Professional Documents
Culture Documents
Anatomi perineum
Perineum dibagi menjadi dua segitiga (Gambar 1). Segitiga anterior disebut
segitiga urogenital, yang apeksnya adalah simfisis pubis. Bagian ini dibatasi di
anterolateral oleh ischium, dan dasarnya dibentuk oleh garis melintang yang
menghubungkan tuberositas ischium (Gambar 2). Segitiga posterior disebut
segitiga anal dan memiliki batas bawah yang sama antara tuberositas ischium.
Batas ini dibatasi di posterolateral oleh ligamentum sakrotuberosa, yang apeksnya
berada di coxae. Titik pertemuan segitiga anterior dan posterior disebut perineal
body dan berperan sebagai suatu penahan yang kuat dan mendukung anatomi
perineum (Gambar 3).
Segitiga urogenital dibagi menjadi ruang perineal superfisial dan dalam,
yang dibatasi oleh diafragma urogenital (Gambar 4). Aspek superior ruang
perineal dibatasi oleh fascia inferior diafragma urogenital dan dibagian superior
oleh membrana perineal. Bagian ini berisikan otot-otot perineum superfisial dan
pada pria, berisikan pangkal skrotum, penis, dan uretra, dan pada perempuan,
berisikan kelenjar vestibularis, vestibulum vagina, klitoris, dan vulva. Ruang
perineal dalam terbentuk oleh diafragma urogenital, fascia yang mendudukinya,
dan struktur-struktur yang melewatinya, yaitu uretra, kelenjar bulbouretra, dan
uretra membranosa pada laki-laki dan vagina inferior pada perempuan. Segitiga
anal berisikan orifisium anal, sfingter ani eksterna, fossa ischiorektal, dan kanalis
pudendum. Drainase limfatik perineum, skrotum, dan vulva mengikuti jalur
pembuluh pudendus dan mengalirkannya pada nodus limfe superfisialis dan
subinguinalis. Aliran limfatik superfisial dari regio gluteal berjalan di sepanjang
punggung dan bergabung dengan nodus limfe superfisial dan subinguinal.
Pembuluh limfatik profunda berjalan dengan pembuluh darahnya yang
bersesuaian.
Teknik Pencitraan
Tujuan CT dan MRI dalam evaluasi massa perineum adalah untuk
menetapkan sumber anatomis, perluasan dan gambaran radiologi lesi tertentu. CT
dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk menentukan lokasi massa dan
harus ditinjau dalam tiga bidang untuk menetapkan hubungan anatomis massa.
MRI merupakan modalitas pilihan untuk mengevaluasi regio perineum
karena memberikan gambar multibidang dengan diferensiasi kontras jaringan
yang lebih unggul. Pemeriksaan ini harus mencakup sekuens dengan pembobotan
T1 dan T2 aksial dengan dan tanpa saturasi lemak. Sekuens dengan pembobotan
T2 koronal dan sagital membantu untuk menetapkan anatomi lesi dan sekuens
dengan pembobotan T1 dengan penguatan kontras dan gradien disupresi lemak
sangat penting dalam menetapkan suplai pembuluh darah dan hubungannya ke
pembuluh darah. Ultrasound bisa membantu ketika massa bersifat superfisial
untuk menetapkan vaskularitas dan invasi organ yang berdekatan, dan 18-F FDG
PET berguna untuk mendeteksi penyakit metastasis dan ketika massa tidak terlihat
dengan jelas pada CT atau MRI.
Artikel ini menyoroti gambaran klinis dan gambaran pencitraan tumor
perineum yang tidak biasa yang sering ditemukan, yang dibagi menjadi tiga
kategori. Tumor jaringan lunak yang mencakup angiomiksoma agresif, teratoma
sakrokoksigeal, sarkoma epiteloid, plasmasitoma ekstramedularis, tumor fibrosa
soliter, liposarkoma, dan metastasis. Massa anorektal terdiri atas karsinoma sel
skuamosa dan tumor stroma gastrointestinal rektal. Massa urogenital mencakup
karsinoma uretra.
Teratoma Sakrokoksigeal
Teratoma sakrokoksigeal merupakan neoplasma padat yang paling sering
ditemukan pada neonatus, dengan 75% dari bayi yang terserang adalah perempuan
[9,10]. Teratoma sakrokoksigeal mengandung jaringan yang berasal dari
ektodermis, mesodermis dan endodermis. Keadaan ini diyakini muncul pada masa
kehamilan awal dari sel-sel totipoten nodus Hensen, yang bermigrasi ke arah
kaudal ke tulang coxae [11].
Teratoma sakrokoksigeal dapat dikelompokkan sebagai matur, immatur, dan
ganas. Teratoma dengan transformasi ganas mengandung sel-sel maligna yang
berasal dari jaringan yang matur. Terdapat kecenderungan diantara populasi
pediatri ke arah transformasi ganas teratoma sakrokoksigeal sejalan dengan
penambahan usia. Namun, pada orang dewasa, tumor jinak lebih mendominasi.
Teratoma sakrokoksigeal biasanya berisikan komponen kistik dan solid. Kista
teratoma sakrokoksigeal dapat berisikan cairan serosa atau mukoid atau bahan
sebasea dan dilapisi dengan epitelium sejati [11, 12]. Hampir semua jenis jaringan
bisa ditemukan pada teratoma sakrokoksigeal. Jaringan neuroglia, kulit, epitel
saluran pencernaan dan pernapasan, serta otot merupakan unsur yang paling
banyak ditemukan. Penatalaksanaannya adalah reseksi pembedahan secara dini
dengan eksisi coxae secara sepenuhnya karena sarang sel-sel neoplastik
mikroskopis sering ditemukan pada coxae atau sangat berdekatan dengan koksae.
Pada CT, teratoma sakrokoksigeal tampak sebagai suatu massa yang
kompleks dengan area solid dan kistik, dengan atau tanpa septa. Kista seringkali
terlihat berdinding tebal dan bisa mengandung lemak. Elemen yang terkalsifikasi
atau nodul padat yang kecil tidak jarang ditemukan [12]. CT digunakan untuk
menggambarkan struktur pertulangan pelvis, mengidentifikasi area-area perluasan
ke intrapelvis, dan mengevaluasi area mineralisasi.
MRI memungkinkan evaluasi tumor dengan lebih baik yang penting untuk
perencanaan praoperatif yang akurat (Gambar 6). Selain itu, MRI dapat menilai
perubahan hemoragik dan ekstensi intrapelvis atau intraspinal massa dan
memberikan pengukuran dengan ukuran yang akurat. Angiografi pra operatif
dapat dipertimbangkan untuk evaluasi suplai darah dan embolisasi pada tumor
yang berukuran lebih besar. Diagnosis banding lesi kista sederhana
prasakrokoksigeal pada orang dewasa mencakup meningocele anterior, kista
duplikasi rektal atau anal, dan kista kelenjar anal. Pada keadaan pembedahan yang
tepat, seroma atau urinoma perlu dipertimbangkan, dan pada keberadaan lesi
kistik multilokulasi kista tailgut (hamartoma kistik retrorektal) harus
dipertimbangkan.
Sarkoma Epiteloid Tipe Proksimal
Sarkoma epiteloid merupakan sarkoma jaringan lunak gradasi tinggi langka
yang terjadi terutama pada pria muda. Secara histologi, kelainan ini terlihat
sebagai proliferasi multinodular sel-sel epiteloid yang mungkin memiliki tampilan
yang menyerupai rhabdoid [13, 14]. Sarkoma epiteloid diklasifikasikan menjadi
dua tipe. Tipe konvensional atau distal terjadi di ekstremitas atas dan bawah, dan
tipe proksimal memiliki predileksi pada genitalia, terutama vulva, penis, pelvis,
dan bokong [15-17].
Sarkoma tipe proksimal menunjukkan perbedaan klinis dan histologi yang
signifikan dari sarkoma epiteloid konvensional. Kelainan ini ditandai dengan
sitomorfologi epiteloid sel besar, atipia sitologi yang jelas, dan kemunculan
gambaran rhabdoid yang sering. Perjalan klinisnya biasanya berlarut-larut dan lesi
bersifat lebih agresif, atau setidaknya bermetastasis dalam waktu yang lebih cepat,
dibandingkan sarkoma epiteloid konvensional [18].
Penatalaksnaaan sarkoma epiteloid adalah eksisi luas [14]. Radioterapi dosis
radikal pascaoperatif meminimalkan risiko kekambuhan lokal, terutama ketika
tumor primer berukuran lebih dari 3 cm [19]. Amputasi dipersiapkan untuk
kekambuhan penyakit yang bersifat inoperable setelah radioterapi sebelumnya.
Sarkoma epiteloid tipe proksimal terlihat sebagai massa multinodular atau
multilobus. Kalsifikasi seringkali ditemukan dan dapat terlihat paling jelas pada
CT (Gambar 7A). Namun, keberadaan kalsifikasi jarang bersifat spesifik dan
seringkali berhubungan dengan degenerasi tumor. Ultrasound dapat membantu
untuk membedakan vaskularitas dan memandu biopsi (Gambar 7B). Pada MRI,
sarkoma epiteloid tipe proksimal memiliki pola signal yang heterogen pada
gambar dengan pembobotan T1 dan T2. Tepi massa berkisar dari berbatas tegas
hingga tidak berbatas tegas, dan intensitas signal yang tinggi pada gambar dengan
pembobotan T1 dan T2 bersesuaian dengan area nekrosis perdarahan [20].
Peningkatan penyerapan kontras biasanya bersifat heterogen (Gambar 7C)
dikarenakan degenerasi hemoragik atau nekrotik.
Plasmasitoma ekstramedularis di Rektum dan Kanalis analis
Neoplasma sel plasma merupakan suatu spektrum kelainan yang terdiri atas
myeloma multipel, plasmasitoma, plasmasitoma ekstramedular, dan leukemia sel
plasma. Plasmasitoma ekstramedularis primer terdiri atas proliferasi sel-sel
monoklonal dengan diferensiasi plasmasitik di tempat ekstramedular. Kelainan ini
bisa ditemukan di jaringan lunak, tulang, atau keduanya [21].
Plasmasitoma ekstramedularis primer merupakan neoplasma yang jarang
ditemukan, yang menyusun 3% dari semua tumor sel plasma. Kelainan ini terjadi
paling sering pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan dan menunjukkan rasio
laki-laki: perempuan sebesar 3:1. Sebagian besar, yaitu 80-90% mengalaminya di
area kepala dan leher. Tempat lainnya yang terdokumentasi mencakup buli, SSP,
orbita, traktus gastrointestinal, hepar, limpa, pankreas, paru, dan payudara.
Tujuan penatalaksanaan adalah pengendalian lokal dengan terapi radiasi,
reseksi pembedahan, atau keduanya, bergantung pada tempatnya. Terapi sistemik,
seperti kemoterapi atau transplantasi sel punca autolog direkomendasikan untuk
plasmasitoma multipel, rekuren dan refraktorik [22, 23]. Plasmasitoma
ekstramedularis primer memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan jenis
tumor sel plasma lainnya, namun rekurensi lokal terjadi pada 30% dari kasus [24].
Temuan pencitraan plasmasitoma ekstramedularis primer bersifat
nonspesifik. CT menunjukkan massa berdensitas jaringan lunak (Gambar 8A)
dengan peningkatan penyerapan kontras ringan hingga sedang. Tumor biasanya
bersifat isointens pada gambar dengan pembobotan T1 dan iso hingga hiperintens
pada gambar dengan pembobotan T2 relatif terhadap otot, dengan karekteristik
peningkatan penyerapan kontras yang sama dengan pada CT [25]. Tumor yang
berukuran besar bisa menunjukkan area nekrosis dan biasanya berhubungan
dengan efek massa, destruksi, infiltrasi, atau pembungkusan struktur yang berada
di dekatnya. Bisa ditemukan adanya pembesaran nodus limfe regional (Gambar
9).
Ambilan FDG PET plasmasitoma ekstramedularis primer tidak diketahui
dengan baik, meskipun telah dilaporkan adanya ambilan FDG pada tulang pada
pasien-pasien dengan plasmasitoma soliter tulang dan myeloma multipel [26-28].
Dalam kasus kami, plasmasitoma ekstramedularis primer rektum dan kanalis
analis serta pembesaran nodus limfe menunjukkan ambilan FDG yang hebat
(Gambar 8B).
Liposarkoma
Liposarkoma merupakan salah satu dari dua sarkoma jaringan lunak yang
paling sering ditemukan pada orang dewasa, dan yang lainnya adalah histiositoma
fibrosa. Kelainan ini seringkali ditemukan di ekskremitas, terutama paha [29, 30].
Liposarkoma yang melibatkan pelvis jarang ditemukan [31], dengan prevalensi
puncak selama dekade kelima hingga ketujuh kehidupan. Pada pemeriksaan
makroskopis, liposarkoma terlihat menunjukkan tampilan yang berwarna abu-abu-
putih-kuning dan biasanya lebih opak dibandingkan lipoma. Tumor ini berasal
dari sel-sel mesenkimal primitif. Pada analisis histologi, liposarkoma yang
berdiferensiasi baik memiliki susunan seluler yang berkisar dari sel lemak yang
terlihat matur hingga sel-sel stelata pleomorfik [32]. Penatalaksanaan sarkoma
jaringan lunak pelvis mencakup eksisi secara pembedahan dan terapi radiasi.
Liposarkoma pelvis, bahkan yang bergradasi sangat rendah, memiliki
kemungkinan rekurensi yang lebih tinggi sehingga memiliki prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan liposarkoma pada ekstremitas.
Sebagian besar liposarkoma terlihat berbatas tegas pada MRI, yang sebagian
besar dengan tepi yang berlobus. Kelainan ini memiliki intensitas signal yang
tinggi pada gambar dengan pembobotan T2 (gambar 9B) dengan area peningkatan
penyerapan kontras pada gambar yang diperkuat kontras (Gambar 9). Tumor ini
menunjukkan penyerapan kontras yang sangat lemah atau tidak ada sama sekali
setelah pemberian bahan kontras secara intravena pada sekuens gambar dengan
pembobotan T1 gradient recalled tersaturasi lemak. Sekuens dengan pembobotan
T2 dengan dan tanpa saturasi lemak juga bisa bermanfaat untuk menggambarkan
jumlah lemak dan jaringan lunak. Pada keadaan tidak adanya intensitas signal
lemak, liposarkoma tidak dapat dibedakan dari tumor jaringan lunak lainnya.
Massa dengan intensitas signal lemak yang mendominasi lebih berkemungkinan
merupakan lipoma yang jinak.
Lesi dengan lemak yang sedikit namun tetap saja bahwa sebagian besar
terdiri atas lemak dapat merupakan apakah itu lipoma atau suatu tumor lipomatosa
atipikal. Diferensiasi dua kelainan ini tidak dapat dibuat berdasarkan temuan
pencitraan saja.
Penyakit metastasis
Penyakit metastasis ke perineum jarang ditemukan meskipun banyaknya
suplai pembuluh darah dan pembuluh limfatik di fossa ischiorektal. Tumor primer
yang paling sering ditemukan memperlihatkan limfadenopati metastasis di ruang
perirektal dan ischiorektal adalah karsinoma anorektal dan karsinoma prostatika.
Tumor lainnya mencakup karsinoma kolon, melanoma, karsinoma buli, dan
limfoma (Gambar 11-13). Temuan CT pada penyakit metastasis biasanya
mencakup massa tunggal atau multipel padat di area perirektal yang menginfiltrasi
lemak fossa ischiorektal yang berada didekatnya (Gambar 13).
Massa anorektal
Karsinoma sel skuamosa anal
Kanker kanalis analis menyusun 1.5% dari semua kanker gastrointestinal
dan 5% dari semua keganasan anorektal. Usia puncaknya adalah pada dekade
ketujuh kehidupan dan rasio perempuan: laki-laki adalah 5:1 [38, 39]. Karsinoma
sel skuamosa menyusun 8% dari jenis histologi sementara adenokarsinoma
menyusun sekitar 10% nya. Faktor predisposisi akan penyakit ini mencakup
radiasi sebelumnya, penyakit Crohn, fistula ani kronis, karsinoma serviks pada
wanita, dan kutil kelamin yang disebabkan oleh virus papilomavirus manusia tipe
16 dan 18 [40].
Karsinoma anal merupakan suatu penyakit yang bersifat lambat yang
bersifat ekstensif secara lokal. Pada saat datang, sekitar 25% menunjukkan
keterlibatan nodus limfe regional. Lokasi penyebaran limfatik beragam sesuai
dengan posisi tumor primer yang berkaitan dengan linea dentata. Diatas linea
dentata, drainase limfatik adalah ke nodus limfe perirektal, iliaka interna, dan
nodus retroperitoneal. Dibawah linea dentata, drainasenya adalah ke nodus
inguinalis.
Reseksi abdominoperineal, yang menyebabkan kolostomi permanen,
sebelumnya diduga dibutuhkan untuk semua kanker anal yang kecil kecuali yang
berada dibawah linea dentata. Namun, tindakan yang tetap mempertahankan
sfingter ani seperti terapi radiasi saja atau kemoterapi yang sejalan dengan terapi
radiasi dosis rendah baru-baru ini telah digunakan dan menunjukkan keberhasilan.
Kelangsungan hidup keseluruhan setelah kanker anal adalah 70-80% pada 5 tahun
[41].
Karena lokasinya, kanker kanalis analis mudah untuk dievaluasi secara
klinis. CT dan MRI dilakukan untuk menetapkan perluasan lesi primer, invasi
organ yang berada didekatnya, dan adanya metasatasis nodus atau metastasis jauh.
Tanda-tanda ekstensi tumor lokal secara radiologi mencakup ketebalan sfinter atau
otot levator ani yang asimetris dan untaian linear di fossa ishiorektal.
Pada ultrasound endorektal, massa biasanya terlihat hipekoik dibandingkan
dengan mokosa yang normalnya hiperekoik, dengan invasi yang ditandai dengan
terganggunya ekspansi dari sfingter ani interna yang normalnya secara seragam
berbentuk hipoekoik [42].
Pada CT, massa terlihat sebagai lesi jaringan lunak perianal yang menyerap
kontras yang meluas ke lemak yang berada di dekatnya. PET menunjukkan tumor
yang FDG dengan jumlah yang sangat besar, ekstensi lokal, dan nodus iliaka
eksternal metastasis (Gambar 14).
MRI, dengan apakah itu susunan kumparan pada fase permukaan atau
endoluminal, memungkinkan evaluasi kedalaman invasi dan visualisasi struktur
yang berada di dekatnya dengan lebih baik (struktur otot lantai pelvis, vagina, dan
uretra). Karsinoma anal biasanya memperlihatkan signal yang tinggi pada
pencitraan dengan pembobotan T2 (Gambar 14C) dan menunjukkan peningkatan
penyerapan cahaya yang jelas. Setelah kemoterapi neoadjuvan, suatu respon yang
positif terhadap penatalaksanaan terlihat terutama dengan penurunan ukuran
massa dan penurunan signal T2 [43].
Massa urogenital
Kanker uretra merupakan tumor yang jarang ditemukan, yang menyusun
kurang dari 1% dari keseluruhan keganasan. Kelainan ini paling sering dktemukan
pada dekade ketujuh. Tipe histologisnya adalah karsinoma sel transisional (55%),
karsinoma sel skuamosa (24%), dan adenokarsinoma.
Insidensi jenis histologi berbeda-beda menurut ras dan jenis kelamin [48].
Pada pria, 80% merupakan karsinoma sel skuamosa. Tujuh puluh lima persen
pasien memiliki riwayat striktur uretra atau penyakit menular seksual. Sekitar
60% dari karsinoma sel skuamosa terjadi pada pars bulbomembranosa, 30% pada
penis, dan 10% pada uretra pars prostatika. Gejala yang terlihat mencakup massa
yang teraba di perineum atau di sepanjang batang uretra dengan atau tanpa gejala
berkemih obstruktif. Karsinoma uretra lebih mudah untuk dikendalikan secara
pembedahan dan memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan karsinoma
uretra posterior. Eksisi secara pembedahan merupakan penatalaksanaan pilihan
yang utama. Pada perempuan, kanker uretra dibagi menjadi tumor di anterior dan
tumor keseluruhan. Tumor anterior terletak di sepertiga disal uretra dan bergradasi
rendah. Sebagian besar memperlihatkan adanya perdarahan uretra, frekuensi
berkemih, atau massa uretra yang teraba.
Tumor uretra keseluruhan bisa memiliki gejala yang sama pada awal awitan
penyakit namun mungkin tidak akan terlihat hingga pada fase lanjut [49].
Dibawah diafragma urogenital, nodus limfe mengaliri ke nodus limfe superfisial
dan profunda dan uretra posterior mengaliri ke nodus limfe iliaka eksterna,
hipogastrika dan obturator. Eksisi lokal merupakan penatalaksanaan pilihan untuk
lesi pada uretra anterior; namun, untuk lesi uretra keseluruhan pada perempuan,
kombinasi operasi, terapi radiasi dan kemoterapi mungkin dibutuhkan.
Tumor uretra terlihat sebagai massa jaringan lunak di sepanjang perjalanan
uretra. Tumor ini bisa menjalar ke perineum yang berada di dekatnya (gambar
16B) dan tampilan uretra normal yang menyerupai target mungkin terganggu [50,
51]. CT mungkin menunjukkan massa uretra dengan atenuasi jaringan lunak
(Gambar 16B). PET menunjukkan metabolisme yang tinggi di dalam tumor dan
digunakan untuk mengidentifikasi nodus limfe pelvis dan inguinal metastasis
(Gambar 16A).
Pada pria, temuan MRI yang khas untuk karsinoma uretra adalah massa
dengan penurunan intensitas signal relatif terhadap jaringan korporal baik pada
sekuens dengan pembobotan T1 maupun T2 [52]. MRI dapat menggambarkan
invasi korpora kavernosa dan berguna untuk menunjukkan lokasi tumor, ukuran
dan penentuan stadium lokal [53].
Pada perempuan, MRI telah dilaporkan bernilai akurat untuk mengevaluasi
tumor uretra lokal pada 90% dari seluruh pasien. Tumor uretra biasanya terlihat
hipointens pada gambar dengan pembobotan T1 dan hiperintens pada gambar
dengan pembobotan T2. Perluasan tumor paling baik dievaluasi pada gambar
dengan pembobotan T2.
Kesimpulan
Tumor jaringan lunak perineum memperlihatkan sekelompok tantangan
yang khas, baik dalam hal diagnosis serta penatalaksanaannya, mengingat
kedekatan tumor ini dengan struktur urogenital dan anorektal. Kurangnya batas
anatomis yang jelas, kedekatannya, dan terlewatnya batasan pada beberapa
struktur mencegah atau membatasi reseksi dengan batas pembedahan yang
adekuat. Besarnya volume pada fossa ischiorektal memungkinkan tumor untuk
tumbuh dan menyebar tanpa menimbulkan gejala. CT dan MRI sangat membantu
dalam melakukan identifikasi dan menentukan ciri lesi di perineum, dapat
mempersempit pertimbangan diagnostik, memungkinkan evaluasi perluasan dan
invasi tumor, dan membantu dalam merencanakan terapi.
Gambar 1. Skematika perineum yang memperlihatkan segitiga urogenital (UT)
yang di bagian anterior dibatasi oleh rami pubis inferior (IPR). Segitiga posterior
merupakan segitiga anal (AT) dan dibatasi oleh ligamentum sakrotuberosa pada
setiap sisinya dan membentuk apeks pada coxae. (C). Tanda panah menunjukkan
garis interischial, yang dimiliki oleh kedua segitiga.
Gambar 4. Seorang pria berusia 32 tahun dengan anatomi normal yang menjalani
MRI pelvis. Gambar dengan pembobotan T2 koronal melalui perineum pria
menunjukkan tulang ilaka, dengan otot levator ani (LAM) pada setiap sisi rektum.
Berkas otot transversum T2 horizontal antara spina ischium merupakan diafragma
urogenital (UGD).
Gambar 5. Seorang wanita berusia 48 tahun dengan angiomiksoma agresif.
A. Gambar MR fast spin echo dengan pembobotan T2 potongan koronal
menunjukkan massa heterogen yang didominasi gambaran isointens dengan
pola putaran (tanda panah). Massa meluas dari fossa ischiorektal kiri melalui
diafragma pelvis dan mencapai hemipelvis kiri. Perhatikan massa yang
berbatas tegas dan tidak menginvasi organ yang berada di dekatnya, dengan
uterus (kepala panah) yang bergeser ke superior dan posterior dari buli.
B. Gambar MR gradient recalled echo yang diperkuat gadolinum tersaturasi
lemak dan dengan pembobotan T1 potongan aksial menunjukkan massa
isointens dengan pola meningkatan penyerapan kontras yang melingkar (tanda
panah), yang menggeser buli ke sisi kanan.
C. Gambar CT yang tidak diperkuat kontras menunjukkan massa (tanda panah) di
perineum kiri dan fossa ischioanal.
Gambar 6. Seorang wanita berusia 30 tahun dengan teratoma sakrokoksigeal.
Gambar MR dengan fast spin echo dengan pembobotan T2 potongan aksial yang
menunjukkan massa kistik heterogen yang kompleks yang berisikan komponen
padat (tanda panah). Massa meluas ke foss ischiorektal kiri, dan mendorong
rektum ke anterior dan kiri.
Gambar 10. Seorang wanita berusia 44 tahun dengan tumor fibrosa soliter.
A dan B, Gambar CT yang diperkuat kontras potongan aksial (A) dan koronal (B)
menunjukkan massa yang menyerap kontras dengan kuat yang berbatas tegas di
fossa ischiorektal kanan, yang berbatasan dengan dinding anal kanan dan meluas
ke perineum inferior.
Gambar 11. Seorang pria berusia 55 tahun dengan kanker kolon rekuren dan
sistoprostektomi dan hemikolektomi untuk adenokarsinoma.
A dan B. CT aksial yang diperkuat kontras (A) dan gambar dengan PET/CT fusi
aksial (B) yang menunjukkan massa yang terlihat berspikulasi di pelvis bawah
18
pada tempat reseksi awal, yang menunjukkan metabolisme F-FDG.. Temuan
merupakan adenokarsinoma kolon metastasis.
Gambar 12. Seorang wanita berusia 55 tahun dengan kanker buli rekuren dan
riwayat reseksi sebelumnya untuk karsinoma sel transisional buli. Gambar CT
yang diperkuat kontras menunjukkan massa yang menyerap kontras secara
heterogen perianal anterior kanan yang mengikis ramus pubis inferior kanan
(tanda kanan)
Gambar 13. Pria berusia 54 tahun dengan limfoma. Gambar CT yang diperkuat
kontras melalui pelvis menunjukkan nodul jaringan lunak yang berbatas tegas
multipel di baik sisi kanan dan kiri fossa ischioanal. Selain itu, pasien mengalami
adenopati retroperitoneal yang meluas. Adenopati multifokal difus sesuai dengan
limfoma.
Gambar 14. Seorang wanita berusia 55 tahun dengan karsinoma sel skuamosa
anal
A dan B, CT yang diperkuat kontras potongan aksial (A) dan gambar PET berfusi
(B) menunjukkan lesi jaringan lunak yang tidak berbatas tegas di regio kanalis
analis. Terdapat asimetrisitas jaringan lunak ke kiri anus dan ekstensi massa ke
fossa ischioanal inferior di bagian kiri. Lesi menunjukkan metabolisme 18F-FDG
yang jelas, yang sesuai dengan gambaran tumor.
C. Gambar MR fast spin echo dengan pembobotan T2 potongan koronal
menunjukkan massa anal yang muncul dari dinding anal kiri yang meluas ke fossa
ischioanal inferior (tanda panah).
Gambar 15. Seorang pria berusia 73 tahun dengan tumor stroma gastrointestinal.
Gambar CT yang diperkuat kontras potongan aksial menunjukkan massa rektum
jaringan lunak di sisi kanan berbentuk eksofitik secara heterogen yang besar dan
berbatas tegas yang meluas ke perineum (tanda panah putih). Massa menggeser
rektum ke kiri (tanda panah hitam).
Gambar 16. Seorang wanita berusia 88 tahun dengan karsinoma uretra.
18
A. Gambar CT/ PET gabungan aksial menunjukkan massa yang menyerap F-
FDG yang besar melibatkan uretra dan vagina anterior (tanda panah).
B. Gambar CT aksial menunjukkan massa uretra dengan atenuasi jaringan lunak
(tanda panah). Massa berukuran besar, dengan komponen sentral hipodens
yang tidak berbatas tegas.