You are on page 1of 29

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malformasi anorektal merupakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh


gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari lempeng embrionik.
(R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010). Malformasi anorektal adalah anomaly kongenital
termasuk di dalamnya anus imperforata dan kloka persisten. Insidensi 1 dari 5000
kelahiran, terjadi dengan angka yang sama antara perempuan dan laki-laki. Anus
imperforata merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak
sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus
urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. (Brunicardi, et al.,
2012). Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan anus juga
sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama. Tulang belakang dan saluran
urogenital juga dapat terlibat. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita
mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Defek urologi
adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan malformasi anorektal, diikuti
defek pada vertebra, ekstrimitas dan sistem kardiovaskular.

Penanganan atresia anus dilakukan sesuai dengan letak ujung atresia terhadap
otot dasar panggul. Untuk itu, anomali dapat dibagi menjadi supralevator dan
translevator. Penanganan dan diagnosis dini diperlukan agar penanganan yang tepat
dapat dilakukan.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Malformasi anorektal merupakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh


gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari lempeng embrionik.
(R.Sjamsuhidajat & de Jong, 2010).

2.2 Embriologi

Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum, kolon


desendens, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. Emdodern usus belakang ini
juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. (T.W.Sadler, 2009).
Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang
dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah
pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membran kloaka.
(T.W.Sadler, 2009).
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum
urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh kearah
kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus uroginetalis
primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7
minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah
korpus parienalis. Membran kloakalis kemudian terbagi menjadi membran analis di
belakang, dan membran urogenitalis di depan. (T.W.Sadler, 2009).
3

Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol mesenkim, yang


dikenal sebagai celah anus atau proktodeum. Pada minggu ke-9, membran analis
koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas kanalis analis
berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nasi usus belakang, yaitu arteri
mesentrika inferior. Akan tetapi, sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari
ektoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah
kolumna analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis
gepeng. (T.W.Sadler, 2009).

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari foregut, midgut dan


hindgut. Foregut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus,
lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut
membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden sampai
pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana
kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm
atau analpit. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut.
Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan
anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra
levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital.Pada
anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot
sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter. (T.W.Sadler, 2009).

2.3 Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1


dalam 5000 kelahiran (Brunicardi, et al., 2012).
4

2.4 Anomali yang berkaitan


Sekitar 60% dari pasien memiliki anomali yang berasosiasi. Yang paling
sering adalah defek pada saluran urin, yang terjadi sekitar 50% dari pasien. Defek
pada skeletal juga sering terjadi dimana sakrum merupakan yang sering terlibat.
Banyak dari anomali asosiasi merupakan hal yang serius dan prognosis jangka
panjang dari anak dengan malformasi anorektal lebih bergantung pada keadaan
anomali yang berasosiasi ini dibandingkan dengan malformasi anorektal itu sendiri.
Jadi deteksi dini dari anomali ini sangatlah penting. Periode embriologi pada saat
ujung kaudal dari fetus berdiferensiasi (5-24 minggu) merupakan waktu dimana
sistem tubuh lainnya juga sedang berkembang. Sehingga tidak sulit untuk
membayangkan jika terjadi defek embriologi pada waktu ini yang menyebabkan
malformasi anorektal juga akan menyebabkan insidensi yang tinggi dari anomali
lainnya. Istilah asosiasi VACTERL telah ditentukan untuk menunjukkan grup non-
acak dari anomali yang berkaitan.

2.5 Klasifikasi
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati
ischii kelainan disebut :
Letak tinggi rektum berakir diatas m.levator ani (M. Pubo Coxigeus)
Letak intermediet akhiran rektum terletak di m.levator ani
Letak rendah akhiran rektum berakhir bawah m.levator ani

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam
jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum
5

Modifikasi Klasifikasi (Wingspread 1984)


Penggolongan anatomis untuk terapi dan prognosis:
Laki-laki:
Golongan I Tindakan
1. Fistel urine Kolostomi neonatus
2. Atresia rekti Operasi definitif
3. Perineum datar Usia 4-6 bulan
4. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram

Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal
rektum terhadap marka anus di kulit peritoneum.Pada teknik bayi diletakkan erek
terbalik (kepala di bawah) atau tidur telungkup (prone), dengan sinar horisontal
diarahkan ke trohanter mayor.Dinilai ujung udara yang ads di distal rektum ke marka
anus.

Laki-laki :
Golongan II Tindakan
1. Fistel perineum
2. Membran anal meconeum tract Operasi definitif pada neonatus
3. Stenosis ani Tanpa kolostomi
4. Bucket handle
5. Tanpa fistel. Udara < 1 cm
dari kulit pada invertogram

Wanita:
Golongan I Tindakan
1. Kloaka
2. Fistel vagina Kolostomi neonatus
6

3. Fistel vestibulum ano atau Usia 4-6 bulan


rekto, vestibules
4. Atresia rekti
5. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram

Golongan II Tindakan
1. Fistel perineum
2. Stenosis Operasi definitif pada neonatus
3. Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram
Pada kelainan rendah (atau distal), rectum menembus otot levator anus
sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Kelainan intermedia
merupakan kelainan menengah, ujung rectum mencapai tingkat otot levator anus
tetapi tidak menembusnya, sedangkan kelainan pada supralevator atau kelainan tinggi
(proksimal) tidak mencapai tingkat otot levator anus, dengan jarak antara ujung
rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

Gambar 1. Klasifikasi Malformasi anorektal


7

Gambar 1. Klasifikasi Malformasi Anorektal (Levitt & Pea, 2007)


8

Gambar 2. Sindrom yang berhubungan dengan Malformasi anorektal

2.6 Etiologi

Atresia ani dapat disebabkan karena:


1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur.
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan.
3. Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah
komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi
meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1
dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000
kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan
pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan
bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan atresia
ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat multigenik.
9

2.7 Diagnosis
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
Bila ada fistula pada perineum (mekoneum +) kemungkinan letak rendah
Untuk menegakkan diagnosis Malformasi anorektal adalah dengan anamnesis dan
pemeriksaan perineum yang teliti .
Persisten kloaka dapat didiagnosa secara klinik. Adanya lubang tunggal pada
perineum merupakan suatu petunjuk klinik dari kloaka persisten. Genitalia
eksternanya sering berukuran kecil. Pada pemeriksaan abdomen terkadang dapat
ditemukan massa pada abdomen, yang mungkin merupakan vagina yang mengalami
distensi (hidrokolpos) dan ini ada pada 50% pasien dengan kloaka persisten.

PENA menggunakan cara sebagai berikut:


1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :
Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti
atresia letak rendah, dilakukan. Minimal PSARP tanpa kolostomi.
Mekoneum (+) atresia letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8
minggu kemudian dilakukan tindakan definitif.
Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram .Bila
Akhiran rektum < 1 cm dari kulit disebut letak rendah
Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi
Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90% malformasi anorektal disertai dengan fistel.


Bila ditemukan:
Fistel perineal (+) minimal PSARP tanpa kolostomi.
Fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
Fistel (-) invertrogram :
10

- Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti


- Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum,


vestibulum atau fistel perianal berarti letak rendah. Bila Pada pemeriksaan Fistel
(-). Letak tinggi atau rendah.
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar ususterisi
udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical
dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) bertujuan agar udara
berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.

A. Pemeriksaan klinis
1. Pemeriksaan neonatus secara keseluruhan untuk mengetahui umur kehamilan,
berat, temperature, warna, tangisan, pernapasan, ada tidaknya jaundice, distensi
abdomen, septicemia, dan anomali kongenital lainnya.
Yang harus dipertimbangkan adalah:
a. dengan malformasi apakah bayi tersebut lahir,
b. apa yang sudah diakibatkan malformasi tersebut pada bayi.
2. Pemeriksaan untuk menentukan tipe dan asal dari anomali. Secara klinik dapat
dilakukan pada bayi perempuan tetapi tidak semua bayi laki-laki. Pada wanita
jumlah lubang pada perineum sangatlah signifikan. Jika terdapat tiga lubang
berarti masalah dapat diatasi cukup dari perineum, sedangkan jika hanya ada
dua atau satu lubang berarti memerlukan pembedahan.
3. Ada atau tidaknya anomali yang berkaitan. Periode embriologi pada saat ujung
kaudal dari fetus berdiferensiasi (5-24 minggu) merupakan waktu dimana
sistem tubuh lainnya juga sedang berkembang. Sehingga tidak sulit untuk
membayangkan jika terjadi defek embriologi pada waktu ini yang
menyebabkan malformasi anorektal juga akan menyebabkan insidensi yang
11

tinggi dari anomali lainnya. Istilah asosiasi VACTERL telah ditentukan untuk
menunjukkan grup non-acak dari anomali yang berkaitan.

1. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan rutin tetap harus dilakukan untuk mencari ke lain-lain 50%
sampai 60% penderita ini mempunyai kelainan kongenital di tempat lain.
Yang sering ditemukan adalah:
a. pada traktus genito urinarius
b. kelainan jantung
c. traktus gastrointestinal, misalnya atresia esofagus, atresia duodenum
d. tulang, misalnya tulang radius tidak ada.

2. Pemeriksaan khusus untuk kelainan anorektal


a. Wanita
Umumnya pada 80-90% wanita ditemukan fistula ke vestibulum atau vagina,
hanya pada 10-20% tidak ditemukan fistel.
Golongan 1
1. Kloaka
Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak
terjadi.Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan
kolostomi.
2. Fistel vagina
Mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar, sebaiknya
cepat dilakukan kolostomi.
3. Fistel vestibulum
Muara fistel di vulva di abwah vagina. Umumnya evakuasi feses lancar selama
penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai
makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam
keadaan optimal.
12

4. Atresia rekti
Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari
tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
5. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.

Golongan 2
1. Fistel perineum
Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat
berbentuk anus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marks anus yang rapat
ada di posteriornya. Umumnya menimbulkan obstipasi.
2. Stenosis ani
Lubang anus terletak di lokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar. Sebaiknya secepat mungkin lakukan tetapi definitif
3. Tanpa fistel
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram.Tidak ada evakuasi sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.

b. laki-laki
Perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut:
1. Perineum: bentuk dan adanya fistel
2. Urine: dicari ada tidaknya butir-butir mekonium di urin.
Dari kedua hal tersebut di atas pada anak laki dapat dibuat golongan-golongan
seperti berikut:
13

Golongan 1
1. Fistel urine
Tampak mekonium keluar dari orificium urethrae eksternum. Fistula dapat
terjadi bila terdapat fistula baik ke urethra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis
untuk membedakan lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila keteter
terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di urethra yang terhalang kateter.
Bila dengan kateter, urine berwarna hijau, berarti fistel ke vesika urinaria.
Evakuasi feses tidak lancar, dan penderita mernedukan kolostomi segera.
2. Atresia rekti. Sama dengan wanita. Perineum datar. Menunjukkan bahwa otot
yang berfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.
3. Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Karena tidak ada evakuasi feses maka
perlu segera dilakukan kolostomi.
Golongan 2
1. Fistel perineum. Sama dengan wanita.
2. Membran anal. Anus tertutup selaput tipis dan sering tampak bayangan jalan
mekonium di bawah kulit. Evaluasi feses tidak ada. Secepat mungkin
sebaiknya dilakukan terapi definitif.
3. Stenosis ani. Sama dengan wanita.
4. Bucket handle (gagang ember).
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember.
Evakuasi feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.
5. Tanpa fistel
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi feses, sehingga
perlu segera dilakukan kolostomi.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung klasifikasinya. Pada
malformasi anorektal letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada
14

beberapa waktu lalu penanganan malformasi anorektal menggunakan prosedur


abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses
dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982
memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorektoplasty,
yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani
untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel.
Bedah tradisional tidak memperbolehkan tindakan pada bagian posterior
midline Karena otot pada bagian ini dipercaya menyebabkan inkontinensia pada
anak-anak. Sehingga pendekatan dokter bedah untuk malformasi ini menggunakan
kombinasi melalui, abdomen, sacral, dan perineum dengan lapang pandang yang
terbatas.
Abdominoperineal pullthrough dilakukan dengan membuka rongga abdomen
agar mendapat visualisasi yang jelas dan identifikasi yang tepat dari otot puborektalis.
Pada operasi pullthrough ini bagian usus yang terbawah dimobilisasi, dan saluran
baru dibuat melalui dinding pelvis dengan menggunakan satu pasang forsep kurva
melaluinya, dipertahankan agar tetap dekat dengan uretra, menuju letak dari anus
yang baru dimana rectum dijahit dengan kulit perineum, membentuk hubungan
mukokutaneus.
Secara umum, ketika terdapat lesi letak rendah, yang diperlukan hanyalah
operasi daerah perineal tanpa kolostomi, sedangkan lesi letak tinggi memerlukan
kolostomi segera setelah lahir. Ketika terdapat kloaka persisten, saluran urin perlu
dievaluasi lebih teliti pada saat membuat kolostomi untuk memastikan bahwa
pengosongan yang normal dapat terjadi dan menentukan apakah buli-buli perlu
didrainase dengan vesikostomi. Jika ada keraguan terhadap jenis lesi, lebih aman
untuk melakukan kolostomi daripada membahayakan kesempatan jangka panjang
kontinensia pada bayi dengan melakukan operasi perineal yang tidak tepat.
Keberhasilan penatalaksanaan malformasi anorektal dinilai dari fungsinya
secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik
15

serta antisipasi trauma psikis.Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan
konsistensinya baik.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran
rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan
fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan
oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak
adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang
serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi
penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada
tidaknya fistula.
Leape (1987) menganjurkan pada :
Atresia letak tinggi & intermediet sigmoid kolostomi atau TCD dahulu,
setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).
Atresia letak rendah perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes
provokasi dengan stimulator otot untukidentifikasi batas otot sfingter ani
ekternus.
Bila terdapat fistula cut back incicion
Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa Malformasi anorektal letak tinggi dan
intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.
Operasi definitif setelah 4 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai
adalah posterosagital anorektoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital
anorektoplasti.
Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan eksplorasi
postero sagital anorektal plastik, akan banyak menggunakan kolostomi perlindungan
atau kolostomi sementara. Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada
16

neonatus dan bayi, yaitu: transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum) dan


sigmoidostomi (kolostomi di sigmoid). Bentuk kolostomi yang mudah dan aman
adalah laras ganda (double barrel).
Kolostomi dilakukan pada saat neonates, manfaat melakukan kolostomi
adalah :
a. mengatasi obstruksi usus
b. memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan
operasi yang bersih
c. memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap
dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan
kelainan bawaan yang lain.
Setelah dilakukan kolostomi, tindakan definitif akan dilakukan 3-4 bulan
kemudian. Dengan alasan pasien diharapkan telah memiliki keadaan umum yang
baik, fungsi peristaltis dari pasien sudah membaik. Dan komplikasi-komplikasi untuk
tindakan bedah sudah teratasi seperti gangguan sirkulasi, gangguan jalan napas, dan
keseimbangan cairan elektrolit telah terjaga. Kenapa diambil waktu 3-4 bulan karena
menurut Albanese et al, semakin cepat perbaikan dari suatu malformasi keongenital
semakin baik hasil yang didapatkan dan juga lebih cepat untuk melatih reflex
defekasi dari otak merupakan hal yang sangat penting.

Teknik operasi definitif.


Posterior sagitral anorektoplasti
Prinsip operasi:
1. Bayi diletakkan tengkurap
2. Sayatan dilakukan di perineum pada garis tengah, mulai dari ujung koksigeus
sampai batas anterior marks anus.
3. Tetap bekerja di garis tengah untuk mencegah merusak saraf.
4. Ahli bedah harus mengenal dan melakukan preservasi seluruh otot.
5. Tidak menimbulkan trauma struktur lain.
17

Perawatan Pasca Operasi PSARP


Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari, salep antibiotik
diberikan selama 8- 10 hari.
2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan
heger dilatation, 2x sehari dan tiap minggu dilakukan anal
dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai
ukuran ynag sesuai dengan umurnya .
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk
UMUR UKURAN
1 4 Bulan # 12
4 12 bulan # 13
8 12 bulan # 14
1-3 tahun # 15
3 12 tahun # 16
> 12 tahun # 17
Tabel 1. Umur dan Ukuran Busi

FREKUENSI DILATASI
Tiap 1 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 3 hari 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 minggu 2 x dal;am 1 bulan
Tiap 1 minggu 1x dalam 1 bulan
Tiap 1 bulan 1x dalam 3 bulan
Tabel 2. Frekuensi

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah


mengejakan serta tidak ada rasa nyeri dilakukan 2x selama 3-4
minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap
frekuensi diturunkan.

2.9.Prognosis
1. Dengan menggunakan klasifikasi di atas dapat dilakukan evaluasi fungsi klinis:
a. kontrol feses dan kebiasaan buang air besar;
18

b. sensasi rektal dan soiling;


c. kontraksi otot yang baik pada colok dubur.
2. Evaluasi psikologis
Fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter
atau sensasi saja, tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta
keadaan mental penderita.

VARIABEL KONDISI SKOR

1 Defekasi 1-2 kali sehari 1


2 hari sekali 1
3 5 kali sehari 2
3 hari sekali 2
> 4 hari sekali 3

2 Kembung Tidak pernah 1


Kadang-kadang 2
Terus menerus 3

3 Konsistensi Normal 1
Lembek 2
Encer 3

4 Perasaan ingin BAB Terasa 1


Tidak terasa 3

5 Soiling Tidak pernah 1


Terjadi bersama flatus 2
Terus menerus 3
19

6 Kemampuan menahan feses > 1 menit 1


yang akan keluar < 1 menit 2
Tidak bisa menahan 3

7 Komplikasi Tidak ada 1


Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor 3

Tabel 3. Skoring Klotz

Penilaian hasil skoring :


Nilai scoring 7 21 --> 7 = Sangat baik
81 = Baik
1113 = Cukup
> 14 = Kurang

Gambar 3. Newborn with Anorectal Malformation


20

Gambar 4. Newborn with Anorectal Malformation

DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, F., Andersen, D. K., Billiar, T. R., Dunn, D. L., Hunter, J. G., Matthews, J.
B., et al. (2012). Schwartz's Principles of Surgery (9 ed.). USA: Mc.Graw Hills.

Levitt, M. A., & Pea, A. (2007). Anorectal malformations. Orphanet Journal of Rare
Diseases , 2-5.

Michael R. Harrison, M., Hanmin Lee, M., Tippi MacKenzie, M., & Lan Vu, M.
(2015). Anorectal Malformation. The Univesity of California , 1-5.

R.Sjamsuhidajat, & de Jong, W. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.). Indonesia:
EGC.
21

T.W.Sadler. (2009). Lagman's Medical Embriology (10 ed.). USA: EGC.

STATUS ANAK SAKIT

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Muhammad Aldi

Umur : 5 bulan

Jenis Kelamin : Laki- laki

Agama : Islam

Suku Bangsa : Melayu

Tanggal Masuk : 19 Januari 2017

BB Masuk : 8,5 kg
22

TB Masuk : 69 cm

Alamat : Jl. Denai Gg.Bersama No.80 Medan Denai

IDENTITAS AYAH IBU

NAMA Rizki Zulhamdi Sartika Guci

UMUR 30 tahun 28 tahun

AGAMA Islam Islam

SUKU Melayu Melayu

PEKERJAAN Buruh IRT

PENDIDIKAN SLTA SLTA

RIWAYAT - -
PENYAKIT
Jl.Denai Gg.Bersama No.80 Jl.Denai Gg.BersamaNo.80
ALAMAT Medan Denai Medan Denai

II. RIWAYAT PERSALINAN

Jenis Kelahiran : Spontan pervaginam

Tempat Kelahiran : Medan

Tanggal Lahir : 28 Juli 2016

Ditolong Oleh : Bidan

Usia Kehamilan : 38 minggu

BB Lahir : 2800 gram

PB Lahir : 51 cm

Saat lahir : Menangis kuat

3 hari : ASI semaunya

Imunisasi : Tidak Lengkap


23

III. ANAMNESA

Keluhan Utama : Tidak ada anus

Telaah : Hal ini dialami oleh os sejak lahir. Bayi lahir dengan spontan
pervaginam di klinik dan ditolong oleh bidan dengan BBL 2800 gram dan
panjang badan lahir 51 cm. Mekonium tidak segera keluar pada 24 jam setelah
kelahiran. Awalnya keluarga os tidak menyadari bahwa os lahir tanpa memiliki
anus. Hal tersebut baru diketahui oleh keluarga >24 jam setelah kelahiran, dimana
dijumpai keluarnya kotoran/BAB melalui uretra. Selanjutnya dari klinik tersebut
os dirujuk ke RSUPM, dan dilakukan operasi pertama/kolostomy 5 bulan yang
lalu saat os berumur 2 hari. RPO: - RPT:-

IV. STATUS PRESENT

KU/KP/KG : Sedang/Sedang/Baik
Sensorium : Compos mentis
TD :-
HR : 140x/i
RR : 40x/i
Temp : 36,5
BB Masuk : 8,5 kg
TB Masuk : 69 cm
Anemia :-
Sianosis :-
Dyspnoe :-
24

Edema :-
Ikterus :-

V. PEMERIKSAAN FISIK

Kepala : UUB terbuka rata

Mata : RC (+/+), pupil isokor, konj. palp. Inf pucat (-/-)

T/H/M : dalam batas normal

Leher : Pemebesaran KGB (-), trakea letak medial

Thorax :

Inspeksi: simetris fusiformis, retraksi (-)

Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan

Perkusi: tidak dilakukan pemeriksaan

Auskultasi: Sp: vesikuler ; St: -

HR: 140x/i, reg, desah (-)

RR: 40x/i, reg, ronkhi (+)

Abdomen:

Inspeksi: simetris, colostomy (+)

Palpasi : distensi (-)

Perkusi: timpani

Auskultasi: peristaltik (+) normal

Ekstremitas:

Atas : oedem(-/-), T/V cukup, CRT <3, akral hangat

Bawah : oedem (-/-), T/V cukup, CRT <3, akral hangat


25

Genitalia : os laki- laki,tidak dijumpai kelainan

Anus : Bucket handle (+)

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah : 09 Januari 2016


WBC : 13.950
PLT : 441.000
RBC : 4,68x106
RDW CV : 15,60%
HGB : 11,3
RDW SD : 38,30 fl
HCT : 32,60%
PDW : 8,3
MCV : 69,70
MPV : 8,8
MCH : 24,10
P-LCR : 15,7
MCHC : 34,70
PCT : 0,39
HST
PT : 10,9 detik
INR : 0,83
APTT : 30,6 detik
LFT RFT
26

SGOT : 28 Ureum : 12

SGPT : 15 Kreatinin : 0,41

Alkaline phospatase : 335 Uric acid : 3,6

Total bilirubin : 0,22 KGD adr : 102

Direct bilirubin : 0,09

Elektrolit
Natrium :132

Kalium : 5

Klorida : 119 Albumin : 3,6

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


27

VIII. Diagnosa Kerja


Atresia Ani with fistula rectourethral + post colostomy

IX. PENATALAKSANAAN
28

Terapi
IVFD RL

Pasang Kateter

Injeksi Antibiotik

Usul : Operasi PSARP

X. Prognosa :Dubia ad bonam

XI. LAMPIRAN GAMBAR


29

You might also like