar alternatif berbasis pada ketersediaan bahan baku. Minyak rapeseed adalah bahan baku untuk
biodiesel di Jerman dan kedelai di Amerika. Sedangkan bahan baku yang digunakan di Indonesia
adalah crude palm oil (CPO). Selain itu, masih ada potensi besar yang ditunjukan oleh minyak jarak pagar
(Jathropa Curcas) dan lebih dari 40 alternatif bahan baku lainnya di Indonesia.

Rancangan fasilias produksi biodiesel (INBT 2008)


Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia dengan produksi CPO
sebesar 8 juta ton pada tahun 2002 dan akan menjadi penghasil CPO terbesar di dunia pada tahun
2012. Dengan mempertimbangkan aspek kelimpahan bahan baku, teknologi pembuatan, dan
independensi Indonesia terhadap energi diesel, maka selayaknya potensi pengembangan
biodiesel merupakan potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu alternatif yang dapat dengan
cepat diimplementasikan.
Walaupun pemerintah Indonesia menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap pengembangan
biodiesel, pemerintah tetap bergerak pelan dan juga berhati-hati dalam mengimplementasikan
hukum pendukung bagi produksi biodiesel. Pemerintah memberikan subsidi bagi biodiesel, bio-
premium, dan bio-pertamax dengan level yang sama dengan bahan bakar fosil, padahal biaya
produksi biodiesel melebihi biaya produksi bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan Pertamina
harus menutup sendiri sisa biaya yang dibutuhkan.
Sampai saat ini, payung hukum yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk industri biofuel,
dalam bentuk Keputusan Presiden ataupun Peraturan Perundang-undangan lainny, adalah sebagai
berikuti:
1. Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional
2. Instruksi Presiden No. 1/2006 tentang Pengadaaan dan Penggunaan Biofuel sebagai
Energi Alternatif
3. Dektrit Presiden No. 10/2006 tentang Pembentukan team nasional untuk Pengembangan
Biofuel
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional menyebutkan
pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan akan dilaksakan selama 25 tahun, dimulai
dengan persiapan pada tahun 2004 dan eksekusi sejak tahun 2005. Periode 25 tahun tersebut
dibagi dalam tiga fasa pengembangan biodiesel.
Pada fasa pertama, yaitu tahun 2005-2010, pemanfaatan biodiesel minimum sebesar 2% atau
sama dengan 720.000 kilo liter untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak nasional dengan
produk-produk yang berasal dari minyak castor dan kelapa sawit.
Fasa kedua (2011-2015) merupakan kelanjutan dari fasa pertama akan tetapi telah digunakan
tumbuhan lain sebagai bahan mentah. Pabrik-pabrik yang dibangun mulai berskala komersial
dengan kapasitas sebesar 30.000 100.000 ton per tahun. Produksi tersebut mampu memenuhi
3% dari konsumsi diesel atau ekivalen dengan 1,5 juta kilo liter. Pada fasa ketiga (2016 2025),
teknologi yang ada diharapkan telah mencapai level high performance dimana produk yang
dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi dan casting point yang rendah. Hasil yang dicapai
diharapkan dapat memenuhi 5% dari konsumsi nasional atau ekivalen dengan 4,7 juta kilo liter.
Selain itu juga terdapat Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan
Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Hal-hal ini menunjukkan keseriusan
Pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati. (Rahayu, 2006)
Hingga Mei 2007, Indonesia telah memiliki empat industri besar yang memproduksi biodiesel
dengan total kapasitas 620.000 ton per hari. Industri-industri tersebut adalah PT Eterindo
Wahanatama (120.000 ton/tahun umpan beragam), PT Sumi Asih (100.000 ton/tahun dengan
RBD Stearin sebagai bahan mentah), PT Indo BBN (50.000 ton/tahun umpan beragam),
Wilmar Bioenergy (350.000 ton/tahun dengan CPO sebagai bahan mentah), PT Bakrie Rekin
Bioenergy (150.000 ton/tahun) dan PT Musim Mas (100.000 ton/tahun). Selain itu juga terdapat
industri-industri biodiesel kecil dan menengah dengan total kapasitas sekitar 30.000 ton per
tahun, seperti PT Ganesha Energy, PT Energi Alternatif Indonesia, dan beberapa BUMN.
Peluang untuk mengembangkan potensi pengembangan biodiesel di Indonesia cukup besar,
mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40 % penggunaan BBM untuk
transportasi. Sedang penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total
penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Bukan hanya karena peluangnya untuk
menggantikan solar, peluang besar biodiesel juga disebabkan kondisi alam Indonesia. Indonesia
memiliki beranekaragam tanaman yang dapat dijadikan sumber bahan bakar biodiesel seperti
kelapa sawit dan jarak pagar. Pada saat ini, biodiesel (B-5) sudah dipasarkan di 201 pom bensin
di Jakarta dan 12 pom bensin di Surabaya.
Threats (ancaman)

Hadirnya CAFTA (China-Asean Free Trade Agreement), sebagai suatu bentuk perjanjian
perdagangan bebas antara China dengan negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia
didalamnya, haruslah benar-benar dicermati dengan teliti. Pasalnya dengan diberlakukannya
model perjanjian semacam ini, tentu saja menimbulkan dampak positif dan negatif.
Jika memang Indonesia siap untuk bersaing dengan negara-negara lain, khususnya China,
persiapan yang dilakukan sejak tahun 2004 kemarin haruslah serius. Dalam peningkatan kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas produk-produk pertanian misalnya, haruslah mendapat perhatian yang
khusus. Untuk dapat menghasilkan produk yang baik, semua persyaratan haruslah dipenuhi,
seperti saprotan (sarana produksi pertanian), misalnya benih, pupuk, irigasi dan lain sebagainya.
Pemberdayaan masyarakat petani (SDM Petani) haruslah dibina dengan sebaik-baiknya, apalagi
jika ingin bersiang dengan pihak luar. Modal bagi petani haruslah ditingkatkan. Kelembagaan
petani haruslah dikuatkan agar dapat bekerjasama dengan solid sehingga mampu bersaing
dengan mantap. Namun kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Saprotan yang diidam-
idamkan petani tidak kunjung datang. Pemberdayaan petani jarang dilakukan. Modal bagi petani
juga masih sangat kurang. Kelembagaan petani semakin melemah, bahkan tidak jarang terjadi
perang, baik antar petani maupun antara petani dengan aparat. Jika kenyataannya memang
seperti ini, apakah Indonesia mampu bersaing dengan luar negeri yang notabenenya sudah sangat
siap untuk bersaing dengan kita?
Sebenarnya tidak ada masalah dengan perdangangan bebas. Bahkan tentu saja perdagangan
merupakan aktivitas yang secara alami terjadi dalam kehidupan, karena jika ada yang
membutuhkan barang, tentu saja ada yang memproduksinya. Namun akan menjadi masalah jika
perdagangan bebas terjadi pada dua kekuatan yang tidak seimbang, atau dikatakan juga
perdagangan yang tidak adil. Memang dengan adanya perdagangan bebas ini ada beberapa
peluang yang bisa diambil. Misalnya dengan diberlakukannya tarif bea masuk 0%, harapannya
pedagang dan pebisnis dari dalam negeri mampu meningkatkan penjualan (ekspor) ke luar
negeri. Selain itu, ada beberapa produk yang tentu saja masih dapat dijadikan produk unggulan
ekspor, karena tidak semua tumbuhan pertanian tumbuh dan berkembang di China. Namun
malangnya, banyak pengusaha yang malah mengembangkan produk yang kurang berkembang
dalam pasar. Disamping itu, kehadiran CAFTA ini seharusnya bisa membangkitkan kreatifitas
masyarakat, khususnya masyarakat petani, jika dikaitkan dengan dunia pertanian.
Strategi Peningkatan Potensi Pertanian Indonesia ke Depan:
Meningkatkan pemanfaatan sumber daya, dan memfokuskan pada kegiatan penelitian
unggulan secara optimal.
Menajamkan skala prioritas serta memperkuat keterkaitan dan keselarasan program antar
kementerian dan institusi lain, khususnya kementerian pertanian dan kementerian
perdagangan dengan kebutuhan pengguna.
Membuat kebijakan pertanian yang berpihak kepada rakyat, lewat
Meningkatkan relevansi, kualitas, nilai tambah ilmiah dan nilai tambah ekonomi sektor
pertanian.
Meningkatkan kerja sama penelitian dan komersialisasinya dengan lembagapenelitian
dan pengembangan, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan swasta.
Meningkatkan akselerasi diseminasi serta mekanisme umpan balik inovasi
pertanian. Lewat teknologi dan sarana penanganan pasca panen yang mampu menjaga
keawetan produk.
Sumber:
http://majarimagazine.com/2009/06/potensi-pengembangan-biodiesel-di-indonesia/
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=CAFTA+terhadap+Pertanian+Indonesia
%2C+Peluang+atau+Ancaman&dn=20100508204424
Retno K, PERTANIAN DAN INDUSTRI. Perekonomian Indonesia. Gunadharma University

ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL


JUL 16

Posted by Inspirasi
Oleh: Almasdi Syahza

Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan, Guru Besar Universitas Riau

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan
merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil
masyarakat, seperti: masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran
mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena
adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis
ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan).

Ketidakberdayaan masyarakat pedesaan salah satunya akibat kebijakan yang mismatch di masa
lalu, yaitu kebijakan yang melupakan sektor pertanian sebagai dasar keunggulan komparatif
maupun kompetitif. Sesungguhnya pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan bukan hanya
bermanfaat bagi masyarakat pedesaan itu sendiri, tetapi juga membangun kekuatan ekonomi
Indonesia berdasarkan kepada keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki

Titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran
utama mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dengan industri. Untuk mencapai ini
diperlukan kekuatan dan kemampuan sektor pertanian guna menunjang pertumbuhan di sektor
industri yang kuat dan maju. Kondisi tersebut dapat dilihat dari arah pembangunan oleh
pemerintah yakni membangun sektor pertanian yang tangguh. Hal tersebut sangat beralasan
karena lebih dari 70% penduduk di pedesaan bergantung pada sumber pendapatan dari pertanian.

Program pembangunan jangka panjang memuat landasan pembangunan dengan kebijaksanaan


ekonomi yang diarahkan kepada dua sektor kunci, yaitu sektor pertanian dan sektor industri
dengan memperhatikan keterkaitan dengan sektor lain. Secara spesifik arah kebijaksanaan
pembangunan untuk daerah pedesaan masih menitik beratkan pada sektor kunci. Arah
pembangunan tersebut adalah untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi regional serta
meningkatkan kontribusi dalam pembentukan PDRB di daerah.

Pembangunan daerah sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh suatu daerah, maka
kebijaksanaan yang dibuat oleh pemerintah daerah harus mengacu kepada potensi daerah yang
berpeluang untuk dikembangkan, khususnya sektor pertanian. Pada umumnya setiap daerah
memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi daerah. Potensi
yang dimaksud sebagian besar berada di daerah pedesaan. Potensi tersebut antara lain: 1)
pengembangan tanaman hortikultura; 2) pengembangan tanaman perkebunan; 3) pengembangan
usaha perikanan; 4) pengembangan usaha peternakan; 5) pengembangan usaha pertambangan; 6)
pengembangan sektor industri; dan 7) potensi keparawisataan.

Guna memacu pertumbuhan ekonomi di pedesaan, pengembangan sektor pertanian dalam arti luas
harus diarahkan kepada sistem agribisnis dan agroindustri, karena pendekatan ini akan dapat
meningkatkan nilai tambah sektor pertanian, yang pada hakekatnya dapat meningkatkan
pendapatan bagi pelaku-pelaku agribisnis dan agroindustri di daerah pedesaan. Oleh karena itu,
dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat, keberpihakan pada pembangunan sektor agribisnis
secara nasional perlu disertai dengan suatu mekanisme yang menjamin bahwa manfaat
pembangunan dapat dinikmati oleh rakyat sampai ke pedesaan.

Dari apa yang digambarkan di atas, maka untuk memajukan ekonomi di daerah pedesaan sebagai
percepatan pembangunan ekonomi yang berbasis kerakyatan, maka perlu dikembangkan
kelembagaan ekonomi sebagai sokoguru perekonomian masyarakat. Untuk daerah pedesaan
kelembagaan yang dimaksud adalah koperasi yang melibatkan masyarakat pedesaan sebagai
anggota. Koperasi tersebut diharapkan dapat sebagai penguat ekonomi pedesaan dan sebagai
potensi pasar bagi produk-produk yang dihasilkan oleh masyarakat pedesaan.

Di daerah pedesaan bentuk usaha masyarakat pada umumnya pengolahan dari hasil
pertanian mereka dalam bentuk usaha kecil atau industri rumah tangga. Dari sisi proses produksi
mereka sangat terbatas dalam penguasaan teknologi dan kekurangan modal untuk pengembangan
skala usahanya. Begitu juga kekuatan tawar menawar dari hasil produknya sangat rendah. Salah
satu untuk meningkatkan kekuatan tawar menawar masyarakat pedesaan adalah melalui lembaga
ekonomi pedesaan yaitu koperasi.

Pemberdayaan masyarakat pedesaan juga harus mampu memberikan perlindungan yang jelas
terhadap masyarakat. Upaya perlindungan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan
yang tidak seimbang akibat berlakunya mekanisme pasar dan eksploitasi yang kuat terhadap yang
lemah. Kemampuan tawar menawar masyarakat di pedesaan sangatlah lemah, hal tersebut
disebabkan karena keterbatasan informasi dan modal kerja dalam berusaha. Masyarakat di
pedesaan jelas akan kalah bersaing. Mereka tidak punya apa-apa selain tenaga-tenaga yang pada
umumnya kurang terlatih. Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan, sektor pertanian
harus menjadi sasaran utama. Sektor ini harus dijadikan pijakan yang kokoh sehingga di pedesaan
bisa tercapai swasembada berbagai produk pertanian.

Akhir-akhir ini pemerintah cukup perhatian terhadap perkembangan ekonomi pedesaan melalui
pembangunan sektor pertanian yang berorientasi ekspor. Hal ini bertujuan untuk memacu nilai
tambah yang tinggi di pedesaan. Aktivitas pembangunan sektor pertanian terutama dalam bentuk
skala besar yang dikembangkan melalui program agribisnis dan agroindustri memberikan pengaruh
eksternal yang bersifat positif atau bermanfaat bagi wilayah sekitarnya. Manfaat kegiatan
pembangunan agribisnis tersebut terhadap aspek ekonomi pedesaan, antara lain: 1) memperluas
lapangan kerja dan kesempatan berusaha; 2) peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar; dan
3) memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah.

Beberapa kegiatan agribisnis yang secara langsung memberikan dampak terhadap komponen
ekonomi pedesaan dan budaya masyarakat sekitar, antara lain: 1) kegiatan pembangunan
sumberdaya masyarakat desa; 2) pembangunan sarana prasarana yang dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat setempat, terutama sarana jalan darat; 3) penyerapan tenaga kerja lokal; 4)
penyuluhan pertanian, kesehatan dan pendidikan; dan 5) pembayaran kewajiban perusahaan
terhadap negara (pajak-pajak dan biaya kompensasi lain).

Kendala dalam Pembangunan Ekonomi Daerah Tertinggal

Pembangunan ekonomi pedesaan terutama di daerah yang terpencil (tertinggal) tidak terlepas dari
pembangunan sektor pertanian. Kondisi ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat
pedesaan (sekitar 80%) mencari nafkah dari sektor pertanian yakni: perkebunan, perikanan,
peternakan, kehutanan, tanaman pangan dan hortikultura. Apabila ingin memacu pertumbuhan
ekonomi di pedesaan salah satu prioritasnya adalah pengembangan sektor pertanian yang berbasis
agribisnis. Untuk jenis agribisnis skala besar seperti perkebunan boleh dikatakan tidak banyak
kendala, karena sektor perkebunan yang dikembangkan selama ini berorientasi ekspor yang
dikelola oleh perusahan besar. Namun yang jadi masalah adalah pengembangan ekonomi pedesaan
dari usahatani skala kecil yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat.

Dalam pengembangan sektor pertanian skala kecil tersebut masih ditemui beberapa kendala,
terutama dalam pengembangan sistem pertanian yang berbasiskan agribisnis dan agroindustri.
Kendala yang dihadapi dalam pengembangan pertanian khususnya petani skala kecil, antara
lain: pertama, lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan. Secara
umum pemilikan modal bagi masyarakat pedesan masih relatif kecil, karena modal ini biasanya
bersumber dari penyisihan pendapatan usaha sebelumnya. Untuk memodali usaha selanjutnya
masyarakat desa (petani) terpaksa memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang pada orang lain
yang lebih mampu (pedagang) atau segala kebutuhan usaha tani diambil dulu dari toko dengan
perjanjian pembayarannya setelah panen. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan petani sering
terjerat pada sistem pinjaman yang secara ekonomi merugikan pihak petani.
Kedua, ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah si pedesaan sebagai
faktor produksi utama dalam pertanian makin bermasalah. Permasalahannya bukan saja
menyangkut makin terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan petani, tetapi juga berkaitan
dengan perubahan perilaku petani dalam berusaha tani. Dari sisi lain mengakibatkan terjadinya
pembagian penggunaan tanah untuk berbagai subsektor pertanian yang dikembangkan oleh petani.
Ketiga, pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Sarana produksi sangat diperlukan dalam
proses produksi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Pengadaan sarana produksi di
pedesaan itu bukan hanya menyangkut ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, tetapi yang
lebih penting adalah jenis dan kualitasnya.
Keempat, terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi. Usaha pertanian di pedesaan
merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam proses tersebut akan
terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan
produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan.
Petani yang bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha tani, sehingga
mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha yang
dilakukan.
Kelima, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani. Organisasi merupakan wadah yang sangat
penting dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan penyampaian informasi (top down) dan
panyaluran inspirasi (bottom up) para anggotanya. Dalam pertanian organisasi yang tidak kalah
pentingnya adalah kelompok tani. Selama ini kelompok tani sudah terbukti menjadi wadah
penggerak pengembangan pertanian di pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari manfaat kelompok
tani dalam hal memudahkan koordinasi, penyuluhan dan pemberian paket teknologi.
Keenam, kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Petani
merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan
suatu kegiatan usaha tani, karena petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha
tani itu sendiri. Ada dua hal yang dapat dilihat berkaitan dengan sumberdaya manusia ini, yaitu
jumlah yang tersedia dan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri. Kedua hal ini sering dijadikan
sebagai indikator dalam menilai permasalahan yang ada pada kegiatan pertanian.
Program Pembangunan Daerah Tertinggal

Sejalan dengan pengembangan ekonomi Indonesia yang bertumpu kepada ekonomi


kerakyatan, maka pemerintah kabupaten/kota melakukan pembangunan ekonomi harus berbasis
kerakyatan. Pembangunan ekonomi terutama di pedesaan dalam rangka mengangkat marwah,
derajat, harkat, martabat masyarakat pedesaan sebagai upaya mewujudkan program pengetasan
kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pedesaan dan pembangunan infrastruktur
sebagai penunjang mobiltas barang dan penduduk desa-kota. Dalam upaya memacu pembangunan
dari sisi aspek ekonomi dan sosial di daerah tertinggal, maka program pembangunan pedesaan
harus memproritaskan ketiga aspek tersebut.

1. Peningkatan Ekonomi Rakyat (Mengentaskan Kemiskinan)


Program pengetasan kemiskinan merupakan pendekatan pembangunan yang bersifat
komprehensif dan mendasar dalam tataran kesejahteraan dan harkat yang manusiawi, oleh karena
sekalipun kemiskinan merupakan fenomena ekonomi namun memberikan konsekwensi yang kuat
terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat sehingga mengakibatkan masyarakat yang
mengalami kemiskinan tersebut menjadi rendah nilai-nilai kemanusiaannya sehingga dalam
kehidupannya kurang bermarwah.

Khusus untuk daerah tertinggal, pemilikan aset produktif seperti lahan sangat tidak adil.
Hal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan bagi masyarakat pedesaan. Dari hasil
pengamatan terlihat penguasaan asset produktif (lahan) di pedesaan lebih banyak dikuasai oleh
perusahaan-perusahaan besar dan orang kota. Dampak dari semuanya ini terhadap mekanisme
pasar yang dipengaruhi secara signifikan oleh aspek permodalan dan kebijakan yang kurang
berpihak kepada masyarakat miskin. Masyarakat lebih banyak berhadapan dengan pasar yang
bersifat monopsoni.

2. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia (Pengetasan Kebodohan)

Kebodohan sebagai cerminan dari rendahnya mutu sumberdaya manusia (SDM). Kualitas
SDM sangat menentukan perubahan dan percepatan pembangunan disuatu daerah. Apabila kualitas
SDM rendah, maka masyarakat akan sulit menerima perubahan, mereka tidak mampu untuk
mengikuti perubahan baik dari sisi pembangunan maupun dari sisi kemajuan ekonomi. Mutu SDM
yang rendah akan berdampak pada rendahnya tingkat keterampikan dan penguasaan teknologi.
Individu ataupun kelompok masyarakat yang mengalami kondisi ini akan selalu menjadi objek
pembangunan dan sangat terbatas kemampuannya untuk menjadi subjek yang berperan secara
aktif dalam pembangunan.

3. Pembangunan Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur sangat diperlukan untuk melancarkan dan mensukseskan


pencapaian berbagai tujuan dan keinginan di berbagai aspek kehidupan, terutama untuk
mengentaskan kemiskinan dan mengatasi kebodohan. Pembangunan infrastruktur akan
meningkatkan mobilitas manusia dan barang antar daerah dan antara kabupaten/kota.
Peningkatan ini hendaknya tidak saja melalui kuantitas tetapi juga kualitasnya yang meliputi
fasilitas transporlasi (jalan, jembatan, pelabuhan), fasilitas kelistrikan, fasilitas komunikasi,
fasilitas pendidikan, dan fasilitas air bersih. Tersedianya infrastruktur yang memadai akan dapat
mengembangkan potensi sumberdaya manusia (SDM) dan potensi sumberdaya alam (SDA) secara
optimal dan dapat mengeliminasi kesenjangan antar kelompok masyarakat, antar wilayah
kabupaten/kota, serta antara pedesaan dengan perkotaan.

Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal


Pembinaan terhadap kelembagaan ekonomi masyarakat di daerah tertinggal, seperti
koperasi, usaha kecil dan menengah serta usaha mikro lainnya, harus dikembangkan guna
terwujudnya struktur perekonomian yang kuat dengan didukung oleh ekonomi rakyat yang
tangguh. Untuk mendukung mengembangkan perekonomian daerah yang berbasis kerakyatan,
dibutuhkan dukungan kebijakan dalam bentuk: pertama, memberikan kepada masyarakat untuk
berperan aktif dalam proses pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, serta perubahan
struktur masyarakat dengan pengembangan perencanaan pembangunan yang komprehensif/
partisipatif, demokratis, aspiratif dan transparan.
Kedua, melakukan restrukturisasi dan redistribusi kepemilikan asset produktif kepada masyarakat
pedesaan dengan memakai standar skala ekonomi keluarga sejahtera (3 ha/KK). Ketiga,
melakukan optimalisasi peran dan fungsi seluruh perusahaan agribisnis dan forestry (dengan
Peraturan Daerah) sebagai investor di pedesaan untuk melakukan reinvestasi melalui kemitraan
pola perusahaan patungan bersama pemerintah dan masyarakat pedesaan dalam membangun
sistem perekonomian pedesaan.
Keempat, mengembangan usaha kecil, menengah, koperasi dan usaha mikro lainnya dengan cara
peningkatan dan pengembangan keterkaitan dan kemitraan usaha yang saling menguntungkan dan
saling membutuhkan. Kelima, mengembangkan bidang-bidang yang mempunyai keterkaitan dengan
pengembangan bidang-bidang lainnya yaitu bidang industri, pertanian dalam arti luas, bidang
transportasi, perdagangan, pariwisata serta bidang kelautan yang cukup strategis sesuai dengan
kondisi dan potensi yang dimiliki daerah.
Keenam, meningkatkan upaya pembangunan infrastruktur terutama perhubungan darat, laut dan
udara untuk meningkatkan aksesbilitas dan kelancaran lalu lintas orang dan barang. Ketujuh,
mendorong upaya peningkatan nilai tambah (value added) sebagai produk pertanian yang
dihasilkan oleh petani di pedesaan melalui sistem agribisnis dan agroindustri yang menekankan
pada upaya pengembangan berbagai industri turunan. Kedelapan, memberdayakan lembaga dan
organisasi ekonomi masyarakat di pedesaan sebagai wadah pengembangan kegiatan usaha
produktif dan memberdayakan masyarakat miskin serta mendorong berkembangnya lembaga-
lembaga keuangan mikro dalam rangka mendekatkan masyarakat pada akses permodalan guna
mengembangkan ekonomi kerakyatan.

Mengapa pertanian itu begitu penting di perekonomian Indonesia ?

Pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan kawasan pedesaan yang


menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Lahan, potensi tenaga
kerja, dan basis ekonomi lokal pedesaan menjadi faktor utama pengembangan pertanian.
Saat ini disadari bahwa pembangunan pertanian tidak saja bertumpu di desa tetapi juga
diperlukan integrasi dengan kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja
berada di pedesaan (baca : kota). Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar
yang membedakan suatu wilayah dengan wilayah lainnya, perbedaan tersebut sangat erat
kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah dari segi fisik lingkungan, sosial
ekonomi dan kelembagaan.

Berangkat dari kondisi tersebut perlu disusun sebuah kerangka dasar pembangunan
pertanian yang kokoh dan tangguh, artinya pembangunan yang dilakukan harus didukung
oleh segenap komponen secara dinamis, ulet, dan mampu mengoptimalkan sumberdaya,
modal, tenaga, serta teknologi sekaligus mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan pertanian harus berdasarkan asas keberlanjutan yakni, mencakup aspek
ekologis, sosial dan ekonomi (Wibowo, 2004).

Konsep pertanian yang berkelanjutan dapat diwujudkan dengan perencanaan wilayah yang
berbasiskan sumberdaya alam yang ada di suatu wilayah tertentu. Konsep perencanaan
mempunyai arti penting dalam pembangunan nasional karena perencanaan merupakan
suatu proses persiapan secara sistematis dari rangkaian kegiatan yang akan dilakukan
dalam usaha pencapaian suatu tujuan tertentu. Perencanaan pembangunan yang mencakup
siapa dan bagaimana cara untuk mencapai tujuan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki agar pelaksanaan pembangunan tersebut
dapat berjalan lebih efektif dan efesien.

Perencanaan pembangunan wilayah adalah suatu upaya merumuskan dan mengaplikasikan


kerangka teori kedalam kebijakan ekonomi dan program pembangunan yang didalamnya
mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintegrasikan aspek sosial lingkungan
menuju tercapainya kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.

Pertanian sangat berperan dalam pembangunan suatu daerah dan perekonomian dengan,
pertanian harapannya mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi penduduk, sebagai
sumber pendapatan, sebagai sarana untuk berusaha, serta sebagai sarana untuk dapat
merubah nasib ke arah yang lebih baik lagi. Peranan pertanian/agribisnis tersebut dapat
dilakukan dengan meningkatkan ekonomi petani dengan cara pemberdayaan ekonomi
kerakyatan.

Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan
nasional. Peranan tersebut antara lain: meningkatkan penerimaan devisa negara,
penyediaan lapangan kerja, perolehan nilai tambah dan daya saing, pemenuhan kebutuhan
konsumsi dalam negeri, bahan baku industri dalam negeri serta optimalisasi pengelolaan
sumber daya alam secara berkelanjutan.Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi sektor
pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terutama pada masa kirisis ekonomi yang
dialami Indonesia, satu-satunya sektor yang menjadi penyelamat perekonomian Indonesia
pada tahun 1997-1998 hanyalah sektor agribisnis, dimana agribisnis memiliki pertumbuhan
yang positif.
Dalam jangka panjang, pengembangan lapangan usaha pertanian difokuskan pada produk-
produk olahan hasil pertanian yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional,
seperti pengembangan agroindustri. Salah satu lapangan usaha pertanian yang berorientasi
ekspor dan mampu memberikan nilai tambah adalah sektor perekebunan. Nilai PDB sektor
pertanian mengalami pertumbuhan yang semakin membaik dari tahun ke tahun. Jika
diperhatikan dengan baik, peranan sektor pertanian masih dapat ditingkatkan sebagai
upaya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat tani di Indonesia. Secara empirik,
keunggulan dan peranan pertanian/agribisnis tersebut cukup jelas, yang pertama dilihat
hdala peranan penting agribisnis (dalam bentuk sumbangan atau pangsa realtif terhadap
nilai tambah industri non-migas dan ekspor non-migas), yang cukup tinggi.

Penting pula diperhatikan bahwa pangsa impor agribisnis relatif rendah, yang mana ini
berarti bahwa agribisnis dari sisi ekonomi dan neraca ekonomi kurang membebani neraca
perdagangan dan pembayaran luar negeri. Sehingga dengan demikian sektor agribisnis
merupakan sumber cadangan devisa bagi negara. Diharapkan sektor pertanian mampu
menjadi sumber pertumbuhan perekonomian status bangsa, terutama negara-negara
berkembang yang perekonomiannya masih 60persen bertumpu pada sektor pertanian.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil sumberdaya alam yang terbentang dari
Sabang sampai Merauke. Dengan daratan yang cukup luas yang tersusun rapi oleh ribuan
pulau yang ada seolah menetapkan bahwa negara kita adalah negara agraris. Memang tak
dapat dipungkiri, namun hal tersebut lah yang menjadi sumber mata pencaharian dari
sekitar 60 % rakyatnya yang kemudian menjadi salah satu sektor rill yang memiliki peran
sangat nyata dalam membantu penghasilan devisa negara.

tambahan :

1. Dapat menyerap banyak tenaga kerja

Besarnya kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional tersebut


diindikasikan juga dengan besarnya penyerapan tenaga kerja. Indikasi ini didukung
kenyataan bahwa sektor pertanian masih bersifat padat karya (labor intensive)
dibandingkan padat modal (capital intensive). Data BPS menunjukkan bahwa kemampuan
sektor pertanian menyerap tenaga kerja mengalami peningkatan dari 43,3 persen pada
tahun 2004 menjadi 44,0 persen pada tahun 2005. Bahkan data BPS Februari 2006
menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 44,5 persen.
2. Memenuhi ketahanan pangan.

Pada umumnya masyarakat Indonesia yang dijadikan bahan pangan adalah padi (beras),
sementara saat ini produksi padi petani di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia belum mencukupi. Hal ini terlihat dari adanya kebijakan pemerintah
yang melakukan impor beras dari Vietnam dan Thailand guna memenuhi stok beras dalam
negeri yang aman. Menurut pemerintah untuk memenuhi stok beras yang aman guna
memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun harus tersedia stok beras 1,5 juta ton. Sementara
kini stok beras yang ada hanya sebesar 963.000 juta ton, sehingga pemerintah mengimpor
beras dari Vietnam dan Thailand sebanyak 600.000 ton.

Pada tahun 2010 produksi padi dalam negeri diperkirakan mencapai 64,9 juta ton Gabah
Kering Giling (GKG) atau setara 36,5 juta ton beras naik sebesar 0,88 persen dibandingkan
dengan tahun 2009 yang sebesar 64,3 juta ton GKG. Sementara untuk kebutuhan dalam
negeri untuk satu tahun diperkirakan 35,3 juta ton beras. Kecilnya kenaikan hasil produksi
padi pada tahun 2010 di karenakan perubahan iklim yang ekstrim seperti terjadi banjir,
angin besar yang membuat tanaman padi menjadi roboh dan mati serta adanya hama
penyakit

3. Merupakan kebutuhan pokok manusia

Sektor pertanian merupakan sumber kehidu pan manusia dan juga sektor yang menjanjikan
bagi perekonomian Indonesia. Pertanian salah satu pilar bagi kehidupan bangsa. Bertani
adalah pekerjaan yang mulia, selain untuk kehidupannya sendiri, juga penting bagi
kelestarian alam dan makluk hidup lainnya.
4. Di dukung oleh alam di Indonesia

Dengan kegiatan di sektor pertanian,, masyarakat memperoleh pangan yang merupakan


kebutuhan pokok untuk keberlanjutan hidup dan kehidupannya. Manusia tidak dapat hidup
dengan baik tanpa makan yang berkecukupan baik jumlah dan mutunya. Oleh karena itu
kemampuan negara atau daerah untuk menyediakan pangan yang cukup bagi penduduknya
melalui kemandirian pangan adalah kewajiban.
Satu hal yang paling penting disini adalah, program pertanian ini sudah ada dan terbina
sejak puluhan tahun yang lalu. Tinggal meneruskan dan merawat yang sudah ada, program
pertanian juga sangat minim KKN, mudah terdeteksi jika terjadi korupsi ( banyak yang bisa
menghitung kebutuhan dananya) mungkin inilah alasan utama, program2 pertanian di
tinggalkan ( disisihkan) dari program2 pemerintah.

Kendala-kendala apa saja ?


Seiring dengan usaha-usaha pembangunan pertanian, muncul masalah-masalah baru yang
kemudian memperlambat laju perkembangan pertanian di Indonesia. Mulai dari kerusakan
alam yang diakibatkan oleh pelaku produksi dan konsumen pertanian sampai minimnya
pendidikan petani. Hal ini disebabkan adanya pola hidup yang berubah dari petani itu
sendiri, minimnya pengetahuan akan pemanfaatan dan pengembangan pertanian modern,
politik pertanian serta pudarnya nilai-nilai budaya dan spirit yang dimiliki oleh pelaku
pertanian. Belum lagi masalah adanya pertentangan antara pertanian modern dengan
pertanian berkelanjutan yang semestinya dapat dikombinasikan dalam sistem pertanian
terpadu, kepemilikan hak paten atas produk pertanian asli Indoneia yang tak dimiliki lagi
oleh bangsa kita dan segelintir masalah-masalah lainnya.

Di sisi lain, saat ini penyebab sulitnya perkembangan sektor pertanian adalah karena
masalah lahan pertanian, seperti ;

(1) Luas pemilikan lahan petani kini semakin sempit, setengah dari petani memiliki lahan
kurang dari 0,5 hektar sehingga sebagian besar bekerja sebagai buruh tani. Sebagai
solusinya dengan membangun agroindustri di perdesaan dalam upaya merasionalisasi
jumlah petani dengan lahan yang ekonomis.

(2) Alih fungsi lahan produktif ke industri maupun perumahan. Saat ini lahan pertanian yang
tersedia sekitar 7,7 juta hektar, padahal untuk memenuhi kebutuhan lahan dan dalam
rangka mendukung ketahanan pangan petani membutuhkan lahan seluas 11-15 hektar.
Sebagai solusinya pemerintah agar bisa membatasi terjadinya alih fungsi lahan pertanian.
Di samping itu, perlu juga penggalakan sistem pertanian yang berbasis pada konservasi
lahan serta pemanfaatan lahan tidur untuk lahan pertanian.

(3) Produktifitas lahan menurun akibat intansifikasi berlebihan dalam penggunaan pupuk
kimia secara terus menerus, sebagai solusinya perlu dikembangkan sistem pertanian yang
ramah lingkungan (organik).

Dengan melihat beberapa permasalahan sektor pertanian sebagai mana tersebut di atas
tentunya kita semua harus semakin berhati-hati, sebab jika masalah tersebut tidak segera di
atasi mungkin 5 hingga 10 tahun kedepan sektor pertanian di Indonesia tidak akan bisa lagi
memenuhi kebutuhan pangan bagi seluruh masyarakat Indonesia sehingga bukan tidak
mungkin krisis pangan pun akan bisa saja terjadi.

Terlebih, dalam beberapa tahun terakhir ini pemerintah Indonesia sudah beberapa kali
melakukan impor bahan pokok (pangan) seperti kedelai, beras maupun gula pasir. Hal ini
menunjukkan bahwa kondisi sektor pertanian di Indonesia belum kokoh.

Namun demikian setidaknya ada program guna antisipasi dini agar bangsa ini terhindar dari
rawan pangan. Program ini bisa disebut sebagai program peningkatan ketahanan pangan.
Program ini bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan dan keberlanjutan ketahanan pangan
sampai tingkat rumah tangga sebagai bagian dari ketahanan nasional. Kegiatan pokok yang
di lakukan dalam program ini meliputi :
Pertama. Pengamanan ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri, antara lain melalui
pengamanan lahan sawah di daerah irigasi, peningkatan mutu intersifikasi serta optimalisasi
dan perluasan area pertanian.

Kedua, Peningkatan distribusi pangan, melalui peningkatan kapasitas kelembagaan pangan


dan peningkatan infrastruktur perdesaan yang mendukung sistem distribusi pangan untuk
menjamin keterjangkauan masyarakat atas pangan.

Ketiga, Peningkatan pasca panen dan pengolahan hasil melalui optimalisasi pemanfaatan
alat dan mesin pertanian untuk pasca panen dan pengolahan hasil serta pengembangan dan
pemanfaatan teknologi petanian untuk menurunkan kehilangan hasil panen.

Keempat, Diservikasi pangan, melalui peningkatan ketersediaan pangan hewani, buah dan
sayuran perekayasaan sosial terhadap pola konsumsi masyarakat menuju pola pangan
dengan mutu yang semakin meningkat dan peningkatan minat dan kemudahan konsumsi
pangan altematif/pangan lokal.

Persoalan mendesak dan tantangan nyata pertanian Indonesia saat ini bukan masalah
sekedar impor atau tidak impor beras, akan tetapi mengurangi kebergantungan Indonesia
pada impor beras dari pasar global dan membangun kembali swasembada beras
secepatnya, jika tidak maka keamanan pangan hanya tersedia bagi si kaya tetapi menjadi
suatu kemewahan bagi si miskin. Setiap upaya pembangunan harus di arahkan pada
peningkatan produksi pangan domestik agar kebergantungan pada impor makin berkurang.

Pertanian ditinjau dari aspek ekonomi :

Pertanian

Sebelum meninjau pertanian dari aspek ekonomi, kita harus terlebih dahulu mengetahui pengertian
ekonomi itu sendiri. Ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari perilaku konsumen, produsen dan
masyarakat pada umumnya dalam melakukan pilihan atas sejumlah alternatif pemanfaatan sumberdaya
dalam proses produksi, perdagangan, serta konsumsi barang dan jasa. Setelah kita mengetahui
pengertian ilmu ekonomi, maka selanjutnya adalah kita perlu mengetahui bahwa ilmu ekonomi dibagi
menjadi dua bidang utama yaitu ilmu ekonomi makro dan mikro. Mikro ekonomi mempelajari perilaku
ekonomi individual atau kelompok pelaku ekonomi yang spesifik. Misalnya ekonomi mikro mengkaji
bagaimana harga telur di pasar ditetapkan. Sedangkan makro ekonomi lebih memusatkan kajiannya
pada perekonomian secara agregat, seperti pertumbuhan produk domestik bruto. Meskipun ekonomi
makro dan mikro mempelajari perilaku pelaku ekonomi dari sudut yang berbeda, tak ada pertentangan
di antara keduanya.

Setelah itu, kita juga harus mengetahui arti pertanian itu sendiri. Pertanian dalam makna sempit atau
pertanian rakyat adalah usahatani yang dikelola oleh petani dan keluarganya. Umumnya mereka
mengelola lahan milik sendiri atau lahan sewa yang tidak terlalu luas dan menanam berbagai macam
tanaman pangan, palawija dan atau hortikultura. Usahatani tersebut dapat diusahakan di tanah sawah,
ladang dan pekarangan. Hasil yang mereka panen biasanya digunakan untuk konsumsi keluarga, jika
hasil panen mereka lebih banyak dari jumlah yang mereka konsumsi mereka akan menjualnya ke pasar
tradisional. Jadi pertanian dalam arti sempit dapat dicirikan oleh sifat subsistensi atau semi komersial.
Ciri lain pertanian rakyat adalah tidak adanya spesifikasi dan spesialisasi. Mereka biasa menanam
berbagai macam komoditi. Dalam satu tahun musim tanam petani dapat memutuskan untuk menanam
tanaman bahan pangan atau tanaman perdagangan.

Setelah kita mengetahui arti ekonomi dan arti pertanian, maka selanjutnya kita akan membahas
mengenai definisi ilmu ekonomi pertanian. Ilmu Ekonomi Pertanian adalah bagian ilmu ekonomi umum
yang mempelajari fenomena-fenomena serta persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pertanian
baik mikro maupun makro.

Aplikasi ilmu ekonomi di sektor pertanian melibatkan beragam aktivitas baik di level mikro maupun
makro ekonomi. Pada level mikro pakar ekonomi produksi pertanian umumnya memberikan kontribusi
dengan meneliti permintaan input dan respon suplai. Bidang kajian pakar pemasaran pertanian terfokus
pada rantai pemasaran bahan pangan dan serat dan penetapan harga pada masing-masing tahap. Pada
level makro minat para pakar terarah pada bagaimana agribisnis dan sektor pertanian pada umumnya
mempengaruhi perekonomian domestik dan dunia. Selain itu juga dipelajari bagaimana kejadian-
kejadian khusus atau penetapan kebijakan tertentu di pasar uang dapat mempengaruhi fluktuasi harga
bahan pangan dan serat alam.

Sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Di sektor pertanian
kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah
tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat
dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk
tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan
industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.

Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif
stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan
pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki.
Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-
La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari
pegunungan ke lahan pertanian. Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita
akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita
mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat
menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya
produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu
mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur
tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.

Solusi untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan tersebut adalah melakukan revitalisasi berbagai
sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka
lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti
ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan
produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk
tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini akan semakin banyak
tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor lain yang insentifnya lebih menarik. Solusi
lainnya adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan
menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga
kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana
pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi
pertumbuhan di sektor ini.

Daftar Pustaka

Anindita, R. 2005. Ekonomi Pertanian. UT. Jakarta


Gardner B.L. dan Gordon C.L. 2002. Handbook Of Agricultural Economics. Elsevier. Amsterdam
Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta.
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES Indonesia, anggota IKAPI. Jakarta.
Sadono, Sukirno. 2005. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.
Tambunan, Tulus T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Jakarta
: Ghalia Indonesia

PENGANTAR EKONOMI PERTANIAN


November 11th, 2011

PENDAHULUAN

Ilmu ekonomi Pertanian merupakan cabang ilmu yang relatif baru. Bila ilmu ekonomi modern dianggap
lahir bersamaan dengan penerbitan karya Adam Smith yang berjudul The Wealth of Nation pada tahun
1776 di Inggris, maka ilmu ekonomi pertanian baru dicetuskan untuk pertamakalinya pada awal abad
20, tepatnya setelah terjadi depresi pertanian di Amerika pada tahun 1890. Di Amerika Serikat sendiri
mata kuliah Rural Economics mula-mula diajarkan di Universitas Ohio pada tahun 1892, menyusul
kemudian Universitas Cornell yang memberikan mata kuliah Economics of Agriculture pada tahun
1901 dan Farm Management pada tahun 1903. Sejak tahun 1910 beberapa universitas di Amerika
Serikat telah memberikan kuliah-kuliah ekonomi pertanian secara sistematis. Di Eropa ekonomi
pertanian dikenal sebagai cabang dari ilmu pertanian. Penggubah ilmu ekonomi pertanian di Eropa
adalah Von Der Goltz yang menuliskan buku Handbuch der Landwirtshaftlichen Bertriebslehre pada
tahun 1885 (Mubyarto, 1979).

Di Indonesia mata kuliah ekonomi pertanian pada awalnya diberikan pada fakultas-fakultas pertanian
dengan tradisi pengajaran Eropa oleh para Guru Besar Ilmu Pertanian antara lain Prof. Iso
Reksohadiprojo dan Prof. Ir. Teko Sumodiwirjo. Pada perkembangan berikutnya ilmu ekonomi
pertanian semakin memperoleh tempat setelah pembentukan Perhimpunan Ekonomi Pertanian
Indonesia (Perhepi) pada bulan Februari 1969 di Ciawi, Bogor. Sejak itu pengakuan atas profesi baru
ini berlangsung makin cepat sejalan dengan dilaksanakannya Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita I) yang dicanangkan pada tanggal 1 April 1969.

Karakteristik Ilmu Ekonomi Pertanian


Dari ilustrasi historis di atas diperoleh dua gambaran utama ialah bahwa ilmu ekonomi pertanian
bersumber pada dua jenis cabang ilmu: Ilmu Pertanian atau usahatani dan Ilmu Ekonomi. Dengan
demikian saat makna konseptual ilmu ekonomi pertanian dipertanyakan, ada beberapa alternatif
jawaban. Salah satu jawaban yang paling sering dilontarkan adalah bahwa ekonomi pertanian
merupakan aplikasi prinsip-prinsip ilmu ekonomi di bidang pertanian. Jawaban ini benar meski dalam
pengertian yang sempit. Mengapa? Sebab definisi di atas tidak mampu merepresentasikan muatan
ekonomi, sosial serta isu-isu lingkungan hidup yang sebagaimana kita ketahui sangat lekat dengan
masalah-masalah ekonomi pertanian. Persepsi bahwa ekonomi pertanian semata-mata mencakup
praktek-praktek produksi pertanian dan peternakan tidak dapat dibenarkan sebab ruang lingkup
ekonomi pertanian juga menyentuh aktivitas perekonomian yang jauh lebih luas, khususnya yang
berkaitan dengan industri bahan pangan dan serat. Oleh karena itu sebelum mendefinisikan ekonomi
pertanian perlu dikaji terlebih dahulu ruang lingkup ilmu ekonomi dan peran sektor pertanian dalam
perekonomian secara umum. Selanjutnya karena ekonomi pertanian dapat dipandang sekaligus
sebagai cabang ilmu-ilmu pertanian dan ilmu ekonomi, maka ekonomi pertanian haruslah mencakup
analisis ekonomi dari proses teknis produksi serta hubungan-hubungan sosial dalam produksi
pertanian.

Definisi dan Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi Pertanian

Ekonomi: Makna Terminologis

Makna terminologis ilmu ekonomi yang utama berkaitan dengan masalah pilihan. Konsumen misalnya
harus menetapkan pilihan atas beberapa jenis barang yang ingin dikonsumsinya. Konsumen
senantiasa berupaya memaksimalkan kepuasan dengan keterbatasan sumberdaya finansial yang
mereka miliki. Kita semua, terlepas dari siapa dan apa peran kita harus mengambil keputusan
mengalokasikan waktu yang kita miliki untuk bekerja atau tidak. Kita juga harus mengambil
keputusan apakah akan membelanjakan uang kita atau menabung saja. Produsen di sisi lain juga
harus mengambil keputusan dalam aktivitas produksinya. Tujuan produsen adalah memaksimalkan
profit dengan keterbatasan modal usaha yang mereka punyai pada tingkat harga jual produk mereka
di pasar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa baik konsumen maupun produsen selalu menggunakan
analisis biaya dan manfaat dalam proses pengambilan keputusan atas tindakan yang bermotif
ekonomi. Ada dua alasan yang melatarbelakangi perilaku ini yaitu:

1. Kelangkaan Sumberdaya

Konsep kelangkaan merujuk pada terbatasnya kuantitas ketersediaan sumberdaya dibandingkan


dengan kebutuhan relatif masyarakat. Sumberdaya yang langka dapat dikategorikan ke dalam tiga
kelompok yaitu:

Sumberdaya alam dan biologis : lahan, deposit mineral dan minyak bumi adalah beberapa
contoh sumberdaya alam. Kualitas sumberdaya ini berbeda antar wilayah. Di beberapa wilayah
misalnya, lahan yang tersedia sangat subur, namun di wilayah lain hampir tidak dapat ditanami
apapun meski lahan tersebut mengandung deposit mineral. Contoh lain dapat diamati pada kasus
meningkatnya keresahan masyarakat merespon ketersediaan air yang semakin langka. Isu-isu
sumberdaya alam lain dihubungkan dengan keterbatasan sumberdaya biologi seperti ternak, satwa
liar, serta keragaman hayati.
Sumberdaya manusia: merujuk pada jasa yang disediakan oleh tenaga kerja termasuk
ketrampilan wirausaha dan manajemen. Sumberdaya manusia hingga batas tertentu termasuk
sumberdaya yang langka meskipun angka pengangguran di negara yang bersangkutan tidak sama
dengan nol. Suplai jasa tenaga kerja merupakan fungsi tingkat upah dan penggunaan waktu
luang (leisure). Sektor agrobisinis tidak akan mampu mempekerjakan seluruh jasa tenaga kerja yang
tersedia pada tingkat upah yang dikehendaki. Bentuk formasi sumberdaya manusia lainnya adalah
kemampuan manajemen yang antara lain menyediakan jasa kewirausahaan, misalnya membentuk
perusahaan baru, renovasi dan atau ekspansi perusahaan yang telah ada, proses pengambilan resiko,
supervisi atas alokasi sumberdaya finansial perusahaan, dan sebagainya.
Sumberdaya olahan: kategori sumberdaya yang ketiga ini disebut juga sebagai sumberdaya
kapital (modal). Sumberdaya kapital meliputi mesin-mesin dan peralatan produksi, yang tidak habis
sekali pakai.

Kelangkaan merupakan konsep yang relatif. Negara yang memiliki pendapatan per kapita tinggi pun
harus menghadapi masalah kelangkaan sumberdaya sebagaimana halnya negara-negara miskin.
Perbedaannya terletak pada seberapa besar kelangkaan sumberdaya yang mereka hadapi dan
kemampuan untuk mengatasi problematika yang timbul akibat kelangkaan tersebut.

Penanganan yang tepat atas kelangkaan sumberdaya relatif ini kemudian melahirkan konsep
spesialisasi. Melalui pemilikan sumberdaya yang spesifik, dapat diproduksi output unggulan yang
relevan, yang selanjutnya dapat saling dipertukarkan dalam perekonomian pasar.

1. Proses pengambilan keputusan atas beberapa alternatif pilihan

Kelangkaan sumberdaya memaksa konsumen dan produsen untuk menetapkan pilihan. Penetapan
pilihan mengandung dimensi waktu. Pilihan konsumen yang ditetapkan hari ini akan berdampak pada
kehidupan mereka di masa mendatang. Demikian pula bagi pengusaha. Keputusan yang mereka
tetapkan saat ini akan sangat mempengaruhi profitabilitas perusahaan di masa yang akan datang.

Selain itu proses pengambilan keputusan juga erat kaitannya dengan biaya peluang (opportunity
cost). Biaya peluang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi misalnya adalah sama
dengan nilai pendapatan yang seharusnya diperoleh bila seseorang memilih bekerja dan tidak
melanjutkan pendidikannya. Biaya peluang seorang konsumen yang membeli stereo set seharga satu
juta rupiah sama dengan suku bunga yang ia terima dari bank seandainya ia mendepositokan uang
tersebut.

Di luar waktu, kelangkaan sumberdaya dan biaya peluang, adakalanya proses pengambilan keputusan
juga dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan non ekonomi misalnya aspek politik, hukum dan
moralitas serta etika.

DEFINSI ILMU EKONOMI

Ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari perilaku konsumen, produsen dan masyarakat pada
umumnya dalam melakukan pilihan atas sejumlah alternatif pemanfaatan sumberdaya dalam proses
produksi, perdagangan, serta konsumsi barang dan jEkonomi Pertanian: Antara

Perspektif Mikro dan Makro Ekonomi serta Ekonomi Positif dan Normatif
Setelah pengertian mengenai ilmu ekonomi diberikan, hal lain yang perlu diketahui adalah pembagian
ilmu ekonomi menjadi dua bidang utama yaitu ilmu ekonomi makro dan mikro. Mikro ekonomi
mempelajari perilaku ekonomi individual atau kelompok pelaku ekonomi yang spesifik. Misalnya
ekonomi mikro mengkaji bagaimana perilaku produsen telur, konsumen beras, bagaimana harga telur
di pasar ditetapkan. Mikroekonomi mengabaikan keterkaitan antar pasar dengan mengasumsikan
bahwa semua determinan di luar lingkup analisis tidak berubah (ceteris paribus). Makro ekonomi di
sisi lain memusatkan kajiannya pada perekonomian secara agregat, seperti pertumbuhan produk
domestik bruto, kesenjangan antara PDB potensial dan PDB aktual, trade off antara pengangguran
dan inflasi, dan sebagainya. Meskipun ekonomi makro dan mikro mempelajari perilaku pelaku
ekonomi dari sudut yang berbeda, tak ada pertentangan di antara keduanya.

Baik analisis makro ekonomi maupun mikro ekonomi keduanya digunakan dalam ekonomi pertanian.
Beberapa pokok bahasan ekonomi pertanian yang dipelajari dari perspektif mikro ekonomi adalah teori
perilaku konsumen, teori produksi, perilaku pasar, teori biaya dan analisis distorsi harga. Sedangkan
aspek makro ekonomi yang dipelajari dalam ekonomi pertanian antara lain adalah pasar barang dan
output nasional,siklus bisnis, pasar uang dan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan perimbangan
APBN serta teori-teori tentang perdagangan internasional.

Karena bidang kajian ekonomi pertanian mencakup spektrum masalah yang cukup luas, di mana
aspek kebijakan, isu-isu lingkungan dan sosial juga dipelajari maka ilmu ekonomi kemudian
dibedakan menjadi ilmu ekonomi positif dan normatif. Ilmu ekonomi positif mempelajari realitas
ekonomi apa adanya atau dengan kata lain menjawab pertanyaan what is?, sementara ilmu ekonomi
normatif mencoba menjawab what should be? apa yang seharusnya dilakukan? Kedua proposisi
ilmiah tersebut, baik positif maupun normatif sangat diperlukan terutama dalam kaitannya dengan
berbagai upaya formulasi kebijakan di sektor agrobisnis.

Definisi dan Ruang Lingkup Pertanian

Pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Pemanfaatan sumberdaya yang
efisien pada tahap-tahap awal proses pembangunan menciptakan surplus ekonomi melalui sediaan
tenagakerja dan formasi kapital yang selanjutnya dapat digunakan untuk membangun sektor industri.

Pertanian atau usahatani hakekatnya merupakan proses produksi di mana input alamiah berupa lahan
dan unsur hara yang terkandung di dalamnya, sinar matahari serta faktor klimatologis (suhu,
kelembaban udara, curah hujan, topografi dsb) berinteraksi melalui proses tumbuh kembang
tanaman dan ternak untuk menghasilkan output primer yaitu bahan pangan dan serat alam.

Ada beberapa jenis pertanian berdasarkan perkembangannya yaitu:

1. Pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya mengambil atau
mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi. Pertanian semacam ini meliputi sektor perikanan
dan ekstraksi hasil hutan.
2. Jenis pertanian kedua adalah pertanian generatifyaitu corak pertanian yang memerlukan
usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemeliharaan dan tindakan agronomis lainnya.
Berdasarkan tahapan perkembangannya pertanian generatif dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
1. Perladangan berpindah (shifting cultivation), merupakan salah satu corak usahatani
primitif di mana hutan ditebang-bakar kemudian ditanami tanpa melalui proses pengolahan tanah.
Corak usahatani ini umumnya muncul wilayah-wilayah yang memiliki kawasan hutan cukup luas di
daerah tropik. Sistem perladangan berpindah dilakukan sebelum orang mengenal cara mengolah
tanah.
2. Pertanian menetap (settled agricultured) yaitu corak usahatani yang pada awalnya
dilakukan di kawasan yang memiliki kesuburan tanah cukup tinggi sehingga dapat ditanami terus
menerus dengan memberakan secara periodik.

Selanjutnya berdasarkan ciri ekonomis yang lekat pada masing-masing corak pertanian dikenal dua
kategori pertanian yakni pertanian subsisten dan pertanian komersial. Pertanian subsisten ditandai
oleh ketiadaan akses terhadap pasar. Dengan kata lain produk pertanian yang dihasilkan hanya untuk
memenuhi konsumsi keluarga, tidak dijual. Pertanian komersial berada pada sisi dikotomis pertanian
subsisten. Umumnya pertanian komersial menjadi karakter perusahaan pertanian (farm) di mana
pengelola usahatani telah berorientasi pasar. Dengan demikian seluruh output pertanian yang
dihasilkan seluruhnya dijual dan tidak dikonsumsi sendiri.

Selain karakteristik pertanian sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, berdasarkan ciri
pengelolaannya dikenal adanya konsep pertanian dalam arti luas dan sempit.

Pertanian dalam arti luas mencakup:

1. Pertanian dalam arti sempit yaitu pertanian rakyat dan


2. Perkebunan
3. Kehutanan
4. Peternakan
5. Perikanan

Pertanian dalam makna sempit atau pertanian rakyat adalah usahatani yang dikelola oleh petani dan
keluarganya. Umumnya mereka mengelola lahan milik sendiri atau lahan sewa yang tidak terlalu luas
dan menanam berbagai macam tanaman pangan, palawija dan atau hortikultura. Usahatani tersebut
dapat diusahakan di tanah sawah, ladang dan pekarangan. Hasil yang mereka panen biasanya
digunakan untuk konsumsi keluarga, jika hasil panen mereka lebih banyak dari jumlah yang mereka
konsumsi mereka akan menjualnya ke pasar tradisional. Jadi pertanian dalam arti sempit dapat
dicirikan oleh sifat subsistensi atau semi komersial. Ciri lain pertanian rakyat adalah tidak adanya
spesifikasi dan spesialisasi. Mereka biasa menanam berbagai macam komoditi. Dalam satu tahun
musim tanam petani dapat memutuskan untuk menanam tanaman bahan pangan atau tanaman
perdagangan.

Keputusan petani untuk menanam bahan pangan terutama didasarkan atas kebutuhan pangan
keluarga, sedangkan bila mereka memutuskan untuk menanam tanaman perdagangan faktor-faktor
determinan yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut antara lain adalah iklim, ada
tidaknya modal, tujuan penggunaan hasil penjualan tanaman tersebut dan ekspektasi harga. Jenis
komoditi perdagangan rakyat meliputi tembakau, tebu rakyat, kopi, lada, karet, kelapa, teh, cengkeh,
vanili, buah-buahan, bunga-bungaan dan sayuran.

Di samping mengusahakan komoditi-komoditi di atas, pertanian rakyat juga mencakup usahatani


sampingan yaitu peternakan, perikanan dan pencarian hasil hutan. Bila pendapatan seorang petani
sebagian besar diperoleh dari sektor perikanan maka ia disebut nelayan. Namun demikian ciri
subsistensi atau semi komersial tetap lekat pada pertanian rakyat baik usahatani tanaman pangan,
perkebunan, peternakan, perikanan maupun kehutanan.

Adapun bila usahatani, perkebunanan, peternakan, perikanan dan kehutanan telah dilakukan secara
efisien dalam skala besar dengan menerapkan konsep spesialisasi komoditi maka karakteristik
pertanian bergeser ke arah komersialisasi dan dikenal dengan istilah perusahaan pertanian atau farm.
Perkebunan yang dikelola secara komersial dikenal sebagai plantation. Dalam peternakan dikenal
istilah ranch untuk peternakan sapi yang dikelola secara profesional, demikian seterusnya.

Dari latar belakang historis dan karakteristik ilmu ekonomi pertanian di atas, maka ilmu ekonomi
pertanian dapat didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari perilaku petani
tidak saja dalam kehidupan profesionalnya namun juga mencakup persoalan ekonomi lainnya yang
secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan produksi, pemasaran dan konsumsi
petani atau kelompok-kelompok tani.

DEFINISI ILMU EKONOMI PERTANIAN:

Ilmu Ekonomi Pertanian adalah bagian ilmu ekonomi umum yang mempelajari fenomena-fenomena
serta persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pertanian baik mikro maupun makro

Peran Ekonomi Pertanian

Aplikasi ilmu ekonomi di sektor pertanian dalam kompleksitas perekonomian pasar tentunya
melibatkan beragam aktivitas baik di level mikro maupun makro ekonomi. Pada level mikro pakar
ekonomi produksi pertanian umumnya memberikan kontribusi dengan meneliti permintaan input dan
respon suplai. Bidang kajian pakar pemasaran pertanian terfokus pada rantai pemasaran bahan
pangan dan serat dan penetapan harga pada masing-masing tahap. Pakar pembiayaan ekonomi
pertanian mempelajari isu-isu yang erat kaitannya dengan pembiayaan bisnis dan suplai modal pada
perusahaan agrobisnis. Sedangkan pakar ekonomi sumberdaya pertanian berperan pada bidang kajian
tentang pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam. Pakar ekonomi lainnya mempelajari
penyusunan program pemerintah atas suatu komoditi dan dampak penetapan kebijakan pemerintah
baik terhadap konsumen maupun produsen produk pertanian.

Pada level makro minat para pakar terarah pada bagaimana agribisnis dan sektor pertanian pada
umumnya mempengaruhi perekonomian domestik dan dunia. Selain itu juga dipelajari bagaimana
kejadian-kejadian khusus atau penetapan kebijakan tertentu di pasar uang dapat mempengaruhi
fluktuasi harga bahan pangan dan serat alam. Untuk kepentingan ini, biasanya ekonom menggunakan
pendekatan formulasi model berbasis analisis komputerisasi.

11 November 2011:

Catatan penulis: Pada Program Studi Agribisnis, Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Pertanian diberikan
untuk mahasiswa semester 1. Mata kuliah ini juga diambil oleh mahasiswa Program Studi
Agroekoteknologi.

You might also like