You are on page 1of 7

TUGAS MATA KULIAH KIMIA KOMPONEN PANGAN

KOMPONEN TOKSIK PADA BAHAN PANGAN

CEMARAN LOGAM KADMIUM (Cd) PADA BERAS

WIDYA PUSPANTARI

F251160281

DEPARTEMEN ILMU PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kadmium (Cd) merupakan logam berat beracun dan juga dikenal sebagai salah satu
polutan lingkungan utama. Logam ini jumlahnya kecil, tetapi meningkat jumlahnya dalam
lingkungan karena pembuangan sampah industry dan pemupukan lahan pertanian yang
berlebihan. Pemupukan menggunakan super fosfat menyebabkan tingginya kadar kadmium
pada tanaman. Hasil pertanian yang berupa biji-bijian dapat mengandung kadmium yang cukup
tinggi dan bila dikonsumsi oleh ternak dan manusia akan mempengaruhi kesehatannya.
Keberadaan kadmium dalam tanah tidak dapat ditoleransi karena sifatnya yang
terakumulasi dalam tubuh manusia dan susah untuk dikeluarkan sehingga akan mengganggu
metabolisme tubuh. Pengaruh negatif kadmium yang utama terhadap manusia maupun hewan
ialah terganggunya fungsi ginjal yang dapat mengakibatkan gejala glikosuria, proteinuria,
aciduria dan hiperkalsiuria. Gejala tersebut bila berlanjut akan menyebabkan gagalnya fungsi
ginjal dan mengakibatkan kematian (Kobayashi, 1978). Pada kasus pencemaran kadmium di
Jepang pada aliran sungai, yang airnya biasa digunakan untuk mengairi sawah. Masyarakat
sekitar mengalami keracunan kadmium dengan timbulnya penyakit pelunakan tulang tubuh
dan gagal ginjal yang dikenl dengan penyakit itai-itai.
1. 2 Rumusan Masalah
Pencemaran kadmium telah mengganggu ekosistem dan kehidupan manusia.
Pencemaran kadmium pada beras terjadi pada lahan sawah yang tercemar limbah industry dan
air irigasi dari sungai yang tercemar. Tumbuhan menyerap kadmium yang berlebih dari tanah
melalui akar yang terakumulasi dalam daun. Sebagian digunakan tumbuhan, dan sisanya
terakumulasi dalam daun dan bulir padi. Kadmium yang tertimbun dalam bulir padi, jumlahnya
lebih besar daripada di daun. Kandungan kadmium dalam beras secara normal adalah sekitar
0,029 ppm, sedangkan pada beras yang berasal dari daerah tercemar dapat mencapai 0,72-4,17
ppm (Winter, 1982). Oleh sebab itu, mekanisme penyerapan kadmium dalam tumbuhan padi
harus diketahui untuk dapat meminimalkan penyerapan dan upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi keberadaan Cd dalam lahan sawah.
1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mempelajari transport logam berat
kadmium (Cd) pada tanaman padi, efek pada tubuh manusia dan upaya meminimalkan
penyerapan Cd pada tanaman padi.
II.PEMBAHASAN

Kadmium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cd dan
nomor atom 48, berat atom 112,4, titik leleh 321oC, titik didih 767oC dan memiliki masa jenis
8,65 g/cm3 (Wikipedia). Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap,
tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan.
Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (CdCl2) atau belerang
(CdSO4). Kadmium membentuk Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Cd didapat pada limbah
berbagai jenis pertambangan logam yang tercampur Cd seperti Pb, dan Zn. Logam kadmium
(Cd) biasanya selalu dalam bentuk campuran dengan logam lain terutama dalam pertambangan
timah hitam dan seng (Darmono,1995). Dengan demikian, Cd dapat ditemukan di dalam
perairan baik di dalam sedimen maupun di dalam penyediaan air minum.
Kadmium yang ada di dalam tanah dapat berasal dari alam dan antropogenik. Kadmium
dapat masuk kedalam tanah karena adanya proses pelarutan batuan induk seperti batuan glasial
dan alluvial. Manusia juga berkontribusi dalam proses masuknya kadmium kedalam
lingkungan seperti penggunaan pupuk kimia, kotoran yang mengendap karena aktivitas
manusia. Kadmium yang ada didalam tanah akan lebih lama terbawa atau terdistribusi
dibandingkan kadmium yang ada pada udara dan air. Tanah yang mengandung kadmium akan
terserap kandungan logamnya oleh organisme yang hidup pada lingkungan tanah tersebut
seperti tanaman dan hewan. Banyak kasus pencemaran lahan sawah akibat air irigasi yang
tercemar dan penggunaan pupuk fosfat yang berlebihan.
Salah satu efek utama yang ditimbulkan dari keracunan kadmium adalah lemah dan rapuh
tulang. Umumnya tulang belakang dan kaki sakit dan gaya berjalan pincang karena cacat
tulang. Komplikasi lain yang terjadi adalah batuk, kanker, anemia, gagal ginjal dan kemudian
menyebabkan kematian (Palar, 2008). Salah satu kasus yang terjadi di Jepang, keracunan
kadmium dari air irigasi sawah yang tercemar kadmium menyebabkan penyakit itai-itai.

2.1. Transport Kadmium ke dalam Tanaman Padi

Sel tanaman memerlukan cadangan logam sebagai kofaktor dalam reaksi biokimia
oksidasi dan reduksi. Bila terjadi peningkatan konsentrasi dari logam berat didalam tanah,
dapat memicu terhambatnya pertumbuhan pada sejumlah besar tanaman. Mekanisme
penghambatan yaitu logam berat menyerang ikatan sulfida mengakibatkan kerusakan struktur
protein ataupun enzim sehingga fungsi enzim sebagai katalisator untuk reaksi kimia dalam sel
terganggu.
Kadmium diserap tanaman melalui protein pengkelat logam membentuk kompleks
kadmium. Kompleks kadmium pada tanaman melibatkan 3 agen pengkelat yaitu asam organic,
peptide kecil dan protein kelat logam. Logam kadmium ditransport tanaman menuju vakuola
untuk proses detoksifikasi logam. Keberadaan logam yang berlebih di tanah akan merangsang
akar mengeksresikan protein pengkelat untuk proses detoksifikasi membentuk kompleks kelat.
Asam organic yang diekskresikan akar seperti malat dan sitrat juga mempengaruhi
pengambilan logam dan transport logam ke vakuola. Kontrol penyerapan logam kadmium
dipengaruhi oleh 3 agen pengkelat seperti metalotionin, phytokelatin dan turunan nikotiamin
dan target ketiganya ke transport bagian yang tidak dimakan penting untuk mencegah Cd
masuk ke biji beras. Metalotionin merupakan protein pengkelat logam yang dimiliki hewan,
tumbuhan dan manusia.
Peranan protein metalotionin dalam mekanisme detoksifikasi logam berkaitan dengan
kemampuan metalotionin mengikat logam -logam yang bersifat toksik seperti Cu2+ , Zn2+ , Cd2+
, dan Hg2+ . Metalotionin yaitu protein (polipeptida) yang mempunyai massa molekul kecil (4-
8 kDa), dan sifat utamanya adalah mengandung 26-33% asam amino cysteine (Cys) serta tidak
mempunyai asam amino aromatik atau histidin (Frankenne et al. 1980; Engel & Brouwer 1984;
Bayne et al. 1985; Rand & Petrocelli 1985; Binz & Kagi 1999). Pada Gambar 1 terlihat
metalotionin memiliki 2 domain yang mempunyai peranan fungsional yaitu domain (N-
terminal) yang terlibat dalam homeostasis dari ion logam nonesensial, dan domain (C-
terminal) yang mengikat dengan kuat logam-logam esensial.

Gambar 1. Struktur metalotionin yang mengikat logam berat


Metalotionin mampu mengikat logam-logam berat dikarenakan memiliki kandungan
asam amino Cys yang mengandung kelompok thiol (sulfhydryl,-SH) dalam jumlah yang besar.
Kelompok ini mengikat kuat logam-logam berat, residu sulfhydryl dari Cys mampu mengikat
logam, dimana 1 ion logam (Cd, Zn, Hg) untuk 3 residu -SH, atau 1 ion logam dengan 2 residu
-SH (Nol-Lambot & Bouquegneau 1977; Edwards & Hassall 1980; Engel & Brouwer 1989;
Bebiano & Langston 1992 a, b; Manahan 1991, 1992). Koordinasi pengikatan dari setiap ion
logam melalui sulfur yang ada pada Cys, membentuk struktur tetrahedral tetrathiolate (Schultze
et al. 1988; Robbins et al. 1991). Reaksi sederhana antara logam berat Cd dengan gugus
sulfhidril (-SH) adalah :

2 R-SH + Cd2+ R-S-Cd-S-R + 2H+

Protein kecil pada tumbuhan yang berperan untuk beradaptasi terhadap cemaran logam
berat di tanah yaitu fitokelatin. keberadaan senyawa fitokelatin dapat mengurangi kadar logam
berat yang ada di lingkungan, namun kemungkinan tidak akan mengurangi dampak yang
ditimbulkan logam tersebut pada tumbuhan dan manusia jika dikonsumsi. Hal tersebut
dikarenakan logam berat ini tetap terakumulasi dalam tubuh tumbuhan sehingga mengganggu
metabolisme dari tumbuhan yang bersangkutan (Ramli). Protein fitokelatin pada tumbuhan
diketahui berperan sebagai protein pertahanan dan pengikat logam kadmium (Cd). Mekanisme
penyerapan logam berat pada fitokelatin sama dengan metalotionin, fitalokelatin sebagai
bentuk adaptasi fisiologis tumbuhan terhadap pencemaran logam berat yang banyak ditanah.
Tanaman padi memiliki protein metalotionin dan adaptasi fisiologi protein kecil fitokelatin
yang menyebabkan akumulasi Cd pada bulir padi yang ditanam pada lahan sawah yang
tercemar Cd.
Keberadaan kadmium yang berlebih pada lahan sawah, akan meningkatkan penyerapan
Cd di tumbuhan padi. Tumbuhan padi menyerap Cd ke vakuola untuk kebutuhan reaksi kimia
tubuh, dan kelebihan penyerapan akan mengakibatkan akumulasi di biji (bulir) padi.
Akumulasi Cd dalam beras diatas kadar normal akan menyebabkan gangguan kesehatan pada
manusia.

2.2. Efek Kadmium dalam Tubuh Manusia

Akumulasi Cd pada beras yang dikonsumsi manusia akan menyebabkan gangguan


kesehatan, karsinogenik dan menyebabkan kematian. Kadmium (Cd) dalam tubuh
terakumulasi dalam hati dan terutama terikat sebagai metalotionein mengandung unsur sistein,
dimana Kadmium (Cd) terikat dalam gugus sufhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil
sisteinil, histidil, hidroksil, dan fosfatil dari protein purin. Kemungkinan besar pengaruh
toksisitas kadmium (Cd) disebabkan oleh interaksi antara kadmium (Cd) dan protein tersebut,
sehingga menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh (Darmono,
2001).
Kadmium dapat berpotensi mutagenic dengan menginduksi kerusakan kromosom dan
memecah ikatan DNA. Kadmium dapat terikat pada sel-sel membran yang menghambat proses
transformasi melalui dinding sel, mengganggu transport dan metabolisme tubuh.

2.3. Upaya Meminimalkan Akumulasi Cd pada Oryza sativa (padi)

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan akumulasi Cd pada padi
antara lain manajemen air dengan mengurangi kelarutan Cd dalam air untuk pengairan, salah
satunya dengan treatment menggunakan sekam padi (Kumar et.al (2010), untuk menyerap Cd
dalam larutan air. Modifikasi transgenic untuk memodifikasi DNA yang menghasilkan protein
pengkelat, yang mengatur transport Cd keluar jaringan tanaman. Management pH tanah dan
nutrisi memungkinkan penurunan penyerapan Cd. Sifat pH tanah adalah salah satu factor yang
mengontrol penyerapan sejumlah logam Cd pada tanaman. Pada pH rendah (4-7) kapasitas
penyerapan Cd meningkat. Perubahan pH dilahan sawah tidak merata, pada tahap awal
pertumbuhan tanaman pH tanah netral dan berubah menjadi basa selama panen. Pada pH <8,Cd
dalam bentuk bebas, Cd2+ dan Cd(OH)+ mulai terbentuk pada pH 7-7.5 dan Cd(OH)2 pada pH
9 (Babich dan Stotzki, 1978).
Reaksi redoks dalam tanah yang dapat mempengaruhi penyerapan Cd oleh bulir beras.
Sebagian besar masa pertumbuhan padi dibawah masa anoksik sedangkan periode panen pada
kondisi oksigenik yang mengarah ke peningkatan potensi redoks tanah selama senyawa besi
teroksidasi. Kelarutan Cd menurun selama pembanjiran lahan sawah, karena pada saat tanah
kering, Cd membentuk CdSO4 yang larut dalam air dan menyebabkan penyerapan lebih tinggi
dari Cd pada beras. Sehingga proses pembanjiran lahan sawah sebelum ditanam dapat
mengurangi keberadaan Cd dan penyerapannya oleh padi (Sebastian dan Prasad, 2015).
III. PENUTUP
KESIMPULAN

Transport Cd pada tanaman padi di lahan sawah yang tercemar limbah dipengaruhi oleh
protein pengkelat metalotionin, protein kecil fitokelatin, dan asam organic malat dan sitrat.
Mekanisme pengikatkan metalotionin dan fitokelatin serupa yaitu dengan mengikat logam
berat pada residu sulfhydryl dari Cys yang membentuk struktur tetrahedral tetrathiolat.
Keberadaan limbah Cd yang berlebih pada lahan sawah menyebabkan akumulasi pada bulir
padi, yang bila dikonsumsi manusia dalam waktu panjang akan terakumulasi dalam tubuh.
Akumulasi Cd dalam tubuh manusia disebabkan adanya protein metalotionin yang mengikat
Cd, kandungan yang terlepas hanya sedikit dan sisanya akan mengendap. Hal ini akan
menyebabkan gangguan ginjal, mutagenic, dan penyakit itai-itai.
Upaya yang dapat dilakukan untuk memimalkan penyerapan Cd pada tanaman padi
antara lain dengan mengatur pH tanah, pada pH rendah penyerapan logam berat meningkat.
Pengaturan potensial redoks tanah dengan cara membanjiri lahan sawah sebelum ditanami
dapat mengurangi kelarutan Cd dalam tanah sehingga mengurangi keberadaanya. Cara lain
yaitu dengan modifikasi transgenic tanaman padi, mengendalikan gen penyandi protein
pengkelat logam sehingga mengurangi penyerapan Cd.

DAFTAR PUSTAKA

Binz, P. A., and J. H. R. Kgi. 1999. Metallothionein: molecular evolution and classification.
Birkhuser-Verlag, Basel, Switzerland
Darmono. 1995. Kandungan logam berat (Pb, Kadmium, Cu, Zn) pada rumput pakan ternak
yang tumbuh di sekitar pabrik semen di Kabupaten Bogor. Balai Penelitian Veteriner.
Bogor. Hal. 391-395.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kadmium. Diakses 22/01/2017.
Kobayashi, J. 1978. Pollution by kadmium and the itai-itai disease in Japan. In F.W. Oehme.
Sebastian and Prasad.2015. Kadmium Minimization In Rice. A Review. Agron. Sustain. Dev.
(2014) 34:155173.
Umaya , dkk. 2012. Toksikologi Kadmium dalam Lingkungan. UIN. Jakarta .
Uraguchi and Fujiwara. 2012. Kadmium Transport And Tolerance In Rice: Perspectives For
Reducing Grain Kadmium Accumulation. Rice Journal Spinger Open Journal.
Winter, H. 1982 . The Hazards Of Kadmium In Man And Animals. J.App.Toxicol.2(2) :61-67

You might also like