You are on page 1of 52

Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia

Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta


Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

BAB III

ANALISIS DAN PERUMUSAN KONSEP PROGRAMATIK

3.1 Analisis Konsep Programatik


Pemrograman merupakan proses analisis arsitektural, pada bab ini, pembahasan akan
difokuskan pada proses programatik dengan bentuk penganalisaannya menggunakan metode
pemrograman dari Robert Hershberger dalam alat musik tradisional Architectural Programming
And Predesign Manager. Metode ini terbagi atas delapan aspek yang dapat membantu arsitek
dalam menganalisis lebih detail HECTTEAS.1

3.1.1 Nilai Manusia (Human Issues)


Manusia sebagai pengguna adalah hal utama dalam terciptanya karya arsitektur. Sebuah
fungsi yang dihadirkan dalam arsitektur sebaiknya adalah semata-mata karena adanya
kebutuhan manusia akan kegiatan yang ingin dinaungi di dalam karya tersebut. Ketika nilai
manusia menjadi acuan dalam analisis masalah.

3.1.1.3 Faktor Fungsional


A. Deskripsi jenis-jenis Kegiatan Museum.
Kegiatan pada museum adalah menyimpan koleksi seni rupa, memamerkan koleksi seni rupa,
memberikan informasi yang jelas kepada pengunjung, menjadi sarana berwisata atau menjadi
tempat tujuan wisata bagi wisatawan asing maupun domestik, dan sebagai penambah
wawasan mengenai seni rupa. Dan dapat dibagi menjadi:
1. Kegiatan Utama.
Kegiatan pameran, merupakan kegiatan komunikasi visual antara karya seni rupa
(obyek) dengan pengunjung (subyek).
2. Kegiatan Pengunjung.
Kegiatan museum musik tradisonal indonesia, merupakan kegiatan pencarian informasi
mengenai karya dan pengetahuan tentang seni rupa (obyek) melalui kegiatan baca dan
audiovisual.
3. Kegiatan Pengelola.
Kegiatan yang bersifat pengelolaan, kegiatan administrasi, kegiatan ekonomi, dan
kegiatan kerumahtanggaan.
4. Kegiatan yang bersifat Konservasi dan Preservasi.
Kegiatan pengadaan koleksi, perawatan dan perencanaan koleksi, pendokumentasian
obyek, perawatan dan perlindungan obyek (karya seni rupa).

1 Architecture Programing and predesign manager

37
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

5. Kegiatan Service.
Kegiatan mekanikal elektrikal, keamanan, service, dan pemeliharaan.

B. Analisa Pelaku Kegiatan


1. Pengelola Museum
Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas keberlangsungan kegiatan yang
terjadi di dalam museum. Pengurus museum dibagi menjadi tiga, yaitu:
Pengelola Museum2
Merupakan orang yang bekerja di museum sebagai kepala, kurator, konservator,
preparator, edukator, dan registrar. Kegiatan pengelola museum adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan pengoprasian sebuah museum.
Pengelola Kegiatan Penunjang
Merupakan pengelola yang bertugas mengoprasikan kegiatan-kegiatan
penunjang yang terdapat di dalam museum

Gambar 3.1 skema alur pengelola Museum

2 Kode Etik Penyelenggara dan Pengelola Museum, Asosiasi Museum Indonesia (AMI), http://asosiasimuseumindonesia.or.id/kodeetik/kodeetik00_0001.htm
38
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.2 skema alur karyawan

2. Pengunjung Museum
Museum memiliki peran penting dalam penyampaian informasi kepada pengunjungnya
yang terkait dengan esensi museum sebagai pengingat. Sebagai ruang pengingat yang
bersifat publik, museum seharusnya menjadi begitu akrab dengan masyarakat awam. Maka
sasaran utama pengunjung museum adalah masyarakat umum, namun pengelompokkan
masyarakat tersebut dibagi dalam klasifikasi umur sebagai berikut:
Dewasa
Pengunjung dengan klasifikasi umur dewasa dapat berkunjung ke museum tidak
hanya sebagai sarana rekreasi, namun sekaligus sebagai sarana edukasi, serta
sebagai salah satu kegiatan bagi para penggiat seni yang ingin berpartisipasi
didalamnya. Kegiatan tersebut dapat berupa kegiatan komersil (pagelaran seni,
seminar, dsb) maupun kegiatan non-komersil (pameran, diskusi, dsb)

Remaja
Pengunjung remaja merupakan klasifikasi umur diantara dewasa dan anak-anak,
dimana remaja dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan edukasi,
sekaligus sebagai tempat rekreasi dan bersosialisasi, serta sebagai sarana untuk
berekreasi.

39
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Anak-anak
Pengunjung anak-anak merupakan klasifikasi umur yang paling sering
melakukan kunjungan ke museum-museum sebagai bentuk pengenalan terhadap
ilmu pengetahuan. Tujuan utamanya adalah mendapatkan informasi yang edukatif
yang dikemas dengan kegiatan rekreasi.

Sebagai suatu institusi yang bersifat rekreasi edukatif, museum juga harus mengakomodir
kedatangan pengunjung dalam jumlah banyak (rombongan). Adapun pengunjung yang
datang dengan cara rombongan juga terbagi dalam tiga klasifikasi umur: dewasa, remaja,
dan anak-anak yang sudah dijelaskan sebelumnya. Adapun yang membedakan antara
rombongan yang satu dengan yang lainnya adalah dari segi fisiologis yakni kemampuan
kondisi fisik dalam menanggapi fungsi museum yang akan dijelaskan pada poin
fisiologis.

Gambar 3.3 skema alur pengunjung

Tabel 3.1 Tinjauan alokasi ruang terhadap kegiatan pengelola

Pelaku kegiatan Kegiatan Karakter ruang Alokasi ruang


Pengelola Melakukan rapat Memerlukan suasana Memerlukan
museum Dewan Pendiri kondusif dan hening suasana
museum untuk kondusif dan
memastikan hening
keberlangsungan dari
museum

Melakukan pekerjaan Jabatan menentukan Ruang pimpinan


40
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

administratif tentang privasi rg, dekat dengan


museum staf
Menghadiri presentasi Dilakukan secara Ruang rapat
atas proposal pameran kondisional
temporer yang ingin
dilaksanakan
Melakukan peninjauan Dilakukan dengan cara
langsung terhadap memantau dari sudut
museum secara pandang pengunjung
berkala sebagai
evaluasi terhadap
peningkatan kualitas
museum - (seluruh bagian

Melakukan kegiatan Kegiatain ini dilakukan museum)

pemenuhan kebutuhan secara rutin


sehari-hari seperti:
makan, buang air kecil,
beribadah, dan
istirahat

Turun dari kendaraan Dimensi kenyamanan Ruang tunggu,


dan/atau memarkir sesuai maneuver toilet, musholla,
kendaraan bermotor kendaraan pantry

Drop off, parker


mobil

Pengelola Menjaga keamanan Dilakukan selama 24 jam. Ruang pengawas


kegiatan museum dari ancaman Ruang ini tersebar di keamanan, pos
penunjang/petuga pihak-pijhak tertentu beberapa titik yang penting satpam
s oprasional seperti pencurian agar keamanan tetap
museum koleksi pameran, terjaga
ancaman vandalisme,
keributan, tindak
kriminal, penerobosan
masuk tanpa tiket, dan
lain sebagainya.

41
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Melakukan kegiatan Dibuat terpisah dengan yg Ruang tunggu,


pemenuhan kebutuhan lain agar bisa optimal toilet, musholla,
sehari-hari seperti: sesudah jam kerja pantry
makan, buang air kecil,
beribadah, dan
istirahat.
Melakukan pendataan Dilakukan selama kegiatan Ruang
kegiatan, dan pusat aktifitas pengunjung recepsionis
bagian informasi museum dilaksanakan
Menerima barang Diletakkan ditempat yang Dek bongkar
koleksi museum dari memudahkan kendaraan muat
para kolektor benda dan penerima barang
pameran, barang, dan
alat musik tradisional
museum musik
tradisonal indonesia
melalui fasilitas
pengiriman barang
menggunakan
kendaraan berat
(kontainer)
Melakukan pekerjaan Memerlukan hubungan Ruang staf
administrasi yang erat utk sesamanya

Keamanan perlu
diperhatikan
Melakukan kegiatan Membutuhkan sirkulasi yg Ruang
administrasi ketika terpisah dr pengunjung administrasi
koleksi pameran
sampai
Menyimpan koleksi Terjaga iklim makro dan penerimaan
pameran museum mikro-nya barang
Menyimpan barang Terjaga iklim makro dan Gudang
keperluan museum mikro-nya
Menyimpan alat musik Terjaga iklim makro dan Ruang
tradisional museum mikro-nya penyimpanan alat
musik tradisonal musik tradisional

42
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

indonesia
Melakukan perawatan Ruang bekerja pekerjaan Ruang bengkel &
terhadap koleksi bertukang studio
pameran agar tidak
rusak
Menyiapkan instalasi Mudah pengunjung Ruang konservasi
ruang pamer
Memerlukan lighting yang
optimal
Membersihkan ruang Kegiatan dilakukan Ruang restorasi
pamer dan benda bergantung karakter
koleksi secara berkala material
Menjual tiket masuk Kegiatan yang dilakukan Loket tiket
museum secara rutin
Melakukan Ruang kuratorial
dokumentasi terhadap
benda seni yang
dipamerkan
Berganti baju seragam Ruang ganti
Menyimpan barang Locker
pribadi
Melakukan kegiatan Area khusus pengelola Ruang tunggu,
pemenuhan kebutuhan toilet, musholla,
sehari-hari seperti: pantry
makan, buang air kecil,
beribadah, dan
istirahat
Memarkir kendaraan Parkir kendaraan
bermotor
Pekerjaan listrik Memperbaiki saluran yang Ruang trafo,
rusak (jika ada) panel utama, gen
set

Melakukan pengisian ulang Ruang tanki solar


bahan bakar utk genset
Melakukan kontrol terhadap Rg panel per
aliran listrik dlm bangunan lt./zona (shaft)
Pekerjaan air Memperbaiki saluran yang Rg treated water

43
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

rusak (jika ada) tank, rg pompa,


rg pompa, rg
reservoir atas,
Mendaur ulang pemakaian Header (utk
air kotor dan perawatannya sprinkler)
Melakukan kontrol terhadap Pompa diesel,
aliran air dlm bangunan pompa air tanah
(utk sprinkler)
Pekerjaan sampah Membuang sampah dari - Holding tank,
setiap ruangan ke STP 1-2-3,
pembuangan sementara di neutralizer tank
tapak
- Shaft per lantai
Pekerjaan kebun/ruang Melakukan penyiraman TPS, shaft
luar penyiangan dan sampah
pemupukan
Pekerjaan kebersihan Melakukan pekerjaan Tanki air
menyapu, mengepel,
Gudang
mengelap, dsb.
penyimpanan
alat, janitor
Pekerjaan Memperbaiki saluran yang AHU, chiller,
pengudaraan rusak (jika ada) cooling tower

Shaft
pengudaraan

Tabel 3.2 Tinjauan alokasi ruang terhadap kegiatan utama pengunjung

Pengunjung Membeli tiket ke Publik Loket tiket


museum
Menunggu antrian Publik Lobby
tiket, sembari melihat-
lihat display artwork
Melihat-lihat pameran Semi-publik, R. pamer tetap
tetap mengutamakan display
koleksi mikro klimat
(tertutup), display
44
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

pendengaran musik-musik
sesuai alur era zaman
musik, pemaparan cerita
perkembangan musik
Indonesia dan pemajangan
poster atau cover cd/kaset,
pada setiap akhir alur
terdapat perkembangan
alat musik, serta
pengolahan ruang
arsitektural
Turun dari kendaraan publik Drop off dan
dan/atau memarkir tempat parkir
kendaraan bermotor

Ishoma dan buang air privat Toilet, musholla,


ruang duduk

Table 3.3 Tinjauan alokasi ruang terhadap kegiatan penunjang pengunjung

museum musik Membaca alat musik Publik, tkt kebisingan Ruang baca
tradisonal tradisional dan diskusi rendah
indonesia Menggunakan Publik, tkt kebisingan Ruang
komputer dan media rendah multimedia
multimedia lain

Meminjam alat musik Publik, dekat dgn pintu K. peminjaman


tradisional keluar

Mengembalikan alat Publik, dekat dgn pintu K. Pengembalian


musik tradisional masuk

Mendaftar menjadi Publik K. pendaftaran


anggota museum
musik tradisonal
indonesia
Buang air Publik Toilet
Restaurant Memesan makanan Publik, dipisahkan dgn yang Kaunter
45
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

untuk dibawa pulang makan dine in pemesanan take


away

Memesan makanan Publik Ruang makan


untuk dimakan di
tempat
Mencuci tangan Servis, terletak di area Ruang cuci
basah tangan
Memakan makanan Publik Ruang makan
pesanan

Membayar pesanan Publik, bisa dilakukan Kaunter


langsung pembayaran

Pusat souvenir Melihat-lihat display Publik, lokasi mudah dilihat R. display


souvenir
Membayar souvenir Publik, lokasi mudah dilihat Kasir
Pertunjukkan Menonton Publik, terbagi area R. pentas outdoor
Ruang Luar pertunjukkan musik hujan/tdk
(Amphitheatre) Beristirahat Publik, tersebar merata Ruang duduk
Melihat-lihat festival Publik, serbaguna R. publik
perayaan multifungsi

Melakukan persiapan Privat, menunjang acara Ruang tunggu,


acara pagelaran seni pagelaran seni
R. publik
musik

Mengganti baju dan Privat Ruang ganti


bersiap-siap

Melakukan Publik Ruang luar


pertunjukkan atau
atraksi
Melakukan kegiatan Servis, tidak mengganggu Pantry, ruang
pemenuhan kebutuhan aktivitas utama istirahat, toilet
sehari-hari seperti:
makan, buang air kecil,
beribadah, dan
istirahat

46
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Berikut adalah Program Ruang dari Museum musik tradisional indonesia yang luasannya
berasal dari sumber sebagai berikut :
Data Arsitek (DA.) Ernest Neufert
Manual Museum Exhibition (MM

47
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

48
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

49
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Kesimpulan :
Menurut hasil analisa fungsional dapat teridentifikasi jenis, pelaku, dan pengelompokan
kegiatan sebagai referensi untuk menentukan zoning dan besaran ruang, dan kebutuhan
massing disesuaikan dengan besaran ruang yang akan diwadahi di dalam bangunan

3.1.1.2 Faktor Sosial


Faktor sosial berhubungan dengan hubungan antara kelompok pengguna yang satu
dengan yang lainnya. Analisa pertemuan kelompok pengguna untuk kasus museum musik
tradisional indonesia adalah sebagai berikut :

Pertemuan kelompok pengguna individu dengan pengguna yang berkelompok


Pertemuan antar kelompok ini merupakan kelompok yang memiliki tujuan dan kegiatan
yang sama, hanya saja kuantitas pelakunya yang berbeda. Pengunjung yang berkelompok
bisa diasumsikan sebagai kelompok kecil (keluarga) hingga kelompok besar (rombongan).
Sehingga yang menjadi hal terpenting ketika kelompok ini bertemu adalah perlunya space
yang cukup besar sehingga pelaku yang datang secara individu tidak terganggu dalam
menjalankan kegiatannya. Titik pertemuan kelompok ini terjadi pada area yang bersifat
penerima, dan area yang bersifat fungsi utama dari museum ini (pameran).

Pertemuan kelompok pengguna dengan pengisi acara/pengajar/pemateri diskusi


Pertemuan kelompok ini bertempat pada Fungsi Area Pertunjukan Musik. Pada fungsi
pendidikan musik, bentuk interaksi antara kedua kelompok pengguna adalah pada ruang
50
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

kelas, dimana kedua kelompok terlibat dalam proses belajar mengajar di bidang musik
yang membutuhkan kualitas akustik ruang yang baik. Sistem belajar mengajar dibuat
menjadi interaktif dan fun, sehingga dibutuhkan adanya interaksi yang intensif antar
kelompok; yaitu pada ruang kelas yang tidak hanya berorientasi pada depan kelas (papan
tulis), tetapi juga dimungkinkan untuk melakukannya secara terpusat di tengah kelas dalam
beberapa materi sehingga pengajar dapat berinteraksi dengan optimal terhadap seluruh
siswa.

Pada area pertunjukan musik, bentuk interaksi yang dilakukan keduanya dibatasi oleh
jarak pandang visual. Sebagai sebuah tempat pertunjukan, peran pengisi
acara/pengajar/pemateri diskusi harus dapat berkomunikasi secara bahasa verbal dan
non-verbal (bahasa tubuh) kepada pengunjung. Dalam aplikasinya, hal tersebut harus
ditunjang dengan akustik ruang yang baik, serta ergonomis dan jarak pandang yang baik
dari tribun penonton sampai ke panggung.

Pertemuan kelompok pengguna dengan kelompok pengelola


Pertemuan antara kelompok ini merupakan hal yang paling krusial karena sebagai
bangunan umum, sasaran utama penggunanya adalah publik. Sehingga bentuk komunikasi
dan pelayanan antara pengelola dan pengguna harus dapat dimaksimalkan sebaik-
baiknya. Adapun spot-spot terpenting sebagai bentuk komunikasi antar keduanya adalah
pada ruang penerima, pusat informasi dan resepsionis, penjualan tiket, kaunter
pembayaran, dan kaunter peminjaman alat musik tradisional.

Lima spot tersebut merupakan spot yang menentukan banding image oleh pengunjung
terhadap pelayanan museum secara keseluruhan (karena merupakan titik krusial interaksi).
Permasalahannya biasanya terjadi sekitar penumpukkan pengunjung yang bisa
disebabkan karena animo yang besar, besaran ruang yang kurang memadai, pelayanan
yang tidak efektif, dan lain sebagainya. Sebagai bentuk solusi arsitektural, maka hal-hal
tersebut harus dihindari dengan menggunakan beberapa alternatif solusi, seperti:
penggunaan besaran ruang yang memadai, layout ruang yang memberi kenyamanan
walaupun harus mengantri, serta alur kegiatan yang baik agar tidak terjadi crossing.

Pertemuan kelompok pengelola dengan pengelola yang jenjangnya lebih tinggi


Asumsi dari pertemuan kelompok ini adalah; karena suatu organisasi tidak mungkin
bekerja tanpa struktur yang berhirarki, maka adalah penting ketika dalam proses bekerja
terjadi komunikasi yang baik antar individu yang tergabung dalam organisasi tersebut. Titik
51
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

pertemuan kelompok ini berkisar antara pertemuan formal secara komunal (ruang rapat)
hingga pertemuan informal secara individu (ruang kerja). Baik keduanya memerlukan
interaksi yang sesuai dengan porsinya, yaitu: ruang rapat memerlukan adanya suatu layout
dimana terjalin komunikasi yang baik antar hirarki dimana instruksi bisa diberikan dan
ditangkap dengan jelas melalui konfigurasi ruang yang efisien dan efektif. Bentuk yang
efisien dan efektif tadi diasumsikan sebagai bentuk yang tidak menghalangi jarak pandang
antar sesama pengguna, kondusif dari segi akustik ruang, serta pandangan yang tidak
terdistraksi oleh situasi diluar ruang rapat.

Sedangkan pada pertemuan informal secara individu dapat diinterpretasikan sebagai


sesuatu yang sifatnya tidak terlalu privat dan lebih santai, sehingga bisa berkesan lebih
terbuka dan fleksibel.

Pertemuan kelompok pengelola dan dengan pengisi cara/pengajar/pemateri


Pertemuan kelompok ini terjadi untuk kegiatan yang sifatnya mempunyai kepentingan
administrasi ataupun untuk yang sifatnya pelayanan atau compliment. Sehingga untuk
keperluan administrasi, membutuhkan ruang yang cukup private, namun bisa
diintegrasikan dengan ruang lain yang sudah ada; seperti ruang rapat, dsb. Dan untuk
pertemuan yang sifatnya pelayanan juga bisa bersifat fleksibel.

Kesimpulan :
Peletakan masa bangunan dan ruang dalam bangunan dapat disusun berdasarkan hasil
analisa interaksi sosial antar pengunjung sehingga dapat ditata dengan baik sesuai topik tema
dan kebutuhan ruang sosial publik untuk tempat berinteaksi antar sesama pengguna bangunan.
3.1.1.3 Faktor Fisik3
Faktor fisik tentunya mempengaruhi suatu karya bangun arsitektur. Adapun faktor fisik
bergantung pada kondisi fisik penggunanya. Dalam klasifitikasi kondisi fiksik pengguna, dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Kelompok normal
Hampir seluruh kebutuhan yang direncanakan dalam museum ini adalah dengan
peruntukkan pengguna dalam kelompok normal. Sehingga tentang kelompok normal tidak
dibahas lanjut di point ini.

b. Kelompok difabel

3Keputusan Mentri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, aksesibilitas


52
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Dalam kelompok difabel, yang diperlukan bagi penggunanya adalah kebutuhan dalam
akses. Selain bangunan yang aksesibel teradap pengguna cacat, namun yang perlu
diperhatikan dalam merespon terhadap pengguna bangunan ini adalah;

1. Kebutuhan pengguna secara morfologi


Setiap pengguna yang memiliki keterbatasan fisik dalam beraktifitas biasanya mudah
teridentifikasi karena selalu menggunakan alat bantu. Sebagai alat yang membantu aktifitas
pengguna, maka alat tersebut juga memegang peranan penting dalam keselamatan
penggunanya. Hal yang akan sangat mempengaruhi keselamatan tersebut adalah terkait dalam
pengolahan ruang dan material yang digunakan.

Penggunaan material tidak licin sehingga mengurangi resiko kecelakaan pada


penyandang cacat baik termasuk keterbatasan penglihatan dan pendengaran.
Perancangan ruang yang dirancang khusus (customized) bagi pengguna difabel seperti
toilet khusus yang memungkinkan pengguna tipe ini melakukan kegiatan buang air kecil
dan besar secara mandiri.
Dalam perancangan auditorium bagi pengguna kursi roda terdapat beberapa poin yang
harus dipertimbangkan4, antara lain:
Regulasi kebutuhan minimum tempat duduk bagi penyandang kursi roda adalah 1/100
dari kapasitas penonton.
Kursi roda harus dapat diletakan berdekatan dengan banku auditorium sehingga
penyandang cacat dapat berpindah tempat secara menyamping dari kursi roda ke kursi
penonton.
Jenis kursi harus berbeda khususnya memiliki kekuatan pada pegangan tangan
sehingga kuat pada pengguna saat melakukan perpindahan.

4 Ian. (2008) Building for The Performing Arts : A Design and Development Guide. Elsevier, hal.125
53
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.4 detail penerapan ubin bertextur


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.5 Macam jenis ubin texture


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

54
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.6 Penempatan ubin pemandu pada tangga


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

2. Kebutuhan pengguna secara aksesibilitas


Kebutuhan aksesibilitas adalah hal krusial yang perlu diperhatikan. Tanpa akses yang
mudah dicapai, pengguna tidak akan bisa sampai pada tempatnya. Sehingga yang diperlukan
dalam mengakomodir kebutuhan secara aksesibilitas adalah:

a. KEMUDAHAN, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang
bersifat umum dalam suatu lingkungan.
b. KEGUNAAN, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau
bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
c. KESELAMATAN, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan
terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang.
d. KEMANDIRIAN, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan
semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa
membutuhkan bantuan orang lain.
Pengolahan ruang dengan mengurangi perbedaan level yang terlalu besar.
Perancangan transportasi vertikal untuk pengguna difabel terutama kursi roda berupa lift
yang memiliki kriteria yang memudahkan pengguna difabel. Selain itu lift tersebut juga
berguna pada keadaan darurat sebagai lift kebakaran.
Aksesbilitas dengan besaran yang lebar seperti pada pintu-pintu masuk ruangan.

55
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.7 Symbol aksesibilitas


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.8 Symbol penunjuk arah pada theater


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.9 Ukuran kemiringan ramp


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan
56
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.10 Tipikal tangga


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.11 Ukuran standart koridor/lobby/hall lift


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.12 Ukuran tinggi peletakan kloset


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

57
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3,13 Analisis ruang gerak pengguna toilet


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.14 Ruang bebas area wastafel


Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

58
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Kesimpulan :
Pengolahan dan pembentukan ruang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dari aktivitas
pengguna baik yang normal maupun pengguna dengan keterbatasan fisik.
3.1.1.5 Faktor Psikologis
Psikologis seseorang bisa terpengaruh oleh rangsangan dari luar yang ditangkap oleh 8
penginderaan , yaitu:
Penglihatan (visual)
Peraba tekan (cutaneous)
Pendengaran (auditoris)
Penggerak tekan (kinestetis)
Pengecap (gustatoris)
Pemberi sinyal dalam (organis)
Pembau (olfaktoris)

Dari 8 penginderaan diatas, yang dapat diterapkan dalam ruang arsitektural adalah visual,
auditoris, dan sedikit peraba tekan (gustatoris). Dalam indera visual, dapat ditangkap sense
adalah:
Bangun atau bentuk
Warna
Cahaya
Kedalaman (skala)

Sedangkan penginderaan pendengaran dan peraba tekan hanya bersifat pendukung. Berikut
analisa mengenai bentuk, warna, cahaya, dan kedalaman dan efek yang ditimbulkannya:

Table 3.4 analisa warna


Sumber www.google.com
Dalam aplikasi area pamer sejarah, diperlukan permainan ruang arsitektural yang akan
berpengaruh pada perasaan psikologis manusia. Adapun pengolahan rasa ruang arsitektural
tersebut akan dipengaruhi oleh skala, warna, dan pencahayaan.
59
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Kesimpulan :
Rasa ruang yang akan ditonjolkan adalah rasa tentang romantisme, kebudayaan, kelokalan,
dan sebagainya yang akan dieksplorasi lebih lanjut di analisis psikologis.
Bangun atau bentuk: mengutamakan bentuk yang memberi rasa tradisional atau alam
Indonesia. Cenderung menggunakan bentuk yang bersudut
Warna: menggunakan warna-warna dingin karena menonjolkan tentang sejuk, tenang,
dan intima tau warna netral (biru, putih, coklat)
Cahaya: mengoptimalkan pencahayaan alami dan memberi view natural tentang
pemandangan disekitarnya (penerapan kaca untuk menghadirkan kesan alami yang
ditimbulkan oleh vegetasi sekitar)
Kedalaman (skala): menggunakan skala yang besar agar memberi kesan lapang

3.1.1.4 Faktor Fisiologis


Faktor fisiologis merupakan suatu faktor dimana bangunan dapat mengakomodir manusia
dalam keterbatasan yang tidak terlihat secara kasat mata (bisa merupakan penginderaan,
respon suhu tubuh, dan banyak lainnya).

1. Pengunjung Museum
Dalam fungsi museum, bagian terpenting adalah area pameran dan skenario di dalamnya
tidak kalah penting agar pengunjung mengerti apa yang ingin disampaikan di museum.
Permasalahannya adalah ketika skenario atau flow yang disiapkan untuk diikuti didalamnya
ternyata tidak cocok pada keadaan stamina fisik pengunjung di dalamnya. Dikarenakan
pengguna museum ini terklasifikasi berdasarkan umur (anak-anak, remaja, dan dewasa), maka
analisis akan dibuat berdasarkan segmentasi usia tersebut.

Dilansir dari detikHealth.com , bahwa jarak maksimal yang bisa ditempuh manusia untuk
berjalan adalah sejauh 4 kilometer per hari (dengan asumsi kesehatan yang optimal). Walaupun
pada aplikasinya flow yang di desain pada museum tidak mencapai 4 kilometer dan
penggunanya tidak semuanya terdiri dari remaja (yang secara fisik memiliki stamina yang baik),
maka pada flow pengunjung akan disediakan ruang istirahat pada beberapa tempat yaitu
pada ruang peralihan antara ruang pamer sejarah dan ruang pamer budaya. Disediakan ruang
tunggu dan semacam caf kecil sebagai bentuk istirahat. Selain ruang tunggu disediakan pada
area transisi tersebut, disediakan juga sofa duduk yang disebar di beberapa tempat di area
pamer agar mood pengunjung dapat terjaga.

Selain keterbatasan akan stamina, yang perlu diperhatikan juga merupakan bagaimana
informasi dan pendidikan yang ingin disampaikan dapat dimengerti dengan baik oleh
60
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

pengunjung museum. Sehingga dalam aplikasinya, selain adanya penjelasan secara harfiah
dan seinformatif mungkin tentang benda pamer diperlukan signage yang menarik dan
informatif. Juga terdapat faktor lain yang cukup menentukan dalam proses penyampaian
informasi kepada pengunjung yaitu faktor kebisingan, penghawaan, pencahayaan, dan skala.
Keempat faktor tersebut akan mempengaruhi taraf konsentrasi seseorang pada saat menikmati
benda pamer.

a. Kebisingan
Pada saat menikmati benda seni, maka ketenangan sangat menentukan apakah seni
tersebut dapat dihayati dengan baik atau tidak. Sehingga diperlukan suatu keheningan dan
sifatnya memberi ambience kenyamanan pada seseorang dalam menikmati pameran. Analisis
lebih lanjut akan dibahas pada faktor lingkungan poin tapak.

b. Penghawaan
Pada umumnya, tahap kenyamanan manusia khususnya di Jakarta berkisar antara 24C
26C. Sehingga kecenderungan bangunan akan menggunakan penghawaan buatan (AC) yang
akan dianalisis lebih lanjut pada faktor lingkungan poin sumber daya.

c. Pencahayaan
Selain pencahayaan bertujuan untuk mengoptimalkan benda pamer, beberapa benda
pamer tidak dapat menerima pencahayaan alami karena berpotensi untuk rusak. Sehingga
perletakkan ruang pamer akan bergantung pada koleksi yang terdapat didalamnya (bisa
terekspos matahari atau tidak).

d. Skala
menentukan faktor psikologis yang akan dibahas pada poin berikutnya, namun agar benda
pamer dapat dinikmati dengan optimal maka ruang pamer sebaiknya dibuat dalam skala intim
(bergantung pada luasan yang dibutuhkan), serta bersekuens agar pengunjung tidak bosan.

2. Pengelola Museum
Kegiatan utama pengelola museum adalah mengelola dan mengoperasikan museum, baik
yang bersifat operasional maupun bersifat administratif. Sehingga dalam menjalankan
pekerjaannya, pengelola yang pekerjaannya bersifat administratif akan melakukan pekerjaan
dalam waktu yang lama di meja kerjanya. Dengan tujuan ingin mengoptimalkan pekerjaan yang
dilakukan, maka ruang kerja yang ideal adalah yang kondusif dari segi kebisingan dari luar
maupun dalam tapak.

61
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Dengan faktor kebisingan tersebut, didapat kriteria tertentu dalam menentukan ruang kerja
bagi pengelola museum, yaitu:

a. Kebisingan
Area pengelola diletakkan pada area yang kondusifitasnya dapat terjaga, namun tetap
memiliki jarak yang strategis dengan fasilitas museum agar kegiatan pengelolaan dapat
berjalan dengan optimal

b. Penghawaan
Menggunakan penghawaan buatan karena selain faktor kenyamanan termal manusia, juga
terdapat mesin-mesin elektronik (komputer, dsb) yang membutuhkan pengudaraan agar mesin
dapat bekerja dengan baik dan tidak cepat rusak.

c. Pencahayaan
Pencahayaan dapat digabungkan antara pencahayaan alami dan buatan, sehingga pada
pencahayaan buatan dapat diberi bukaan agar view ke luar bangunan bervariatif dan tidak
membosankan

d. Skala
Skala ruang yang ideal untuk ruang kerja adalah skala normal, dimana hampir seluruh
kegiatan dilaksanakan dengan duduk di meja kerja (bagi fungsi administrative), sehingga tidak
dibutuhkan skala yang besar.
Pada faktor pengguna lain yaitu pengajar, pengisi acara, maupun pengisi diskusi
merupakan pengguna bangunan yang sifatnya temporer (kecuali pengajar, mendapat fasilitas
ruang kerja yang analisisnya sama seperti pengelola). Sehingga pengguna temporer cukup
mendapat alokasi ruang dengan kondusifitas yang sama namun dapat berlaku fleksibel (tidak
hanya untuk satu individu).

Kesimpulan :
Perancangan bangunan ini akan memerhatikan perilaku dan kebutuhan psikologis
pengguna bangunan yang diwujudkan ke dalam elemen elemen arsitektural.
Suasana ruang yang akan diciptakan dalam bangunan ini memerhatikan kebutuhan
psikologis dari pengguna dan fungsi yang ada, seperti ruang informasi dan pamer yang
tenang dan nyaman, auditorium yang bersifat sakral dan amphiteather yang bersifat lebih
mengakrabkan, ruang publik yang nyaman dan mengakrabkan serta entrance atau lobby
yang luas dan berkesan welcome terhadap pengguna.

62
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

3.1.2 Nilai Lingkungan (Invironment Issues)


3.1.2.1 Tapak (Site)
Poin ini membahas karakter dari tapak tempat proyek perancangan. Tapak berada di
kawasan Taman Mini Indonesia Indah, lahan dimana ditujukan untuk pengembangan area
kawasan Taman Mini sebagai pusat edukasi dan rekreasi di Jakarta Timur.

Gambar 3.15 peta lokasi tapak


Sumber www.google.com

Utara : kawasan Taman Mini Indonesia Indah


Barat : perumahan
Timur : kawasan Taman Mini Indonesia Indah
Selatan : jalan tol luar TMII cikunir , TB simatupang
Luas : 6 hektar

Data tapak :
Luas tapak : 6 Ha
KDB : 20 % = 60.000 X 0.2 = 12.000 M2
KLB : 0,8 = 60.000 X 0.8 = 48.000 M2
Ketinggian maksimum :4
Peruntukan : Karya Umum, Taman

Pencapaian
jalur primer
Jalur sekunder

63
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Tapak mempunyai dua jalur pencapaian yang terbagi atas jalur primer sebagai jalur utama
pencapaian yaitu berada di batas selatan tapak dan jalur sekunder yang meupakan jalur yang
menghubungkan semua bangunan yang berada di kawasan taman mini Indonesia indah.

Enterance tapak
kriteria a b c
c
Letak informatif dan
b 3 1 2
strategis
Lalu-lintas lancar 2 3 3
Antisipasi crossing 2 3 3
Mudah diakses 3 1 1
a Total 10 8 9

Kesimpulan :
Dari hasil analisi di atas, maka point a yang paling baik dijadikan enterance utama tapak karena
memiliki point yang baik dan sesuai dengan kriteria serta paling sedikit dampak negative
terhadap tapak.
Kebisingan tinggi

b Kebisingan sedang
Kebisingan rendah

Kesimpulan :
Analisa kebisingan sangat berpengaruh terhadap penzoningan ruang kegiatan karena kegiatan
dibagi menjadi banyak sifat dan mempunyai karakter yang berbeda-beda sesuai kebutuhannya.

View

3.1.2.2 Iklim (Climate)

64
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Utara : kawasan Taman Mini Indonesia Indah


Barat : perumahan
Timur : kawasan Taman Mini Indonesia Indah
Selatan : jalan tol luar TMII cikunir , TB simatupang

Kesimpulan :
Diproleh data tapak yang sesuai dengan karakter dan kriteria pembangunan yaitu alternative 1
dengan tapak yang berada di area kawasan taman mini dan mempunyai luasan 6 ha dengan
ketentuan kdb 20% dan mempunyai peruntukan KUT (Karya Umum, Taman) dan pembahasan
pencapaian yang baik, enterance, dan view sekitar tapak.

3.1.2.2 iklim
Iklim sangat memperngaruhi perancangan bangunan dalam bentuk kenyamanan
dilingkungan sekitarnya. Indonesia memiliki iklim tropis sehingga pada waktu tertentu sinar
matahari akan sangat menyengat dan hujan ataupun angin yang kencang. Dengan fungsi
bangunan ini sebagai museum yang pengunjungnya kebanyakan melakukan aktifitas di dalam
bangunan, maka di harapkan bangunan ini dapat memberikan suasana sejuk serta nyaman
bagi pengunjung di dalam gedung dan masyarakat disekitarnya.
Curah hujan
rata-rata 133,25 mm dan Curah hujan terbanyak terjadi di bulan februari
sebesar294 mm
Kelembapan
rata-rata besar kelembaban yaitu 77,12 % dan kelembaban terpadat terjadi pada
bulan november sebesar 82,9 %.
Kecepatan angin
Rata-rata kecepatan angin yaitu 2,75 m/sec dan Kecepatan angin tercepat terjadi
pada bulan februari sebesar 4,4 m/s.
Tempertur
Rata-rata temperatur (suhu) udara di Jakarta yaitu berkisar antara 24,3 c 34
c dan Temparatur tertinggi terjadi pada bulan mei yaitu sebesar 34 c.
Kesimpulan :
Dengan kondisi iklim yang terdapat di Jakarta, bangunan harus dapat mempercepat aliran
udara yang masuk ke dalam untuk mengatasi kelembaban pada ruang dalam bangunan yang

65
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna. Selain itu, sinar matahari ataupun angin dan
hujan yang kencang dapat berakibat buruk pada bangunan, sehingga diperlukan pepohonan
besar, perdu, serta rumput untuk mengurangi kecepatan angin, pemanasan langsung dari sinar
matahari, dan mempercepat peresapan air hujan ke dalam tanah, serta penggunaan
pendekatan eco tech sangat berpengaruh untuk mengatasi iklim yang ada di lokasi tapak

3.1.2.3 Konteks (Context)

D
D
E
A

Gambar 3.16 eksisting


Sumber www.google.com

Zoning

66
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.17 zoning


Area penerima
Sumber www.google.com

Area pameran

Area hall pertunjukan

Area kantor pengelola

Area vegetasi

Gambar 3.17 zoning

Kesimpulan :
dalam pembahasan konteks pada tapak diperoleh bangunan bangunan yang mempunyai
fungsi penunjang dari tapak untuk mendukug aktifitas dari museum music tradisional Indonesia
dan dengan menganalisa hal ini juga diperoleh pembagian zoning yang dianalisa berdasarkan
lokasi tapak

3.1.2.4 Sumber daya


1. Air
Sumber air didapat dari:
a. PAM

67
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

b. Air hujan
Distribusi air PAM ke dalam bangunan akan terjadi dengan cara berikut:

Gambar 3.18 skema sumber air

Air PAM akan digunakan untuk beberapa keperluan teknis bangunan, seperti:
Air keran (toilet, pantry)
Kebutuhan pendingin ruangan (AC)

Distribusi air hujan ke dalam bangunan akan terjadi dengan cara berikut:

Gambar 3.19 skema sumber air 2

Air hujan akan digunakan untuk beberapa keperluan teknis bangunan, seperti:
a. Air flush kloset toilet
b. Air untuk penyiraman tanaman (irigasi secara otomatis)

2. Listrik
Sumber daya listrik didapat dari:
a. PLN - daya listrik dari pemerintah
b. Genset/diesel daya listrik dengan tenaga solar sebagai cadangan ketika listrik
dari PLN mati
c. Baterai digunakan pada saat kebakaran karena aliran listrik digunakan hanya
untuk di dalam bangunan
d. Solar cell (tidak digunakan dalam museum ini) tenaga listrik yang didapat dari
sinar matahari

Distribusi listrik ke dalam bangunan akan terjadi dengan cara berikut:

68
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.19 skema sumber listrik

3. Pengudaraan
Sumber pengudaraan didapat dari
1. Pengudaraan alami
Pada pengudaraan alami, dapat dimanfaatkan udara alami pada beberapa
bagian museum. Adapun pada ruang terbuka dan pada ruang yang merupakan
transisi antara ruang luar dan dalam, dapat menggunakan pengudaraan alami.
2. Pengudaraan buatan
Pengudaraan semacam ini diperlukan untuk menjaga tingkat kelembaban benda
pamer agar tidak lembab, dan pertimbangan lainnya. Pengudaraan buatan juga
diperlukan pada ruang yang tidak berhubungan langsung dengan ruang luar.
Adapun skema pengudaraan buatan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.20 skema pengudaraan


69
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Sumber www.google.com

Sistem pengudaraan yang digunakan adalah sistem pengudaraan AC sentral, dimana


penggunaannya akan lebih efektif secara besaran ruang maupun secara jaringan utilitas jika
dibandingnkan AC split.

Kesimpulan :
Diperuleh data yang bisa diterapkan sesuai analisa sumberdaya yang sesuai untuk diterapkan
pada perancangan seperti pemanfaatan seber daya air yang jelas, listrik serta pemanfaat
system pengudaraan baik alami maupun buatan.

3.1.2.5 Limbah
Pembuangan limbah yang dihasilkan oleh bangunan ini hanya berupa air kotor dan
sampah, tidak terdapat limbah kimia ataupun limbah yang sangat berbahaya. Air kotor dari
pembuangan pencucian piring, di treatment terlebih dahulu sebelum dialirkan ke riol kota.

Gambar 3.21 skema pmbuangan limbah

3.1.3 Nilai Kebudayaan (cultural issues)


3.1.3.1 Faktor Sejarah
Perkembangan musik Indonesia banyak terjadi di daerah Jakarta sebagai Pusat Kota
dan Jakarta utara sebagai zona rekreasi dan penididikan secara urban. Jakarta utara
merupakan salah satu wilayah yang dijadikan kawasan dengan tujuan edukasi yaitu Taman Mini
Indonesia Indah. Pada perkembangannya kawasan TMII juga meluas fungsinya menjadi
kawasan rekreasi yang menarik banyak wisatawan local dan asing, Maka kawasan ini menjadi
daya tarik tersendiri bagi masyarakat dari dalam dan luar Jakarta, sangat cocok untuk dijadikan
tapak dari Museum Musik Tradisional Indonesia dengan sasaran pengunjung publik, terutama
kalangan pemuda yang bermisi melestarikan budaya seni musik tradisional indonesia.
Musik yang telah lama hidup dan berkembang di Negara Indonesia yang tercinta ini,
diciptakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan memiliki nsifat turun-temurun secara
tradisional dari generasi yang satu kegenerasi berikutnya. Dari proses pewarisan yang turun
temurun inilah musik jenis ini hidup dan berkembang sampai saat ini. Musik-musik ini sering
disebut dengan istilah musik tradisioal yang tersebar di seluruh Indonesia. Karena musik
tradisional yang ada di Indonesia merupakan hasil karya cipta setiap suku bangsa
(Batak, Dayak, Mentawai, Papua, Riau, Sunda, Jawa, Bali, dan sebagainya) yang hidup di bumi
ini. Maka banyaknya jenis musik yang ada di tentukan oleh jumlah suku bangsa Indonesia yang

70
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

cukup banyak. Selain itu, setiap suku bangsa yang hidup di Indonesia memiliki jenis musik yang
berbeda dengan musik yang berkembang pada suku-suku bangsa lainnya di Negeri ini. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa musik tradisional adalah merupakan kekayaan dan cirri khas
dari masyarakat suku dan daerah pemiliknya.
Berdasarkan jenisnya musik terbagi menjadi dua, yaitu musik tradisional dan musik
modern. Musik tradisional disebut juga misik daerah , yaitu merupakan jenis msik yang muncul
atau klahir dari budaya daeraqh secara turun temurun. Biasanya lirik lagu tradisional bersifat
sederhana. Demikian pula dengan peralatan yang digunakan masih bersifat sederhana, seperti
gamelan, angklung, dan rebana.
Hampir setiap daerah di wilayah nusantara memiliki musik daerah atau musik traisional
dengan lagu serta peralatan yang berbeda-beda. Pada numumnya, musik daerah di Indonesia
masih sedrhana dan kental dengan unsure kedaerahannya.

Fungsi Musik Tradisional Indonesia


1. Fungsi Individual
Melalui musik seseorang dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gejolak jiwa,
perasaan, atau kegalauan yang terpendam dalam dirinya. Melalui syair lagu yang
diubahnya, seniman musik dapat mengkritik atau memprotes kondisi yang ada
dilingkungannya, serta dapat pula mengungkapkan rasa cinta dan kekagumannya terhadap
sesame manusia, alam, dan sang pencipta. Jadi seni apapun termasuk seni musik yang
dapat dipakai sebagai media ekspresi yang dapat membaerikan kepuasan batin bagi
pencipanya.

2. Fungsi Sosial
Musik memiliki peran yang besar dalam kehidupan manusia. Hal itu dapat kita saksikan
dimana musik sering diperdengarkan pada sebuah upacara adat, upacara kenegaraan,
penyambutan tamu, pesta, dan lain-lain. Sebuah pertunjukan tari akan kacau apabila secara
tiba-tiba musik yang mengiringinya berhenti ditengah jalan. Hal yang sama akan terjadi
pada gereja tanpa lonceng atau litany, atau masjid tanpa bedug. Hal tersebut tentunya akan
kehilangan roh kekhidmatannya. Bagi masyarakat, kehadiran seni musik memiliki
bermacam-macam fungsi social, diantaranya sebagai berikut.

3. Media Rekreasi atau Hiburan


Sebuah pagelaran musik ternyata mampu menciptakan kondisi tertentu yang bersifat
penyegaran dan pembaruan kondisi yang telah ada. Dalam hal ini, musik memasuki
psikologi kegembiraan massa sehingga mampu menghilagkan perasaan jenuh dan bosan
terkurung dalam kerutinan kehidupan. Melalui syair dan iringan musik, kita dapat menikmati
keindahannya.

71
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

4. Media Komunikasi
Selain menggunakan bahasa verbal atau visual, jalinan komunikasi antaretnis, bahkan
antarnegara bisa dilakukan dengan seni musik. Saat ini terdapat fenomena baru dalam
mempertemukan karya pemusik tradisional dengan pemusik modern yang disebut dengan
kolaborasi. Melaliu bahasa musik, syair lagu serta alunan musik, pesan-pesan tertentu
dapat disampaikan dengan lebih indah.

5. Media Pendidikan
Diantara tujuan pendidikan adalah membentuk manusia berbudi pekerti luhur. Secara
filosofis titik tekannya adalah obyek nilai dan moral pada diri anak tersebut. Seni dapat
dimanfaatkan untuk membimbing dan mendidik mental serta tingkah laku seseorng agar
berubah menjadi kondisi yang lebih baik, antara lain memperhalus perasaan, bersikap
santun, berprilaku lemah lembut, bermoral mulia, dan berbudi pekerti luhur.

6. Media Pemujaan
Musik (vocal) memainkan peranan penting alam kegiatan beribadah atau kegiatan
keagamaan, seperti pemujaan kepada kepada sang Pencipta seperti yang dilakukan di
Pura, Gereja, atau Masjid. Dalam agama islam, lagu-lagu pujian banyak diiringi dengan
pukulan rebana, sedangkan di Gereja didiringi dengan piano, gitar atau alat msik lainnya.

Kesimpulan :
Dalam penjabaran sejarah, hal yang menjadi utama dalam perancangan museum music
tradisional adalah sejarah dari music tradisional Indonesia itu sendiri yang akan bisa menjadi
point daya Tarik museum music tradisional Indonesia.

3.1.3.2 Faktor Legal


Peraturan pembangunan merupakan hal yang sangat erat kaitannya dengan kelegalan
perancangan museum musik tradisional Indonesia, dalam pencarian data yang terkait dengan
pembangunan, sudah ditentukan bahwa lokasi tapak yang dipilih sudah sesuai dengan
peraturan, dan hasil datanya sebagai berikut :

tapak :
Luas tapak : 9 Ha

72
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

KDB : 20 %
KLB : 0,8
Ketinggian maksimum :4
Peruntukan : Karya Umum, Taman

Menurut peraturan pemerintahan peruntukan Kut, sesuai dengan peruntukan pembangunan


sebuah museum musik tradisional Indonesia, dan yang mendukuyng lagi, proyek ini berada
dalam area pengembangan di kawasan Taman Mini Indonesia Indah.

3.1.4 Nilai Teknologi (technology)


3.1.4.1 Faktor Material
Dalam pengunaan material, halini sangat berkaitan dengan pendekatan yang di terapkan
pada bangunan perancangan museum musik tradisional Indonesia yaitu Eco-Tech yang
mengedepankan penerapan Energy meter, sculpting with light, dan structutre expression.
Pada perancangannya, material utama sebagai strukturnya menggunakan baja yaitu untuk
mendapatkan kekuatan yang baik tahan terhadap gempa dan mempunyai ketahanan terhadap
waktu, untuk penyelaras material ini digunakan material titanium sebagai pelapis kulit luar
banguan agar menampilkan bangunan yang eco-tech dengan memberikan effek kasar dan
organic serta penyelaras nya yaitu mengunakan material kaca dan batu kapur untuk
mendapatkan bangunan dengan tampilian visual yang menarik.

3.1.4.2 Penerapan Struktur


Bangunan museum musik tradisonal indonesia merupakan bangunan bukan bertingkat tinggi
sehingga sistem struktur yang digunakan adalah system struktur untuk bangunan bertingkat
sedang.
Pertimbangan dam pemilihan struktur bangunan:
a. Kesesuaian fungsi museum musik tradisonal indonesia dalam pengaturan ruang-ruang dan
perabotan pada museum musik tradisonal indonesia.
b. Lebar bentangan yang dibutuhkan untuk ruang
c. Kekakuan struktur untuk kestabilan bangunan
d. Kemudahan pelaksanaan pembangunan
e. Pembangunan hendaknya fleksibel sehingga memudahkan jika terjadi perubahan-
perubahan.

Jenis- jenis konstruksi:


a. Sistem Inti dan Dinding Pendukung
Unsur bidang vertical membentuk dinding luar yang mengelilingi sebuah struktur inti. Hal ini
memungkinkan ruang interior yang terbuka, yang bergantung pada kemampuan bentangan
dari struktur lantai. Inti ini memuat sistem-sistem transportasi mekanis dan vertical serta
menambah kekakuan bangunan.
73
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

b. Rangka Kaku (Rigid Frame)


Sambungan kaku digunakan antara susunan unsur linear untuk membentuk bidang vertical
dan horizontal. Bidang vertical terdiri dari kolom dan balok, biasanya pada grid persegi.
Organisasi grid serupa juga digunakan untuk bidang horizontal yang terdiri atas nalok dan
gelagar. Dengan keterpaduan rangka spasial yang bergantung pada kekuatan kolom dan
balok, maka tinggi lantai ke lantai dan jarak antara kolom menjadi penentu pertimbangan
rancangan.
c. Sistem Plat Rata
Sistem bidang horizontal pada umumnya terdiri dari pelat lantai beton tebal rata yang
ditumpu pada kolom. Apabila tidak ada penebalan plat atau kepala pada bagian atas kolom,
maka sistem ini dikatakan sistem plat rata. Pada kedua sistem ini tidak dapat balok yang
dalam sehingga tinggi lantai minimum.

d. Sistem Inti dan Rangka Kaku


Rangka kaku bereaksi terhadap beban lateral, terutama melalui lentur balok dan kolom.
Perilaku demikian berakibat ayunan (drift) lateral yang besar pada bangunan dengan
ketinggian tertentu. Akan tetapi, apabila dilengkapi dengan struktur inti, ketahanan lateral
bangunan akan sangat meningkat karena interaksi inti dan rangka.

Alternatif
Keuntungan Kerugian
Struktur
Struktur dak Mudah mengadakan ekspansi, tergantung struktur ini tidak untuk bentang
beton kekuatan pondasi, tebalnya biasanya <12 cm, lebar.
top floor dapat dipakai sebagai penempatan
utilitas, kekuatannya relatif tinggi.
Struktur Pelaksanaannya mudah dan cepat, bahan Perlu pengawasan yang baik
rangka ruang ringan dan sedikit mudah dalam peletakan dalam pelaksanaan untuk mutu
utilitas. struktur.
Folded Material beton biasa dengan nilai estetika dan Agak sulit dalam pelaksanaan.
plate/struktur akustil yang tinggi.
lipat
Struktur Pelaksanaan mudah dan cepat, kekuatannya Bangunan terkesan masif.
rangka bidang tinggi.
Table 3.5 struktur

Kesimpulan :
Sistem struktur yang dipilih adalah sistem struktur rangka kaku.beban yang dipikul
bangunan lebih berat dikarenakan adanya berbagai macam barang pameran bentukan sirkulasi

74
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

yang membentuk pola pengunjung menjadi kelompok serta banyaknya barang barang
penunjang kebutuhan akyfitas museum

3.1.4.3 Faktor Sirkulasi


memiliki area penerima sehingga terdapat penghubung antar ruang luar dan dalam.
Sirkulasi horizontal
Sirkulasi horizontal terdiri dari sirkulasi antar hubungan fungsi dan ruang. Pada museum
musik tradisonal indonesian, sirkulasi horizontal terdiri dari sirkulasi pengunjung, pengelola, dan
sirkulasi alat musik tradisional.

a. Sirkulasi Pengunjung
Sistem terbuka untuk ruang pameran harus memberi ruang yang lebih besar untuk sirkulasi
dibanding sistem tertutup/close stacked. Ini dikarenakan pada sistem terbuka orang lebih
banyak yang menggunakan ruang ini dan juga keperluan untuk sirkulasi barang pameran.
Selain itu untuk memudahkan pencapaian maka sebaiknya sistem sirkulasinya jelas dan
mudah dikontrol.
b. Sirkulasi pengelola
Pertimbangan sirkulasi pada sirkulasi pengelola sebaiknya menghindari sirkulasi yang
bercampur maupun bersilangan dengan sirkulasi pengunjung.

Sirkulasi Vertikal
Sirkulasi vertikal adalah sirkulasi yang menghubungkan antara lantai bangunan, di mana
terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan sistem sirkulasi vertikal
adalah Pengawasan pada bangunan museum, Kecepatan sirkulasi,Kebutuhan ruang untuk
sirkulasi, Kapasitas pengunjung, Kebutuhan pemakai bangunan

Jenis Keuntungan Kerugian


Lift - Membutuhkan ruang yang sedikit - Membutuhkan waktu tunggu

- Penampilan ruang formal - Perawatan dan pembuatan mahal

- Ketinggian tak terbatas - Tidak bisa digunakan bila listrik mati

- Mudah dalam pengawasan - Kapasitas terbatas


Tangga - Tidak memakai listrik - Membutuhkan ruang
- Perawatan dan pembuatan
yang besar
mudah - Memerlukan energy
- Kapasitas tidak terbatas
untuk naik turun
- Mudah dalam pengawasan
- Ketinggian 4 meter
Eskalator -Tidak memerlukan waktu menunggu - Menggunakan listrik
-Kapasitas tak terbatas - Membutuhkan ruang
-Mudah dalam pengawasan
75
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

yang besar
- Perawatan dan
pembuatan mahal
Ramp -Perawatan mudah - Memerlukan ruang yang
-Tidak ada waktu tunggu
besar
-Dapat digunakan oleh orang dengan
- Berpengaruh pada
kebutuhan khusus
ketinggian lantai ke lantai

Table 3.6 sirkulasi vertical

Kesimpulan :

Pembahasan tentang system sirkulasi horizontal yang menjelaskan tentang sikulasi dari
pelaku kegiatan dan Sistem sirkulasi vertikal utama yang digunakan pada bangunan ini adalah
sistem escalator yang dipergunakan dengan keuntungan yang menunjang keperluan aktivitas
museum dan penerapan ramp untuk pengunaan aksesibilitas untuk penyandang difabel, namun
system yang lain pun bisa di pergunakan untuk menunjang aktivitas museum yang lain,

3.1.5 Nilai Waktu (temporal issues)


3.1.5.1 Faktor Perkembangan
Adapun perkembangan dari museum ini akan lebih terkonsentrasi pada area public space
dan area untuk berkreatifitas dimana peran musik tradisional dapat dilestarikan dengan lebih
optimal. Area pamer museum akan tetap diberikan konfigurasi yang memungkinkan adanya
perkembangan. Adapun perkembangan yang diperkirakan terjadi adalah:
a. Adanya perkembangan pertambahan minat masyarakat terhadap keberadaan musik
tradisional Indonesia, sehingga diperlukan area yang bisa mewadahi kreatifitas
masyarakat dengan wadah yang lebih luas
b. Pengunaan sarana open space untuk dijadikan sarana sosialisasi yang baik.

3.1.6 Nilai Ekonomi (economical issues)


3.1.6.1 Faktor Konstruksi
factor konstruksi sangat berkaitan dengan nilai ekonomi dari segi perawatan material utama
sbagai konstruksinya, dengan mengunakan material baja yang mempunyai ketahanan yang
baik, maka pembiayanan untuk perawatannya tidak akan besar.

3.1.6.2 Faktor fungsi


fungsi bangunan yang dibuat menjadi komersil seperti berbagai retail, dan hall pertunjukan
akan menunjang kebutuhan pembiayaan perawatan museum musik tradisional

76
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

3.1.6.3 Faktor Energi


factor energy sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomi, pada hal ini penghematan yang
dilakukan terhada kebutuhan energy dan di dukung dengan mendekatan eco-tech yang sangat
menunjang untuk sebuah tindakan penghematan energy akan mempengaruhi kebutuhan
ekonomi yang seharusnya dijadikan pengadaan sumber energy.

3.1.7 Nilai Estetika (aestethic issues)


Estetika sebagai salah satu aspek yang penting dalam arsitektur tentunya akan
mempengaruhi bangunan, baik secara fungsi maupun tampilan. Sebagai sebuah museum,
akan menjadi sebuah nilai tambah apabila museum itu sendiri merupakan sebuah obyek
pamer bagi pengunjung, sehingga museum dan isinya menjadi suatu kesatuan. Berikut analisis
tentang estetika pada proyek museum ini.

3.1.7.1 Faktor bentuk


nilai estetika yang dipengaruhi oleh fungsi dan kebutuhan ruang untuk menunjang kegiatan
museum musik tradisional Indonesia, dengan menterjemahkan fungsi dari kegiatan museum
maka bisa sangat berpengaruh terhadap bentuk gubahan yang akan dibuat, dengan
ditetapkannya pola kegiatan utama seperti area penerima, area pameran, area hall pertunjukan,
area kantor pengelola dan open space serta sirkulasi yang menghubungkan ruang tersebut bisa
membentuk pola yang diterjemahkan kepada bentuk bangunan.

Bentuk dasar
Kelebihan Kekurangan
massa
- Efisiensi ruang baik, setiap - Terkesan kaku dan statis.
sudutnya dapat dimanfaatkan.

- Memberikan kesan stabil dan formal.


- Terkesan stabil dan dinamis. - Efisiensi ruang kurang baik,
karena bentuk sudutnya
- Orientasi view ke 3 arah. melancip.

77
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

- Terkesan dinamis. - kurang stabil

- Orientasi view ke segala arah.

Table 3.7 bentuk dasar massa

Kesimpulan :
Penerapan jenis penggabunagn bentuk dasar segitiga menjadi pilihan dengan perubahan-
perubahan bentuk transformasi yang sudah disesuaikan untuk mengeffisiensikan ruang dan
memperbanyak view yang ada pada setiap sisinya. dalam hal ini segitiga sendiri di tetapkan
karena dalam filosofinya mempunyai arti sebuah energy, kekuatan, keseimbangan, dan
kepastian yang juga berkaitan dengan prinsip prinsip yang ada dalam penerapan pendekatan
eco-technology, yaitu energy yang didasari dengan pemanfaatan energy dari alam, kekuatan
yang menerapkan sebuah struktur yang kuat, sebuah keseimbangan yang didasari dari
keseimbangan perancangan dengan lingkungan sekitarnya, dan kepastian yaitu sesuatu yang
bisa terukur dalam penerapan semua aspek eco-tech.

3.1.7.2 Faktor Massa Bangunan

JENIS MASSA KEUNTUNGAN KERUGIAN

Massa tunggal Kemudahan sirkulasi dan Letak massa monoton


pencapaian dari ruang ke ruang Sulit dalam pengelompokkan
Tidak membutuhkan lahan yang fungsi
luas
Perawatan lebih mudah

Massa majemuk Kemudahan pengelompokkan Membutuhkan lahan yang


beberapa kegiatan luas
Hubungan antara massa dapat Membutuhkan sirkulasi
dimanfaatkan untuk fungsi lain penghubung antar bangunan
Dapat memanfaatkan
pencahayaan alami dan
penghawaan
Komposisi perletakkan massa
yang banyak dapat bervariasi
78
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Table 3.8 jenis massa

Jenis massa bangunan yang cocok diterapkan adalah massa bangunan tunggal karena
dari segi fungsi museum membutuhkan kemudahan dalam perawatan koleksi dan sistem
control, penggunaan ruang lebih efisien, dan biaya pengerjaan lebih murah dan
menimbulkan banyak ruang yang secara langsung bisa terintregritas Antara tiap fungsi
yang berbeda di dalam museum music tradisional Indonesia.

3.1.7.3 Faktor Pendekatan


nilai estetika yang dipengaruhi oleh pendekatan yang ditetapkan pada perancangan yaitu
pendekatan eco-tech yang mengangkat system structural expression, energy meter, dan
sculpting with light akan sangat berpengaruh terhadap bentuk visual pada bangunan, dan bisa
mencirikan bangunan museum tersebut adalah bangunan yang dirancang dengan pendekatan
eco-tech.

Pendekatan
Kesimpulan :
Penerapan system eco-tech dapat mendukung esetetika pada perancangan museum music
tradisional yaitu penerapan system sculpturing with light dengan pemanfaatan material kaca,
system sky light pada bangunan, energy metter dengan memainkan gubahan sesuai dengan
keadaan iklim dan pengaruh sinar matahari agar bisa dimanfaatkan dengan baik, dan structural
ekspresion dengan mengekspose struktur bukan hanya untuk sebuah ketahanan bahkan untuk
sebuah estetika.

3.1.8 Nilai Keamanan (safety issues)


3.1.8.1 Faktor Struktur
1. Fungsional
Dalam fungsi museum sebagai ruang pamer, bentuk struktur akan mempengaruhi
ruang-ruang yang dibentuk di dalamnya. Alur sirkulasi sebagai kunci utama perancangan
museum, membuat prioritas kemudahan sirkulasi sebagai pertimbangan utama dalam
memilih sistem struktur.

79
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Adapun sistem struktur yang memudahkan alur sirkulasi adalah jenis struktur yang
bersifat menahan beban vertikal secara tunggal, sehingga titik beban menjadi terpusat dan
struktur bisa dengan lebih mudah dibentuk menjadi ruang-ruang yang lebih fleksibel

2. Bentuk
Bentuk yang telah di bahas di sub bab Nilai Estetika dan keterkaitannya dengan topik
tema membutuhkan sistem struktur yang memiliki durabilitas tinggi namun tidak
membutuhkan volume yang besar. Dengan sistem struktur tersebut, bentuk yang ingin
disampaikan sebagai representasi dari nilai kebudayaan bisa dengan bebas diekspresikan
karena memiliki banyak kemungkinan untuk penyelesaiannya (finishing, unfinished, atau
memiliki selubung dan sebaliknya).

3. Faktor Eksternal (Kondisi Tanah)


Kondisi tanah yang relatif datar membuat sistem struktur yang digunakan lebih fleksibel
dan memiliki rentang kemungkinan yang cukup banyak.

3.1.8.2 Faktor Kebakaran


Bahaya kebakaran merupakan hal yang penting dalam perancangan Pusat Kebudayaan
Kalimantan Selatan karena bangunan ini merupakan fasilitas publik sehingga keadaan darurat
akan berakibat pada pengguna dengan skala besar. Dikarenakan bangunan ini bukan termasuk
bangunan tingkat tinggi, maka kriteria spesifik yang diperhatikan berdasarkan sifat sistemnya
terbagi menjadi dua yaitu:

1. Sistem pemadam kebakaran pasif


a. Penggunaan material dan struktural yang tahan api terutama pada jalur evakuasi dan
ruang auditorium
b. Penggunaan standar tangga darurat setiap jarak 30 m tanpa penyempitan bordes
c. Sirkulasi mobil pemadam kebakaran melalui akses alternatif kedalam tapak, bukan
akses utama sehingga pada saat kebakaran tidak terjadi crossing dengan kendaraan
pengunjung
d. Penempatan ruang audtorium yang berhubungan langsung dengan ruang luar dan
mempunyai beberapa pintu keluar yang efektif untuk evakuasi saat terjadi kebakaran
2. Sistem pemadam kebakaran aktif
a. Penggunaan smoke detector pada daerah strategis dan jangkauan yang sesuai
b. Menempatkan fire extinguisher pada bangunan, penempatan fire sprinkler dengan
jangkauan 1 unit per 25 m2 dan selang dengan panjang 30 m pada setiap penjuru
bangunan
c. Perancangan fire hydrant dengan luas area pelayanan 400 m2 per unit

80
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

d. Pada bagian ruang museum musik tradisonal indonesia dan museum diterapkan sistem
sprinkler yang tidak merusak alat musik tradisional dan artefak pada saat terjadi
kebakaran

Gambar 3.22 indoor hydrant


Sumber www.google.com

Gambar 3.23 outdoor hydrant


Sumber www.google.com

3.1.8.3 Faktor Kimia

81
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Dalam pekerjaan konservasi, diperlukan adanya obat-obatan kimia yang membantu


pekerjaan konservasi. Obat-obatan tersebut mempunyai potensi untuk dibuang ke saluran
pembuangan air, dimana saluran tersebut akan berbahaya jika dibiarkan dibuang begitu saja.
Sehingga diperlukan sistem penyaringan tersendiri sebelum dibuang ke salurang pembuangan.
3.1.8.4 Faktor Personal
Faktor personal dalam hal ini adalah faktor dimana tapak dan fungsi bangunan secara
pribadi memiliki aspek-aspek keselamatan yang dapat membahayakan pengunjungnya. Pada
proyek museum ini, tidak terdapat fasilitas-fasilitas yang diperkirakan dapat membahayakan
pengunjung.

3.1.8.5 Faktor Kriminal


Sistem kemanan pada museum meliputi keamanan ketika memasuk area tapak, dan
kemanan ketika berada di dalam tapak. Keamanan juga terbagi menjadi bermacam-macam,
yaitu keamanan terhadap tindak kriminal, vandalisme, maupun terhadap pedagang kaki lima
dimana dapat menggaggu keberlangsungan sebuah museum.

Dalam keamanan terhadap bangunan, untuk mengantisipasi faktor keamanan tidak cukup
hanya dengan solusi arsitektural, namun juga ada penyelesaian teknologi di dalamnya. Pada
solusi secara arsitektural, diletakkan fungsi keamanan pada beberapa titik yang dirasa cukup
efektif untuk memantau beberapa tempat sekaligus, juga efektif untuk memberi respon ketika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Untuk keamanan secara eksterior bangunan, kedatangan pedagang kaki lima berpotensi
untuk mengisi ruang terbuka hijau dan ruang publik yang nantinya disediakan oleh museum.
Hal ini disiasati dengan menggunakan pagar pembatas atau pembedaan level serta
melokasikan penjagan dan papan pemberitahuan (signage).

Berdasarkan analisis dari faktor kriminal yang telah dipaparkan diatas, menghasilkan kriteria
desain dalam perancangan Pusat Kebudayaan Kalimantan Selatan, yaitu:
a. Penggunaan CCTV yang bekerja 24 jam
b. Ruang kontrol diletakan pada lantai dasar
c. Penggunaan sistem alarm pada setiap akses ke bangunan
d. Alarm dan CCTV dimaksimalkan pada ruang museum
e. Penempatan ruang museum pada lantai satu dan dua bukan pada lantai dasar
f. Gudang penyimpanan dan backstage area yang harus diletakkan jauh dari zona public
pada bangunan dan memiliki akses khusus

82
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

3.2 Kesimpulan Analisa


1. Nilai Manusia (Human Issues)
a) Fungsional
Kesimpulan :
Menurut hasil analisa fungsional dapat teridentifikasi jenis, pelaku, dan pengelompokan
kegiatan sebagai referensi untuk menentukan zoning dan besaran ruang, dan kebutuhan
massing disesuaikan dengan besaran ruang yang akan diwadahi di dalam bangunan.
b) Social
Kesimpulan :
Peletakan masa bangunan dan ruang dalam bangunan dapat disusun berdasarkan hasil
analisa interaksi sosial antar pengunjung sehingga dapat ditata dengan baik sesuai topik tema
dan kebutuhan ruang sosial publik untuk tempat berinteaksi antar sesama pengguna bangunan.
c) Fisik
Kesimpulan :
Pengolahan dan pembentukan ruang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dari aktivitas
pengguna baik yang normal maupun pengguna dengan keterbatasan fisik.
d) Psikologis
Kesimpulan :
Psikologis seseorang bisa terpengaruh oleh rangsangan dari luar yang ditangkap oleh 8
penginderaan, Rasa ruang yang akan ditonjolkan adalah rasa tentang romantisme,
kebudayaan, kelokalan, dan sebagainya yang akan dieksplorasi lebih lanjut di analisis
psikologis.
Bangun atau bentuk: mengutamakan bentuk yang memberi rasa tradisional atau alam
Indonesia. Cenderung menggunakan bentuk yang bersudut
Warna: menggunakan warna-warna dingin karena menonjolkan tentang sejuk, tenang,
dan intima tau warna netral (biru, putih, coklat)
Cahaya: mengoptimalkan pencahayaan alami dan memberi view natural tentang
pemandangan disekitarnya (penerapan kaca untuk menghadirkan kesan alami yang
ditimbulkan oleh vegetasi sekitar)
Kedalaman (skala): menggunakan skala yang besar agar memberi kesan lapang
e) Fisiologis

Kesimpulan :
Perancangan bangunan ini akan memerhatikan perilaku dan kebutuhan psikologis
pengguna bangunan yang diwujudkan ke dalam elemen elemen arsitektural.
Suasana ruang yang akan diciptakan dalam bangunan ini memerhatikan kebutuhan
psikologis dari pengguna dan fungsi yang ada, seperti ruang informasi dan pamer yang
tenang dan nyaman, auditorium yang bersifat sakral dan amphiteather yang bersifat

83
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

lebih mengakrabkan, ruang publik yang nyaman dan mengakrabkan serta entrance atau
lobby yang luas dan berkesan welcome terhadap pengguna.

2. Nilai Lingkungan (Invironment Issues)


a) Site
Kesimpulan :
Diproleh data tapak yang sesuai dengan karakter dan kriteria pembangunan yaitu alternative 1
dengan tapak yang berada di area kawasan taman mini dan mempunyai luasan 6 ha dengan
ketentuan kdb 20% dan mempunyai peruntukan KUT (Karya Umum, Taman) dan pembahasan
pencapaian yang baik, enterance, dan view sekitar tapak.
b) Iklim
Kesimpulan :
Dengan kondisi iklim yang terdapat di Jakarta, bangunan harus dapat mempercepat aliran
udara yang masuk ke dalam untuk mengatasi kelembaban pada ruang dalam bangunan yang
dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna. Selain itu, sinar matahari yang menyengat
ataupun angin dan hujan yang kencang dapat berakibat buruk pada bangunan, sehingga
diperlukan pepohonan besar, perdu, serta rumput untuk mengurangi kecepatan angin,
mengurangi pemanasan langsung dari sinar matahari, dan mempercepat peresapan air hujan
ke dalam tanah, serta penggunaan pendekatan eco tech sangat berpengaruh untuk mengatasi
iklim yang ada di lokasi tapak yaitu di jakarta, penerapan sclupturing with light yang akan
memanfaatkan sinar matahari untuk dijadikan pencahayaan alami dan mengubahnya sebagai
penyeimbang suhu ruangan serta penerapan structur exkpresion yang mempunyai ketahanan
yang baik untuk menanggapi iklim di indonesia (jakarta).
c) Konteks
Kesimpulan :
dalam pembahasan konteks pada tapak diperoleh bangunan bangunan yang mempunyai
fungsi penunjang dari tapak untuk mendukug aktifitas dari museum music tradisional Indonesia
dan dengan menganalisa hal ini juga diperoleh pembagian zoning yang dianalisa berdasarkan
lokasi tapak
d) suber daya
Kesimpulan :
Diperuleh data yang bisa diterapkan sesuai analisa sumberdaya yang sesuai untuk diterapkan
pada perancangan seperti pemanfaatan seber daya air yang jelas, listrik serta pemanfaat
system pengudaraan baik alami maupun buat
e) Limbah
Kesimpulan :

84
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Pembuangan limbah yang dihasilkan oleh bangunan ini hanya berupa air kotor dan sampah,
tidak terdapat limbah kimia ataupun limbah yang sangat berbahaya. Air kotor dari pembuangan
pencucian piring, di treatment terlebih dahulu sebelum dialirkan ke riol kota.

3. Nilai Kebudayaan (cultural issues)


a) Faktor Sejarah
Kesimpulan :
Dalam penjabaran sejarah, hal yang menjadi utama dalam perancangan museum music
tradisional adalah sejarah dari music tradisional Indonesia itu sendiri yang akan bisa menjadi
point daya Tarik museum music tradisional Indonesia.
b) Legal
Kesimpulan :
Dalam kesimpulannya legalitas dari site perancangan museum music tradisional sudah sesuai
ketentuan perancangan dan layak untuk dijadikan site perancangan museum music tradisional
Indonesia

4. Nilai Teknologi (technology)


a) Faktor Material
Kesimpulan :
Dalam faktor material pengunaan pendakata eco-tech sangat berkaitan erat dengan hal ini,
dan hasil dari analisa Pada perancangannya, material utama sebagai strukturnya
menggunakan baja yaitu untuk mendapatkan kekuatan yang baik tahan terhadap gempa dan
mempunyai ketahanan terhadap waktu, untuk penyelaras material ini digunakan material
titanium sebagai pelapis kulit luar banguan agar menampilkan bangunan yang eco-tech dengan
memberikan effek kasar dan organic serta penyelaras nya yaitu mengunakan material kaca
dan batu kapur untuk mendapatkan bangunan dengan tampilian visual yang menarik.
b) Struktur
Kesimpulan :
Sistem struktur yang dipilih adalah sistem struktur rangka kaku.beban yang dipikul
bangunan lebih berat dikarenakan adanya berbagai macam barang pameran bentukan sirkulasi
yang membentuk pola pengunjung menjadi kelompok serta banyaknya barang barang
penunjang kebutuhan akyfitas museum

c) Sirkulasi
Kesimpulan :
Pembahasan tentang system sirkulasi horizontal yang menjelaskan tentang sikulasi dari
pelaku kegiatan dan Sistem sirkulasi vertikal utama yang digunakan pada bangunan ini adalah
sistem escalator yang dipergunakan dengan keuntungan yang menunjang keperluan aktivitas

85
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

museum dan penerapan ramp untuk pengunaan aksesibilitas untuk penyandang difabel, namun
system yang lain pun bisa di pergunakan untuk menunjang aktivitas museum yang lain,

5. Nilai Waktu (temporal issues)


a) Faktor Perkembangan
Kesimpulan :
Adanya perkembangan pertambahan minat masyarakat terhadap keberadaan musik
tradisional Indonesia, sehingga diperlukan area yang bisa mewadahi kreatifitas
masyarakat dengan wadah yang lebih luas
Pengunaan sarana open space untuk dijadikan sarana sosialisasi yang baik.

6. Nilai Ekonomi (economical issues)


b) Faktor Konstruksi
Kesimpulan :
factor konstruksi sangat berkaitan dengan nilai ekonomi dari segi perawatan material utama
sbagai konstruksinya, dengan mengunakan material baja yang mempunyai ketahanan yang
baik, maka pembiayanan untuk perawatannya tidak akan besar.
c) Faktor fungsi
Kesimpulan :
fungsi bangunan yang dibuat menjadi komersil seperti berbagai retail, dan hall pertunjukan
akan menunjang kebutuhan pembiayaan perawatan museum musik tradisional
d) Faktor Energi
Kesimpulan :
penghematan yang dilakukan terhada kebutuhan energy dan di dukung dengan mendekatan
eco-tech yang sangat menunjang untuk sebuah tindakan penghematan energy akan
mempengaruhi kebutuhan ekonomi yang seharusnya dijadikan pengadaan sumber energy

7. Nilai Estetika (aestethic issues)


a) Bentuk
Kesimpulan :
Penerapan jenis penggabunagn bentuk dasar segitiga menjadi pilihan dengan perubahan-
perubahan bentuk transformasi yang sudah disesuaikan untuk mengeffisiensikan ruang dan
memperbanyak view yang ada pada setiap sisinya.

b) Faktor Massa Bangunan


Kesimpulan :

86
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Jenis massa bangunan yang cocok diterapkan adalah massa bangunan tunggal karena dari
segi fungsi museum membutuhkan kemudahan dalam perawatan koleksi dan sistem control,
penggunaan ruang lebih efisien, dan biaya pengerjaan lebih murah dan menimbulkan banyak
ruang yang secara langsung bisa terintregritas Antara tiap fungsi yang berbeda di dalam
museum music tradisional Indonesia.
c) Pendekatan
Kesimpulan :
Penerapan system eco-tech dapat mendukung esetetika pada perancangan museum music
tradisional yaitu penerapan system sculpturing with light dengan pemanfaatan material kaca,
system sky light pada bangunan, energy metter dengan memainkan gubahan sesuai dengan
keadaan iklim dan pengaruh sinar matahari agar bisa dimanfaatkan dengan baik, dan structural
ekspresion dengan mengekspose struktur bukan hanya untuk sebuah ketahanan bahkan untuk
sebuah estetika.

8. Nilai Keamanan (safety issues)


a) Faktor Struktur
Kesimpulan :
Nilai keamanan dianalisa dari berbagai faktor yang terkait yaitu fungsi, bentuk, dan kondisi
tanah yang berada di tapak, dalam hal ini struktur utama yang dipakai sedah sangat aman
karena diperhitungkan dari beberapa faktur tersebut
b) Faktor Kebakaran
Kesimpulan :
Sistem pemadam kebakaran pasif
Penggunaan material dan struktural yang tahan api terutama pada jalur evakuasi dan
ruang auditorium
Penggunaan standar tangga darurat setiap jarak 30 m tanpa penyempitan bordes
Sirkulasi mobil pemadam kebakaran melalui akses alternatif kedalam tapak, bukan
akses utama sehingga pada saat kebakaran tidak terjadi crossing dengan kendaraan
pengunjung
- Penempatan ruang audtorium yang berhubungan langsung dengan ruang luar dan
mempunyai beberapa pintu keluar yang efektif untuk evakuasi saat terjadi kebakaran
Sistem pemadam kebakaran aktif
Penggunaan smoke detector pada daerah strategis dan jangkauan yang sesuai
Menempatkan fire extinguisher pada bangunan, penempatan fire sprinkler dengan
jangkauan 1 unit per 25 m2 dan selang dengan panjang 30 m pada setiap penjuru
bangunan
Perancangan fire hydrant dengan luas area pelayanan 400 m2 per unit
Pada bagian ruang museum musik tradisonal indonesia dan museum diterapkan sistem
sprinkler yang tidak merusak alat musik tradisional dan artefak pada saat terjadi
kebakaran
87
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

c) Faktor Kimia
Kesimpulan :
diperlukan sistem penyaringan tersendiri sebelum dibuang ke salurang pembuangan untuk
menyaring Obat-obatan mempunyai potensi untuk dibuang ke saluran pembuangan air, dimana
saluran tersebut akan berbahaya jika dibiarkan dibuang begitu saja
d) Faktor Personal
Kesimpulan :
Pada proyek museum ini, tidak terdapat fasilitas-fasilitas yang diperkirakan dapat
membahayakan pengunjung.
e) Faktor Kriminal
Kesimpulan :
Berdasarkan analisis dari faktor kriminal yang telah dipaparkan diatas, menghasilkan kriteria
desain dalam perancangan Pusat Kebudayaan Kalimantan Selatan, yaitu:
Penggunaan CCTV yang bekerja 24 jam
Ruang kontrol diletakan pada lantai dasar
Penggunaan sistem alarm pada setiap akses ke bangunan
Alarm dan CCTV dimaksimalkan pada ruang museum
Penempatan ruang museum pada lantai satu dan dua bukan pada lantai dasar
Gudang penyimpanan dan backstage area yang harus diletakkan jauh dari zona public
pada bangunan dan memiliki akses khusus

88

You might also like