You are on page 1of 15

A.

PENGERTIAN
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau
hitung eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus diingat terdapat keadaan
tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa
eritrosit, seperti pada dehidrasi, perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh
karena itu dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai pada label
anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan
anemia tersebut (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Anemia Pada kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro,
2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr%
pada trimester II (Saifuddin, 2002).
Center for deases control and prevention (CDC) mendefenisikan
anemia pada kehamilan sebagai kadar hemoglobin lebih rendah dari 11 g/dl
pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 d/dL pada trimester
kedua (Leveno, 2009). Berdasarkan WHO, anemia pada ibu hamil adalah
bila Hb kurang dari 11 gr%(manuaba, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa anemia pada kehamilan adalah penurunan
kadar sel darah merah (Hb) dibawah rentang normal,Anemia diindikasikan
bila hemoglobin (Hb) kurang dari 12 g/dl pada wanita yang tidak hamil atau
kurang dari 10 g/dl pada wanita hamil.
B. KLASIFIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah
sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Zat Besi
Anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak
hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero
sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/
hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program

1
nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam
folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan
akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit
saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002).
Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg
(20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan
Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan
dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah,
sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada
hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama
kehamilan yaitu trimester I dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli
dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Hb 11 gr% : Tidak anemia
b) Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
c) Hb 7 8 gr%: Anemia sedang
d) Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai
800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk
janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan
massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan
dieksresikan lewat usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100
kalori akan menghasilkan sekitar 810 mg zat besi. Perhitungan makan
3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 2025 mg zat besi
perhari. Selama kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan
menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi
masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
2. Anemia Megaloblastik
Anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang
sekali karena kekurangan vitamin B12. Pengobatannya:
- Asam folik 15 30 mg per hari
- Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
- Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari

2
Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga
dapat diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang, membentuk
sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan pemeriksaan-
pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap, pemeriksaan
pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah
anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan,
kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-
organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya.
Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-
obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak
memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita
ini.
C. ETIOLOGI
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi
(Safuddin, 2002). Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada
umumnya adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-
lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan
lain-lain
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala anemia pada kehamilan yaitu:
1. Keletihan, malaise, atau mudah megantuk
2. Pusing atau kelemahan
3. Sakit kepala
4. Lesi pada mulut dan lidah

3
5. Aneroksia,mual, atau muntah
6. Kulit pucat
7. Mukosa membrane atau konjung tiva pucat
8. Dasar kuku pucat
9. Takikardi
E. KOMPLIKASI
Pada ibu hamil yang anemia dapat mengalami:
a) Keguguran.
b) Lahir sebelum waktunya
c) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
d) Perdarahan sebelum dan pada waktu persalinan.
e) Dapat menimbulkan kematian.
F. PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-
sum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, inuasi
tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada
kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang
tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa
factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system
fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan
limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk
dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel
darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan
bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5
mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya
kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah
membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini
kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat
menghambat kerja organ-organ penting.

4
G. PATHWAY
Kegagalan
produksi SDM o/
sum-sum tulang
Defisiensi B12, Destruksi SDM
asam folat, besi berlebih Perdarahan/hemofilia

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia

Suplai O2 dan nutrisi ke


jaringan berkurang
5
Makanan Energi untuk
susah
Peristaltik Intoleransi membentuk antibodi
Konstipasi
dicerna aktivitas
menurun Kelelahan
Mekanisme an aerob berkurang
Resiko infeksi
Pola nafas
sesak
tidak efektif

Gg. perfusi
Gastro intestinal Hipoksia SSP jaringan
serebral
Penurunan kerja
GI Reaksi antar saraf
berkurang
Asam laktat
As. Lambung
meningkat Pusing
ATP berkurang

Anoreksia
mual Nyeri

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM


1. Jumlah darah lengkap: hemoglobin dan hemalokrit menurun
2. Jumlah eritrosit : menurun berat (aplastik); MCV (volume korpuskular
rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik,). Pansitopenia (aplastik).
3. Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun, meningkat (respons
sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
4. Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk
(dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
5. LED: Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal:
peningkatan kerusakan sel darah merah atau penyakit malignasi.

6
6. Masa hidup sel darah merah berguna dalam membedakan diagnosa
anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai
waktu hidup lebih pendek.Tes kerapuhan eritrosit : menurun
7. SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial)
mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
Jumlah trombosit : menurun caplastik; normal atau tinggi (hemolitik)
8. Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia
sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi.
9. Besi serum : tak ada; tinggi (hemolitik)
10. TBC serum : meningkat.
11. Feritin serum : meningkat.
12. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
13. LDH serum : menurun
14. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine
15. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak
adanya asam hidroklorik bebas (AP).
16. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan
tipe anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum
dengan penurunan sel darah (aplastik).
17. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI (Doenges, 1999).
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tindakan umum:
1. Transpalasi sel darah merah
2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.
3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.
4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang
membutuhkan oksigen.
5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada

7
6. Diet kaya besi yang mengandung daging dan sayuran hijau.
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
2. Biodata pasien
3. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat penyakit sekarang (demam tinggi, anoreksia, malaise)
c) Riwayat kesehatan masa lalu
d) Riwayat kesehatan keluarga
e) Riwayat imunisasi (bayi dan anak)
f) Riwayat kehammilan
g) Riwayat tumbuh kembang
4. Pola aktivitas sehari-hari
5. Nutrisi / minum
6. Tidur / istirahat
7. Eliminasi (BAK, BAB)
8. Keadaan umum: Tingkat kesadaran dan TTV
9. Pemeriksaan fisik
a) Mata: terdapat konjingtivitis
b) Kepala : nyeri kepala
c) Hidung: banyak terdapat sekret, influenza, rhitis/koriza,
perdarahan hidung
d) Mulut dan bibir : mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut
terasa pahit
e) Kulit: permukaan kulit (kering), turgor kulit rasa gatal, ruam, kaku
pada leher, muka, lengan, dan kaki (pada stdium konvalensi),
panas.
f) Pernafasan : pola nafas, RR, batuk, sesak napas, wheezing, ronchi,
sputum.
g) Tumbang : BB, TB, BBL, tumbang pada imunisasi
h) Pola defekasi ; BAK, BAB, diare
i) Status nutrisi : intake-output, nafsu makan.
10. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan adanya leukopeni dalam
sputum,sekresi nasal.
b) Sedimen urine dapat ditemukan adanya multi nucleated glant sel
yang khas.
c) Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition
test dan complement.
d) Fiksatior test akan ditemukan adanya anti body yang spesifik
dalam 1-3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya
pada 2-4 minggu kemudian.

8
11. Diagnosa Keperawatan
a) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang kurang, anoreksia
c) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder
yang tidak adekuat (mis: penurunan hemoglobin, eukopenia,
supresi/penurunan respon inflamasi)
d) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang.
12. Intervensi Keperawatan
Dx 1: Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan bronkospasme.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV
dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat
upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan /
pelebaran nasal.
- Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti
krekels, wheezing.
- Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas /
kegagalan pernafasan.
3) Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
- Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
4) Observasi pola batuk dan karakter sekret.
- Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5) Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
- Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6) Kolaborasi: Berikan oksigen tambahan dan berikan humidifikasi
tambahan misalnya: nebulizer

9
- Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,
memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran sekret.
Dx 2: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
perubahan komponen seluler yang diperlukan untuk mengirim O2 ke
sel ditandai dengan warna kulit pucat, pasien merasa tangan dan
kakinya dingin.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pada klien teratasi
dengan kriteria hasil: Suhu ekstremitas dalam rentang normal, tidak
ada tanda kepucatan dan kelemahan otot berkurang.
Intervensi:
1) Kenali adanya perubahan tekanan darah.
- Untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi perfusi
jaringan.
2) Auskultasi suara paru seperti crackel atau suara lainnya.
- Untuk mengetahui adanya cairan pada paru.
3) Monitor dan dokumentasikan denyut jantung, ritme dan nadi
- Untuk mengetahui perubahan yang dapat berpengaruh
terhadap perfusi jaringan.
4) Monitor nadi di sekeliling, kapiler dan suhu serta warna
ekstremitas
- Untuk mengetahui apabila terjadi perubahan perfusi pada
jaringan.
5) Pertahankan keseimbangan cairan dengan memberikan cairan IV
atau diuretic dengan tepat
- Untuk mempertahankan balance cairan dan tidak
memperburuk edema
6) Monitor masukan dan pengeluaran nutrisi, keluaran urine, dan
berat badan pasien dengan tepat
- Untuk mengetahui apabila terjadi ketidakseimbangan cairan
sehingga dapat diberikan intervensi yang tepat kepada pasien.
Dx 3: Nyeri akut b.d agen cedera biologis (asam laktat) ditandai
dengan perilaku distraksi (gelisah), pasien mengeluh nyeri kepala,
pasien Nampak meringis, dispneu/takipneu.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam, diharapkan
nyeri klien berkurang

10
Kriteria hasil: Klien tidak meringis, Klien tidak tampak cemas dan
Skala nyeri klien 1 (0-5)
Intervensi :
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan kuantitas nyeri.
Gunakan skala dari 0 (tidak ada nyeri ) 5 (nyeri paling buruk)
- Untuk mengetahui derajat nyeri
2) Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri klien dan cara klien mengatasinya
- Untuk mengetahui penanganan nyeri awal yang dilakukan
3) Kaji pengaruh nyeri terhadap kualitas kehidupan klien seperti
istirahat, nafsu makan, aktifitas, kognitif, hubungan dengan orang
lain, pekerjaan dan perannya di masyarakat
- Untuk mengetahui sejauh mana nyeri tersebut mengganggu
aktivitas
4) Kurangi atau obati factor pencetus nyeri
- Untuk membantu mengurangi nyeri
5) Ajarkan penggunaan teknik non-farmakologis seperti guided
imagery, distraksi, back massage, terapi music, dll untuk
mengontrol nyeri klien
- Teknik nonfarmakologis digunakan untuk mengurangi nyeri.
6) Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respons
klien terhadap ketidaknyamanan seperti temperatur ruangan,
pencahayaan, dan kegaduhan
- Untuk mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan
7) Kolaborasi pemberian analgesic jika perlu dan awasi
penggunaannya serta efek sampingnya.
- Untuk mengurangi nyeri
Dx 4: Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder
yang tidak adekuat (mis: penurunan hemoglobin, eukopenia,
supresi/penurunan respon inflamasi).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: Mngidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan
resiko infeksi.
Intervensi:
1) Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh memberi perawatan
mencegah infeksi

11
- Mencegah kontaminasi silang
2) Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/ perawatan luka.
- Menurunkan resiko infeksi bakteri
3) Tingkatkan masukan cairan adekuat.
- Membantu dalam pengenceran secret pernafasan untuk
mempermudah pengeluaran dan mencegah statis cairan tubuh.
4) Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau
tanpa demam
- Adanya proses inflamasi / infeksi membutuhkan evaluasi /
pengobatan.
5) Kolaborasi: berikan antiseptic topical, antibiotic sistemik.
- Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan
kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.

Dx 5: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan klien dapat kembali beraktifitas dengan kriteria hasil.
Kriteria hasil: Keseimbangan aktifitas dan istirahat, menggunakan tidur
dan istirahat untuk memulihkan energi, mengenali pembatasan energi,
mengatur aktivitas untuk menyimpan energi, adaptasi gaya hidup
sesuai tingkat energi dan berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa
disertai peningkatan tekanan darah, nadi, RR.
Intervensi:
1) Kaji tanda dan gejala yang menunjukan ketidaktoleransi terhadap
aktivitas dan memerlukan pelaporan terhadap perawat dan dokter
- Untuk mengetahui tanda dan gejala dari intoleransi aktivitas
klien
2) Tingkatkan pelaksanaan ROM pasif sesuai indikasi
- Untuk meringankan aktivitas klien agar jkien tidak mudah
lelah

12
3) Berikan lingkungan tenang
- Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen
tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
4) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
- Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan
pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
5) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik menghemat energi,
terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan
aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
- Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan.
Dx 6: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi pasien tercukupi.
Kriteria hasil :
Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil, Intake
nutrisi sesuai kebutuhan, intake cairan sesuai kebutuhan, pasien tidak
menunjukkan tanda-tanda kekurangan energi dan kadar hematokrit
normal.
Intervensi:
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
- Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
- Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan
3) Timbang berat badan tiap hari.
- Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
nutrisi.
4) Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan
diantara waktu makan.
- Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
5) Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain
yang berhubungan.
- Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada
organ.

13
6) Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral luka.
- Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila
jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.

7) Kolaborasi :
a. Berikan obat sesuai indikasi, mis.Vitamin dan suplemen
mineral, seperti sianokobalamin (vitamin B12), asam folat
(Flovite); asam askorbat (vitamin C).
- Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan/atau adanya
masukan oral yang buruk dan defisiensi yag diidentifikasi.
b. Besi dextran (IM/IV.)
- Diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi dan disimpan untuk yang
tak dapat diabsorpsi atau terapi besi oral, atau bila kehilangan darah terlalu
cepat untuk penggantian oral menjadi efektif.
Dx 7: Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan: pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil: Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari, konsistensi
feses lembut, dan eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan.
Intervensi:
1) Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk
menjalankannya
- Untuk mengembalikan keteraturan pola defekasi klien
2) Atur waktu yang tepat untuk defekasi klien seperti sesudah makan
- Untuk memfasilitasi refleks defekasi
3) Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi
- Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan eliminasi fekal
4) Berikan cairan jika tidak kontraindikasi 2-3 liter per hari.
- Untuk melunakkan eliminasi feses

14
15

You might also like