Professional Documents
Culture Documents
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-
sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang
CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe otoantibodi yang
Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD
Hampir 90% penderita DM Tipe 1 memiliki ICCA di dalam darahnya. Di dalam tubuh
non-diabetik, frekuensi ICCA hanya 0,5-4%. Oleh sebab itu, keberadaan ICCA
merupakan prediktor yang cukup akurat untuk DM Tipe 1. ICCA tidak spesifik untuk
sel-sel pulau Langerhans saja, tetapi juga dapat dikenali oleh sel-sel lain yang
tipe sel, yaitu sel , sel dan sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel
sel . Ada beberapa anggapan yang menyatakan bahwa tingginya titer ICCA di dalam
yang terjadi, jadi lebih merupakan akibat, bukan penyebab terjadinya kerusakan sel-
sel pulau Langerhans. Apakah merupakan penyebab atau akibat, namun titer ICCA
Otoantibodi terhadap antigen permukaan sel atau Islet Cell Surface Antibodies (ICSA)
ditemukan pada sekitar 80% penderita DM Tipe 1. Sama seperti ICCA, titer ICSA
juga makin menurun sejalan dengan lamanya waktu. Beberapa penderita DM Tipe 2
80% pasien yang baru didiagnosis sebagai positif menderita DM Tipe 1. Sebagaimana
halnya ICCA dan ICSA, titer antibodi anti-GAD juga makin lama makin menurun
Disamping ketiga otoantibodi yang sudah dijelaskan di atas, ada beberapa otoantibodi
lain yang sudah diidentifikasikan, antara lain IAA (Anti- Insulin Antibody). IAA
ditemukan pada sekitar 40% anak-anak yang menderita DM Tipe 1. IAA bahkan
sudah dapat dideteksi dalam darah pasien sebelum onset terapi insulin.
sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada
penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel pulau
pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun
dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu
somatostatin untuk menekan sekresi glukagon, maka akan terjadi penekanan terhadap
kenaikan kadar gula dan badan keton. Salah satu masalah jangka panjang pada
hipoglikemia yang dapat berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang
namun pada penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi penurunan
kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons terapi insulin yang diberikan. Ada
beberapa mekanisme biokimia yang dapat menjelaskan hal ini, salah satu diantaranya
darah sebagai akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa. Asam
perifer seperti misalnya di jaringan otot rangka, dengan perkataan lain akan
menurunkan ekskresi dari beberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk
merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase di hati dan gen GLUT4
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya
meningkat.
jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan
terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta
Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor pradisposisi utama. Penelitian
terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen yang
2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin
yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal.
Keadaan ini lazim disebut sebagai Resistensi Insulin. Resistensi insulin banyak
terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan
sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak
pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe
2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya
Sel-sel kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi
insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan
meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20
gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal
sel-sel pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.
Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagi menjadi 4
kelompok:
a. Kelompokyanghasilujitoleransiglukosanyanormal
b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia
(Chemical Diabetes)
Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
a. Obat Antihiperglikemia Oral
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh
2. Glinid
Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti termasuk di sel otot,
lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC
III- IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal
hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga
glukosidase alfa tidakgunakan bila GFR 30ml/min/1,73 mgangguan faal hati yang
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-
1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk
aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
BB naik
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin 1,0-2,0%
hipoglikemia
BB naik
Glinid Meningkatkan sekresi insulin 0,5-1,5%
hipoglikemia
30-60 Vial,
Humulin R Actrapid Sansulin 2-4 jam 6-8 jam
menit pen/cartridge
Kerja Menengah (Intermediate-Acting) (Insulin Manusia, NPH)
Hampir
Insulin Glargine (Lantus) Insulin 12-24
13 jam tanpa Pen
Detemir (Levemir) jam
puncak
Hampir
30-60 Sampai
Degludec (Tresiba)* tanpa
menit 48 jam
puncak
insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang
biasanya terjadi pada pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan
mungkin menurunkan berat badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat
c. Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun
fixed dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam
obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi
sasaran kadar glukosa darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi
tiga obat antihiperglikemia oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat
antihiperglikemia oral dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau
insulin kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik
dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-
10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Pada keadaaan dimana
kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali meskipun sudah mendapat
insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi insulin basal dan prandial, serta
Mekanisme kerja
depolarisasi membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya
kanal Ca maka ion Ca akan masuk ke sel , merangsang granula yang berisi insulin
dan akan terjadi sekresi insulin dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide-C.
Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan
hipoglikemia.
Farmakokinetik
Absorbsi ke saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat
mengurangi absorbs, karena itu akan lebih efektif bila diminum 30 menit sebelum
makan. Dalam plasma 90% terikat protein plasma terutama albumin. Ikatan ini paling
masa paruhnya lebih panjang, sekitar 4-5 jam, sama dengan tolbutamid dan tolazamid.
Klorpropamid dalam darah terikat albumin, masa paruhnya panjang, 24-48 jam.
Tolazamid absorbsinya lebih lambat dari yang lain. Efeknya dalam glukosa darah
belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan. Masa paruh sekitar 7 jam. 1
generasi I. Meski masa paruhnya pendek, yaitu 3-5 jam, efek hipoglikemiknya
Glipizid, absorbsinya lengkap, masa paruh 3-4 jam. Dalam darah 98% terikat protein
plasma, potensinya 100x lebih kuat dari tolbutamid, tetapi efek hipoglikemik
Gliburid (glibenklamid), potensi 200x lebih besar dari tolbutamid, masa paruhnya
dapat terjadi kegagalan primer dan sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21%
selama 1 tahun.
sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang
berat.
Efek samping
Insidens efek samping generasi I adalah 4 % dan lebih rendah lagi untuk genarasi II.
Dapat timbul hipoglikemia hingga koma. Reaksi ini lebih sering terjadi pada pasien
usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar dan ginjal, terutama yang menggunakan
sediaan dengan masa kerja panjang.
Efek samping lain yaitu mual, muntah, diare, gejala hematologic, ssp, mata, dsb.
Gangguan saluran cerna tersebut dapat berkurang dengan mengurangi dosis, menelan
obat bersama dengan makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala ssp
berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu hipoglikemia tidak
mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut dan dapat
Indikasi
Pada umumnya hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul
pada usia diatas 40 tahun. Kegagalan terapi dengan salah satu derivate sulfonylurea
Selama terapi pemeriksaan fisik dan laboratorium harus dilakukan secara teratur.
Interaksi
klofibrat. 1
Propanolol dan bloker lainnya menghambat reaksi takikardi, berkeringat dan tremor
pada hipoglikemia oleh berbagai sebab sehingga keadaan hipoglikemia menjadi lebih
hipertensi. Antihipertensi juga diberikan pada individu yang memiliki resiko tinggi
untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan mereka yang beresiko terkena stroke
maupun miokard infark. Pemberian obat bukan berarti menjauhkan individu dari
modifikasi gaya hidup yang sehat seperti mengurangi berat badan, mengurangi
konsumsi garam dan alkohol, berhenti merokok, mengurangi stress dan berolah- raga.
Pemberian obat perlu dilakukan segera pada pasien dengan tekanan darah
sistolik 140/90 mmHg . Pasien dengan kondisi stroke atau miokard infark ataupun
ditemukan bukti adanya kerusakan organ tubuh yang parah (seperti mikroalbuminuria,
hipertrofi ventrikel kiri) juga membutuhkan penanganan segera dengan antihipertensi.
Tujuan
Pada dasarnya pengobatan dengan antihipertensi itu penting agar pasien dapat
mencapai tekanan darah yang dianjurkan. Level tekanan darah yang diharapkan pada
pasien hipertensi yang tidak disertai komplikasi adalah 140/90 mmHg atau lebih
rendah bila memungkinkan, sedangkan pada pasien mengalami insiden kerusakan
organ akhir atau kondisi seperti diabetes, level tekanan darah yang diharapkan adalah
130/90 mmHg, dan pada pasien proteinuria (>1 g / hari) diharapkan tekanan darah di
bawah 150/75 mmHg.
1. Mengurangi insiden gagal jantung dan mencegah manifestasi yang muncul akibat
gagal jantung.
2. Mencegah hipertensi yang akan tumbuh menjadi komplikasi yang lebih parah dan
mencegah komplikasi yang lebih parah lagi bila sudah ada.
3. Mengurangi insiden serangan serebrovaskular dan akutnya pada pasien yang sudah
terkena serangan serebrovaskular.
Klasifikasi
Dikenal lima kelompok obat lini pertama (first line drug) yang digunakan untuk
pengobatan awal hipertensi yaitu : diuretik, penyekat reseptor beta adrenergik (-
blocker), penghambat angiotensin converting enzyme (ACE-inhibitor),
penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB), dan antagonis
kalsium.
1 Diuretik
5 Antagonis Kalsium
Mekanisme kerja : antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama
menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan
resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila
menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan Diltiazem dan
Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik negatif langsung
pada jantung. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah Amlodipine, Diltiazem,
Verapamil, Nifedipine.
Efek Samping
Efek samping
obat obatan antihipertensi pada rongga mulut adalah xerostomia, reaksi likenoid,
pertumbuhan gingiva yang berlebih, pendarahan yang parah, penyembuhan luka yang
tertunda. Sedangkan efek samping yang sistemik yang paling sering dilaporkan adalah
konstipasi, batuk, pusing, mengantuk, letih, frekuensi berkemih yang meningkat,
berkuranya konsentrasi, disfungsi seksual dan rasa tidak enak pada perut.
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22597/4/Chapter%20II.pdf