You are on page 1of 23

Pencitraan Pada Massa Perineal yang tidak Biasa

Rafel F. Tappouni, Nabeel I. Sarwani, Joshua G. Tice, Suresh Chamarthi

Tujuan. Tujuan artikel ini adalah untuk menggambarkan gambaran radiologi


tumor yang tidak biasa, yang muncul di perineum.
Kesimpulan. Ruang perineal seringkali terabaikan karena jarangnya kelainan
yang ditemukan pada area tersebut. Interpretasi gambar dan visualisasi perluasan
patologi secara akurat penting untuk memberikan penatalaksanaan yang tepat.
Trauma dan penyakit infeksi terjadi dalam keadaan akut, sementara tumor sering
ditemukan dalam keadaan kronis. Pencitraan potong lintang memainkan peran
yang sangat penting dalam menggambarkan anatomi perineum dan mengevaluasi
perluasan penyakit.

Perineum merupakan daerah permukaan di inferior diafragma pelvis antara


simfisis pubis dan coxae. Banyak massa perineum yang meluas dari pelvis.
Namun, massa dapat muncul dari perineum dengan atau tanpa perluasan ke pelvis.
Biasanya, pasien-pasien dengan lesi di perineum datang dengan apakah itu
pembengkakan pada perineum, gluteus, atau labia. Kadangkala, temuan klinis dan
gejala-gejala dapat menunjukkan penyebab yang mendasarinya, seperti perubahan
inflamasi yang berkaitan dengan penyakit-penyakit inflamasi. Namun, pencitraan
potong lintang biasanya dibutuhkan untuk menetapkan patologi baik pada
keadaan akut maupun kronis.
Tindakan yang agresif terhadap lesi massa, dalam bentuk eksisi lokal secara
luas, seringkali merupakan pilihan penatalaksanaan dan berkaitan dengan
rekurensi lokal yang lebih sedikit pada orang dewasa. Tujuan operasi adalah untuk
mendapatkan tepi reseksi yang negatif tanpa menyebabkan gangguan dalam
fungsi berkemih atau anorektal [1].

Anatomi perineum
Perineum dibagi menjadi dua segitiga (Gambar 1). Segitiga anterior disebut
segitiga urogenital, yang apeksnya adalah simfisis pubis. Bagian ini dibatasi di
anterolateral oleh ischium, dan dasarnya dibentuk oleh garis melintang yang
menghubungkan tuberositas ischium (Gambar 2). Segitiga posterior disebut
segitiga anal dan memiliki batas bawah yang sama antara tuberositas ischium.
Batas ini dibatasi di posterolateral oleh ligamentum sakrotuberosa, yang apeksnya
berada di coxae. Titik pertemuan segitiga anterior dan posterior disebut perineal
body dan berperan sebagai suatu penahan yang kuat dan mendukung anatomi
perineum (Gambar 3).
Segitiga urogenital dibagi menjadi ruang perineal superfisial dan dalam,
yang dibatasi oleh diafragma urogenital (Gambar 4). Aspek superior ruang
perineal dibatasi oleh fascia inferior diafragma urogenital dan dibagian superior
oleh membrana perineal. Bagian ini berisikan otot-otot perineum superfisial dan
pada pria, berisikan pangkal skrotum, penis, dan uretra, dan pada perempuan,
berisikan kelenjar vestibularis, vestibulum vagina, klitoris, dan vulva. Ruang
perineal dalam terbentuk oleh diafragma urogenital, fascia yang mendudukinya,
dan struktur-struktur yang melewatinya, yaitu uretra, kelenjar bulbouretra, dan
uretra membranosa pada laki-laki dan vagina inferior pada perempuan. Segitiga
anal berisikan orifisium anal, sfingter ani eksterna, fossa ischiorektal, dan kanalis
pudendum. Drainase limfatik perineum, skrotum, dan vulva mengikuti jalur
pembuluh pudendus dan mengalirkannya pada nodus limfe superfisialis dan
subinguinalis. Aliran limfatik superfisial dari regio gluteal berjalan di sepanjang
punggung dan bergabung dengan nodus limfe superfisial dan subinguinal.
Pembuluh limfatik profunda berjalan dengan pembuluh darahnya yang
bersesuaian.

Teknik Pencitraan
Tujuan CT dan MRI dalam evaluasi massa perineum adalah untuk
menetapkan sumber anatomis, perluasan dan gambaran radiologi lesi tertentu. CT
dilakukan sebagai pemeriksaan lini pertama untuk menentukan lokasi massa dan
harus ditinjau dalam tiga bidang untuk menetapkan hubungan anatomis massa.
MRI merupakan modalitas pilihan untuk mengevaluasi regio perineum
karena memberikan gambar multibidang dengan diferensiasi kontras jaringan
yang lebih unggul. Pemeriksaan ini harus mencakup sekuens dengan pembobotan
T1 dan T2 aksial dengan dan tanpa saturasi lemak. Sekuens dengan pembobotan
T2 koronal dan sagital membantu untuk menetapkan anatomi lesi dan sekuens
dengan pembobotan T1 dengan penguatan kontras dan gradien disupresi lemak
sangat penting dalam menetapkan suplai pembuluh darah dan hubungannya ke
pembuluh darah. Ultrasound bisa membantu ketika massa bersifat superfisial
untuk menetapkan vaskularitas dan invasi organ yang berdekatan, dan 18-F FDG
PET berguna untuk mendeteksi penyakit metastasis dan ketika massa tidak terlihat
dengan jelas pada CT atau MRI.
Artikel ini menyoroti gambaran klinis dan gambaran pencitraan tumor
perineum yang tidak biasa yang sering ditemukan, yang dibagi menjadi tiga
kategori. Tumor jaringan lunak yang mencakup angiomiksoma agresif, teratoma
sakrokoksigeal, sarkoma epiteloid, plasmasitoma ekstramedularis, tumor fibrosa
soliter, liposarkoma, dan metastasis. Massa anorektal terdiri atas karsinoma sel
skuamosa dan tumor stroma gastrointestinal rektal. Massa urogenital mencakup
karsinoma uretra.

Massa Jaringan Lunak


Angiomiksoma agresif
Angiomiksoma agresif merupakan tumor jinak yang langka, yang berasal
dari jaringan ikat perineum atau pelvis bagian bawah. Sekitar 90% dari pasien
adalah wanita, yang biasanya ditemukan pada usia reproduktif [1]. Beberapa
kasus telah dijelaskan terjadi pada pria, yang biasanya pada traktus genitalis [2].
Tumor tumbuh secara perlahan, dan sifatnya yang jinak ditunjukkan oleh
gambaran histologi dan kecenderungannya yang tidak mengalami metastasis. Pada
pemeriksaan secara makroskopis, angiomiksoma agresif tampak sebagai massa
gelatin yang kenyal seperti karet [3]. Tumor ini bersifat hiposeluler, terdiri atas
sel-sel mesenkim yang berbentuk spindle atau kumparan, dan tertanam pada
stroma miksoid yang longgar dengan sedikit serat kolagen. Tumor ini bersifat
agresif secara lokal dan memiliki angka rekurensi lokal yang tinggi [4].
Eksisi bedah merupakan tindakan penatalaksanaan yang diandalkan.
Namun, lokasi anatomis tumor dan usia pasien yang berada dalam rentang
reproduktif membuat reseksi tumor en bloc sulit untuk dilakukan ketika kita
diharapkan dapat menjaga keadaan uterus. Agonis hormon pelepas gonadotropin
digunakan sebagai terapi tambahan sebelum reseksi serta untuk mencegah
rekurensi [5].
MRI menunjukkan suatu massa hiperintens dengan karakteristik pola yang
melingkar pada sekuens dengan pembobotan T2 (Gambar 5A). Gambaran ini
dihubungkan dengan stroma fibrovaskular yang terjadi pada tumor angiomiksoma
agresif saat ia mengalami penonjolan ke diafragma pelvis. Pada sekuens dengan
pembobtoan T1, massa terlihat isointens relatif terhadap otot dan meyerap cahaya
dalam jumlah yang banyak dan secara heterogen (Gambar 5B). Setelah pemberian
gadolinium [6], CT menunjukkan massa perineum yang berbatas tegas dengan
intensitas signal yang terlihat sama atau melemah (Gambar 5C) dengan
penyerapan kontras yang bernilai menengah.
Kurangnya kandungan lemak yang tinggi merupakan gambaran utama
dalam membedakan angiomiksoma agresif dari liposarkoma miksoid dan
angiolipoma yang menginfiltrasi [7]. Diagnosis banding yang patut
dipertimbangkan mencakup miksoma, suatu neoplasma mesenkim jinak yang
terjadi pada pasien yang berusia lebih tua dan kurangnya komponen pembuluh
darah [8].

Teratoma Sakrokoksigeal
Teratoma sakrokoksigeal merupakan neoplasma padat yang paling sering
ditemukan pada neonatus, dengan 75% dari bayi yang terserang adalah perempuan
[9,10]. Teratoma sakrokoksigeal mengandung jaringan yang berasal dari
ektodermis, mesodermis dan endodermis. Keadaan ini diyakini muncul pada masa
kehamilan awal dari sel-sel totipoten nodus Hensen, yang bermigrasi ke arah
kaudal ke tulang coxae [11].
Teratoma sakrokoksigeal dapat dikelompokkan sebagai matur, immatur, dan
ganas. Teratoma dengan transformasi ganas mengandung sel-sel maligna yang
berasal dari jaringan yang matur. Terdapat kecenderungan diantara populasi
pediatri ke arah transformasi ganas teratoma sakrokoksigeal sejalan dengan
penambahan usia. Namun, pada orang dewasa, tumor jinak lebih mendominasi.
Teratoma sakrokoksigeal biasanya berisikan komponen kistik dan solid. Kista
teratoma sakrokoksigeal dapat berisikan cairan serosa atau mukoid atau bahan
sebasea dan dilapisi dengan epitelium sejati [11, 12]. Hampir semua jenis jaringan
bisa ditemukan pada teratoma sakrokoksigeal. Jaringan neuroglia, kulit, epitel
saluran pencernaan dan pernapasan, serta otot merupakan unsur yang paling
banyak ditemukan. Penatalaksanaannya adalah reseksi pembedahan secara dini
dengan eksisi coxae secara sepenuhnya karena sarang sel-sel neoplastik
mikroskopis sering ditemukan pada coxae atau sangat berdekatan dengan koksae.
Pada CT, teratoma sakrokoksigeal tampak sebagai suatu massa yang
kompleks dengan area solid dan kistik, dengan atau tanpa septa. Kista seringkali
terlihat berdinding tebal dan bisa mengandung lemak. Elemen yang terkalsifikasi
atau nodul padat yang kecil tidak jarang ditemukan [12]. CT digunakan untuk
menggambarkan struktur pertulangan pelvis, mengidentifikasi area-area perluasan
ke intrapelvis, dan mengevaluasi area mineralisasi.
MRI memungkinkan evaluasi tumor dengan lebih baik yang penting untuk
perencanaan praoperatif yang akurat (Gambar 6). Selain itu, MRI dapat menilai
perubahan hemoragik dan ekstensi intrapelvis atau intraspinal massa dan
memberikan pengukuran dengan ukuran yang akurat. Angiografi pra operatif
dapat dipertimbangkan untuk evaluasi suplai darah dan embolisasi pada tumor
yang berukuran lebih besar. Diagnosis banding lesi kista sederhana
prasakrokoksigeal pada orang dewasa mencakup meningocele anterior, kista
duplikasi rektal atau anal, dan kista kelenjar anal. Pada keadaan pembedahan yang
tepat, seroma atau urinoma perlu dipertimbangkan, dan pada keberadaan lesi
kistik multilokulasi kista tailgut (hamartoma kistik retrorektal) harus
dipertimbangkan.
Sarkoma Epiteloid Tipe Proksimal
Sarkoma epiteloid merupakan sarkoma jaringan lunak gradasi tinggi langka
yang terjadi terutama pada pria muda. Secara histologi, kelainan ini terlihat
sebagai proliferasi multinodular sel-sel epiteloid yang mungkin memiliki tampilan
yang menyerupai rhabdoid [13, 14]. Sarkoma epiteloid diklasifikasikan menjadi
dua tipe. Tipe konvensional atau distal terjadi di ekstremitas atas dan bawah, dan
tipe proksimal memiliki predileksi pada genitalia, terutama vulva, penis, pelvis,
dan bokong [15-17].
Sarkoma tipe proksimal menunjukkan perbedaan klinis dan histologi yang
signifikan dari sarkoma epiteloid konvensional. Kelainan ini ditandai dengan
sitomorfologi epiteloid sel besar, atipia sitologi yang jelas, dan kemunculan
gambaran rhabdoid yang sering. Perjalan klinisnya biasanya berlarut-larut dan lesi
bersifat lebih agresif, atau setidaknya bermetastasis dalam waktu yang lebih cepat,
dibandingkan sarkoma epiteloid konvensional [18].
Penatalaksnaaan sarkoma epiteloid adalah eksisi luas [14]. Radioterapi dosis
radikal pascaoperatif meminimalkan risiko kekambuhan lokal, terutama ketika
tumor primer berukuran lebih dari 3 cm [19]. Amputasi dipersiapkan untuk
kekambuhan penyakit yang bersifat inoperable setelah radioterapi sebelumnya.
Sarkoma epiteloid tipe proksimal terlihat sebagai massa multinodular atau
multilobus. Kalsifikasi seringkali ditemukan dan dapat terlihat paling jelas pada
CT (Gambar 7A). Namun, keberadaan kalsifikasi jarang bersifat spesifik dan
seringkali berhubungan dengan degenerasi tumor. Ultrasound dapat membantu
untuk membedakan vaskularitas dan memandu biopsi (Gambar 7B). Pada MRI,
sarkoma epiteloid tipe proksimal memiliki pola signal yang heterogen pada
gambar dengan pembobotan T1 dan T2. Tepi massa berkisar dari berbatas tegas
hingga tidak berbatas tegas, dan intensitas signal yang tinggi pada gambar dengan
pembobotan T1 dan T2 bersesuaian dengan area nekrosis perdarahan [20].
Peningkatan penyerapan kontras biasanya bersifat heterogen (Gambar 7C)
dikarenakan degenerasi hemoragik atau nekrotik.
Plasmasitoma ekstramedularis di Rektum dan Kanalis analis
Neoplasma sel plasma merupakan suatu spektrum kelainan yang terdiri atas
myeloma multipel, plasmasitoma, plasmasitoma ekstramedular, dan leukemia sel
plasma. Plasmasitoma ekstramedularis primer terdiri atas proliferasi sel-sel
monoklonal dengan diferensiasi plasmasitik di tempat ekstramedular. Kelainan ini
bisa ditemukan di jaringan lunak, tulang, atau keduanya [21].
Plasmasitoma ekstramedularis primer merupakan neoplasma yang jarang
ditemukan, yang menyusun 3% dari semua tumor sel plasma. Kelainan ini terjadi
paling sering pada dekade keenam dan ketujuh kehidupan dan menunjukkan rasio
laki-laki: perempuan sebesar 3:1. Sebagian besar, yaitu 80-90% mengalaminya di
area kepala dan leher. Tempat lainnya yang terdokumentasi mencakup buli, SSP,
orbita, traktus gastrointestinal, hepar, limpa, pankreas, paru, dan payudara.
Tujuan penatalaksanaan adalah pengendalian lokal dengan terapi radiasi,
reseksi pembedahan, atau keduanya, bergantung pada tempatnya. Terapi sistemik,
seperti kemoterapi atau transplantasi sel punca autolog direkomendasikan untuk
plasmasitoma multipel, rekuren dan refraktorik [22, 23]. Plasmasitoma
ekstramedularis primer memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan jenis
tumor sel plasma lainnya, namun rekurensi lokal terjadi pada 30% dari kasus [24].
Temuan pencitraan plasmasitoma ekstramedularis primer bersifat
nonspesifik. CT menunjukkan massa berdensitas jaringan lunak (Gambar 8A)
dengan peningkatan penyerapan kontras ringan hingga sedang. Tumor biasanya
bersifat isointens pada gambar dengan pembobotan T1 dan iso hingga hiperintens
pada gambar dengan pembobotan T2 relatif terhadap otot, dengan karekteristik
peningkatan penyerapan kontras yang sama dengan pada CT [25]. Tumor yang
berukuran besar bisa menunjukkan area nekrosis dan biasanya berhubungan
dengan efek massa, destruksi, infiltrasi, atau pembungkusan struktur yang berada
di dekatnya. Bisa ditemukan adanya pembesaran nodus limfe regional (Gambar
9).
Ambilan FDG PET plasmasitoma ekstramedularis primer tidak diketahui
dengan baik, meskipun telah dilaporkan adanya ambilan FDG pada tulang pada
pasien-pasien dengan plasmasitoma soliter tulang dan myeloma multipel [26-28].
Dalam kasus kami, plasmasitoma ekstramedularis primer rektum dan kanalis
analis serta pembesaran nodus limfe menunjukkan ambilan FDG yang hebat
(Gambar 8B).

Liposarkoma
Liposarkoma merupakan salah satu dari dua sarkoma jaringan lunak yang
paling sering ditemukan pada orang dewasa, dan yang lainnya adalah histiositoma
fibrosa. Kelainan ini seringkali ditemukan di ekskremitas, terutama paha [29, 30].
Liposarkoma yang melibatkan pelvis jarang ditemukan [31], dengan prevalensi
puncak selama dekade kelima hingga ketujuh kehidupan. Pada pemeriksaan
makroskopis, liposarkoma terlihat menunjukkan tampilan yang berwarna abu-abu-
putih-kuning dan biasanya lebih opak dibandingkan lipoma. Tumor ini berasal
dari sel-sel mesenkimal primitif. Pada analisis histologi, liposarkoma yang
berdiferensiasi baik memiliki susunan seluler yang berkisar dari sel lemak yang
terlihat matur hingga sel-sel stelata pleomorfik [32]. Penatalaksanaan sarkoma
jaringan lunak pelvis mencakup eksisi secara pembedahan dan terapi radiasi.
Liposarkoma pelvis, bahkan yang bergradasi sangat rendah, memiliki
kemungkinan rekurensi yang lebih tinggi sehingga memiliki prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan liposarkoma pada ekstremitas.
Sebagian besar liposarkoma terlihat berbatas tegas pada MRI, yang sebagian
besar dengan tepi yang berlobus. Kelainan ini memiliki intensitas signal yang
tinggi pada gambar dengan pembobotan T2 (gambar 9B) dengan area peningkatan
penyerapan kontras pada gambar yang diperkuat kontras (Gambar 9). Tumor ini
menunjukkan penyerapan kontras yang sangat lemah atau tidak ada sama sekali
setelah pemberian bahan kontras secara intravena pada sekuens gambar dengan
pembobotan T1 gradient recalled tersaturasi lemak. Sekuens dengan pembobotan
T2 dengan dan tanpa saturasi lemak juga bisa bermanfaat untuk menggambarkan
jumlah lemak dan jaringan lunak. Pada keadaan tidak adanya intensitas signal
lemak, liposarkoma tidak dapat dibedakan dari tumor jaringan lunak lainnya.
Massa dengan intensitas signal lemak yang mendominasi lebih berkemungkinan
merupakan lipoma yang jinak.
Lesi dengan lemak yang sedikit namun tetap saja bahwa sebagian besar
terdiri atas lemak dapat merupakan apakah itu lipoma atau suatu tumor lipomatosa
atipikal. Diferensiasi dua kelainan ini tidak dapat dibuat berdasarkan temuan
pencitraan saja.

Tumor fibrosa soliter


Tumor fibrosa soliter merupakan suatu neoplasma langka yang terjadi pada
sekitar 2.8 per 100.000 orang. Insidensi puncaknya adalah pada dekade keenam
dan ketujuh, dengan distribusi jenis kelamin dan etnis yang sebanding. Meskipun
sebagian besar tumor fibrosa soliter terjadi di dalam pleura, kelainan ini juga telah
dijelaskan ditemukan pada jaringan subkutan, regio kepala dan leher, thoraks
(paru, perikardium), retroperitoneum, dan rongga abdomen (hati, saluran
pencernaan, buli) [34]. Kemunculan tumor fibrosa soliter ekstrapleura hanya baru
disadari pada beberapa tahun terakhir; oleh karena itu, kelainan ini seringkali
menjadi tidak disadari dan salah didiagnosis. Karena kelangkaannya, pengalaman
keseluruhan mengenai tumor ini tidak bersifat signifikan, dan laporan yang
merincikan temuan radiologinya hanya sedikit. Tumor fibrosa soliter telah
dilaporkan terjadi di perineum [35].
Secara mikroskopis, tumor fibrosa soliter menunjukkan arsitektur yang tidak
berpola, dengan area hiposeluler dan hiperseluler yang berselingan, yang
dipisahkan oleh berkas kolagen terhialisisasi dan pembuluh darah yang
menyerupai yang terlihat pada hemangioperisitoma. Pewarnaan imunohistokimia
penting dalam membedakan tumor fibrosa soliter dari mesotelioma dan lesi
sarkoma lainnya [36].
Sekitar 10-15% tumor fibrosa soliter bersifat ganas, yang berulang secara
lokal atau melalui penyakit metastasis. Reseksi pembedahan secara sempurna
masih merupakan penatalaksanaan pilihan untuk tumor fibrosa soliter jinak dan
ganas.
Pencitraan praoperatif dengan CT dan MRI memberikan informasi yang
sangat penting mengenai karakteristik tumor, lokasi, invasi ke struktur yang
berada di dekatnya, dan vaskularisasi tumor. CT biasanya hanya menunjukkan
massa jaringan lunak yang berbatas halus dengan atenuasi jaringan lunak yang
seragam atau peningkatan penyerapan kontras yang homogen (Gambar 10) akibat
degenerasi miksoid, perdarahan, atau nekrosis.
MRI bisa memberikan beberapa manfaat dalam membedakan bentuk jinak
dan ganas dari tumor fibrosa soliter. Biasanya, jaringan fibrosa dalam tumor
fibrosa yang maligna ataupun jinak soliter memperlihatkan intensitas signal yang
rendah pada sekuens dengan pembobotan T1. Namun, pada gambar dengan
pembobotan T2, jaringan fibrosa matur yang berisikan beberapa sel dan stroma
kolagen yang berlimpah memiliki intensitas yang lemah, sementara degenerasi
maligna memperlihatkan intensitas signal yang tinggi akibat bertambahnya
edema, selularitas, dan vaskularitas. Sayangnya, tumor fibrosa soliter jinak
memiliki area peningkatan singal dengan pembobotan T2 yang disebabkan oleh
degenerasi miksoid, perdarahan, atau nekrosis sehingga tidak dapat dibedakan dari
bentuk maligna [37].

Penyakit metastasis
Penyakit metastasis ke perineum jarang ditemukan meskipun banyaknya
suplai pembuluh darah dan pembuluh limfatik di fossa ischiorektal. Tumor primer
yang paling sering ditemukan memperlihatkan limfadenopati metastasis di ruang
perirektal dan ischiorektal adalah karsinoma anorektal dan karsinoma prostatika.
Tumor lainnya mencakup karsinoma kolon, melanoma, karsinoma buli, dan
limfoma (Gambar 11-13). Temuan CT pada penyakit metastasis biasanya
mencakup massa tunggal atau multipel padat di area perirektal yang menginfiltrasi
lemak fossa ischiorektal yang berada didekatnya (Gambar 13).

Massa anorektal
Karsinoma sel skuamosa anal
Kanker kanalis analis menyusun 1.5% dari semua kanker gastrointestinal
dan 5% dari semua keganasan anorektal. Usia puncaknya adalah pada dekade
ketujuh kehidupan dan rasio perempuan: laki-laki adalah 5:1 [38, 39]. Karsinoma
sel skuamosa menyusun 8% dari jenis histologi sementara adenokarsinoma
menyusun sekitar 10% nya. Faktor predisposisi akan penyakit ini mencakup
radiasi sebelumnya, penyakit Crohn, fistula ani kronis, karsinoma serviks pada
wanita, dan kutil kelamin yang disebabkan oleh virus papilomavirus manusia tipe
16 dan 18 [40].
Karsinoma anal merupakan suatu penyakit yang bersifat lambat yang
bersifat ekstensif secara lokal. Pada saat datang, sekitar 25% menunjukkan
keterlibatan nodus limfe regional. Lokasi penyebaran limfatik beragam sesuai
dengan posisi tumor primer yang berkaitan dengan linea dentata. Diatas linea
dentata, drainase limfatik adalah ke nodus limfe perirektal, iliaka interna, dan
nodus retroperitoneal. Dibawah linea dentata, drainasenya adalah ke nodus
inguinalis.
Reseksi abdominoperineal, yang menyebabkan kolostomi permanen,
sebelumnya diduga dibutuhkan untuk semua kanker anal yang kecil kecuali yang
berada dibawah linea dentata. Namun, tindakan yang tetap mempertahankan
sfingter ani seperti terapi radiasi saja atau kemoterapi yang sejalan dengan terapi
radiasi dosis rendah baru-baru ini telah digunakan dan menunjukkan keberhasilan.
Kelangsungan hidup keseluruhan setelah kanker anal adalah 70-80% pada 5 tahun
[41].
Karena lokasinya, kanker kanalis analis mudah untuk dievaluasi secara
klinis. CT dan MRI dilakukan untuk menetapkan perluasan lesi primer, invasi
organ yang berada didekatnya, dan adanya metasatasis nodus atau metastasis jauh.
Tanda-tanda ekstensi tumor lokal secara radiologi mencakup ketebalan sfinter atau
otot levator ani yang asimetris dan untaian linear di fossa ishiorektal.
Pada ultrasound endorektal, massa biasanya terlihat hipekoik dibandingkan
dengan mokosa yang normalnya hiperekoik, dengan invasi yang ditandai dengan
terganggunya ekspansi dari sfingter ani interna yang normalnya secara seragam
berbentuk hipoekoik [42].
Pada CT, massa terlihat sebagai lesi jaringan lunak perianal yang menyerap
kontras yang meluas ke lemak yang berada di dekatnya. PET menunjukkan tumor
yang FDG dengan jumlah yang sangat besar, ekstensi lokal, dan nodus iliaka
eksternal metastasis (Gambar 14).
MRI, dengan apakah itu susunan kumparan pada fase permukaan atau
endoluminal, memungkinkan evaluasi kedalaman invasi dan visualisasi struktur
yang berada di dekatnya dengan lebih baik (struktur otot lantai pelvis, vagina, dan
uretra). Karsinoma anal biasanya memperlihatkan signal yang tinggi pada
pencitraan dengan pembobotan T2 (Gambar 14C) dan menunjukkan peningkatan
penyerapan cahaya yang jelas. Setelah kemoterapi neoadjuvan, suatu respon yang
positif terhadap penatalaksanaan terlihat terutama dengan penurunan ukuran
massa dan penurunan signal T2 [43].

Tumor stroma gastrointestinal Rektal


Tumor stroma gastrointestinal (GIST) merupakan neoplasma saluran
pencernaan mesenkim yang paling sering ditemukan. Gambaran yang
mendefinisikan GIST adalah ekspresi KIT (CD117), suatu reseptor faktor
pertumbuhan tirosin kinase [44]. GIST jarang ditemukan; kelainan ini menyusun
kurang dari 3% neoplasia ganas gastrointestinal dan kurang dari 1% dari
keganasan yang melibatkan esofagus, kolon, dan rektum [45]. Sekitar 5-15% dari
semua GIST terjadi di rektum dan kolon. Tampilan klinis GIST bersifat luas.
GIST yang asimptomatik dan jinak dapat terdeteksi secara insidental. Gejala-
gejala GIST rektal biasanya terjadi sebagai akibat dari ukuran tumor atau karena
tumor mengalami ulserasi dan berdarah. Kelainan ini bisa terlihat dengan massa
perineum atau perdarahan rektal. Ukuran tumor dan kecepatan mitosis digunakan
oleh para ahli patologi untuk menilai perilaku biologis jinak berbanding ganas.
Sebelumnya, penatalaksanaan satu-satunya yang digunakan untuk GIST adalah
reseksi secara pembedahan. Namun, baru-baru ini imatinib mesilat, suatu
penghambat tirosin kinase, telah digunakan untuk mengendalikan penyakit
dengan respon yang positif pada 80% pasien [46]. Pada saat datang, sebagian
besar GIST berukuran besar, yang biasanya berukuran antara 3 dan 10 cm. GIST
rektal biasanya merupakan massa eksofitik yang menyerap kontras secara
heterogen (Gambar 15). Perdarahan dapat terlihat dalam tumor yang lebih besar
pada gambar yang tidak menggunakan kontras. Tidak seperti adenokarsinoma,
GIST tidak melibatkan dinding usus secara konsentrik (Gambar 15). Sebagai
akibatnya obstrsuksi usus jarang ditemukan, meskipun GIST berukuran besar
[47]. GIST timbul di saluran gastrointestinal dan mesenterium yang secara khas
menunjukkan adanya perdarahan, nekrosis, atau pembentukan kista yang terlihat
sebagai area fokal dengan atenuasi yang lemah pada CT. Meskipun gambaran
radiologi GIST seringkali berbeda dari yang berasal dari tumor epitel, kriteria
untuk memisahkan GIST secara radiologi dari tumor nonepitel lainnya belum
dikembangkan sepenuhnya.

Massa urogenital
Kanker uretra merupakan tumor yang jarang ditemukan, yang menyusun
kurang dari 1% dari keseluruhan keganasan. Kelainan ini paling sering dktemukan
pada dekade ketujuh. Tipe histologisnya adalah karsinoma sel transisional (55%),
karsinoma sel skuamosa (24%), dan adenokarsinoma.
Insidensi jenis histologi berbeda-beda menurut ras dan jenis kelamin [48].
Pada pria, 80% merupakan karsinoma sel skuamosa. Tujuh puluh lima persen
pasien memiliki riwayat striktur uretra atau penyakit menular seksual. Sekitar
60% dari karsinoma sel skuamosa terjadi pada pars bulbomembranosa, 30% pada
penis, dan 10% pada uretra pars prostatika. Gejala yang terlihat mencakup massa
yang teraba di perineum atau di sepanjang batang uretra dengan atau tanpa gejala
berkemih obstruktif. Karsinoma uretra lebih mudah untuk dikendalikan secara
pembedahan dan memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan karsinoma
uretra posterior. Eksisi secara pembedahan merupakan penatalaksanaan pilihan
yang utama. Pada perempuan, kanker uretra dibagi menjadi tumor di anterior dan
tumor keseluruhan. Tumor anterior terletak di sepertiga disal uretra dan bergradasi
rendah. Sebagian besar memperlihatkan adanya perdarahan uretra, frekuensi
berkemih, atau massa uretra yang teraba.
Tumor uretra keseluruhan bisa memiliki gejala yang sama pada awal awitan
penyakit namun mungkin tidak akan terlihat hingga pada fase lanjut [49].
Dibawah diafragma urogenital, nodus limfe mengaliri ke nodus limfe superfisial
dan profunda dan uretra posterior mengaliri ke nodus limfe iliaka eksterna,
hipogastrika dan obturator. Eksisi lokal merupakan penatalaksanaan pilihan untuk
lesi pada uretra anterior; namun, untuk lesi uretra keseluruhan pada perempuan,
kombinasi operasi, terapi radiasi dan kemoterapi mungkin dibutuhkan.
Tumor uretra terlihat sebagai massa jaringan lunak di sepanjang perjalanan
uretra. Tumor ini bisa menjalar ke perineum yang berada di dekatnya (gambar
16B) dan tampilan uretra normal yang menyerupai target mungkin terganggu [50,
51]. CT mungkin menunjukkan massa uretra dengan atenuasi jaringan lunak
(Gambar 16B). PET menunjukkan metabolisme yang tinggi di dalam tumor dan
digunakan untuk mengidentifikasi nodus limfe pelvis dan inguinal metastasis
(Gambar 16A).
Pada pria, temuan MRI yang khas untuk karsinoma uretra adalah massa
dengan penurunan intensitas signal relatif terhadap jaringan korporal baik pada
sekuens dengan pembobotan T1 maupun T2 [52]. MRI dapat menggambarkan
invasi korpora kavernosa dan berguna untuk menunjukkan lokasi tumor, ukuran
dan penentuan stadium lokal [53].
Pada perempuan, MRI telah dilaporkan bernilai akurat untuk mengevaluasi
tumor uretra lokal pada 90% dari seluruh pasien. Tumor uretra biasanya terlihat
hipointens pada gambar dengan pembobotan T1 dan hiperintens pada gambar
dengan pembobotan T2. Perluasan tumor paling baik dievaluasi pada gambar
dengan pembobotan T2.

Kesimpulan
Tumor jaringan lunak perineum memperlihatkan sekelompok tantangan
yang khas, baik dalam hal diagnosis serta penatalaksanaannya, mengingat
kedekatan tumor ini dengan struktur urogenital dan anorektal. Kurangnya batas
anatomis yang jelas, kedekatannya, dan terlewatnya batasan pada beberapa
struktur mencegah atau membatasi reseksi dengan batas pembedahan yang
adekuat. Besarnya volume pada fossa ischiorektal memungkinkan tumor untuk
tumbuh dan menyebar tanpa menimbulkan gejala. CT dan MRI sangat membantu
dalam melakukan identifikasi dan menentukan ciri lesi di perineum, dapat
mempersempit pertimbangan diagnostik, memungkinkan evaluasi perluasan dan
invasi tumor, dan membantu dalam merencanakan terapi.
Gambar 1. Skematika perineum yang memperlihatkan segitiga urogenital (UT)
yang di bagian anterior dibatasi oleh rami pubis inferior (IPR). Segitiga posterior
merupakan segitiga anal (AT) dan dibatasi oleh ligamentum sakrotuberosa pada
setiap sisinya dan membentuk apeks pada coxae. (C). Tanda panah menunjukkan
garis interischial, yang dimiliki oleh kedua segitiga.

Gambar 2. Seorang wanita berusia 45 tahun dengan anatomi normal yang


menjalani MRI pelvis. Gambar dengan pembobotan T2 aksial melalui perineum
perempuan menunjukkan segitiga urogenital (segitiga). Ur = Uretra, Vag =
Vagina, An = Anus, IRF = fossa ischiorektal
Gambar 3. Seorang pria berusia 32 tahun dengan anatomi normal yang menjalani
pemeriksaan MRI pelvis. Gambar dengan pembobotan T2 aksial melalui
perineum pria yang menunjukkan otot perianal superfisial (SPM), badan perineum
(PB), dan anus (An). Is = ischium.

Gambar 4. Seorang pria berusia 32 tahun dengan anatomi normal yang menjalani
MRI pelvis. Gambar dengan pembobotan T2 koronal melalui perineum pria
menunjukkan tulang ilaka, dengan otot levator ani (LAM) pada setiap sisi rektum.
Berkas otot transversum T2 horizontal antara spina ischium merupakan diafragma
urogenital (UGD).
Gambar 5. Seorang wanita berusia 48 tahun dengan angiomiksoma agresif.
A. Gambar MR fast spin echo dengan pembobotan T2 potongan koronal
menunjukkan massa heterogen yang didominasi gambaran isointens dengan
pola putaran (tanda panah). Massa meluas dari fossa ischiorektal kiri melalui
diafragma pelvis dan mencapai hemipelvis kiri. Perhatikan massa yang
berbatas tegas dan tidak menginvasi organ yang berada di dekatnya, dengan
uterus (kepala panah) yang bergeser ke superior dan posterior dari buli.
B. Gambar MR gradient recalled echo yang diperkuat gadolinum tersaturasi
lemak dan dengan pembobotan T1 potongan aksial menunjukkan massa
isointens dengan pola meningkatan penyerapan kontras yang melingkar (tanda
panah), yang menggeser buli ke sisi kanan.
C. Gambar CT yang tidak diperkuat kontras menunjukkan massa (tanda panah) di
perineum kiri dan fossa ischioanal.
Gambar 6. Seorang wanita berusia 30 tahun dengan teratoma sakrokoksigeal.
Gambar MR dengan fast spin echo dengan pembobotan T2 potongan aksial yang
menunjukkan massa kistik heterogen yang kompleks yang berisikan komponen
padat (tanda panah). Massa meluas ke foss ischiorektal kiri, dan mendorong
rektum ke anterior dan kiri.

Gambar 7. Seorang pria berusia 29 tahun dengan sarkoma epiteloid tipe


proksimal.
A. Gambar CT tanpa kontras potongan aksial yang menunjukkan massa perineal
heterogen yang berada di bagian kiri garis tengah, dengan kalsifikasi yang
kasar. Perhatikan batas lateral yang relatif berbatas tegas, dengan tepi medial
yang tidak terlihat karena jaringan lunak anus yang berada di dekatnya.
B. Gambar ultrasound Doppler berwarna pada massa perineal kiri menunjukkan
massa perineal kiri yang menunjukkan massa dengan ekogenisitas campuran,
dengan pola aliran darah yang hipervaskular.
C. Gambar MR tersaturasi lemak gradien recalled echo dengan pembobotan T1
yang diperkuat Gadolinum yang menunjukkan massa multilobus heterogen di
perineum kiri dengan peningkatan penyerapan kontras yang intens

Gambar 8. Seorang pria berusia 57 tahun dengan plasmasitoma ekstramedularis.


Ia menunjukkan peningkatan kadar IgG dan riwayat penyakit Crohn dan kanker
rektal.
A dan B, Gambar CT yang tidak diperkuat kontras aksial (A) dan CT/PET
menunjukkan massa terlobulasi yang berbatas tegas di fossa ischiorektal kanan,
18
yang menunjukkan aktivitas F-FDG yang jelas. Meskipun tidak membesar
menurut kriteria ukuran, terdapat nodus limfe inguinalis kiri yang kecil, yang
menunjukkan aktivitas FDG.

Gambar 9. Seorang wanita berusia 26 tahun dengan liposarkoma yang


berdiferensiasi baik.
A. Gambar CT yang tidak diperkuat kontras potongan aksial menunjukkan massa
gluteal yang besar di fossa ichioanal kiri yang merupakan aspek medial massa
yang hipodens (Tanda panah) yang berdensitas sedikit lebih tinggi dibandingkan
lemak, dengan sebagian besar massa menunjukkan densitas yang lebih merupakan
jaringan lunak. Komponen berdensitas lemah memberikan petunjuk yang terbaik
bahwa massa ini berasal dari lipomatosa.
B. Gambar MR fast spin echo dengan pembobotan T2 potongan aksial
menunjukkan massa yang menunjukkan signal yang sebagian besar bersifat
hiperintens seluruhnya secara heterogen. Aspek medial massa (tanda panah)
menunjukkan intensitas signal yang diperkirakan adalah lemak.

Gambar 10. Seorang wanita berusia 44 tahun dengan tumor fibrosa soliter.
A dan B, Gambar CT yang diperkuat kontras potongan aksial (A) dan koronal (B)
menunjukkan massa yang menyerap kontras dengan kuat yang berbatas tegas di
fossa ischiorektal kanan, yang berbatasan dengan dinding anal kanan dan meluas
ke perineum inferior.

Gambar 11. Seorang pria berusia 55 tahun dengan kanker kolon rekuren dan
sistoprostektomi dan hemikolektomi untuk adenokarsinoma.
A dan B. CT aksial yang diperkuat kontras (A) dan gambar dengan PET/CT fusi
aksial (B) yang menunjukkan massa yang terlihat berspikulasi di pelvis bawah
18
pada tempat reseksi awal, yang menunjukkan metabolisme F-FDG.. Temuan
merupakan adenokarsinoma kolon metastasis.

Gambar 12. Seorang wanita berusia 55 tahun dengan kanker buli rekuren dan
riwayat reseksi sebelumnya untuk karsinoma sel transisional buli. Gambar CT
yang diperkuat kontras menunjukkan massa yang menyerap kontras secara
heterogen perianal anterior kanan yang mengikis ramus pubis inferior kanan
(tanda kanan)

Gambar 13. Pria berusia 54 tahun dengan limfoma. Gambar CT yang diperkuat
kontras melalui pelvis menunjukkan nodul jaringan lunak yang berbatas tegas
multipel di baik sisi kanan dan kiri fossa ischioanal. Selain itu, pasien mengalami
adenopati retroperitoneal yang meluas. Adenopati multifokal difus sesuai dengan
limfoma.
Gambar 14. Seorang wanita berusia 55 tahun dengan karsinoma sel skuamosa
anal
A dan B, CT yang diperkuat kontras potongan aksial (A) dan gambar PET berfusi
(B) menunjukkan lesi jaringan lunak yang tidak berbatas tegas di regio kanalis
analis. Terdapat asimetrisitas jaringan lunak ke kiri anus dan ekstensi massa ke
fossa ischioanal inferior di bagian kiri. Lesi menunjukkan metabolisme 18F-FDG
yang jelas, yang sesuai dengan gambaran tumor.
C. Gambar MR fast spin echo dengan pembobotan T2 potongan koronal
menunjukkan massa anal yang muncul dari dinding anal kiri yang meluas ke fossa
ischioanal inferior (tanda panah).

Gambar 15. Seorang pria berusia 73 tahun dengan tumor stroma gastrointestinal.
Gambar CT yang diperkuat kontras potongan aksial menunjukkan massa rektum
jaringan lunak di sisi kanan berbentuk eksofitik secara heterogen yang besar dan
berbatas tegas yang meluas ke perineum (tanda panah putih). Massa menggeser
rektum ke kiri (tanda panah hitam).
Gambar 16. Seorang wanita berusia 88 tahun dengan karsinoma uretra.
18
A. Gambar CT/ PET gabungan aksial menunjukkan massa yang menyerap F-
FDG yang besar melibatkan uretra dan vagina anterior (tanda panah).
B. Gambar CT aksial menunjukkan massa uretra dengan atenuasi jaringan lunak
(tanda panah). Massa berukuran besar, dengan komponen sentral hipodens
yang tidak berbatas tegas.

You might also like