Professional Documents
Culture Documents
KONSEP DASAR
Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru yang menyebabkan
konsolidasi subsegmental atau konsolidasi lobus yang nampak pada lapang paru
bagian bawah (Djojodibroto, 2009).
Menurut Hidayat (2008) Bronkopneumonia adalah peradangan pada
parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun benda asing.
Sedangkan menurut Misnadiarly (2008) bronkopneumonia juga disebut pneumonia
lobularis merupakan peradangan yang terjadi pada percabangan bronkus yang
ditandai dengan bercak-bercak pada paru yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui
cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen
sampai ke bronkus (Bennete, 2013).
Kesimpulan dari pernyataan diatas bronkopneumonia disebut juga
pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang menyerang
bronkiolus dan juga mengenai alveolus yang sering terjadi pada anak-anak dan
balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur.
Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai yaitu:
Faktor Infeksi
a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
b. Pada anak-anak :
1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
Pada umumnya seseorang yang terserang Bronchopneumonia disebabkan
oleh penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme
patogen. Penyebab Bronchopneumonia yang biasa ditemukan adalah:
a. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus
Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni),
Mycobacterium Tuberculosis.
b. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
c. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices
Dermatides, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia.
Aspirasi benda asing.
d. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah:
e. Faktor predisposisi : Usia, Genetik
f. Faktor pencetus : Gizi buruk/kurang, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapatkan ASI yang memadai, imunisasi yang tidak lengkap, polusi udara,
kepadatan tempat tinggal.
Patofisiologi
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan
oleh virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga
terjadi peradangan bronkus dan alveolus.Inflamasi bronkus ditandai adanya
penumpukan secret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan
mual. Inflamasi atau peradangan pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya
terjadi bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan
nafas sampai ke alveoli. Setelah itu mikroorganisme yang terdapat di alveoli akan
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin;
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam;
c. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti;
d. Stadium IV (7 12 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Tanda dan Gejala
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
1) Nyeri pleuritik
2) Nafas dangkal dan mendengkur
3) Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
1) Mengecil, kemudian menjadi hilang
2) Krekels, ronki,
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8 C sampai 41,1C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2
macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012).
a Penatalaksaan Umum
1) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO 2 pada
analisis gas darah 60.
2) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
3) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b Penatalaksanaan Khusus
1) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
2) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
3) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
c Penatalaksanaan Medis
Menurut Ngastiyah (2005) pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi, akan tetapi, karena hal itu perlu waktu, dan pasien perlu therapi
secepatnya maka biasanya diberikan :
1) Penisilin 50.000 u/kg BB/hari ditambah dengan kloramfenikol 50 70 mg/kg
BB/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
ampisilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 5 hari.
2) Pemberian oksigen dan cairan intravena biasanya diperlukan campuran
glukosa 5% dan NACL 0,9% dalam perbandingan 3 : 1 ditambah larutan
KCL 10 meq/500 ml / botol infus. Karena sebagian besar pasien jatuh ke
dalam asrdosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, maka dapat
diberikan koreksi sesuai dengan hasil analisis gas darah arteri.
d Penatalaksanan Keperawatan
1) Menjaga kelancaran pernapasan
Pasien dengan bronkopneumonia terjadi penumpukan sekret pada salluran
pernafasan sehingga perawat dapat membantu untuk mengeluarkan sekret
dan untuk memenuhi kebutuhan oksigen perlu dibantu dengan memberikan
oksigen 2liter/menit agar tidak terjadi dispnea dan sianosis.
2) Pada anak yang agak besar dapat dilakukan :
a) Berikan posisi semi fowler
b) Ajarkan batuk efektif
c) Lakukan isap lendir sesering mungkin jika lendir tidak bisa dikeluarkan
d) Mengontrol suhu tubuh
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari bronkopneumonia adalah sebagai berikut.
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurang mobilisasi atau reflex batuk hilang.
b. Emfisema adalah suatu keadaaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sistemik.
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
bronkopneumoni (Sandra, 2001) adalah:
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan
pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat
(tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri
leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3 dengan neutrofil yang predominan.
Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.
2) Pemeriksaan sputum untuk mengetahui atau membedakan pneumoni viral
dan bakterial
3) Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
b. Pemeriksaan radiologi
Rontgen thoraks menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada
infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus. Gambaran radiologis mempunyai bentuk
difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil
dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering
terlihat pada lobus bawah.
Faktor pencetus
(bakteri, virus, jamur, benda asing)
Pathway
Kuman berlebih Invasi saluran
didalam bronkus napas atas
Peningkatan suhu
Ketidakefektifan Eksudat masuk tubuh
bersihan jalan Produksi sekret Peningkatan flora
meningkat normal diusus dialveoli
napas
Hipertermi
Suplai o2 dalam Gangguan difusi
Anoreksia
darah menurun gas
Peristaltik usu
meningkat
Intake nutrisi
menurun Hipoksia Gangguan
Malabsorpsi pertukaran gas
Fatigue
Ketidakseimbangan
Frekuensi BAB
nutrisi kurang dari
>3x/hari (diare) Intoleransi
kebutuhan tubuh
aktivitas
Resiko
ketidakseimbangan
volume cairan
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas.
Pada pengkajian identitas, anak-anak merupakan kelompok rentang terserang
infeksi pada saluran pernapasan, salah satunya bronkopneumonia. Faktor usia,
jenis kelamin, lingkungan tempat tinggal, mempengaruhi proses keparahan atau
kesembuhan dari seorang anak dengan bronkopneumonia. Anak dengan daya
tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi
penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat
KEP, penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan
antibiotik yang belum baik.
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Sesak yang di tandai dengan : anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat
dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung
dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan
atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian
atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-
40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Pernah menderita
penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Bronkopneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi.
Selain itu pemeliharaan kesehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga
bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap
dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat
penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan
tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Adanya penurunan berat badan akibat dari nafsu makan menurun
h. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
i. Kebutuhan dasar
1) Pola nafas : Pasien dengan bronkopneumoni mengalami pernafasan
cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung, dengan irama inreguler.
2) Pola makan : Pasien sering tidak mau makan atau minum karena batu dan sesak,
bahkan sampai dimuntahkan kembali makanan yang dimasukkan.
3) Pola eliminasi : Biasanya pola eliminasi pasien terganggu karena adanya perubahan
pola makan, intake yang kurang dan pasien bisa diare.
4) Pola istirahat dan tidur : Pasien sering tidak bisa tidur dengan nyenyak karena apabila
sesak nafas atau batuk, pasien terbangun.
5) Pola aktivitas : Biasanya tergantung pada tahap perkembangannya, misalnya bermain
dengan warna-warna terang, kontak mata antara anak dengan orang tuanya. Namun
jika pasien dengan pasien bronkopneumoni, kurang beraktivitas.
6) Pola kebersihan diri : Untuk pemenuhan kebersihan diri pasien, biasanya dilakukan
oleh orang tuanya dan dibantu oleh perawat.
j. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Pasien tampak lemah dan gelisah
2) Kesadaran : Composmentis
3) Kepala : Kulit kepala biasanya lembab, rambut basah/berminyak
4) Mata : Gerakan bola mata seringkali tegang
5) Telinga : -
6) Hidung : Biasanya ada sekret/beringus, sianosir, cuping hidung.
7) Mulut : Sianosis, bibir kering
8) Kulit : Biasanya turgor kulit jelek kekurangan volume cairan
9) Thorax: terjadi penarikan diding bagian bawah kedalam, terdapat suara nafas
tambahan, tidak simetris
10) Abdomen: peningkatan peristaltik usus
11) Ekremitas: teraba panas
3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan pathway adalah sebagai
berikut (NANDA, 2015).
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi
mukus pada bronkus (jalan nafas).
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
c. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh akibat proses
infeksi, toksimea.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
f. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan proses infeksi
pada saluran pencernaan
11 Perencanaan
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Penerbit IDAI