You are on page 1of 12

Journal Reading

Pencabutan Gigi Asimptomatik dengan dan tanpa Terapi


Antibiotik

Oleh:

Septyan Putra Yusandi, S.Ked 04054811416070

Farida Chandradewi, S.Ked 04054821517006

Maulia Wisda Era Chresia, S.Ked 04054821517009

Pembimbing:

drg. Purwandito Pujoraharjo

DEPARTEMEN GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

2015
HALAMAN PENGESAHAN

Journal Reading:

Pencabutan Gigi Asimptomatik dengan dan tanpa Terapi Antibiotik

Oleh:

Septyan Putra Yusandi, S.Ked 04054811416070

Farida Chandradewi, S.Ked 04054821517006

Maulia Wisda Era Chresia, S.Ked 04054821517009

Telah diterima sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, November 2015

Mengetahui,

drg. Purwandito Pujoraharjo

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan journal reading yang berjudul Pencabutan
Gigi Asimptomatik dengan dan tanpa Terapi Antibiotik.

Journal reading ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mengikuti Kepaniteraan Gigi dan Mulut di RSMH Palembang. Pada kesempatan ini,
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada drg. Purwandito Pujoraharjo atas
bimbingan yang telah diberikan.

Dalam menyelesaikan penulisan ini, penulis menyadari bahwa tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan baik dari segi materi dan bahasa yang disajikan. Untuk itu
penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan, serta mengharapkan kritik
dan saran demi kesempurnaan tulisan ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya, serta semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, November 2015

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................................................1
Kata Pengantar..................................................................................................................2
Halaman Pengesahan.........................................................................................................3
Daftar Isi ...........................................................................................................................4
Abstrak..............................................................................................................................5
Pendahuluan......................................................................................................................6
Metode...............................................................................................................................6
Hasil..................................................................................................................................7
Diskusi...............................................................................................................................8
Kesimpulan........................................................................................................................11
Referensi............................................................................................................................11

4
Pencabutan Gigi Asimptomatik dengan dan tanpa Terapi Antibiotik
Manish Agrawal1, Quazi Billur Rahman2, Mahmuda Akhter3
1
Oral and Maxillofacial Surgeon, 2Associate Professor and Chairman, Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Bangabandhu
Sheikh Mujib Medical University (BSMMU), Dhaka, 3Assistant Professor, Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Bangabandhu
Sheikh
Mujib Medical University (BSMMU), Dhaka

Abstrak:
Latar Belakang: Pencabutan gigi asimptomatik merupakan sebagian besar dari prosedur bedah
maksilofasial dan antibiotik diresepkan untuk seluruh sebelum dan sesudah pencabutan gigi di
Bangladesh. Tujuan: Penelitian cross sectional ini dirancang untuk mengevaluasi efektivitas terapi
antibiotik pasca operasi dalam mengurangi morbiditas pasca operasi pada dua kelompok yang
melakukan pencabutan gigi tanpa gejala. Metode: Sebanyak 112 pasien, 54 Perempuan dan 58
Laki-laki, berusia 16 sampai 35 tahun yang terdiri dari berbagai. Diagnosis dibuat berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiografi. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk menilai ada
tidaknya infeksi lokal, nyeri, pembengkakan dan penutupan mukosa sedangkan
Orthopantomogram (OPG) dan intraoral periapikal (IOPA) radiografi yang diambil untuk menilai
angulasi, posisi dan penutupan tulang. Pencabutan gigi dilakukan dengan teknik buccal guttering
setelah elevasi dan refleksi dari ketebalan penuh lipatan mucoperiosteal. Grup kontrol diberikan
kapsul Amoksisilin 500mg per oral setiap hari selama 5 hari pasca operasi. Kelompok kasus tidak
diberikan antibiotik. Nyeri, pembengkakan dan trismus dievaluasi sebelum operasi dan pada hari
ke 2, 7 dan 14 pasca operasi. Data diolah dan dianalisis menggunakan SPSS versi 16.0 untuk
windows dan disusun dan uji signifikansi dilakukan dengan menggunakan tes Chi square (x) dan
tes t tidak berpasangan. Hasil: Analisis statistik dari data menunjukkan bahwa rasa sakit dan
bengkak berkurang secara signifikan dan membuka mulut maksimum signifikan dicapai, ketika
hasil pra operasi dan pasca operasi dibandingkan, baik di kelompok P> 0,05, statistik tidak
signifikan. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok-kelompok dalam
kejadian morbiditas pasca operasi (nyeri, pembengkakan dan trismus).

Kata Kunci: Pencabutan gigi asimptomatik, pasca operasi Antibiotik dan Morbiditas pascaoperasi

1 Oral and Maxillofacial Surgeon, 2Associate Professor and Chairman, Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Bangabandhu
Sheikh Mujib Medical University (BSMMU), Dhaka, 3Assistant Professor, Department of Oral and Maxillofacial Surgery, Bangabandhu
Sheikh Mujib Medical University (BSMMU), Dhaka

5
Pendahuluan:
Gigi asimptomatik mengacu pada gigi yang tanpa gejala atau subklinis. Asimptomatik berarti
bebas dari gejala, pasien mungkin tidak memiliki keluhan tetapi tidak bebas risiko bisa ada tanda
klinis dan / atau tanda radiologis dari infeksi. Pencabutan gigi asimptomatik dilakukan dalam
kondisi berikut: kurangnya ruang di mana mereka tidak mungkin untuk erupsi, untuk mencegah
kerusakan gigi yang berdekatan, untuk memfasilitasi perawatan ortodontik; membungkus
mahkota lengkungan gigi untuk mendapatkan ruang, pencabutan serial, pencabutan molar ketiga
dan bedah mulut; seperti transposisi dan re-implantasi dan sebelum operasi ortognatik. 18-40%
dari semua gigi dicabut adalah asymptomatik.1

Morbiditas dari operasi bedah meningkat dalam proporsi usia pasien. 2 Total penutupan mukosa
dan tulang penghalang efektif terhadap invasi bakteri sedangkan penutupan mukosa parsial,
merupakan 22-34 kali lipat lebih besar risiko dari komplikasi. Operasi untuk pencabutan gigi
asimtomatik dianggap operasi terkontaminasi bersih dan risiko infeksi luka pasca operasi dalam
situasi seperti ini kurang dari 5%. Angulasi gigi, posisi dan usia merupakan faktor risiko utama
untuk morbiditas pasca operasi dan pasien berusia 20 tahun memiliki risiko 10% dari komplikasi
infeksi pasca operasi, 40 tahun melebihi 30%.

Nyeri yang berhubungan dengan ekstraksi bedah, penjahitan, impaksi tulang dan durasi dari
operasi; Pembengkakan berhubungan dengan ekstraksi bedah, refleksi dari mucoperiosteum dan
durasi operasi; Trismus berhubungan dengan ekstraksi bedah, durasi ekstraksi dan pemotongan
gigi.

Risiko akibat penggunaan antibiotik yang menyeluruh menyebabkan berkembangnya organisme


yang resisten, infeksi sekunder, toksisitas dan reaksi alergi dan Dari 6-7% pasien yang diberikan
antibiotik mendapatkan beberapa efek samping. Obat antimikroba muncul untuk meraih
keuntungan pada operasi pencabutan gigi yang tidak terinfeksi secara klinis. Waktu yang optimal
untuk pemberian antibiotic pada bedah yang terkontaminasi adalah lebih dari 2 jam sebelum
insisi pertama pembedahan dilakukan. Amoxicillin telah lama menjadi antibiotik pilihan, karena
efektifitasnya yang tinggi dalam melawan flora normal yang ditemukan pada pasien dan tidak
toksik., ini merupakan antibiotic yang bermanfaat dalam mengobati infeksi oral. Terapi antibiotic
profilaksis pasca operasi oral yang spesifik setelah pencabutan gigi tidak berkontribusi dalam
penyembuhan luka yang sempurna, mengurangi nyeri atau meningkatkan pembukaan mulut dan
tidak mencegah masalah peradangan setelah pembedahan.

Metode:
Penelitian potong lintang ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas
Kedokteran Gigi, BSMMU, selama 24 bulan dari Januari 2010 sampai Desember 2011. Proposal
penelitian ini sudah dipresentasikan di depan Komite Etik, BSMMU dan telah mendapatkan
persetujuan etik. Sebanyak 112 pasien (54 wanita dan 58 pria; rentang usia 16 sampai 35 tahun)
memenuhi syarat dari kriteria inklusi dan eksklusi pada rangkaian penelitian ini. Angulasi, posisi,
mukosa dan tulang yang melingkupi gigi yang akan dicabut telah dinilai melalui pemeriksaan
klinis dan radiologis; sinar-x IOPA dan OPG (Tabel-I). Kriteria inklusinya adalah tidak adanya
infeksi dan inflamasi lokal, rentang umurnya 16 sampai 35 tahun, untuk tujuan ortodontik ada
beberapa kriteria tambahan yaitu data mengenai gigi yang impaksi, belum erupsi, malalignasi,
sudah erupsi penuh atau sebagian, sikap pasien yang kooperatif terhadap penelitian ini dan
peninjauan setelah operasi, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap obat-obatan dalam
protokol operasi.

6
Semua pasien yang mengikuti penelitian ini telah menerima penjelasan dan persetujuan tentang
prosedur penelitian ini secara tertulis. Pasien dibagi menjadi 2 grup yang terdiri dari 56 orang
secara random. Grup penelitian tidak diberikan antibiotik sementara grup kontrol diberikan
antibiotik Amoksisilin kapsul 500mg per oral selama 5 hari setelah operasi. Pencabutan gigi
dilakukan dengan anestesi lokal-regional (2% lignocaine hydrochloride ditambah adrenalin
1:100.000) dalam ruang operasi dan alat-alat operasi yang sama antara kedua grup oleh satu
operator dengan kondisi yang serupa. Semua pasien tidak mengalami nyeri dan inflamasi selama
operasi. Sebelum dilakukan pencabutan semua pasien diminta untuk berkumur dengan obat
kumur chlorhexidine 0,12% selama 1 menit. Semua pasien tidak diberikan antibiotik sebelum
operasi. Teknik pencabutan yang digunakan adalah teknik biasa yang dilakukan untuk pencabutan
gigi. Flap mukoperiosteal yang tebal telah dipersiapkan sebelum pencabutan dan pencabutan gigi
dilakukan dengan teknik buccal guttering. Instruksi setelah operasi diberikan kepada pasien dan
mereka diminta untuk mengikuti instruksi tersebut dengan ketat.

Pasien diperiksa kembali pada hari kedua, ketujuh, dan ke-14 setelah operasi untuk mengevaluasi
keadaan nyeri, bengkak, dan trismus (jarak inter insisal). Seluruh data sebelum dan sesudah
operasi dikumpulkan dalam lembar pengumpulan data. Intensitas nyeri sebelum dan sesudah
operasi (Gambar. 1) dievaluasi menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) yang merupakan garis
sepanjang 10 cm, di kedua akhir garis tersebut diberi tulisan tidak nyeri dan nyeri yang tak
tertahankan. Pasien diminta menunjuk satu titik pada garis tersebut sesuai dengan tingkat nyeri
yang mereka rasakan. Evaluasi apakah ada pembengkakan pada wajah sebelum dan sesudah
operasi dilakukan menggunakan panduan kesimetrisan wajah secara horizontal dan vertikal
dengan penggaris fleksibel atau pita pengukur sebagai alat ukurnya, pengukuran horizontal adalah
jarak antara tragus dan bagain terluar dari bibir (c-d) dan pengukuran vertikal adalah jarak antara
bagian terluar dari mata hingga sudut mandibula (a-b). Jarak inter insisal sebelum dan sesudah
operasi diukur menggunakan jangka sorong digital dengan cara pengukuran langsung atau
mengukur pita yang merupakan jarak antara tepi insisal atas dan bawah gigi seri tengah bagian
kanan saat pembukaan mulut maksimal. Pengambilan foto dilakukan pada saat pemeriksaan
sebelum dan setelah operasi sebagai data dokumentasi.

Analisis data menggunakan program SPSS versi 16 untuk windows. Data dinyatakan dalam
bentuk angka, persentase, dan rerata + SD pada tabel. Evaluasi data dilakukan dengan uji T tidak
berpasangan dan uji Chi square (x2). Hasilnya bermakna jika nilai p <0,05. Untuk
memperlihatkan hasilnya digunakan tabel dan diagram batang.

Hasil:
Grup sampel terdiri dari 112 pasien, wanita berjumlah 54 (51,79%) dan pria berjumlah 58
(48,21%). Rerata umurnya adalah 23,64 4,68 tahun (rentang 16-35 tahun). Mayoritas umurnya
adalah kelompok dekade kedua. Variabel-variabel pada 2 grup yang dievaluasi adalah; klasifikasi
angulasi dan posisi gigi berdasarkan Winter serta Pell dan Gregory, mukosa dan tulang yang
melingkupi gigi (Tabel-I), nyeri (Tabel-II), bengkak (Tabel-IV) dan trismus (Tabel-III). Variabel
yang paling sering untuk klasifikasi Winter adalah Mesioangular (41,97%) dan Vertikal (27,69%),
untuk klasifikasi Pell dan Gregory posisi A (72,33%) lebih banyak daripada posisi B (18,75%),
untuk mukosa dan tulang yang melingkupi gigi ternyata banyak pasien tanpa mukosa (66,97%)
dan tulang (76,79%) yang melingkupi gigi daripada pasien yang memiliki kedua hal tersebut
(Tabel-I). Tidak ada nyeri yang dirasakan pasien sebelum operasi. Pada saat peninjauan hari
kedua, keempat, dan ke-14 nilai P untuk intensintas nyeri pada kedua grup berturut-turut adalah
0.648, 0.508, dan 0.145 (Tabel-II). Nilai P untuk jarak inter insisal pada kedua grup di hari
peninjauan berturut-turut adalah 0.691, 0.291, 0.457, dan 0.577 (Tabel-III). Nilai P untuk
kedalaman wajah pada 2 grup di hari peninjauan berturut-turut adalah 0.816, 0.854, 0.777, dan

7
0.816 (Tabel-IV). Dari analisis statistik didapatkan hasil yang tidak bermakna (P>0,05) pada
nyeri, bengkak dan trismus serta tidak ada hubungan yang bermakna antara klasifikasi dan
mukosal serta tulang yang melingkupi gigi yang diteliti pada kedua kelompok.

Tidak Nyeri Sangat Nyeri

Gambar 1: Skala Anlaog Visual terdiri dari garis horizontal 10cm

Gambar 2: Landasan evaluasi pembengkakan Gambar 3: Pengukuran Jarak Inter Insisal


wajah dengan kaliper vernier digital

Diskusi:
Hampir tidak memungkinkan adanya agen yang ideal untuk digunakan setelah pencabutan gigi
yang mampu mengurangi rasa sakit, mengurangi pembengkakan dan trismus seminimal mungkin,
mendukung penyembuhan dan tidak memiliki efek yang merugikan sama sekali, namun untuk
meredakan nyeri digunakan analgesik sebagai pilihan dengan tambahan antiinflamasi.10

Kemunculan morbiditas pasca operasi meskipun dipengaruhi baik atau tidak baiknya teknik
bedah, refleksi penutup mukoperiosteal, durasi ekstraksi dan perawatan gigi yang pada akhirnya
terkait dengan manifestasi respon peradangan pada cedera jaringan diatur oleh mediator respon
inflamasi akut.11

Prosedur dengan indikasi untuk antibiotik profilaksis pada operasi gigi baru-baru ini diterbitkan
dalam sebuah pernyataan konsensus di Spanyol. Ini termasuk operasi periapikal, operasi tulang,
operasi implan gigi, cangkok tulang, eksisi tumor jinak dan exodontias gigi impaksi. 12 Martin et
al13 membahas tentang penggunaan antibiotik pada pembuangan jaringan lunak, pembuangan
total atau sebagian dari tulang, waktu ideal penggunaan, dosis, durasi dan rute pemberian.

Tabel I

8
Distribusi gigi menurut jenis kelamin, usia, angulasi, posisi dan penutupan mukosa dan tulang

Tabel II
Selisih Intensitas Nyeri (VAS) dengan Periode Evaluasi
Periode Grup Kasus Grup Kontrol Nilai P
Evaluasi Nyeri Mean+SD Mean+SD Sig<0.05
Preoperasi 0.0+0.0 0.0+0.0 -
POD ke-2 3.61+2.45 3.39+2.5 0.648ts
POD ke-7 1.36+1.43 1.18+1.42 0.508ts
POD ke-14 0.21+0.62 0.07+0.37 0.145ts
ts = Tidak Signifikan. Analisis statistik dilakukan dengan uji t tidak berpasangan.

Tabel III
Selisih Jarak Inter Insisal (Trismus) dengan Periode Evaluasi
Periode Grup Kasus Grup Kontrol
Nilai P
Evaluasi Jarak Mean+SD Mean+SD
Sig<0.05
Inter Insisal dalam mm dalam mm
Preoperasi 0.0+0.0 0.0+0.0 -
Preoperasi 52.56+10.37 51.9+6.81 0.691ts
POD ke-2 43.78+15.25 40.78+9.87 0.291ts
POD ke-7 49.91+11.52 48.56+7.19 0.457ts
POD ke-14 52.82+10.24 51.91+6.56 0.577ts
ts = Tidak Signifikan. Analisis statistik dilakukan dengan uji t tidak berpasangan.

Tabel IV

9
Perbandingan Lebar Wajah (Pembengkakan) dengan Periode Evaluasi
Grup Kasus Grup Kontrol
Periode Evaluasi Nilai P
Mean+SD Mean+SD
Lebar Wajah Sig<0.05
dalam mm dalam mm
Preoperasi 104.23+6.90 104.48+6.75 0.816ts
POD ke-2 108.9+9.53 109.01+8.23 0.854ts
POD ke-7 105.41+7.35 105.52+7.16 0.777ts
POD ke-14 104.34+6.92 104.57+6.79 0.816ts
ts = Tidak Signifikan. Analisis statistik dilakukan dengan uji t tidak berpasangan.

Knutsson et al14 melaporkan bahwa usia rata-rata (p=0,016) dari pasien secara statistik signifikan,
penelitian kami menunjukkan bahwa usia rata-rata (p=0,042) pasien juga bermakna secara
statistik (Tabel-I) yang merupakan faktor penting dalam proses membuat keputusan. De Boer et
al15 melaporkan perubahan kepadatan tulang dengan usia. Bui et al16 menyatakan bahwa
prevalensi perbedaan angulasi gigi tak tertandingi sebagai sistem klasifikasi yang bervariasi di
penelitian yang berbeda dan kebanyakan penelitian mengukur angulasi gigi dengan kesan visual
saja. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dari satu penelitian tidak dapat dibandingkan dengan
yang lain. Gulsun et al17 melaporkan bahwa klasifikasi Winter yang paling umum adalah Vertikal
dan Mesioangular, masing-masing 42,92% dan 36,94%. Studi kami menunjukkan bahwa
klasifikasi Winter yang paling umum (Tabel-I) adalah Mesioangular 41,97% dan 27,69% Vertikal.

Eeden et al18 melaporkan rasa sakit pada hari I pasca operasi adalah p>0,6 dan pada hari ke-2
sampai ke-6 nilai p=0,882 dan 0,107 yang menandakan bahwa nyeri antara pasien yang diobati
dan yang tidak diobati secara statistik tidak signifikan sedangkan penelitian kami menunjukkan
bahwa intensitas nyeri (Tabel-II) pada hari ke-2, ke-7, dan ke-14 pasca operasi adalah p>0,05
yang juga secara statistik tidak signifikan. Oleh karena itu, tidak ada korelasi antara penurunan
intensitas nyeri dan meresep maupun tidak meresepkan antibiotik.

Poeschl et al7 mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok
mengenai terjadinya keseluruhan perbedaan pembukaan mulut setelah operasi (kisaran 3,4 %
sampai 4,4 %; rata-rata 3,98 %) sedangkan penelitian kami menunjukkan bahwa Jarak Inter
Insisal (Tabel-III), secara statistik tidak signifikan (P>0,05) antara dua kelompok di berbagai
kunjungan follow up berbeda.

Monaco et al19 melaporkan pembengkakan pasca operasi muncul pada 30 dari 32 pencabutan
yang dilakukan dengan antibiotik dan pada seluruh 27 pencabutan tanpa antibiotik dan ditemukan
bahwa perbedaan antara pembengkakan pada kelompok kontrol dan kasus secara statistik tidak
signifikan dan Poeschl et al7 menunjukkan bahwa pengobatan antibiotik pasca operasi tertentu
setelah pencabutan gigi tidak dapat mencegah masalah inflamasi setelah operasi sedangkan
penelitian kami menunjukkan bahwa pembengkakan wajah (Tabel-IV) pada kedua kelompok
kasus dan kontrol juga tidak signifikan secara statistik (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada perubahan dalam pembengkakan wajah pada pasien yang diberi antibiotik dan pasien
yang tidak diberi antibiotik.

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil kelompok dengan dan tanpa antibiotik, sehingga
setiap pasien harus mendapat informasi mengenai risiko peresepan antibiotik sembarangan
mencakup berkembangnya organisme resisten, infeksi sekunder, toksisitas dan reaksi alergi.
Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi penelitian lebih lanjut yang menguji perbedaan morbiditas

10
pasca operasi, dengan dan tanpa antibiotik. Namun, studi lebih lanjut dapat dilakukan dengan
ukuran sampel yang lebih besar dan dukungan logistik yang lebih besar.

Kesimpulan:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada tanda klinis infeksi yang jelas, gangguan
penyembuhan luka atau komplikasi lain yang dicatat pada pasien yang tidak diberi antibiotik.
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok-kelompok dalam kasus nyeri,
pembengkakan dan trismus. Dengan demikian, tidak perlu untuk meresepkan antibiotik pasca
operasi setelah pencabutan gigi tanpa gejala. Nyeri pasca operasi, pembengkakan dan trismus
dapat dikurangi melalui manipulasi jaringan secara hati-hati, pemberian analgesik dan obat anti-
inflamasi dan kepatuhan pasien terhadap instruksi pasca operasi. Oleh karena itu, para dokter gigi
harus menyadari penggunaan yang tepat dari antibiotik. Penelitian ini dapat menjadi dasar bagi
penelitian lebih lanjut untuk menguji perbedaan morbiditas pasca operasi. Namun, studi lebih
lanjut dapat dilakukan dengan ukuran sampel yang lebih besar dan dukungan logistik yang lebih
besar.

Referensi:
1. Knutsson, K, Brehmer, B, Lysell, L Br J Oral Maxillofac Surg, vol. 46,
& Rohlin, M 1996, Pathoses pp. 133-135.
associated with mandibular third 7. Poeschl, PW, Eckel, D & Poeschl, E
molars subjected to removal, Oral 2004, Postoperative prophylactic
Surg Oral Med Oral Pathol Oral antibiotic treatment in third molar
Radiol Endod, vol. 82, pp. 10-7. surgery a necessity?, J Oral
2. Renton, T, Smeeton, N & McGurk, Maxillofac Surg, vol. 62, pp. 38.
M 2001, Factors predictive of 8. Worrall, SF 1998, Antibiotic
difficulty of mandibular third molar prescribing in third molar surgery,
surgery, Br Dent J, vol. 190, pp. Br J Oral Maxillofac Surg, vol. 36,
607-610. pp. 74-76.
3. Piecuch, JF, Arzadon, J & Lieblich, 9. Lopez, JL, Pijoan, JI, Fernandez, S,
SE 1995, Prophylactic antibiotics Santamaria, J & Hernandez, G 2011,
for third molar surgery: A supportive Efficacy of amoxicillin treatment in
opinion, J Oral Maxillofac Surg, vol. preventing postoperative
53, pp. 5360. complications in patients undergoing
4. Arteagoitia, I, Diez, A, Barbier, L, third molar surgery: a prospective,
Santamara, G & Santamara, J 2005, randomized, double-blind controlled
Efficacy of amoxicillin/clavulanic study, J Oral Maxillofac Surg, vol.
acid in preventing infectious and 69, pp. e5-e14.
inflammatory complications 10. Varghese, KG (ed.) 2010, Drug
following impacted mandibular third therapy. In: a practical guide to the
molar extraction, Oral Surg Oral management of impacted teeth, 1st
Med Oral Pathol Oral Radiol Endod, ed, Jaypee Brothers Medical
vol. 100, pp. E11-8. Publishers (P) Ltd, New Delhi, pp.
5. Sands, T, Pynn, BR & Nenninger, S 115-21.
1993, Third molar surgery: current 11. Garcia, AG, Sampedro, FG, Rey, JG
concepts and controversies, Oral & Torreira, MG 1997, Trismus and
Health, vol. 83, pp. 19-30. pain after removal of impacted third
6. Hanife, A, Gulsun, YO, Celal, C & molars, J Oral Maxillofac Surg, vol.
Dilek, K 2008, Routine antibiotic 55, pp. 1223-1226.
prophylaxis is not necessary during 12. Gutierrez, JL, Bagan, JV &
operations to remove third molars, Bascones, A 2006, Consensus

11
document on the use of antibiotic molar extraction, J Oral Maxillofac
prophylaxis in dental surgery and Surg, vol. 61, pp. 1379-89.
procedures, Med Oral Pathol Oral. 17. Gulsun, Y, Hanife, A, Turker, B,
Cir Buccal, vol. 11, p. E188. Dilek, KM & Birkan, TO 2009, Is it
13. Martin, MV, Kanatas, An & Hardy, P different in Turkish population?
2005, Antibiotic prophylaxis and Evaluation of impacted third molars,
third molar surgery, Br Dent J, vol. SU Dishek Fak Derg, vol. 18, pp. 55-
198, pp. 327-30. 62.
14. Knutsson, K, Lysell, L, Rohlin, M, 18. Eeden, van, SP & Butow, K 2006,
Brickley, M & Shepherd, JP 2001, Post-operative sequelae of lower
Comparison of decisions regarding third molar removal: a literature
prophylactic removal of mandibular review and pilot study on the effect
third molars in Sweden and Wales, of Covomycin D, SADJ, vol. 61, pp.
Br Dent J, vol. 190, pp. 198-202. 154-159.
15. De Boer, MP, Raghoebar, GM & 19. Monaco, G, Tavernese, L, Agostini,
Stegenga, B 1995, Complications R & Marchetti, C 2009, Evaluation
after mandibular third molar of antibiotic prophylaxis in reducing
extraction, Quintessence Int, vol. 26, postoperative infection after
p. 779. mandibular third molar extraction in
16. Bui, CH, Seldin, EB & Dodson, TB young patients, J Oral Maxillofac
2003 Types, frequencies, and risk Surg, vol. 67, pp. 1467-1472.
factors for complictions after third

12

You might also like