You are on page 1of 7

TUGAS ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

Januari 2017

UNIT 731

OLEH:
Andi Masyani Ahdanisa C111 10 132 Ratna Nur Aisyah C111 11 327
Bahtiar Rizki C111 10 281 Hikmawaty Tahir C111 11 332
Firdasari Karim C111 11 009 Muh. Adil Mohd. Sabri C111 11 830
Siti Amalia Pratiwi C111 11 184 Hawa Mohd. Khalid C111 11 862
Riswan Chaerul C111 11 268 Nor Hasyimah Malek C111 11 885
Ris Ryani Syahputri C111 11 271

Supervisor :
Dr. dr. Gatot S. Lawrence, M.Sc, Sp.PA(K), DFM, Sp.F, FESC

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
UNIT 731

Unit 731 merupakan suatu unit rahasia untuk pengembangan senjata biologi yang
dimiliki Jepang pada tahun 1937-1945. Unit ini dipimpin oleh Jenderal Ishii Shiro dan berkantor
pusat di pinggiran kota Harbin dan bercabang ke Manchuria. Organisasi Jepang ini merupakan
suatu kompleks laboratorium besar yang terdiri dari 150 gedung dan 5 perkemahan satelit
dengan 3.000 ilmuwan dan teknisi bekerja di dalamnya.

Pada tahun 1972, Ishii Shiro mendirikan suatu Laboratorium Pencegahan Epidemik di
sekolah medis militer Tokyo dan Unit Togodi desa Beinho, sebelah tenggara kota Harbin. Unit
731 ini, disamarkan dengan nama unit penjernihan air, yang merupakan bagian dari unit tentara
Jepang di Manchuria atau disebut Kwantung Army di atas lahan seluas 32 km2 yang dilengkapi
fasilitas seperti halnya kota kecil yang berdiri sendiri. Tujuan dari Unit 731 ini adalah untuk
mengadakan penelitian dan pengembangan teknologi senjata biologi dan kimia.

Laboratorium ini sempat ditutup pada tahun 1934 karena 12 orang tawanan perang lari
dari fasilitas tersebut dan pasuka gerilya Cina berhasil menyerang pasukan Ishii. Dua tahun
kemudian, Unit Togo dibuka kembali dan berganti nama menjadi Departemen Pencegahan
Epidemik Tentara Kwantung (Unit Ishii) dan pada tahun 1940 diubah kembali menjadi
Departemen Pencegahan Epidemik dan Purifikasi Air (menjadi Unit 731 pada tahun 1941).
Selain di Manchuria, militer Jepang juga memiliki cabang di Beijing (Unit 1855), Nanking (Unit
1644). Guangzhou (Unit 8604) , dan Singapura (Unit 9420) dengan total 20.000 staf secara
keseluruhan. Masing-masing cabang melakukan eksperimen biologi dan kimia yang telah
dikembangkan oleh Unit 731.

Unit 731 melakukan eksperimen pembuatan senjata biologi dengan menginfeksi tawanan
perang dengan pes, antraks, kolera, wabah demam berdarah, radang dingin (frostbite), dan
bahkan penyakit menular seksual. Walaupun sulit untuk mengetahui jumlah korban yang
meninggal, diperkirakan sekitar 10.000 warga tawananan meninggal dunia akibat eksperimen
yang dilakukan oleh Jepang ini.

Para dokter yang bertugas di Unit 731 melakukan perbanyakan bakteri atau virus patogen
pada organ tubuh manusia, kemudian menyebarkannya ke warga desa sekitar ketika telah
didapatkan jumlah patogen yang mencukupi. Organ tubuh tersebut didapatkan dari hasil
pembedahan tubuh tawanan. Berbagai pembedahan organ tubuh dilakukan untuk melihat efek
dari suatu senjata biologi. Namun, pembedahan dan eksperimen yang dilakukan Jepang
berlangsung dengan sadis, diantaranya adalah transfusi darah binatang ke manusia, pemecahan
bola mata, pemotongan anggota tubuh dan menyambungkannya kembali ke sisi yang
berlawanan, hingga percobaan pada bayi dan anak keci yang menyebabkan kematian.

Untuk melihat efek dari penyakit yang tidak dirawat, Jepang menginfeksi pria dan wanita
dengan sifilis, membekukan manusia kemudian dicairkan kembali untuk mempelajari efek
pembusukan daging, menempatkan manusia pada ruangan bertekanan tinggi, dan berbagai
tindakan tidak manusiawi lainnya. Mayat-mayat korban yang telah diambil organ dalamnya
kemudian dibuang dan dibakar dengan crematorium.

Selain digunakan untuk uji senjata biologi, para tawanan juga dimanfaatkan untuk uji
senjata. Para tawanan diikat pada jarak tertentu, diposisikan dengan sudut berbeda kemudian
dilempar dengan granat, penyembur api, maupun bahan peledak. Hal ini dilakukan untuk
mengukur posisi dan kisaran terbaik untuk pelepasan senjata tersebut.

Unit ini tidak hanya terkenal karena vivisection, beberapa tahanan yang dikirim ke Unit
731 dibawa keluar dan diikat di kayu. Orang Jepang kemudian akan menguji senjata biologis
baru seperti plague atau bom yang diisi dengan kutu yang terinfeksi plague di dalamnya.
Penelitian ini melibatkan human guinea pigs, yang disebut log oleh para ilmuwan Jepang.
Manusia dikunci di dalam bilik-bilik bertekanan untuk menguji seberapa jauh tubuh manusia
bisa bertahan sampai mata mereka menonjol ke luar. Beberapa manusia yang diujikan dibawa
keluar selama musim dingin yang hebat sampai tungkai mereka membeku, yang diperlukan
dokter untuk menguji terapi terbaik frostbite.

Tentara Jepang secara teratur melakukan uji lapangan untuk melihat apakah senjata
biologis dapat bekerja di luar laboratorium. Pesawat menjatuhkan kutu yang terinfeksi plague
untuk menimbulkan wabah di atas Ningbo Cina Timur dan di atas Changde Cina Utara-Tengah.
Pasukan Jepang juga menyebarkan kultur kuman kolera dan tifus di sumur dan kolam, tetapi
hasilnya sering kontraproduktif. Pada tahun 1942, spesialis senjata biologis jenis kuman juga
menyebabkan disentri, kolera dan tifus di Provinsi Zhejiang di Cina, tetapi tentara Jepang sendiri
menjadi sakit dan 1.700 orang meninggal karena penyakit ini. Perkiraan 440.000 warga Cina
meninggal akibat peperangan kuman ini.

Saat pecahnya kampanye Wusung-Shanghai pada 13 Agustus 1937, tentara Jepang


menggunakan gas beracun melawan pasukan Cina. Dalam perang 8 tahun berikutnya, Jepang
telah menggunakan gas beracun 1.131 kali di 14 Propinsi Cina. Saat tentara Jepang mundur dari
Cina sewaktu perang berakhir, hewan yang terinfeksi plague disebarkan dan menyebabkan
wabah malapetaka yang menewaskan setidaknya 30.000 orang di daerah Harbin dari tahun 1946
hingga 1948.

Pada Agustus 1945, seluruh gedung dan peralatan Unit 731 dimusnahkan dan Jenderal
Ishii Shiro pergi untuk mencari bantuan kepada Amerika. Dia menemui Jenderal McArthur untuk
meminta imunitas bagi staf Unit 731 dan menukarnya dengan pengetahuan Jepang dalam
pengembangan senjata kimia dan biologi. Pada September 1947, Amerika sepakat untuk tidak
menuntut Jepang terhadap kejahatan perang yang telah mereka lakukan. Beberapa personel
medis Unit 731 masih dapat menduduki posisi penting di dalam masyarakat Jepang, contohnya
Jenderal Masaji Kitano. Kitano adalah orang yang menunjuk Ishii Shiro untuk memimpin Unit
731. Dia tetap menjadi orang penting di Jepang karena menjadi direktur dari Green Cross
Corporation, perusahaan ternama di Jepang yang memproduksi berbagai produk darah. Ishii
Shiro meninggal pada usia 67 tahun karena kanker tenggorokan.
Komandan Unit 731 Ishii Shiro
Bangunan fasilitas senjata biologi Unit 731 di Harbin

Reruntuhan bangunan Ketel Uap (Boiler)


Korban eksperimen manusia Unit 731

Salah satu banguna terbuka untuk pengunjung

You might also like