You are on page 1of 27

REFERAT

TRAUMA

Pembimbing :
dr. RR. Supiyanti, Sp.
M.

Disusun oleh :
Senida Ayu Rahmadika
020.09.230

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
PERIODE 3 APRIL - 6 MEI 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. RR. Supiyanti, Sp. M. yang telah
membimbing dan mengarahkan kepada penulis dalam menyelesaikan referat ini.

1
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat ketidaksempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi referat ini.
Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan tentunya bagi penulis
yang sedang menjalani kepaniteraan klinik Stase Mata RSUD Kota Bekasi.

Bekasi, April 2017

Senida Ayu Rahmadika


DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....2
Daftar Isi ......3
BAB I. Pendahuluan.....................................................................4
BAB II. Tinjauan Pustaka................................5
BAB III. Kesimpulan.........................................16
Daftar Pustaka................17

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma mata merupakan penyebab umum kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah.
Dewasa muda terutama pria- merupakan kelompok yang paling mungkin mengalami
trauma tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, desera yang
berhubungan dengan olah raga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-

2
keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata. 1

Kemajuan mekanisasi dan teknik terlebih-lebih dengan bertambah banyaknya


kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan
bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum
terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang juga dapat mengenai mata. Pada anak-
anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat kecelakaan terhadap alat dari permainan
yang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagang
mainan dan sebagainya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Mata

2.1.1 Struktur mata

1) Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu.
Alis dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi

3
melindungi mata dari sinar matahari.
2) Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang
terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat serta dilapisi kulit dan dibatasi
konjungtiva. Jaringan dibawah kulit ini tidak mengandung lemak. Kelopak
mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah serta digerakkan ke atas
oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis okuli yang dapat dibuka
dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air mata ke permukaan bola
mata dan mengontrol banyaknya sinar yang masuk.
3) Bulu mata
Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.

a. Struktur Mata Internal

Struktur mata internal

1) Sklera
Pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata dan
tersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela membran yang
bening, yaitu kornea. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus
serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2) Khoroid

4
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting
arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini
membentuk iris yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil
(manik) mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris memancarkan
warnanya dan dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu
berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada
bagian depannya dengan iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput ini
menebal guna membentuk korpus siliare sehingga terletak antara khoroid
dan iris. Korpus siliare itu berisi serabut otot sirkulerndan serabut-serabut
yang letaknya seperti jari-jari sebuah lingkaran. Kontraksi otot sirkuler
menyebabkan pupil mata juga berkontraksi. Semuanya ini bersama-sama
membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris, korpus siliare, dan khoroid.
Peradangan pada masing-masing bagian berturut-turut disebut iritis,
siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang secara bersama-sama disebut
uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami peradangan,
maka penyakitnya akan segera menjalar kebagian traktus lain
disekitarnya.Retina
3) Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu
sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi
retina yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls
saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls
saraf dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf
optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena
tidak mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah
makula, yang terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus, persis
berhadapan dengan pusat pupil.
4) Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera
yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa

5
lapisan. Lapisan tepi adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan
konjungtiva.
Bilik anterior (kamera okuli anterior). Terletak antara kornea dan iris.
5) Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid.
Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok
yang satu mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok yang lain
melebarkan ukuran pupil itu sendiri.

6) Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris,
dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.
Bilik posterior (kamera okuli posterior) Terletak diantara iris dan lensa.
Baik bilik anterior maupun bilik posterior yang diisi dengan aqueus humor.
7) Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran
darah pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai
Saluran Schlemm
8) Lensa
Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan.
Tebalnya 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa
digantung oleh zonula (zonula zinni) yang menghubungkannya dengan
korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus dan
disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran
semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan
terdapat selapis epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar sub
epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang
elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium

6
lebih tinggi di lensa daripada di jaringan lainnya. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada
serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.
9) Vitreus humor
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang
diisi dengan cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti
agar-agar. Berfungsi untuk memberi bentuk dan kekokohan pada mata,
serta mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput khoroid
dan sklerotik.

2.2 Trauma
2.2.1 Definisi
Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan
kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata, dan rongga orbita. Kerusakan
ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra
penglihat. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan
kehilangan mata.1

2.2.2 Etiologi
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Macam-
macam bentuk trauma pada mata adalah sebagai berikut : 3
1. Mekanik
a. Trauma tumpul, misalnya terpukul, terkena bola, penutup botol
b. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan
pertukangan.
2. Kimia
a. Trauma kimia basa, misalnya sabuncuci, sampo, bahan pembersih lantai,

7
kapur, atau lem.
b. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.
3. Radiasi
a. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.

2.2.3 Klasifikasi Trauma Mata

2.2.3.1 Klasifikasi berdasarkan gejala


Gejala pada trauma okuli bergantung pada jenis trauma serta berat dan ringan trauma,
yaitu : 4
1. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai tertinggalnya
benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal dapat bersifat tidak
beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam besi, tembaga serta
bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti
pasir, kaca. Namun bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika
tercemar oleh kuman.
2. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan
penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata,
terlepasnya selaput jala (retina) atau hingga terputusnya saraf penglihatan
sehingga menimbulkan kebutaan menetap.
3. Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada
trauma kimia asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar air mata berlebihan
dan penderita nampak sangat kesakitan, trauma basa akan berakibat fatal
karena dapat menghancurkan jaringan mata atau kornea secara perlahan.
4. Trauma Radiasi
a. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan
menyebabkan kromatolisis sel.
b. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa

8
sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar dari
pembuluh darah maka terjadi edema.
c. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada kornea,
sklera dan sebagainya).

Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada kejadian trauma okuli
adalah sebagai berikut: 5
1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya
Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya kelopak
mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma tembus caian
humor akueus dapat keluar dari mata.
2. Memar pada sekitar mata
Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra.
Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami
fraktur basis kranii.
3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak
Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang
pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di segmen
anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat terlepasnya
lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.
4. Penglihatan ganda
Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena
robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak
bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.
5. Mata bewarna merah
Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan
pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah sentral.
Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan
subkonjungtiva.
6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata

9
Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada palpebra.
Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri pada mata.
7. Sakit kepala
Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga
menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat
menyebabkan sakit kepala.
8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata
Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun segmen
anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan mengganjal. Jika
terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi air
mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan pada mata.
9. Fotopobia

Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama adanya
benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea, benda asing pada
segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang masuk ke dalam mata
menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau pada pasien. Penyebab lain fotopobia
pada pasien trauma mata adalah lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil
tidak dapat mengecil dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke
dalam mata

2.2.3.2 Klasifikasi berdasarkan Etiologinya

1. Kelainan yang dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata mengenai:
A. Organ Eksterna
i. Orbita. Trauma tumpul bagian ini dapat menimbulkan fraktur orbita
ditandai dengan tepi orbita tidak rata pada perabaan.
ii. Kelopak mata ( dapat terjadi hematoma kelopak). Kelopak mata atau
palpebra dapat mengalami hematom atau edema palbebra yang
menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna
(ptosis). Dapat juga terjadi kelumpuhan N.VII yang menyebabkan kelopak
mata tidak dapat menutup dengan sempurna (lagoftalmos).

10
B. Organ Interna
i. Konjungtiva ( dapat terjadi edema kronis, hematoma subkonjungtiva).
Trauma tumpul pada konjungtiva dapat menimbulkan gangguan
penglihatan. Dapat terjadi robekan pembuluh darah konjungtiva yang
menyebabkan perdarahan subkonjungtiva ditandai dengan konjungtiva
tampak merah, berbatas tegas dan tidak menghilang/menipis dengan
penekanan yang kemudian berubah menjadi biru, menipis dan umumnya
diserap dalam waktu 2-3 hari
ii. Kornea (dapat terjadi edema kornea, erosi kornea, erosi kornea rekuren)
iii. Iris / badan silinder (dapat terjadi iridodialis dan hifema)
iv. Lensa (dapat terjadi dislokasi lensa, subluksasi lensa, luksasi lensa
anterior,subluksasi lensa posterior, katarak trauma dan cincin vossius)
v. Korpus vitreus. Pada bagian ini trauma tumpul mengakibatkan subluksasi
atau luksasi lensa mata, maka zonula Zin dan korpus vitreus menonjol ke
COA sebagai herniasi korpus vitreus. Taruma tumpul menyebabkan korpus
vitreus.
vi. Retina (dapat terjadi edema retina & koroid, dan ablasi retina)

Nervus optikus (N. II). Akibat trauma tumpul nervus optikus dapat terlepas atau putus
(avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan

2. Kelainan yang dapat terjadi akibat trauma tajam pada mata mengenai:

i. Trauma tembus kelopak mata. Trauma ini dapat menembus sebagian atau
seluruh tebal kelopak mata. Jika mengenai levator apoeurosis dapat
menyebabkan ptosis yang permanen.
ii. Trauma tembus pada saluran lakrimal. Trauma dapat menyebabkan
gangguan pada salah satu bagian dari sistem pengaliran air mata dan
pungtum lakrimal sampai rongga hidung. Jika penyembuhan tidak
sempurna akan terjadi gangguan sistem ekskresi airmata dan
mengakibatkan epifora.

11
iii. Trauma tembus pada konjungtiva. Taruma ini dapat menyebabkan ruptur
pembuluh darah kecil yang menimbulkan robekan konjungtiva dan
perdarahan subkonjungtiva mirip trauma tumpul. Jika panjang robekan
tidak lebih dari 5 mm, konjungtiva tidak perlu dijahit.
iv. Trauma tembus pada sklera. Luka kecil pada sklera sukar dilihat. Pada
luka yang agak besar, akan terlihat jaringan uvea yaitu iris, badan silier dan
koroid yang berwarna gelap disertai COA yang dangkal. Jika luka perforasi
pada sklera terletak dibelakang badan silier, biasanya COA bertambah
dalam dan iris terdorong ke belakang, koroid dan korpus vitreus prolaps
melalui luka tembus.
v. Trauma tembus pada kornea, iris, badan silinder, lensa dan korpus vitreus.
Dapat terjadi laserasi kornea yang disertai penetrasi kornea. Jika terjadi
perforasi kornea yang disertai prolaps jaringan iris melalui luka akan timbul
gejala penurunan TIO, COA dangkal atau menghilang, inkarserasi iris
melalui luka perforasi, adanya luka pada kornea, edema disertai edema
kelopak mata, kemosis konjungtiva, hiperemia, lakrimasi, fotofobia, nyeri
yang hebat, penglihatan menurun dan klien tidak dapat membuka mata
sebagai mekanisme protektif. Pada lasersi kornea yang terjadi kerena
penetrasi benda tidak boleh dicabut kecuali oleh ahli oftalmologi untuk
mempertahankan struktur mata pada tempatnya. Trauma tembus pada
kornea dapat disertai trauma pada lensa. Penetrasi lensa yang kecil hanya
menyebbakan katarak yang terisolasi tanpa mengganggu penglihatan.
vi. Trauma tembus pada koroid dan retina. Trauma tembus yang disertai
keluarnya korpus vitreus menimbulkan luka perforasi cukup luas pada
sklera. Sering terjadi perdarahan korpus vitreus dan ablasi retina.
vii. Trauma tembus pada orbita. Trauma yang mengenai orbita dapat
merusak saraf optik sehingga dapat menyebabkan krbutaan. Tanda berupa
proptosis karena perdarahan intraorbital, perubahan posisi bola mata,
protrusi lemak orbital ke dalam luka perforasi, defek lapang pandang
sampai kebutaan jika mengenai saraf optik, serta hilangnya sebagian

12
pergerakan bola mata dan diplopia jika mengenai otot-otot luar mata.
( Asuhan Keperawatan Klien Gagguan Mata, 2004)

3. Kimia

4. Trauma Radiasi Elektromagnetik

i. Trauma sinar inframerah


Akibat sinar inframerah dapat terjadi pada saat menatap gerhana
matahari dan pada saat bekerja dipemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi
akibat terkonsentrasinya sinar inframerah terlihat. Kaca yang mencairseperti
yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca akan mengeluarkan sinar
infamerah. Bila seseorang berada pada jarak 1 kaki selama satu menit didepan
kaca yang mencair dan pupilnya lebar atau midriasis maka suhu lensa akan
naik sebanyak 9 derajat celcius. Demikian pula iris yang mengabsorbsi sinar
inframerah akan panas sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa
didekatnya. Absorbsi sinar infamerah oleh lensa akan mengakibatkan katarak
dan eksfoliasi kapsul lensa.
Akibat sinar ini pada lensa maka katarak mudah terjadi pada pekerja
industri gelas dan pemanggangan logam. Sinar inframerah akan
mengakibatkan keratitis superfisial, katarak kortikal antero-posterior dan
koagulasi pada koroid.
Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sementara ataupun
permanen. Tidak ada pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi
kecuali mencegah terkenanya mata oleh sinar inframerah ini.
Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya
jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul.

ii. Trauma sinar ultraviolet (Sinar Las)


Sinar ultraviolet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat
mempunyai panjang gelombang antara 350-295 nM.

13
Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat bekerja las, da n menatap
sinar matahari atau pantulan sinar matahri diatas salju. Sinar ultra violet akan
segera merusak epitel kornea.Sinar ultra violet biasanya memberikan
kerusakan terbatas pada kornea sehingga kerusakan pada lensa dan retina
tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik kembali setelah
beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan tajam penglihatan
yang menetap.
Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan keluhan4-
10 jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata seperti
kelilipan atau kemasukan pasir, fotofobia, blefarospasme, dan konjungtiva
kemotik.
Kornea akan menunjukkan adanya infiltrat pada permukaannya, yang
kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh dan uji fluoresein positif.
Kreatitis terutama terdapat pada fisura palpebra.Keratitis ini dapat sembuh
tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan dapat permanen
sehingga akan memberikan keruhan pada kornea. Keratitis dapat bersifat
akibat efek kumulatif sinar ultra violet sehingga gambaran keratitisnya
menjadi berat.
iii. Trauma sinar X dan sinar terionisasi
Sinar Ionisasi dibedakan dalam bentuk :
1) Sinar alfa yang dapat diabaikan
2) Sinar beta yang dapat menembus 1cm jari
3) Sinar gama dan
4) Sinar x
Sinar ionisaasi dan sinar x dapat mengakibatkan katarak dan rusaknya
retina. Dosis kataraktogenik bervariasi dengan energi dan tipe sinar, lensa
yang lebih muda dan lebih peka.
Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara
tidak normal. Sedang sel baru yang berasal dari sel germinatif lensa tidak
menjadi jarang.

14
Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang
diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, perdarahan, mikroaneuris
menjadi jarang. Sinar X merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan
yang diakibatkan diabetes melitus berupa dilatasi kapiler, pendarahan,
mikroaneurisn mata dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar X dapat merusak kornea yang mengakibatkan
kerusakan permanen yang sukar diobati. Biasanya akan terlihat sebagai
keratitis dengan iridosiklitis ringan. Pada keadaan yang berat akan
mengakibatkan perut konjungtiva atrofi sel goblet yang akan mengganggu
fungsi air mata.

5. Benda Asing Pada Mata

2.2.4 Patofisiologi

Berdasarkan mekanismenya, trauma oculi dapat dibagi menjadi tiga, yakni


trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi. Trauma dapat disebakan karena
adanya benda asing yang masuk atau mengenai mata. Trauma tumpul dapat
menyebabkan kompresi jaringan secara langsung (coup) dan efek yang
ditimbulkan pada bagian berlawanan dari bagian yang terkena trauma (conter-
coup). Coup dan conter-coup ini mengakibatkan perpindahan diafragma lensa
dan iris, makular edema, ruptur koroid, fraktur orbita, laserasi, dan hematoma.
Perpindahan diafragma lensa dan iris menyebabkan struktur dan pembuluh darah
yang berada di iris memisah sehingga darah masuk ke camera oculi anterior.
Masuknya darah ke camera oculi anterior ini menyebabkan terjadinya hifema dan
penurunan tajam penglihatan. Ruptur koroid menyebabkan adanya perdarahan
subretina yang akan menstimulasi terjadinya neovaskularisasi sehingga dapat
mengakibatkan pemisahan retina dan penurunan tajam penglihatan. Laserasi
kelopak mata dapat menyebabkan kerusakan pada muskulus levator palpebra.
Adanya kelemahan pada muskulus inilah yang dapat menyebabkan ptosis.

15
Laserasi konjungtiva menyebabkan perdarahan subkonjungtiva yang pada
akhirnya juga akan menyebabkan adanya penurunan tajam penglihatan. 6
Trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi dapat menyebabkan kerusakan
lensa sehingga integritas lensa terganggu. Hal ini merangsang pengeluaran
aqueous humor dan mediator inflamasi yang nantinya mengakibatkan adanya
edema dan opaksifikasi. Protein lalu keluar ke camera oculi posterior. Proses
inflamasi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya glaukoma dan katarak
sehingga penglihatan dapat menurun. 6-7

2.2.5 Penegakkan Diagnosis

Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisis dan pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, trauma okuli jarang
mengancam nyawa dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma lain yang
lebih mengancam nyawa 4
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah
cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi
secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda
asing apabila ada riwayat pemakaian palu, pahat, ataupun ledakan, dan harus
dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian palu dan pahat
dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola mata,
dan hanya meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang
mengindikasikan adanya penetrasi sklera dan benda asing yang tertinggal.
Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma,
namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing intraokular yang
berpotensi membutakan 4
Anamnesis tentang ketajaman visus sebelum trauma dan riwayat penyakit
mata atau operasi mata amat membantu dalam mendiagnosis suatu trauma
okuli. Riwayat penyakit sistemik, pengambilan obat-obatan, riwayat alergi,

16
suntikan imunisasi tetanus dan pengambilan oral terakhir perlu ditanyakan
sebagai kemungkinan persediaan operasi
2. Pemeriksaan fisik
Sebisa mungkin dilakukan pemeriksaan oftalmik lengkap termasuk
pemeriksaan visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot
ekstraokular, tekanan intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan lain-
lain.8
Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di kantus medialis hendaknya
dipertimbangkan kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi sehingga terbukti
tidak. Pemeriksaan tulang-tulang orbita terhadap kemungkinan terjadinya
fraktur harus dilakukan. Ruptur bola mata adalah segera ditentukan pada
pemeriksaan fisis. Namun, biasanya ini tersembunyi. Pemeriksaan mata yang
mengalami trauma harus diperiksa dengan sistematis dan hati-hati agar
penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera dan mengurangi trauma yang
lebih lanjut. 8
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos
Foto polos orbita kurang membantu dalam menentukan kelainan
berbanding CT-scan. Tetapi foto polos masih dapat dilakukan. Antaranya
foto polos 3 posisi, proyeksi Waters, posisi Caldwelldan proyeksi lateral.
Posisi-posisi ini berfungsi untuk melihat dasar orbita, atap orbita dan sinus
paranasalis
b. Ultrasonografi
USG membantu dalam melihat ada tidaknya benda asing di dalam bola
mata dan menentukan lokasi ruptur
c. CT-scan
CT-scan adalah metode pencitraan paling sensitif untuk mendeteksi ruptur
yang tersembunyi, hal-hal yang terkait dengan kerusakan saraf optic,
adanya benda asing serta menampilkan anatomi dari bola mata dan orbita
(Robson, 2007).

17
d. MRI
MRI sangat membantu dalam mengidentifikasi jaringan lunak bola mata
dan orbita (Robson, 2007).

A. Rencana Terapi
1. Trauma Mata Benda Tumpul
Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian
terhadap ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan
tanda mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli mata. 9

Pemberian pertolongan pertama berupa:


a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk pemeriksaan
mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5% atau tetracain 0,5% -
1,0 %.
b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan
c. Memberikan moral support agar pasien tenang
d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena
trauma
e. Dalam hal hifema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan) tanpa
penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:
1) Tutup kedua bola mata
2) Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi
3) Evaluasi ketajaman penglihatan
4) Evaluasi tekanan bola mata
f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai
mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata.
2. Trauma mata benda tajam
Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus karena
dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan
simpatika. Pertimbangan tindakan bertujuan untuk mempertahankan bola

18
mata dan mempertahankan penglihatan. Bila terdapat benda asing dalam bola
mata, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk mengeluarkan benda asing
tersebut. Pada penderita dapat diberikan:
a. Antibiotik spectrum luas
b. Analgetik dan sedativa
c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka
3. Trauma mata benda asing
a. Ekstra Okular
1) Tetes mata
2) Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.
3) Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat
4) Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat
dengan jarum
5) Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati dan
dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang baik, angkat
dengan jarum.
6) Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic local
selama beberapa hari.
7) Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan jarum,
bisa juga dengan menggunakan magnet.
b. Intra okuler
1) Pemberian antitetanus
2) Antibiotic
3) Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menybabkan iritasi
4. Trauma Kimia (Non Mekanik)
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya
trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan
utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki penglihatan,
mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan anatomi mata,
mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia merupakan satu-satunya

19
jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa dan pemeriksaan secara
teliti.

Tatalaksana trauma kimia mencakup:


a. Penatalaksanaan Emergency
1) Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak
mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada saccus
konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal
saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata
selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma
basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2000 ml
dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan
anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi
dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak
lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi
mata dengan aliran yang konstan.
2) Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan
material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat
menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
3) Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik
sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya diberikan
bebat (verban) pada mata, lensa kntak lembek dan artificial tear (air
mata buatan)
b. Penatalaksanaan Medikamentosa. 10
Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian
obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis
selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia berat, pemberian obat-obatan
bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan
mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10

20
1) Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil.
Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma
dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi
fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di
tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon
0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan
Prednisolon IV 50-200 mg
2) Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali
sehari.
3) Asam askorbat untuk mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan
meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu pembentukan
kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal
diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai
dosis 2 gr.
4) Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan
intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder.
Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
5) Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas
netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan
bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).
6) Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan
menstabilkan barier fisiologis.
7) Asam Sitrat untuk menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi
respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam
selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua yang
terjadi 7 hari setelah trauma.
c. Pembedahan
1) Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk

21
revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan
mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan
untuk pembedahan (Kanski, 2000):
a) Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan
ulkus kornea.
b) Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft)
atau dari donor (allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel
kornea menjadi normal.
c) Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan
fibrosis
2) Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode
berikut :
a) Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival
bands dan simblefaron.
b) Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
c) Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
d) Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik,
hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
e) Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat
berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.
5. Trauma Kimia Basa.10
Dengan secepat mungkin melakukan irigasi dengan garam fisiologik.
Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan
paling sedikit 60 menit segera setelah trauma.Penderita diberi sikloplegia,
antibiotika, EDTA (ethylene Diamine Tetracetic Acid) untuk mengikat basa.
EDTA di berikan setelah satu minggu trauma basa diperlukan untuk
menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke tujuh

B. Prognosis

22
Prognosis asam baik apabila konsentrasi asam tidak terlalu tinggi sehingga
hanya terjadi kerusakan pada superficial. Prognosis trauma karena zat basa
ditentukan berdasarkan klasifikasi Hughes atau klasifikasi Thoft dan tergantung
derajat kerusakan.
1. Klasifikasi Huges
a. Ringan :
1) Prognosis baik
2) Terdapat erosi epitel kornea
3) Pada kornea tedaat kekeruhan yang ringan
4) Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
b. Sedang :
1) Prognosis baik
2) Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil secara
terperinci
3) Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva
c. Sangat berat :
1) Prognosis buruk
2) Akibat kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat
3) Konjungtiva dan sclera pucat
4)
2. Klasifikasi Thoft
Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi: 5
a. Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata
b. Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
c. Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
lepasnya epitel kornea
d. Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%
Prognosis trauma tembus okuli bergantung pada banyak faktor, yaitu : 5
1. Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik
2. Tempat luka pada bola mata

23
3. Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing
4. Benda asing megnetik atau non megnetik
5. Dalamnya luka tembus, apakah tumpul atau luka ganda
6. Sudah/belum terdapat penyulit akibat luka tembus
Prognosis trauma tumpul okuli adalah mata akan sembuh dengan baik
setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka panjang, jarang dikaitkan
dengan kerusakan penglihatan berat dan butuh pembedahan ekstensif (Sidharta,
2012).

C. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah:
1. Komplikasi Trauma Tembus Okuli :
a. Infeksi
b. Iritis
c. Katarak
2. Komplikasi Trauma Tumpul okuli (
a. Midriasis
b. Glaukoma
c. Katarak
d. Dislokasi lensa
e. Vitreous haemorrhage
f.Atrofi N. Opticus
3. Komplikasi Trauma Okuli karena Zat Kimia
a. Zat Kimia Asam : 1
1) Jaringan parut pada konjungtiva dan kornea
2) Vaskularisasi kornea
3) Glaucoma
4) uveitis
b. Zat Kimia Basa :
1) Simblefaron

24
2) Kornea keruh, edema, neovaskular
3) Mata kering
4) Katarak traumatik
5) Glaucoma sudut tertutup
6) Entropion
7) Phtisis bulbi

25
KESIMPULAN

1. Trauma okuli merupakan cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga
orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga dapat menganggu
fungsi mata sebagai indra penglihat
2. Penyebab trauma okuli dapat dibedakan menjadi penyebab mekanik baik tajam
maupun tumpul, kimia baik asam maupun basa, dan radiasi yang masing-masing
memberikan tanda dan gejala yang berbeda
3. Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan oftalmologi lengkap dan pemeriksaan penunjang berupa foto polos orbita,
USG, CT-scan, atau MRI.
4. Terapi untuk trauma okuli dapat berupa pemberian medikamentosa yaitu obat
analgetik dan antibiotik, penutupan bola mata, posisi kepala yang lebih tinggi
pada saat tidur, maupun pembedahan yang bergantung jenis trauma.
5. Prognosis trauma tumpul lebih baik dibandingkan trauma tembus yang
bergantung pada
a. Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik
b. Tempat luka pada bola mata
c. Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing
d. Benda asing megnetik atau non megnetik
e. Dalamnya luka tembus, apakah tumpul atau luka ganda
f. Sudah/belum terdapat penyulit akibat luka tembus

DAFTAR PUSTAKA

1) Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika

26
2) Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Sudarth ( Brunner & Sudarths Textbook of Medical Surgical Nursing).
Vol.3. Jakarta : EGC
3) Lang GK. 2006. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart. New
York: Thieme
4) James B, Chew C, Bron A. 2005. Trauma. In: Lecture Notes on Ophthalmology.
9th Edition. Oxford: Blackwell Publishing
5) Ilyas, Sidharta. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI
6) Olitsky, Scott E. dan Leonard B. Nelson. 2012. Pediatric Clinical
Ophthalmology. UK: Manson Publishing
7) Othman, Ihab Saad. 2009. Ophthalmic Pathology: Interactive with Clinical
Correlation. Amsterdam: Kugler Publications.
8) Mangunkusuma, Vidyapati W, 1988, Penanganan Cidera Mata dan Aspek Sosial
Kebutaan, Universitas Indonesia, Jakarta

27

You might also like