Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Syifa Yulia
SEMARANG
2017
TINJAUAN TEORI
1. POST PARTUM
A. Pengertian
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas
(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak, 2010).
Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta
keluarlepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan
seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).
Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai dari
perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga baru
dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang.
Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu,
kemungkinan timbul masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan
efektif akan dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu,
sehingga masa postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan (Syafrudin&Fratidhini,
2009).
B. Tahapan Masa Postpartum
Adapun tahapan-tahapan masa postpartum adalah :
1. Puerperium dini :Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan berjalan-
jalan.
2. Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-
kira 6-8 minggu.
3. Remot puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Suherni, 2009).
C. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum
1. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar.
Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta (plasental site) sehingga
jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas.
Ukuran uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi sekitar
umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran
sebelum hamil).
Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul
rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada
hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi
kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan
dengan baik (Suherni, 2009).
2. Perubahan pada Sistem Pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya karena
makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat merasa
lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat
penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini terjadi
penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan kalsium pada ibu,
terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses pertumbuhan juga pada ibu
dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
3. Perubahan Perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada :
a. Keadaan/status sebelum persalinan.
b. Lamanya partus kala II dilalui.
c. Besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari
hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya
edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi
exstravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh
darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
4. Perubahan dalam Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi
ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.
Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan
ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui
bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan,
sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah
permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan menstruasi.
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara
penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan
vulva, serta vagina.
5. Perubahan Tanda- tanda Vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38C, sebagai akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan
suhu 38C yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan
adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran
kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-
lain.
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya
bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi,
bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan
yang lama.
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah
berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah
seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg
dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit kepala dan gangguan
penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi
lebih lanjut. Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada
bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
D. Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum
Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah
persalinan. Oleh karena itu, penting bagi bidan/perawat untuk memberikan informasi dan
bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas yang
harus diperhatikan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas ini
adalah :
1. Demam tinggi hingga melebihi 38C.
2. Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari
perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam
setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk.
3. Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta nyeri ulu
hati.
4. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-lainya.
Komplikasi Yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi postpartum
adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat genetalia
pada waktu persalinan dan nifas.Sementara itu yang dimaksud dengan Febris Puerperalis
adalah demam sampai 38C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca
pesalinan, kecuali pada hari pertama. Tempat-tempat umum terjadinya infeksi yaitu
rongga pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi infeksi, Payudara, Saluran kemih,
Sistem vena.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml
setelah bersalin. Perdarahan nifas dibagi menjadi dua yaitu :
1. Perdarahan dini, yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24 jam
pertama persalinan. Disebabkan oleh : atonia uteri, traumdan laserasi, hematoma.
2. Perdarahan lambat/lanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam. Faktor resiko
: sisa plasenta, infeksi, sub-involusi.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Jumlah darah lengkap, hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht)
2. Urinalisis; kadar urin, darah
F. Penatalaksanaan Medis
1. Memberikan tablet zinc untukmengatasi anemia
2. Memberikan antibiotik bila ada indikasi
E. Patofisiologi
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang
meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan
kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan
absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada
janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon
(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi
kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar
kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis
prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler
terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang
resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme.
Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan
aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan
pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia
dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin 1
yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel
endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen
tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem
organ.
Fungsi organ-organ lain
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-batasn
ormal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada
pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang dapat menimbulkan kelainan
serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi
perdarahan.
2. Perubahan pada uri dan Rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin.
Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan
terhadap rangsangan meningkat maka terjadilah partus prematurus.
3. Perubahan pada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini
menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya
terjadilah retensi garam dan air. Filnasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh edema
paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya
aspires pnemonia. Kadang-kadang ditemukan abses paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini dijumpai
adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat terjadi ablasio retinae,
disebabkan edema intra-okuler dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan
salah satu indikasi untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat
menunjukkan arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah
adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran
darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada metabolisme
air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi ketidakseimbangan
elektrolit. Gula darah,bikarbonasn atrikusd an pH normal. Pada pre-eklampsi berat
dan pada eklampsi : kadar gula darah naik sementara asam laktat dan asam organik
lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan
oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi sehingga
natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk bikarbonas
natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih normal ( khaidir. 2009).
F. Komplikasi
1. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim. Pada penderita
preeklamsi ini terjadi karena adanya vasospasme pada pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke plasenta terganggu. Sehingga nutrisi menuju ke janin
atau plasenta berkurang kemudian terjadi sianosis yang menyebabkan plasenta lepas
dari dinding rahim.
2. Hemolisis
Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis periportal hati pada penderita
pre-eklampsia.
3. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi. Perdarahan pada
retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat yang menunjukkan adanya
apopleksia serebri.
4. Edema paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronkopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses paru-
paru.
Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol umum.
Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan enzim.
5. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGPT,SGOT], gejala subjektif [cepat lelah,
mual, muntah, nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit oleh
radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),
agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan
(vasokonstriktor kuat), lisosom.
6. Prematuritas
Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau
gagal ginjal.
7. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation):
DIC adalah gangguan serius yang terjadi pada mekanisme pembekuan darah pada
tubuh. Pada penderita preeklamsi terjadi proteinuria yaitu protein yang keluar
bersama urin akibat dari kerusakan ginjal. Sedangkan dalam mekanisme pembekuan
darah di perlukan fibrinogen yang merupakan protein. Sehingga pada penderita
preeklamsi karena terjadi kekurangan protein dalam darah menyebabkan mekanisme
pembekuan darah terganggu kemudian terjadinya DIC.
G. Pemeriksaan penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif untuk
preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator preeklampsia, namun
ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar
asam urat serum pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan
resiko terjadinya preeklampsia superimpose.
1. Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan pada wanita
dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari pemeriksaan kadar
enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum, dan protein total pada urin 24
jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga pemeriksaan
kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu perdarahan dan pembekuan.
Semua pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin untuk memantau
progresifitas penyakitprotein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya meningkat
hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ), kadar hematokrit menurun,
BJ urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.
2. USG : untuk mengetahui keadaan janin
3. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda dan gejala-
gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat untuk mencegah
timbulnya kejang-kejang.
Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat di berikan:
a. Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan intramuskulus
bokonh kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan dapat di ulang 4 gr tiap 6 jam
menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila diuresis
baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernafasan lebih dari 16 per menit. Obat
tersebut selain menenangkan, juga menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
diuresis.
b. Klopromazin 50 mg intramuskulus.
c. Diazepam 20 mg intramuskulus
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak
dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika
dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.
Sebagai tindakan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah
a. Anti hipertensi
b. Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg)
karena akan menurunkan perfusi plasenta.
c. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
d. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan obat-
obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi. Dosis yang
biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press disesuaikan
dengan tekanan darah.
e. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin yang
diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.
d. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat diperlukan karena
dengan menurunnya tekanan darah kemungkinan kejang dan apolpeksia serebri
menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita diberi glukosa
20% secara intravena. Obat diuretika tidak si berikan secar rutin
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan
suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang tepat untuk persalinan.
(Angsar MD, 2009; Saifuddin et al. 2002):
a) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
b) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
c) Pemberian obat antikejang.
d) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
e) Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah, untuk
pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai
adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya
batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180
mmHg dan/atau tekanan diastolik 110 mmHg.
f) Pemberian glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.
3. SECTIO CAESAREA
1. Pengertian Sectio Caesarea
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan insisipada abdomen dan
uterus. (Joy, 2009).
Yusmiati (2007) menyatakan bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan
uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika
kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini
semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal.
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi denganberat di atas 500
gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006).
2. Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka dikelompokkan
4 kategori (Edmonds,2007) :
a. Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin. Contohnya
abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
b. Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam jiwa ibu
ataupun janinnya. Contohnya distosia.
c. Kategori 3 atau scheduled Tidak terdapat penyulit.
d. Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.
Dari literatur lainnya, yaitu Impey dan Child (2008), hanya mengelompokkan 2
kategori, yaitu emergency dan elective Caesareansection. Disebut emergency apabila
adanya abnormalitas pada power atautidak adekuatnya kontraksi uterus. Passenger bila
malaposisi ataupun malapresentasi. Serta Passage bila ukuran panggul sempit atau
adanya kelainan anatomi.
1) Indikasi Ibu
a. Panggul Sempit Absolut
Pada panggul ukuran normal, apapun jenisnya, yaitu panggul ginekoid,
anthropoid, android, dan platipelloid. Kelahiran pervaginam janin dengan berat
badan normal tidak akan mengalami gangguan. Panggul sempit absolut adalah
ukuran konjungata vera kurang dari 10 cm dan diameter transversa kurang dari 12
cm. Oleh karena panggul sempit, kemungkinan kepala tertahan di pintu atas
panggul lebih besar, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan
kepala. Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambatnya pembukaan
serviks (Prawirohardjo, 2009).
b. Tumor yang dapat mengakibatkan Obstruksi
Tumor dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam. Tumor
yang dapat dijumpai berupa mioma uteri, tumor ovarium, dan kanker rahim.
Adanya tumor bisa juga menyebabkan resiko persalinan pervaginam menjadi
lebih besar. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan
apakah persalinan dapat berlangsung melalui vagina atau harus dilakukan
tindakan sectio caesarea.
Pada kasus mioma uteri, dapat bertambah besar karena pengaruh hormon
estrogen yang meningkat dalam kehamilan. Dapat pula terjadi gangguan sirkulasi
dan menyebabkan perdarahan. Mioma subserosum yang bertangkai dapat terjadi
torsi atau terpelintir sehingga menyebabkan rasa nyeri hebat pada ibu hamil
(abdomen akut). Selain itu, distosia tumor juga dapat menghalangi jalan lahir.
Tumor ovarium mempunyai arti obstetrik yang lebih penting. Ovarium
merupakan tempat yang paling banyak ditumb uhi tumor. Tumor yang besar dapat
menghambat pertumbuhan janin sehingga menyebabkan abortus dan bayi
prematur, selain itu juga dapat terjadi torsi. Tumor seperti ini harus diangkat pada
usia kehamilan 16-20 minggu. Adapun kanker rahim, terbagi menjadi dua; kanker
leher rahim dan kanker korpus rahim. Pengaruh kanker rahim pada persalinan
antara lain dapat menyebabkan abortus, menghambat pertumbuhan janin, serta
perdarahan dan infeksi. (Mochtar,1998).
c. Plasenta Previa
Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan
yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan
yang berat, dan jika tidak mendapat penanganan yang cepat bisa mengakibatkan
syok yang fatal. Salah satu penyebabnya adalah plasenta previa.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terdapat di bagian atas uterus. Sejalan
dengan bertambah besarnya rahim dan meluasnya segmen bawah rahim ke arah
proksimal memungkinkan plasenta mengikuti perluasan segmen bawah rahim.
c. Ukuran Janin
Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Umumnya pertumbuhan janin yang
berlebihan disebabkan sang ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Bayi
yang lahir dengan ukuran yang besar dapatmengalami kemungkinan komplikasi
persalinan 4 kali lebih besar daripada bayi dengan ukuran normal. (Oxorn, 2003).
Menentukan apakah bayi besar atau tidak terkadang sulit. Hal ini dapat
diperkirakan dengan cara :
Adanya riwayat melahirkan bayi dengan ukuran besar, sulit dilahirkan atau
ada riwayat diabetes melitus.
Kenaikan berat badan yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya (edema, dll).
Pemeriksaan disproporsi sefalo atau feto-pelvik.
3) Indikasi Ibu dan Janin
a. Gemelli atau Bayi Kembar
Kehamilan kembar atau multipel adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau
lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda (2 janin), triplet (3
janin), kuadruplet (4 janin), quintuplet (5 janin) dan seterusnya sesuai dengan
hukum Hellin. Morbiditas dan mortalitas mengalami peningkatan yang nyata
pada kehamilan dengan janin ganda. Oleh karena itu, mempertimbangkan
kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan komplikasi bukanlah hal yang
berlebihan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain anemia pada ibu, durasi
kehamilan yang memendek, abortus atau kematian janin baik salah satu atau
keduanya, gawat janin, dan komplikasi lainnya. Demi mencegah komplikasi
komplikasi tersebut, perlu penanganan persalinan dengan sectio caesarea untuk
menyelamatkan nyawa ibu dan bayi bayinya.(Prawirohardjo, 2009).
DAFTAR PUSTAKA