You are on page 1of 29

Laporan Kasus

Seorang laki-laki 38 tahun dating dengan keluhan batuk


bertambah hebat sebelum 4 hari SMRS

Oleh :
Imanuel 04121001054
Anusha G Perkas 04011381320081

Pembimbing :
dr. Ahmad Rasyid, SpPD, KP

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan


melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis
dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura
hanya mengandung cairan sebanyak 10- 20 ml. Penyakit-penyakit yang dapat
menimbulkan efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis,
keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada, infark paru,
serta gagal jantung kongestif.1
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang,
salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi
tuberkolosis. Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh
gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi
pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama
efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita.
Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas
dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan
dan jenis biochemical dalam cairan pleura..2,3
Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul
akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis
efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang
teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsy dan analisa cairan
pleura.4 Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan
kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.1
BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani kopi
Status : Belum
Alamat : Jl. Muara dua dusun sukapanjar, oku selatan
Masuk RS : 22 Februari 2017 pukul 13.52 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 12 Maret 2017

ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Batuk bertambah hebat sejak 4 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Cairan keluar terus menerus dari bekas tempat drainase
Riwayat Penyakit Sekarang
- 1 tahun yang lalu pasien mengeluh sesak. Sesaknya hilang timbul,
tidak dipengaruhi oleh cuaca (-), emosi (-) dan aktivitas (-). Pasien
mengeluh sesak bertambah ketika batuk. Batuk hilang timbul, batuk
tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca. Dahak (+), dahak warna
coklat setiap kali batuk. Demam (+) hilang timbul nyeri dada (+) di
area region pectoralis kiri, nyerinya hilang timbul,rasa seperti tertusuk-
tusuk,tidak menjalar, mual (-) ,muntah (-) batuk berdarah (-). BAK dan
BAB tidak ada keluhan.Pasien berobat ke RSMH dan didapatkan ada
cairan dalam paru kiri. Dipasang selang untuk mengeluarkan cairannya
sebanyak 1 litre. Dikatakan menderita cairan di paru. Selang
dilepaskan 3 minggu setelah dipasang
- 8 bulan yang lalu pasien mengeluh sesak. Batuk hilang timbul,
batuk tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca. Dahak (+), dahak
warna coklat setipa kali batuk. Demam (+) hilang timbul nyeri dada
(+),hilang timbul, seperti tertusuk-tusuk dan tidak menjalar, mual (-)
,muntah (-).BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien diminta untuk
dilakukan aspirasi cairan dari paru kiri. Dilakukan pemeriksaan
sitologi dan didapatkan bukan keganasan. Dilakukan tes sputum dan
hasilnya positif, pasien menderita dari TB paru. Pasien diberi obat
OAT selama 6 bulan. Setelah akhir pengobatan dilakukan dilakukan tes
sputum dan didapatkan hasil negatif.
- 5 bulan SMRS pasien mengeluh batuk masih ada. Batuknya hilang
timbul dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas,emosi atau cuaca. Pasien
mengeluh ada dahak dan berwarna coklat setiap kali batuk. Nyeri dada
ada. Nyeri dada hilang timbul, tidak menjalar, seperti tertusuk-tusuk
dan di regio pectoralis kiri. Mual (-), muntah(-), BAB dan BAK lancar
- 1 bulan SMRS pasien mengeluh batuk memberat dan hilang timbul.
Dahak (+) warna coklat. Sesak ada (+) dan tidak dipengaruhi oleh
aktivitas, emosi atau cuaca. Berat badan turun (+).Nyeri dada ada.
Nyeri dada hilang timbul. Nyeri dada tidak menjalar (-), mual (-),
muntah(-), BAB dan BAK lancar
- 1 minggu SMRS, pasien mengeluhkan batuknya tidak berkurang,
dahak (+), batuk berdarah(-), nyeri dada (+), demam (+),Pasien mulai
merasakan nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk-tusuk, terlebih saat
pasien batuk. Nyeri yang dirasakan tidak menjalar. Pasien juga
merasakan sesak nafas (+). Sesak tidak dipengaruhi cuaca ataupun
emosi, mengi (-). Keringat pada malam hari (+), demam (+) menggigil
(+), mual (-), muntah (-).BAK dan BAB tidak ada keluhan.
- 4 hari SMRS, pasien mengeluhkan batuk semakin hebat. Batuknya
hilang timbul. Nyeri dada sebelah kanan semakin hebat terutama saat
batuk. Nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk di region pectoralis kiri.
Pasien lebih nyaman berbaring dan posisi tubuh miring ke kiri. Batuk
masih dirasakan belum berkurang, dahak(+), darah(-). Sesak (+) tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, mengi (-).Pasien megeluh berat badan turun
6kg dalam 4 bulan.Pasien mengeluh ada cairan keluar dari bekas
drainse yang berwarna merah, sebanyak gelas aqua. Demam
(+),menggigil (-), mual(-), muntah(-), BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Pasien kemudian dibawa ke IGD RSMH dan dipindahkan ke
RA.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat kanker dalam keluarga disangkal
Riwayat Pengobatan
- Makan obat TBC untuk 6 bulan
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan
- Pasien bekerja sebagai petani kopi, merokok 10 tahun kemudian
berhenti tahun 2015, dan tidak minum alkohol.

Keadaan Umum
- Kesadaran : Compos mentis
- Keadaan umum : tampak sakit sedang
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- Napas : 20x/menit
- Suhu : 36,5 C
- Gizi : BB = 55kg, TB = 163 cm

Keadaan Spesifik
Kulit
- warna sawo matang, turgor baik, ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
pertumbuhan rambut normal
Kepala
- Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor,
reflek cahaya +/+.
- Hidung : bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang
dalam perabaan baik, penyumbatan maupun perdarahan (-)
- Telinga : pendengaran baik, nyeri tekan processus mastoideus (-)
- Mulut : bibir lembab, atrofi papil (-), gusi berdarah (-), stomatitis (-)
- Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
JVP 5-2 cmH20
Toraks
- Paru: Inspeksi : statis - dada kanan cembung
dinamis -gerakan dada kiri tertinggal
retraksi (-), sela iga membesar (-)
Palpasi : stem fremitus kiri melemah, stem fremitus
kanan normal
Perkusi : redup mulai dari ICS IV dada kiri ke bawah.
Hipersonor pada seluruh lapang paru kanan
Auskultasi :vesikuler (+) menurun pada paru kiri linea
midclavicularis ICS IV, ronkhi (-), wheezing
(-)

- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung sulit ditemui
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : perut datar, venektasi (-)
Palpasi : lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak
teraba (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), palmar pucat (-)
Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin (15 Maret 2017)
Hb : 9,1 g/dl
RBC : 3,21 x 106 /mm3
WBC : 13,400/mm3
Hematokrit : 28%
Trombosit : 467.000/L

Rontgen Thoraks
3 Maret 2017

Kesan : Efusi Pleura Paru Kiri

DIAGNOSIS SEMENTARA
Efusi pleura sinistra ec pleuropneumonia

DIAGNOSIS BANDING
Efusi pleura sinistra ec pleuropneumonia
Efusi pleura sinistra ec malignancy
Efusi pleura sinitra ec susp pleuritis TB
PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

RENCANA PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi :
- Istirahat
- O2 3 L/menit
- Edukasi
- Diet nasi biasa tinggi kalori tinggi protein
Farmakologi : IVFD RL gtt xx/m
Neurodex 1 tab 24 jam
Asam Folat 40g 8 jam
Ceftriaxon 1g 24 jam

RENCANA PEMERIKSAAN
Aspirasi Cairan Pleura
CT Scan Thoraks

Follow Up
Senin, 13 Maret pukul 06.00
S : sesak (-) , nyeri dada (-) , batuk (-)
O : sensorium : compos mentis
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/m
RR : 18x/m
Temp : 36,80C
Pemeriksaan fisik : pulmo I : statis- kanan lebih cembung,
dinamis- paru kiri tertinggal
P: stem fremitus menurun pada paru kiri
P: redup di paru kanan mulai ICS V ke
bawah
A: vesikuler menurun di paru kiri
A : Efusi Pleura sinistra ec malignancy
P : non farmakologi : bed rest, diet NB TKTP, edukasi
Farmakologi : Neurodex 1x1
Asam Folat 3x1
Amikasin 2x500
Ambroxol 3x15ml

Rabu , 15 Maret 2016 pukul 06. 00 WIB


S : keluhan (-)
O : sensorium : compos mentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/m
RR : 20x/m
Temp : 36,50C
Pemeriksaan fisik : pulmo I : I : statis- kanan lebih cembung,
dinamis- paru kiri tertinggal
P: stem fremitus menurun pada paru kiri
P: redup di paru kanan mulai ICS V ke
bawah
A: vesikuler menurun di paru kiri
A : Efusi Pleura sinistra ec malignancy
P : non farmakologi : bed rest, diet NB TKTP, edukasi
Farmakologi : Neurodex 1x1 tab
Asam Folat 3x1
Ambroxol 3x15ml
Khamis, 16 Maret pukul 06.00 WIB
S : sesak (-) , nyeri dada (-) , batuk (-)
O : sensorium : compos mentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/m
RR : 20x/m
Temp : 36,40C
Pemeriksaan fisik : pulmo I : statis- kanan lebih cembung,
dinamis- paru kiri tertinggal
P: stem fremitus menurun pada paru kiri
P: redup di paru kanan mulai ICS V ke
bawah
A: vesikuler menurun di paru kiri
A : Efusi Pleura sinistra ec malignancy
P : non farmakologi : bed rest, diet NB TKTP, edukasi
Farmakologi : Neurodex 1x1 tab
Asam Folat 3x1
Ambroxol 3x15ml
R : CT-Scan torax + contrast
Analisa Biokimia cairan pleura
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. EFUSI PLEURA
A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan
melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan
visceralis dapat berupa transudat atau cairan eksudat1.
Efusi pleura maligna (EPM) merupakan komplikasi penting pada
pasien dengan keganasan intratorakal dan ekstratorakal. Efusi pleura maligna
ini juga merupakan komplikasi keganasan stadium lanjut yang sangat
menyulitkan4.

B. Anatomi dan fisiologi pleura


Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang
embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat
memungkinkan organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami
retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan
fisiologis suatu organisme. Pleura viseral membatasi permukaan luar
parenkim paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura parietal
membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta
diafragma, mediastinum dan struktur servikal.5
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas
akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan
memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan
paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi
rekoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses
respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang
ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran
limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-
komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi
pleura5.

C. Etiologi
Efusi pleura biasanya merupakan penyakit sekunder yang terjadi akibat
penyakit lain. Terjadinya efusi pleura secara umum disebabkna oleh 2 faktor
yaitu infeksi dan non infeksi :6,7,8
1. Infeksi

Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara


lain: tuberculosis, pneumonitis, abses paru, abses subfrenik.
2. Non Infeksi

Pada penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura


antara lain: Ca paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca
mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung (gagal jantung),
perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal.
Adapun penyakit non infeksi lain yang dapat menyebabkan efusi
pleura natara lain :
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi

1. Gangguan kardiovaskuler

Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab


terbanyak timbulnya difusi pleura. Penyebab lainnya adalah
perikarditis konstriktiva dan sindrom vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan vena
sistemik dan tekana kapiler pulmonal akan menurunkan
kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran
getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi
cairan ke rongga pleura dan paru-paru meningkat, sehingga
cairan efusi mudah terbentuk.
2. Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena
emboli pulmonal. Keadaan ini dapat disertai infark paru
ataupun tanpa infark. Emboli menyebabkan turunya aliran
darah arteri plmonalis, sehingga terjadi iskemiamaupun
kerusakan parenkim paru dan memberikan peradangan
dengan efusi yang bedarah (berwarna merah). Disamping itu
permebilitas antara satu atau kedua bagianpleura akan
meningkat, sehingga cairan efusi mudah terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, junlahnya tidak
banyak, dan biasannya sembuh secara spontan, asal tidak
terjadi pulmonal lainnya. Pada efusi pleura dengan infark
paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu
penyembuhan juga lebih lama.

3. Hipoablbumineamia

Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbumenia


seperti sindrom nefrotik, malabsorbsi, atau keadaan lain
dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi karena rendahnya
tekanan osmotic protein cairan pleuraa dibandingkan dengan
tekaan osmotic darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral
dan cairan bersifat transudat.
b. Efusi pleura karena neoplasma

Neoplasma primer atau sekunder (metastasis) dapat


meyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura.
Keluhan yang paling banyak di temukan adalah sesak nafas dan
nyeri dada. Gejala lain adalah cairan yang selalu
berakumulasidengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis
berkali-kali.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada
neoplasma yakni:
- Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya
perneabilitas pleura terhadap air dan protein

- Adanya masa tumor mengakibatkan tersumbatnyaaliran


pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga
pleura gagal memindahkan cairan dan protein.

- Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan


selanjutnya timbul hipoproteinemia.

D. Klasifikasi
Efusi pleura dapat dibagi menurut jenis cairannya dibagi menjadi 2 yaitu
transudat dan eksudat. Untuk menentukan dan membedakan dapat digunakan
kriteria Light10 yaitu:
- Cairan efusi dikatakan transudat jika memenuhi dua dari tiga kriteria :
Rasio kadar protein cairan efusi pleura/ kadar protein serum < 0,5
Rasio kadar LDH cairan efusi pleura / kadar LDH serum : kadar
LDH cairan efusi pleura <2/3 batas atas nilai normal kadar LDH
serum.
- Jika angka tersebut terlampaui, efusi pleura dikatakan eksudat.
- Secara kasar efusi pleura dapat dikatakan transudat jika kadar proteinnya
3gr/100 ml dan berat jenisnya > 0,016

E. Patofisiologi
Terjadinya penumpukan cairan pleura dalam rongga pleura dapat
disebabkan hal-hal sebagai berikut11:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
2. Menurunnya tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler.
3. Menurunnya tekanan negatif dalam rongga pleura.
4. Bertambahnya permeabilitas dinding pembuluh darah pleura.
5. Terganggunya penyerapan kembali cairan pleura ke pembuluh getah
bening.
6. Perembesan cairan dari rongga peritoneum ke dalam rongga pleura.
Penghambatatan drainase Tekanan Osmotik
infeksi
limfatik Koloid Plasma

Peradangan permukaan Tekanan kapiler paru Transudasi cairan

pleura meningkat intravaskular


Permeabilitas Vascular Tekanan Hisdrostatik Edema

Transudasi Cavum Pleura

Efusi Pleura

Skema 2.1 : Efusi Pleura6

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh


peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,
sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya pneumothoraks karena
pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga
pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah
tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien emfisema paru.4
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
dialisis peritoneum. Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan. Perikarditis
konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks.4
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa
Penting untuk menggolongkan efusi pleura sebagai transudatif atau eksudatif

F. Manifestasi klinis
Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika
mekanika paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak ,
berupa rasa penuh dalam dada atau dispneu. Nyeri bisa timbul akibat efusi
yang banyak, berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Adanya
gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat
yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan5

G. Diagnosis

Pemeriksaan fisik dada :


Pemeriksaan fisik menunjukkan efusi pleura tipikal. Beberapa tanda
fisik efusi pleura seperti asimetris saat ekspansi dada, asimetris dari fremitus
taktil, perkusi yang redup pada area efusi, menghilangnya suara nafas, serta
pleural rubakan ditemukan juga pada EPM. Penekanan penting pada
pemeriksaan fisik adalah dalam melihat tanda keganasan ekstrapleura yang
mendasari2.
Pemeriksaan Penunjang4
A. Foto toraks PA

Kelainan pada rontgen PA baru akan terlihat jika akumulasi cairan


pleura telah mencapai 300 ml. pada mulanya, cairan berkumpul pada
dasar hemitoraks di antara permukaan inferior paru dan diafragma
terutama disebelah posterior, yaitu sinus pleura yang dalam. Jika cairan
pleura terus bertambah banyak, cairan akan menuju sinus
konstofrenikus posterior dan ke lateral, dan akhirnya ke anterior. Jika
cairan masih terus bertambah, cairan akan menuju ke atas, yaitu ke
arah paru cekung, dan menguncup ke atas. Diafragma dan sinus
konstrofenikus akan tidak terlihat juka cairan mencapai 1000ml. jika
pada foto PA efusi pleuras tidak jelas, dapat dilakukan foto lateral
dekubitus.4

B. Ultrasound

Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menetukan


adanya cairan dalam rongga pleura. Keuntungan ultrasound dapat
membedakan tebalnya pleura parietal dan pleura nodul serta bentuk
vocal dari pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penetuan
waktu melakukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi yang
terlokalisasi. Demikian juga dengan pemeriksaan CT scan dada.
Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menetukan adanya efusi pleura.

C. Contrast-enhanced chest computed tomography (CT scan dada)

CT scan dada dengan kontras memberikan informasi imaging yang


paling bermanfaat untuk mengevaluasi pasien dengan kecurigaan
EPM. Hasil pencitraan di sini akan dapat melihat sampai ke abdomen
atas(untuk metastasis adrenal dan hepar). Selain itu, tumor primer yang
tersembunyi dapat diidentifikasi seperti pada kanker payudara, kanker
paru, thymoma (tumormediatinum), atau konsolidasi pada rongga
(limfoma).
D. Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana


untuk diagnostik maupun terapiutik. Pelaksanaanya sebaiknya
dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan
memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melibihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Untuk
diagnostic cairan pleura dilakukan pemeriksaan :
1. Warna cairan

Biasannya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan


(serous-xantho-chrome) . bila agak kemerah-merahan ini dapat
terjadi pada trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran
aneuirsma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak perulen, ini
menunjukan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini
menunjukan abses karena amoeba.
2. Biokimia

Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat


yang perbedaanya dapat dilihat pada table berikut ini :

Perbedaan transudat dan eksudat

Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia di


periksakan juga pada cairan pleura:
A. Kadar pH dan glukosa. biasannya merendah pada penyakit-
penyakit infeksi, arthritis rheumatoid dan neoplasma
B. Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pancreatitis dan
metastasis adenokarsinoma

D. Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk


diagnostic penyakit pleura, terutama bila di temukan patologis atau
dominasi sel-sel tertentu.
a. Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut

b. Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti


pleutritis tuberkolosa atau limfoma malignum.

c. Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark paru.


Biasanya juga di temukan banyak sel eritrosit.

d. Sel mesotel maligna: pada mesotelioma

e. Sel-sel besar dengan banyak inti : pada arthritis rheumatoid.

f. Sel L.E: pada lupus eritamatosus sistemik.

E. Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat


mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen. Efusi
yang purulan dapat mengandung kuma-kuman yang aerob ataupun
anaerob. Jenis kuman yang sering di temukan dalam cairan pleura
adalah pneumokokus, e coli, klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.

F. Biopsi pleura

Pemeriksaan histology satu atau beberapa contoh jaringan pleura


dapat menunjukan 50-57 % diagnosis kasus-kasus pleuritis
tuberkolosa dan tumor pleura. Komplikasi adalah pneumotoraks,
hemotoraks, penyebab infeksi atay tumor pada dinding dada.

H. Penatalaksanaan
Terapi penyakit dasarnya antibiotika dan terapi paliatif (Efusi pleura

haemorrhagic). Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin hanya perlu dilakukan

pengobatan terhadap penyebabnya. Jika jumlah cairannnya banyak, sehingga

menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, mak perlu dilakukan tindakan

drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul). Cairan bisa dialirkan melalui

prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam

rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk menegakkan diagnosis,

tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5 liter. Jika

jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah

selang melalui dinding dada. Pada tuberkulosis atau koksidioidomikosis diberikan

terapi antibiotik jangka panjang. Pengumpulan cairan karena tumor pada pleura

sulit untuk diobati karena cairan cenderung untuk terbentuk kembali dengan cepat.

Jika pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura.

Seluruh cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan

(misalnya larutan atau serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan

ini akan menyatukan kedua lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang

tempat pengumpulan cairan tambahan. Jika darah memasuki rongga pleura

biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga

dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya

streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah
tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan tindakan

pembedahan. 9

2.9.1 Torakosentesis

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan

diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik.

Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut8:

1 penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau

diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat

dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang.


2 Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di

daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media

di bawah batas suara sonor dan redup.


3 Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan

dengan jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi

biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah

sehingga mengenai diahfragma atau terlalu dalam sehingga mengenai

jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena

jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.

Gambar 2.4: Metode torakosentesis8


4 Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada

setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat


pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan

dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa

batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.5


5 Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela

iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serothoraks), berdarah

(hemothoraks), pus (piothoraks) atau kilus (kilothoraks), nanah

(empiema). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (cairan putih

jernih) atau eksudat (cairan kekuningan). 9


Indikasi pungsi pleura9 :
1 Adanya gejala subyektif seperti sakit atau nyeri, dipsneu, rasa berat

dalam dada.
2 Cairan melewati sela iga ke-2, terutama bila dihemithoraks kanan,

karena dapat menekan vena cava superior.


3 Bila penyerapan cairan terlambat (lebih dari 6-8 minggu).
2.9.2 Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks

dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara

lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut7:


1 Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9

linea aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea

medioklavikuralis.
2 Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal

selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis.


3 Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
4 Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai

mendapatkan pleura parietalis.


5 Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian

trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi

selang toraks.
6 Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat

dengan kasa dan plester.


7 Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung

selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung

selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar

udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.


8 WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada

selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru

mengembang. Untuk memastikan dilakukan foto toraks8.


9 Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan

jaringan paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi

maksimum.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini pasien laki-laki 38 tahun, mengeluh batuk


bertambah hebat. Keluhan tanbahan adalah cairan keluar dari bekas tempat
drainase. Pasien mengluarkan dahak yang berwarna coklat setiap kali
batuk.terdapat nyeri dada.Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk di
region pectoralis kiri. Pasien lebih nyaman berbaring posisi tubuh miring
kekanan. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sesak yang hebat saat
bernafas. Keluhan tersebut timbul akibat terjadinya timbunan cairan dalam
rongga pleura yang akan memberikan kompresi patologis pada paru
sehingga ekspansinya terganggu dan sesak tidak disertai bunyi tambahan
karena bronkus tetap normal. Makin banyak timbunan cairan maka sesak
makin terasa hebat. Disertai dengan panas badan maupun berkeringat
malam hari.. Batuk pada efusi pleura mungkin disebabkan oleh
rangsangan pada pleura oleh karena cairan pleura yang berlebihan, proses
inflamasi ataupun massa pada paru-paru. Pasien juga mengeluh adanya
penurunan nafsu makan dan berat badan tanpa alasan semenjak muncul
keluhan batuk.
Pada pemeriksaan fisik paru pasien ini, saat inspeksi ditemukan
statis dada kanan cembung dan dinamis dada kiri tertinggal, pada palpasi
ditemukan stem fremitus pada dada kiri menurun sedangkan pada dada
kanan normal, pada perkusi ditemukan redup pada dada kiri mulai dari
ICS IV ke bawah dan hipersonor pada dada kanan akibat dekompensasi,
pada auskultasi ditemukan suara vesikuler yang menurun pada dada kiri
sedangkan pada kanan normal. Semua abnormalitas yang ditemukan pada
pasien ini disebabkan karena timbunan cairan pada rongga pleura kanan.
Efusi pleura eksudat terbentuk karena bertambahnya permeabilitas
lapisan pleura terhadap protein.Pada efusi jenis ini bisa lebih dari 10 gr
protein masuk ke dalam rongga pleura tiap 24 jam, sehingga tekanan
onkotik transpleura menurun. Proses ini akan terus berlangsung sampai
penyerapan kembali protein melalui saluran getah bening sama dengan
rotein yang masuk ke dalam rongga pleura. Efusi pleura jenis eksudat
megandung protein lebih besar dari pada jenis transudat.Faktor lain yang
menyebabkan terbentuknya eksudat adalah pengurangan aliran getah
bening dari ronnga pleura.Peningkatan kadar protein di dalam rongga
pleura akan lebih menambah volume cairan pleura.
Untuk konfirmasi dugaan akan adanya efusi pleura maka
diperlukan pemeriksaan foto toraks (PA). Suatu perselubungan yang
menutupi gambaran paru normal yang dimulai dari diafragma (bila posisi
pasien duduk atau berdiri) adalah suatu tanda jelas dari efusi pleura. Batas
perselubungan ini akan membentuk suatu kurva dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi dari bagian medial. Kelainan dapat unilateral atau
bilateral tergantung dari etiologi penyakitnya. Pada kasus ini telah
dilakukan pemeriksaan foto thorak PA dan ditemukan adanya
perselubungan pada hemithorak dekstra dengan kesan efusi pleura kanan.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat
terjadi karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva,
mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior, emboli
pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks. Sedangkan
pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran
cairan ke dalam rongga pleura.
Etiologi dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh
melalui torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di
bawah pengaruh pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya
dilakukan pada penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada
bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan memakai
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000 1500 cc pada setiap kali aspirasi.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka pasien ini didiagnosis dengan Efusi pleura sinistra et
causa pleropnemonia. Diagnosis efusi pleura sinistra karena pada
anamnesis pasien ditemukan keluhan batuk yang bertambah hebat dan
sesak, ditemukan juga keluhan nyeri dada dan batuk berdahak. Pada
pemeriksaam fisik ditemukan stem fremitus serta suara vesikuler menurun
pada sisi kiri, dan saat diperkusi ditemukan redup pada sisi kiri, serta pada
pemeriksaan foto thorak ditemukan adanya efusi pleura kiri.
Kausa suspek infeksi dipilih karena pada pasien ini efusi pleura
telah berulang beberapa kali. Leukosit yang tinggi menyokong bahwa
pasien ini menderita dari infeksi yang mengarahkan pada efusi pleura
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara
pengobatan kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan
pleurodesis. Pada kasus ini karena pasien mengalami efusi pleura maka
dilakukan thorakosintesis yaitu berupa evakuasi cairan pleura sebanyak
300 cc yang berguna sebagai terapi terapeutik dan diagnostik. Sebagai
terapi terapeutik evakuasi ini bertujuan mengeluarkan sebanyak mungkin
cairan patologis yang tertimbun dalam rongga pleura (sebaiknya tidak
melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi), sehingga diharapkan
paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik dan
penderita dapat bernapas dengan lega kembali. Sebagai terapi diagnostik
dilakukan dengan mengambil sedikit cairan pleura untuk dilihat secara
fisik (warna cairan) dan untuk pemeriksaan biokimia (uji Rivalta), serta
sitologi.
Disamping itu pada pasien juga diberikan diberikan cairan berupa
IVFD RL sebanyak gtt/m, diet tinggi kalori tinggi protein untuk
pemenuhan nutrisi pasien serta pemberian neurodex 1x1 mg peroral,
Ceftriaxon 1x1 peroral. Pada kasus ini pasien telah direncanakan
pemeriksaan CT-scan thorak dengan dan aspirasi cairan pleura dalam
menelurusi dan memastikan etiologi dari efusi pleura serta membantu
menegakkan diagnosis.

Daftar Pustaka
1. Halim, Hadi. 2007. Penyakit-penyakit Pleura. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Sudoyo AW, et al. Edisi 4, Jilid II. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen IPD FKUI; hal. 1056-60\
2. American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions.
Am J Respir Crit Care Med 2004; 162: 1987-2001.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru (kanker paru karsino
bukan sel kecil). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.;2001.
4. McGrath E. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic Approach.
American
Journal of Critical Care 2011; 20: 119-128.
5. Hanley, Michael E., Carolyn H. Welsh. Current Diagnosis &
Treatment in
Pulmonary Medicine. 1st edition. McGraw-Hill Companies.USA:2003. E-
book
6. Fauci, Longo, Kasper: Harrisons Priciples of internal medicine 17th
Edition
7. Light R. Pleural Effusion. NEJM 2002; 346: 1971-77.
8. Medford A, Maskell N. Pleural Effusion. Postgrad Med Journal 2005;
81: 702-
710
9. HeffnerJE,Klein JS.Recentadvancesin the diagnosis and management of
malignant pleural effusions.MayoclinProc2008;83(2):235-50.
10. Jablons D. Management of the pleural effusions. In: Perry MC editor.
American society of clinical oncology educational book. Alexandria :
ASCO; 2004.p.481-7.
11. Rab, Tabrani. Efusi pleura. Dalam : Buku Penyakit pleura, Balai Penerbit
Trans Informedia, Jakarta,2010. Hal: 142-166

You might also like