You are on page 1of 3

Nama : Wulan Handareni Asisten Praktikum :

NRP : G24130020 1. Ayularas Purnamasari S (G24120031)


Hari, Tanggal : Rabu, 25 November 2015 2. Yahdi Isnu M (G24130079)
Praktikum ke-11

ANALISIS DATA CURAH HUJAN WILAYAH DENGAN METODE POLYGON


THIESSEN
Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah memahami cara menghitung curah hujan
dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Serta mengetahui kelebihan dan
kekurangan metode poligon Thiessen.
Pembahasan

Gambar 1 Peta Provinsi Maluku


Secara geografis Provinsi Maluku terletak antara 2 30' - 9 Lintang Selatan dan
124 - 136 Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Maluku adalah 581.376 km2, terdiri dari
lautan 527.191 km2 (90,7%) dan 54.185 km2 daratan (9,3%). Provinsi Maluku terdiri dari
9 kabupaten, 2 kota, 90 kecamatan, 33 kelurahan, dan 989 desa (Dephut 2013). Data yang
diperoleh hanya meliputi 8 kabupaten/kota yaitu Kab Maluku Tenggara Barat, Kab
Maluku Tenggara, Kab Maluku Tengah, Kab Buru, Kab Seram Bagian Barat, Kab Seram
Bagian timur, Kota Ambon, dan Kota Tual. Sehingga luas wilayah total yang akan
dihitung curah hujannya adalah sebesar 30.399,99 km2.
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang terjadi
hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi
terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu penakar hujan belum dapat
menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan hujan kawasan yang
diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa stasiun penakar hujan yang ada di
dalam/atau disekitar kawasan tesebut (Ningsih 2012).
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan
hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian meramalkan besarnya
curah hujan pada periode tertentu. Metode poligon Thiessen merupakan rata-rata terbobot
(weighted average), masing-masing stasiun hujan ditentukan luas daerah pengaruhnya
berdasarkan poligon yang dibentuk (menggambarkan garis-garis sumbu pada garis-garis
penghubung antara dua stasiun hujan yang berdekatan). Cara ini diperoleh dengan
membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua
stasiun hujan. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-
masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan
menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos
penakar (Ningsih 2012). Dengan metode ini wilayah di sekitar penakar curah hujan dan
masih dalam lingkup area poligon bisa diprediksikan rata-rata curah hujan wilayah yang
diinginkan.
Tabel 1 Curah Hujan Wilayah Provinsi Maluku
Curah Luas Sub-
Luas Sub- Curah Hujan
Hujan Wilayah Nama wilayah
Wilayah (%) (mm)
(mm) (km2)
1742,1 4465,79 14,69010352 256 Kab. Maluku Tenggara Barat
2283,4 1031,81 3,394112959 78 Kab Maluku Tenggara
490,1 7953,81 26,16385729 128 Kab Maluku Tengah
1319,5 4932,32 16,22474218 214 Kab Buru
1220,8 5033,38 16,5571765 202 Kab Seram Bagian Barat
1400,9 6429,88 21,15092801 296 Kab Seram Bagian timur
2503,4 298,61 0,98227006 25 Kota Ambon
2337,2 254,39 0,836809486 20 Kota Tual
30399,99 100 1218
Hujan wilayah metode poligon Thiessen didapat dengan mengalikan data hujan
di setiap stasiun dengan persentase luas wilayah yang dipengaruhi stasiun pengukur hujan
tersebut, kemudian dijumlahkan seluruhnya. Persentase luas tersebut merupakan faktor
pembobot bagi setiap stasiun dan didapat dengan membandingkan luas daerah yang
dibatasi oleh poligon dengan luas keseluruhan (Nuraeni 2011).
Tabel 1 memberikan informasi mengenai curah hujan beberapa kabupaten di
Provinsi Maluku. Curah hujan tertinggi terdapat pada Kota Ambon sebesar 2503 mm,
sedangkan curah hujan terendah terdapat pada Kabupaten Maluku Tengah sebesar 490
mm. Setelah dihitung persentase luas wilayah kabupaten terhadap luas total Provinsi,
dihitung kembali curah hujan dengan mengalikan persentase luas sub-wilayah dengan
curah hujan perwilayah yang telah diperoleh sebelumnya. Berdasarkan hasil tabel diatas
didapatkan rata-rata curah hujan wilayah di Provinsi Maluku sebesar 1218 mm. Hasil
tersebut didapatkan dengan menjumlahkan curah hujan wilayah yang terakhir dihitung.
Kelebihan dari Metode poligon Thiessen adalah dapat dilakukan pada daerah
yang memiliki distribusi penakar hujan yang tidak merata atau seragam dengan
mempertimbangkan luas daerah pengaruh dari masing-masing penakar (Soemarto 1999).
Pada metode ini dianggap bahwa pada data curah hujan dari suatu tempat pengamatan
dapat dipakai pada daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Metode poligon Thiessen
dilakukan dengan menganggap bahwa setiap stasiun hujan dalam suatu daerah
mempunyai luas pengaruh tertentu dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan
stasiun menjadi hujan daerah yang bersangkutan.
Cara ini merupakan cara terbaik dan paling banyak digunakan walau masih
memiliki kekurangan karena tidak memasukkan pengaruh topografi. Metode poligon
Thiesen ini akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara rata-rata aljabar, akan
tetapi kekurangan dari metode ini adalah penentuan stasiun pengamatan dan pemilihan
ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil. Hasil yang baik akan ditentukan oleh
sejauh mana penempatan stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah
pengamatan.

Kesimpulan
Metode poligon Thiessen dapat dilakukan dengan mebuat garis penghubung
antara masing-masing stasiun kemudian ditarik garis tegak lurus. Kelebihan metode ini
adalah dapat digunakan untuk wilayah yang minim data curah hujan. Kekurangannya
adalah ketelitian data sangat ditentukan oleh pemilihan wilayah terkait ketinggian dan
luasan yang dapat merepresentasikan data dengan baik.

Daftar Pustaka
Dephut. 2013. Profil Kehutanan 33 Provinsi. Biro Perencanaan Sekertariat Jenderal
Kementrian Kehutanan. Hal 561-582.
Ningsih DHU. 2012. Metode Thiessen Polygon untuk Ramalan Sebaran Curah Hujan
Periode Tertentu pada Wilayah yang Tidak Memiliki Data Curah Hujan. Jurnal
Teknologi Informasi DINAMIK. Vol 17(2) : 154-163.
Nuraeni Y. 2011. Metode Memperkirakan Debit Air yang Masuk ke Waduk dengan
Metode Stokastik Chain Markov (Contoh Kasus: Pengoperasian Waduk Air
Saguling). Jurnal Teknik Sipil. Vol 18 (2) : 157-170.
Soemarto CD. 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta (ID) : Penerbit Erlangga.

You might also like