Professional Documents
Culture Documents
BAB III
37
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
5. Kegiatan Service.
Kegiatan mekanikal elektrikal, keamanan, service, dan pemeliharaan.
2 Kode Etik Penyelenggara dan Pengelola Museum, Asosiasi Museum Indonesia (AMI), http://asosiasimuseumindonesia.or.id/kodeetik/kodeetik00_0001.htm
38
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
2. Pengunjung Museum
Museum memiliki peran penting dalam penyampaian informasi kepada pengunjungnya
yang terkait dengan esensi museum sebagai pengingat. Sebagai ruang pengingat yang
bersifat publik, museum seharusnya menjadi begitu akrab dengan masyarakat awam. Maka
sasaran utama pengunjung museum adalah masyarakat umum, namun pengelompokkan
masyarakat tersebut dibagi dalam klasifikasi umur sebagai berikut:
Dewasa
Pengunjung dengan klasifikasi umur dewasa dapat berkunjung ke museum tidak
hanya sebagai sarana rekreasi, namun sekaligus sebagai sarana edukasi, serta
sebagai salah satu kegiatan bagi para penggiat seni yang ingin berpartisipasi
didalamnya. Kegiatan tersebut dapat berupa kegiatan komersil (pagelaran seni,
seminar, dsb) maupun kegiatan non-komersil (pameran, diskusi, dsb)
Remaja
Pengunjung remaja merupakan klasifikasi umur diantara dewasa dan anak-anak,
dimana remaja dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan edukasi,
sekaligus sebagai tempat rekreasi dan bersosialisasi, serta sebagai sarana untuk
berekreasi.
39
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Anak-anak
Pengunjung anak-anak merupakan klasifikasi umur yang paling sering
melakukan kunjungan ke museum-museum sebagai bentuk pengenalan terhadap
ilmu pengetahuan. Tujuan utamanya adalah mendapatkan informasi yang edukatif
yang dikemas dengan kegiatan rekreasi.
Sebagai suatu institusi yang bersifat rekreasi edukatif, museum juga harus mengakomodir
kedatangan pengunjung dalam jumlah banyak (rombongan). Adapun pengunjung yang
datang dengan cara rombongan juga terbagi dalam tiga klasifikasi umur: dewasa, remaja,
dan anak-anak yang sudah dijelaskan sebelumnya. Adapun yang membedakan antara
rombongan yang satu dengan yang lainnya adalah dari segi fisiologis yakni kemampuan
kondisi fisik dalam menanggapi fungsi museum yang akan dijelaskan pada poin
fisiologis.
41
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Keamanan perlu
diperhatikan
Melakukan kegiatan Membutuhkan sirkulasi yg Ruang
administrasi ketika terpisah dr pengunjung administrasi
koleksi pameran
sampai
Menyimpan koleksi Terjaga iklim makro dan penerimaan
pameran museum mikro-nya barang
Menyimpan barang Terjaga iklim makro dan Gudang
keperluan museum mikro-nya
Menyimpan alat musik Terjaga iklim makro dan Ruang
tradisional museum mikro-nya penyimpanan alat
musik tradisonal musik tradisional
42
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
indonesia
Melakukan perawatan Ruang bekerja pekerjaan Ruang bengkel &
terhadap koleksi bertukang studio
pameran agar tidak
rusak
Menyiapkan instalasi Mudah pengunjung Ruang konservasi
ruang pamer
Memerlukan lighting yang
optimal
Membersihkan ruang Kegiatan dilakukan Ruang restorasi
pamer dan benda bergantung karakter
koleksi secara berkala material
Menjual tiket masuk Kegiatan yang dilakukan Loket tiket
museum secara rutin
Melakukan Ruang kuratorial
dokumentasi terhadap
benda seni yang
dipamerkan
Berganti baju seragam Ruang ganti
Menyimpan barang Locker
pribadi
Melakukan kegiatan Area khusus pengelola Ruang tunggu,
pemenuhan kebutuhan toilet, musholla,
sehari-hari seperti: pantry
makan, buang air kecil,
beribadah, dan
istirahat
Memarkir kendaraan Parkir kendaraan
bermotor
Pekerjaan listrik Memperbaiki saluran yang Ruang trafo,
rusak (jika ada) panel utama, gen
set
43
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Shaft
pengudaraan
pendengaran musik-musik
sesuai alur era zaman
musik, pemaparan cerita
perkembangan musik
Indonesia dan pemajangan
poster atau cover cd/kaset,
pada setiap akhir alur
terdapat perkembangan
alat musik, serta
pengolahan ruang
arsitektural
Turun dari kendaraan publik Drop off dan
dan/atau memarkir tempat parkir
kendaraan bermotor
museum musik Membaca alat musik Publik, tkt kebisingan Ruang baca
tradisonal tradisional dan diskusi rendah
indonesia Menggunakan Publik, tkt kebisingan Ruang
komputer dan media rendah multimedia
multimedia lain
46
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Berikut adalah Program Ruang dari Museum musik tradisional indonesia yang luasannya
berasal dari sumber sebagai berikut :
Data Arsitek (DA.) Ernest Neufert
Manual Museum Exhibition (MM
47
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
48
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
49
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Kesimpulan :
Menurut hasil analisa fungsional dapat teridentifikasi jenis, pelaku, dan pengelompokan
kegiatan sebagai referensi untuk menentukan zoning dan besaran ruang, dan kebutuhan
massing disesuaikan dengan besaran ruang yang akan diwadahi di dalam bangunan
kelas, dimana kedua kelompok terlibat dalam proses belajar mengajar di bidang musik
yang membutuhkan kualitas akustik ruang yang baik. Sistem belajar mengajar dibuat
menjadi interaktif dan fun, sehingga dibutuhkan adanya interaksi yang intensif antar
kelompok; yaitu pada ruang kelas yang tidak hanya berorientasi pada depan kelas (papan
tulis), tetapi juga dimungkinkan untuk melakukannya secara terpusat di tengah kelas dalam
beberapa materi sehingga pengajar dapat berinteraksi dengan optimal terhadap seluruh
siswa.
Pada area pertunjukan musik, bentuk interaksi yang dilakukan keduanya dibatasi oleh
jarak pandang visual. Sebagai sebuah tempat pertunjukan, peran pengisi
acara/pengajar/pemateri diskusi harus dapat berkomunikasi secara bahasa verbal dan
non-verbal (bahasa tubuh) kepada pengunjung. Dalam aplikasinya, hal tersebut harus
ditunjang dengan akustik ruang yang baik, serta ergonomis dan jarak pandang yang baik
dari tribun penonton sampai ke panggung.
Lima spot tersebut merupakan spot yang menentukan banding image oleh pengunjung
terhadap pelayanan museum secara keseluruhan (karena merupakan titik krusial interaksi).
Permasalahannya biasanya terjadi sekitar penumpukkan pengunjung yang bisa
disebabkan karena animo yang besar, besaran ruang yang kurang memadai, pelayanan
yang tidak efektif, dan lain sebagainya. Sebagai bentuk solusi arsitektural, maka hal-hal
tersebut harus dihindari dengan menggunakan beberapa alternatif solusi, seperti:
penggunaan besaran ruang yang memadai, layout ruang yang memberi kenyamanan
walaupun harus mengantri, serta alur kegiatan yang baik agar tidak terjadi crossing.
pertemuan kelompok ini berkisar antara pertemuan formal secara komunal (ruang rapat)
hingga pertemuan informal secara individu (ruang kerja). Baik keduanya memerlukan
interaksi yang sesuai dengan porsinya, yaitu: ruang rapat memerlukan adanya suatu layout
dimana terjalin komunikasi yang baik antar hirarki dimana instruksi bisa diberikan dan
ditangkap dengan jelas melalui konfigurasi ruang yang efisien dan efektif. Bentuk yang
efisien dan efektif tadi diasumsikan sebagai bentuk yang tidak menghalangi jarak pandang
antar sesama pengguna, kondusif dari segi akustik ruang, serta pandangan yang tidak
terdistraksi oleh situasi diluar ruang rapat.
Kesimpulan :
Peletakan masa bangunan dan ruang dalam bangunan dapat disusun berdasarkan hasil
analisa interaksi sosial antar pengunjung sehingga dapat ditata dengan baik sesuai topik tema
dan kebutuhan ruang sosial publik untuk tempat berinteaksi antar sesama pengguna bangunan.
3.1.1.3 Faktor Fisik3
Faktor fisik tentunya mempengaruhi suatu karya bangun arsitektur. Adapun faktor fisik
bergantung pada kondisi fisik penggunanya. Dalam klasifitikasi kondisi fiksik pengguna, dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Kelompok normal
Hampir seluruh kebutuhan yang direncanakan dalam museum ini adalah dengan
peruntukkan pengguna dalam kelompok normal. Sehingga tentang kelompok normal tidak
dibahas lanjut di point ini.
b. Kelompok difabel
Dalam kelompok difabel, yang diperlukan bagi penggunanya adalah kebutuhan dalam
akses. Selain bangunan yang aksesibel teradap pengguna cacat, namun yang perlu
diperhatikan dalam merespon terhadap pengguna bangunan ini adalah;
4 Ian. (2008) Building for The Performing Arts : A Design and Development Guide. Elsevier, hal.125
53
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
54
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
a. KEMUDAHAN, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang
bersifat umum dalam suatu lingkungan.
b. KEGUNAAN, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau
bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
c. KESELAMATAN, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan
terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang.
d. KEMANDIRIAN, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan
semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa
membutuhkan bantuan orang lain.
Pengolahan ruang dengan mengurangi perbedaan level yang terlalu besar.
Perancangan transportasi vertikal untuk pengguna difabel terutama kursi roda berupa lift
yang memiliki kriteria yang memudahkan pengguna difabel. Selain itu lift tersebut juga
berguna pada keadaan darurat sebagai lift kebakaran.
Aksesbilitas dengan besaran yang lebar seperti pada pintu-pintu masuk ruangan.
55
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
57
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
58
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Kesimpulan :
Pengolahan dan pembentukan ruang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dari aktivitas
pengguna baik yang normal maupun pengguna dengan keterbatasan fisik.
3.1.1.5 Faktor Psikologis
Psikologis seseorang bisa terpengaruh oleh rangsangan dari luar yang ditangkap oleh 8
penginderaan , yaitu:
Penglihatan (visual)
Peraba tekan (cutaneous)
Pendengaran (auditoris)
Penggerak tekan (kinestetis)
Pengecap (gustatoris)
Pemberi sinyal dalam (organis)
Pembau (olfaktoris)
Dari 8 penginderaan diatas, yang dapat diterapkan dalam ruang arsitektural adalah visual,
auditoris, dan sedikit peraba tekan (gustatoris). Dalam indera visual, dapat ditangkap sense
adalah:
Bangun atau bentuk
Warna
Cahaya
Kedalaman (skala)
Sedangkan penginderaan pendengaran dan peraba tekan hanya bersifat pendukung. Berikut
analisa mengenai bentuk, warna, cahaya, dan kedalaman dan efek yang ditimbulkannya:
Kesimpulan :
Rasa ruang yang akan ditonjolkan adalah rasa tentang romantisme, kebudayaan, kelokalan,
dan sebagainya yang akan dieksplorasi lebih lanjut di analisis psikologis.
Bangun atau bentuk: mengutamakan bentuk yang memberi rasa tradisional atau alam
Indonesia. Cenderung menggunakan bentuk yang bersudut
Warna: menggunakan warna-warna dingin karena menonjolkan tentang sejuk, tenang,
dan intima tau warna netral (biru, putih, coklat)
Cahaya: mengoptimalkan pencahayaan alami dan memberi view natural tentang
pemandangan disekitarnya (penerapan kaca untuk menghadirkan kesan alami yang
ditimbulkan oleh vegetasi sekitar)
Kedalaman (skala): menggunakan skala yang besar agar memberi kesan lapang
1. Pengunjung Museum
Dalam fungsi museum, bagian terpenting adalah area pameran dan skenario di dalamnya
tidak kalah penting agar pengunjung mengerti apa yang ingin disampaikan di museum.
Permasalahannya adalah ketika skenario atau flow yang disiapkan untuk diikuti didalamnya
ternyata tidak cocok pada keadaan stamina fisik pengunjung di dalamnya. Dikarenakan
pengguna museum ini terklasifikasi berdasarkan umur (anak-anak, remaja, dan dewasa), maka
analisis akan dibuat berdasarkan segmentasi usia tersebut.
Dilansir dari detikHealth.com , bahwa jarak maksimal yang bisa ditempuh manusia untuk
berjalan adalah sejauh 4 kilometer per hari (dengan asumsi kesehatan yang optimal). Walaupun
pada aplikasinya flow yang di desain pada museum tidak mencapai 4 kilometer dan
penggunanya tidak semuanya terdiri dari remaja (yang secara fisik memiliki stamina yang baik),
maka pada flow pengunjung akan disediakan ruang istirahat pada beberapa tempat yaitu
pada ruang peralihan antara ruang pamer sejarah dan ruang pamer budaya. Disediakan ruang
tunggu dan semacam caf kecil sebagai bentuk istirahat. Selain ruang tunggu disediakan pada
area transisi tersebut, disediakan juga sofa duduk yang disebar di beberapa tempat di area
pamer agar mood pengunjung dapat terjaga.
Selain keterbatasan akan stamina, yang perlu diperhatikan juga merupakan bagaimana
informasi dan pendidikan yang ingin disampaikan dapat dimengerti dengan baik oleh
60
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
pengunjung museum. Sehingga dalam aplikasinya, selain adanya penjelasan secara harfiah
dan seinformatif mungkin tentang benda pamer diperlukan signage yang menarik dan
informatif. Juga terdapat faktor lain yang cukup menentukan dalam proses penyampaian
informasi kepada pengunjung yaitu faktor kebisingan, penghawaan, pencahayaan, dan skala.
Keempat faktor tersebut akan mempengaruhi taraf konsentrasi seseorang pada saat menikmati
benda pamer.
a. Kebisingan
Pada saat menikmati benda seni, maka ketenangan sangat menentukan apakah seni
tersebut dapat dihayati dengan baik atau tidak. Sehingga diperlukan suatu keheningan dan
sifatnya memberi ambience kenyamanan pada seseorang dalam menikmati pameran. Analisis
lebih lanjut akan dibahas pada faktor lingkungan poin tapak.
b. Penghawaan
Pada umumnya, tahap kenyamanan manusia khususnya di Jakarta berkisar antara 24C
26C. Sehingga kecenderungan bangunan akan menggunakan penghawaan buatan (AC) yang
akan dianalisis lebih lanjut pada faktor lingkungan poin sumber daya.
c. Pencahayaan
Selain pencahayaan bertujuan untuk mengoptimalkan benda pamer, beberapa benda
pamer tidak dapat menerima pencahayaan alami karena berpotensi untuk rusak. Sehingga
perletakkan ruang pamer akan bergantung pada koleksi yang terdapat didalamnya (bisa
terekspos matahari atau tidak).
d. Skala
menentukan faktor psikologis yang akan dibahas pada poin berikutnya, namun agar benda
pamer dapat dinikmati dengan optimal maka ruang pamer sebaiknya dibuat dalam skala intim
(bergantung pada luasan yang dibutuhkan), serta bersekuens agar pengunjung tidak bosan.
2. Pengelola Museum
Kegiatan utama pengelola museum adalah mengelola dan mengoperasikan museum, baik
yang bersifat operasional maupun bersifat administratif. Sehingga dalam menjalankan
pekerjaannya, pengelola yang pekerjaannya bersifat administratif akan melakukan pekerjaan
dalam waktu yang lama di meja kerjanya. Dengan tujuan ingin mengoptimalkan pekerjaan yang
dilakukan, maka ruang kerja yang ideal adalah yang kondusif dari segi kebisingan dari luar
maupun dalam tapak.
61
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Dengan faktor kebisingan tersebut, didapat kriteria tertentu dalam menentukan ruang kerja
bagi pengelola museum, yaitu:
a. Kebisingan
Area pengelola diletakkan pada area yang kondusifitasnya dapat terjaga, namun tetap
memiliki jarak yang strategis dengan fasilitas museum agar kegiatan pengelolaan dapat
berjalan dengan optimal
b. Penghawaan
Menggunakan penghawaan buatan karena selain faktor kenyamanan termal manusia, juga
terdapat mesin-mesin elektronik (komputer, dsb) yang membutuhkan pengudaraan agar mesin
dapat bekerja dengan baik dan tidak cepat rusak.
c. Pencahayaan
Pencahayaan dapat digabungkan antara pencahayaan alami dan buatan, sehingga pada
pencahayaan buatan dapat diberi bukaan agar view ke luar bangunan bervariatif dan tidak
membosankan
d. Skala
Skala ruang yang ideal untuk ruang kerja adalah skala normal, dimana hampir seluruh
kegiatan dilaksanakan dengan duduk di meja kerja (bagi fungsi administrative), sehingga tidak
dibutuhkan skala yang besar.
Pada faktor pengguna lain yaitu pengajar, pengisi acara, maupun pengisi diskusi
merupakan pengguna bangunan yang sifatnya temporer (kecuali pengajar, mendapat fasilitas
ruang kerja yang analisisnya sama seperti pengelola). Sehingga pengguna temporer cukup
mendapat alokasi ruang dengan kondusifitas yang sama namun dapat berlaku fleksibel (tidak
hanya untuk satu individu).
Kesimpulan :
Perancangan bangunan ini akan memerhatikan perilaku dan kebutuhan psikologis
pengguna bangunan yang diwujudkan ke dalam elemen elemen arsitektural.
Suasana ruang yang akan diciptakan dalam bangunan ini memerhatikan kebutuhan
psikologis dari pengguna dan fungsi yang ada, seperti ruang informasi dan pamer yang
tenang dan nyaman, auditorium yang bersifat sakral dan amphiteather yang bersifat lebih
mengakrabkan, ruang publik yang nyaman dan mengakrabkan serta entrance atau lobby
yang luas dan berkesan welcome terhadap pengguna.
62
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Data tapak :
Luas tapak : 6 Ha
KDB : 20 % = 60.000 X 0.2 = 12.000 M2
KLB : 0,8 = 60.000 X 0.8 = 48.000 M2
Ketinggian maksimum :4
Peruntukan : Karya Umum, Taman
Pencapaian
jalur primer
Jalur sekunder
63
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Tapak mempunyai dua jalur pencapaian yang terbagi atas jalur primer sebagai jalur utama
pencapaian yaitu berada di batas selatan tapak dan jalur sekunder yang meupakan jalur yang
menghubungkan semua bangunan yang berada di kawasan taman mini Indonesia indah.
Enterance tapak
kriteria a b c
c
Letak informatif dan
b 3 1 2
strategis
Lalu-lintas lancar 2 3 3
Antisipasi crossing 2 3 3
Mudah diakses 3 1 1
a Total 10 8 9
Kesimpulan :
Dari hasil analisi di atas, maka point a yang paling baik dijadikan enterance utama tapak karena
memiliki point yang baik dan sesuai dengan kriteria serta paling sedikit dampak negative
terhadap tapak.
Kebisingan tinggi
b Kebisingan sedang
Kebisingan rendah
Kesimpulan :
Analisa kebisingan sangat berpengaruh terhadap penzoningan ruang kegiatan karena kegiatan
dibagi menjadi banyak sifat dan mempunyai karakter yang berbeda-beda sesuai kebutuhannya.
View
64
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Kesimpulan :
Diproleh data tapak yang sesuai dengan karakter dan kriteria pembangunan yaitu alternative 1
dengan tapak yang berada di area kawasan taman mini dan mempunyai luasan 6 ha dengan
ketentuan kdb 20% dan mempunyai peruntukan KUT (Karya Umum, Taman) dan pembahasan
pencapaian yang baik, enterance, dan view sekitar tapak.
3.1.2.2 iklim
Iklim sangat memperngaruhi perancangan bangunan dalam bentuk kenyamanan
dilingkungan sekitarnya. Indonesia memiliki iklim tropis sehingga pada waktu tertentu sinar
matahari akan sangat menyengat dan hujan ataupun angin yang kencang. Dengan fungsi
bangunan ini sebagai museum yang pengunjungnya kebanyakan melakukan aktifitas di dalam
bangunan, maka di harapkan bangunan ini dapat memberikan suasana sejuk serta nyaman
bagi pengunjung di dalam gedung dan masyarakat disekitarnya.
Curah hujan
rata-rata 133,25 mm dan Curah hujan terbanyak terjadi di bulan februari
sebesar294 mm
Kelembapan
rata-rata besar kelembaban yaitu 77,12 % dan kelembaban terpadat terjadi pada
bulan november sebesar 82,9 %.
Kecepatan angin
Rata-rata kecepatan angin yaitu 2,75 m/sec dan Kecepatan angin tercepat terjadi
pada bulan februari sebesar 4,4 m/s.
Tempertur
Rata-rata temperatur (suhu) udara di Jakarta yaitu berkisar antara 24,3 c 34
c dan Temparatur tertinggi terjadi pada bulan mei yaitu sebesar 34 c.
Kesimpulan :
Dengan kondisi iklim yang terdapat di Jakarta, bangunan harus dapat mempercepat aliran
udara yang masuk ke dalam untuk mengatasi kelembaban pada ruang dalam bangunan yang
65
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna. Selain itu, sinar matahari ataupun angin dan
hujan yang kencang dapat berakibat buruk pada bangunan, sehingga diperlukan pepohonan
besar, perdu, serta rumput untuk mengurangi kecepatan angin, pemanasan langsung dari sinar
matahari, dan mempercepat peresapan air hujan ke dalam tanah, serta penggunaan
pendekatan eco tech sangat berpengaruh untuk mengatasi iklim yang ada di lokasi tapak
D
D
E
A
Zoning
66
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Area pameran
Area vegetasi
Kesimpulan :
dalam pembahasan konteks pada tapak diperoleh bangunan bangunan yang mempunyai
fungsi penunjang dari tapak untuk mendukug aktifitas dari museum music tradisional Indonesia
dan dengan menganalisa hal ini juga diperoleh pembagian zoning yang dianalisa berdasarkan
lokasi tapak
67
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
b. Air hujan
Distribusi air PAM ke dalam bangunan akan terjadi dengan cara berikut:
Air PAM akan digunakan untuk beberapa keperluan teknis bangunan, seperti:
Air keran (toilet, pantry)
Kebutuhan pendingin ruangan (AC)
Distribusi air hujan ke dalam bangunan akan terjadi dengan cara berikut:
Air hujan akan digunakan untuk beberapa keperluan teknis bangunan, seperti:
a. Air flush kloset toilet
b. Air untuk penyiraman tanaman (irigasi secara otomatis)
2. Listrik
Sumber daya listrik didapat dari:
a. PLN - daya listrik dari pemerintah
b. Genset/diesel daya listrik dengan tenaga solar sebagai cadangan ketika listrik
dari PLN mati
c. Baterai digunakan pada saat kebakaran karena aliran listrik digunakan hanya
untuk di dalam bangunan
d. Solar cell (tidak digunakan dalam museum ini) tenaga listrik yang didapat dari
sinar matahari
68
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
3. Pengudaraan
Sumber pengudaraan didapat dari
1. Pengudaraan alami
Pada pengudaraan alami, dapat dimanfaatkan udara alami pada beberapa
bagian museum. Adapun pada ruang terbuka dan pada ruang yang merupakan
transisi antara ruang luar dan dalam, dapat menggunakan pengudaraan alami.
2. Pengudaraan buatan
Pengudaraan semacam ini diperlukan untuk menjaga tingkat kelembaban benda
pamer agar tidak lembab, dan pertimbangan lainnya. Pengudaraan buatan juga
diperlukan pada ruang yang tidak berhubungan langsung dengan ruang luar.
Adapun skema pengudaraan buatan adalah sebagai berikut:
Sumber www.google.com
Kesimpulan :
Diperuleh data yang bisa diterapkan sesuai analisa sumberdaya yang sesuai untuk diterapkan
pada perancangan seperti pemanfaatan seber daya air yang jelas, listrik serta pemanfaat
system pengudaraan baik alami maupun buatan.
3.1.2.5 Limbah
Pembuangan limbah yang dihasilkan oleh bangunan ini hanya berupa air kotor dan
sampah, tidak terdapat limbah kimia ataupun limbah yang sangat berbahaya. Air kotor dari
pembuangan pencucian piring, di treatment terlebih dahulu sebelum dialirkan ke riol kota.
70
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
cukup banyak. Selain itu, setiap suku bangsa yang hidup di Indonesia memiliki jenis musik yang
berbeda dengan musik yang berkembang pada suku-suku bangsa lainnya di Negeri ini. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa musik tradisional adalah merupakan kekayaan dan cirri khas
dari masyarakat suku dan daerah pemiliknya.
Berdasarkan jenisnya musik terbagi menjadi dua, yaitu musik tradisional dan musik
modern. Musik tradisional disebut juga misik daerah , yaitu merupakan jenis msik yang muncul
atau klahir dari budaya daeraqh secara turun temurun. Biasanya lirik lagu tradisional bersifat
sederhana. Demikian pula dengan peralatan yang digunakan masih bersifat sederhana, seperti
gamelan, angklung, dan rebana.
Hampir setiap daerah di wilayah nusantara memiliki musik daerah atau musik traisional
dengan lagu serta peralatan yang berbeda-beda. Pada numumnya, musik daerah di Indonesia
masih sedrhana dan kental dengan unsure kedaerahannya.
2. Fungsi Sosial
Musik memiliki peran yang besar dalam kehidupan manusia. Hal itu dapat kita saksikan
dimana musik sering diperdengarkan pada sebuah upacara adat, upacara kenegaraan,
penyambutan tamu, pesta, dan lain-lain. Sebuah pertunjukan tari akan kacau apabila secara
tiba-tiba musik yang mengiringinya berhenti ditengah jalan. Hal yang sama akan terjadi
pada gereja tanpa lonceng atau litany, atau masjid tanpa bedug. Hal tersebut tentunya akan
kehilangan roh kekhidmatannya. Bagi masyarakat, kehadiran seni musik memiliki
bermacam-macam fungsi social, diantaranya sebagai berikut.
71
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
4. Media Komunikasi
Selain menggunakan bahasa verbal atau visual, jalinan komunikasi antaretnis, bahkan
antarnegara bisa dilakukan dengan seni musik. Saat ini terdapat fenomena baru dalam
mempertemukan karya pemusik tradisional dengan pemusik modern yang disebut dengan
kolaborasi. Melaliu bahasa musik, syair lagu serta alunan musik, pesan-pesan tertentu
dapat disampaikan dengan lebih indah.
5. Media Pendidikan
Diantara tujuan pendidikan adalah membentuk manusia berbudi pekerti luhur. Secara
filosofis titik tekannya adalah obyek nilai dan moral pada diri anak tersebut. Seni dapat
dimanfaatkan untuk membimbing dan mendidik mental serta tingkah laku seseorng agar
berubah menjadi kondisi yang lebih baik, antara lain memperhalus perasaan, bersikap
santun, berprilaku lemah lembut, bermoral mulia, dan berbudi pekerti luhur.
6. Media Pemujaan
Musik (vocal) memainkan peranan penting alam kegiatan beribadah atau kegiatan
keagamaan, seperti pemujaan kepada kepada sang Pencipta seperti yang dilakukan di
Pura, Gereja, atau Masjid. Dalam agama islam, lagu-lagu pujian banyak diiringi dengan
pukulan rebana, sedangkan di Gereja didiringi dengan piano, gitar atau alat msik lainnya.
Kesimpulan :
Dalam penjabaran sejarah, hal yang menjadi utama dalam perancangan museum music
tradisional adalah sejarah dari music tradisional Indonesia itu sendiri yang akan bisa menjadi
point daya Tarik museum music tradisional Indonesia.
tapak :
Luas tapak : 9 Ha
72
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
KDB : 20 %
KLB : 0,8
Ketinggian maksimum :4
Peruntukan : Karya Umum, Taman
Alternatif
Keuntungan Kerugian
Struktur
Struktur dak Mudah mengadakan ekspansi, tergantung struktur ini tidak untuk bentang
beton kekuatan pondasi, tebalnya biasanya <12 cm, lebar.
top floor dapat dipakai sebagai penempatan
utilitas, kekuatannya relatif tinggi.
Struktur Pelaksanaannya mudah dan cepat, bahan Perlu pengawasan yang baik
rangka ruang ringan dan sedikit mudah dalam peletakan dalam pelaksanaan untuk mutu
utilitas. struktur.
Folded Material beton biasa dengan nilai estetika dan Agak sulit dalam pelaksanaan.
plate/struktur akustil yang tinggi.
lipat
Struktur Pelaksanaan mudah dan cepat, kekuatannya Bangunan terkesan masif.
rangka bidang tinggi.
Table 3.5 struktur
Kesimpulan :
Sistem struktur yang dipilih adalah sistem struktur rangka kaku.beban yang dipikul
bangunan lebih berat dikarenakan adanya berbagai macam barang pameran bentukan sirkulasi
74
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
yang membentuk pola pengunjung menjadi kelompok serta banyaknya barang barang
penunjang kebutuhan akyfitas museum
a. Sirkulasi Pengunjung
Sistem terbuka untuk ruang pameran harus memberi ruang yang lebih besar untuk sirkulasi
dibanding sistem tertutup/close stacked. Ini dikarenakan pada sistem terbuka orang lebih
banyak yang menggunakan ruang ini dan juga keperluan untuk sirkulasi barang pameran.
Selain itu untuk memudahkan pencapaian maka sebaiknya sistem sirkulasinya jelas dan
mudah dikontrol.
b. Sirkulasi pengelola
Pertimbangan sirkulasi pada sirkulasi pengelola sebaiknya menghindari sirkulasi yang
bercampur maupun bersilangan dengan sirkulasi pengunjung.
Sirkulasi Vertikal
Sirkulasi vertikal adalah sirkulasi yang menghubungkan antara lantai bangunan, di mana
terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan sistem sirkulasi vertikal
adalah Pengawasan pada bangunan museum, Kecepatan sirkulasi,Kebutuhan ruang untuk
sirkulasi, Kapasitas pengunjung, Kebutuhan pemakai bangunan
yang besar
- Perawatan dan
pembuatan mahal
Ramp -Perawatan mudah - Memerlukan ruang yang
-Tidak ada waktu tunggu
besar
-Dapat digunakan oleh orang dengan
- Berpengaruh pada
kebutuhan khusus
ketinggian lantai ke lantai
Kesimpulan :
Pembahasan tentang system sirkulasi horizontal yang menjelaskan tentang sikulasi dari
pelaku kegiatan dan Sistem sirkulasi vertikal utama yang digunakan pada bangunan ini adalah
sistem escalator yang dipergunakan dengan keuntungan yang menunjang keperluan aktivitas
museum dan penerapan ramp untuk pengunaan aksesibilitas untuk penyandang difabel, namun
system yang lain pun bisa di pergunakan untuk menunjang aktivitas museum yang lain,
76
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Bentuk dasar
Kelebihan Kekurangan
massa
- Efisiensi ruang baik, setiap - Terkesan kaku dan statis.
sudutnya dapat dimanfaatkan.
77
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Kesimpulan :
Penerapan jenis penggabunagn bentuk dasar segitiga menjadi pilihan dengan perubahan-
perubahan bentuk transformasi yang sudah disesuaikan untuk mengeffisiensikan ruang dan
memperbanyak view yang ada pada setiap sisinya. dalam hal ini segitiga sendiri di tetapkan
karena dalam filosofinya mempunyai arti sebuah energy, kekuatan, keseimbangan, dan
kepastian yang juga berkaitan dengan prinsip prinsip yang ada dalam penerapan pendekatan
eco-technology, yaitu energy yang didasari dengan pemanfaatan energy dari alam, kekuatan
yang menerapkan sebuah struktur yang kuat, sebuah keseimbangan yang didasari dari
keseimbangan perancangan dengan lingkungan sekitarnya, dan kepastian yaitu sesuatu yang
bisa terukur dalam penerapan semua aspek eco-tech.
Jenis massa bangunan yang cocok diterapkan adalah massa bangunan tunggal karena
dari segi fungsi museum membutuhkan kemudahan dalam perawatan koleksi dan sistem
control, penggunaan ruang lebih efisien, dan biaya pengerjaan lebih murah dan
menimbulkan banyak ruang yang secara langsung bisa terintregritas Antara tiap fungsi
yang berbeda di dalam museum music tradisional Indonesia.
Pendekatan
Kesimpulan :
Penerapan system eco-tech dapat mendukung esetetika pada perancangan museum music
tradisional yaitu penerapan system sculpturing with light dengan pemanfaatan material kaca,
system sky light pada bangunan, energy metter dengan memainkan gubahan sesuai dengan
keadaan iklim dan pengaruh sinar matahari agar bisa dimanfaatkan dengan baik, dan structural
ekspresion dengan mengekspose struktur bukan hanya untuk sebuah ketahanan bahkan untuk
sebuah estetika.
79
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Adapun sistem struktur yang memudahkan alur sirkulasi adalah jenis struktur yang
bersifat menahan beban vertikal secara tunggal, sehingga titik beban menjadi terpusat dan
struktur bisa dengan lebih mudah dibentuk menjadi ruang-ruang yang lebih fleksibel
2. Bentuk
Bentuk yang telah di bahas di sub bab Nilai Estetika dan keterkaitannya dengan topik
tema membutuhkan sistem struktur yang memiliki durabilitas tinggi namun tidak
membutuhkan volume yang besar. Dengan sistem struktur tersebut, bentuk yang ingin
disampaikan sebagai representasi dari nilai kebudayaan bisa dengan bebas diekspresikan
karena memiliki banyak kemungkinan untuk penyelesaiannya (finishing, unfinished, atau
memiliki selubung dan sebaliknya).
80
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
d. Pada bagian ruang museum musik tradisonal indonesia dan museum diterapkan sistem
sprinkler yang tidak merusak alat musik tradisional dan artefak pada saat terjadi
kebakaran
81
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Dalam keamanan terhadap bangunan, untuk mengantisipasi faktor keamanan tidak cukup
hanya dengan solusi arsitektural, namun juga ada penyelesaian teknologi di dalamnya. Pada
solusi secara arsitektural, diletakkan fungsi keamanan pada beberapa titik yang dirasa cukup
efektif untuk memantau beberapa tempat sekaligus, juga efektif untuk memberi respon ketika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Untuk keamanan secara eksterior bangunan, kedatangan pedagang kaki lima berpotensi
untuk mengisi ruang terbuka hijau dan ruang publik yang nantinya disediakan oleh museum.
Hal ini disiasati dengan menggunakan pagar pembatas atau pembedaan level serta
melokasikan penjagan dan papan pemberitahuan (signage).
Berdasarkan analisis dari faktor kriminal yang telah dipaparkan diatas, menghasilkan kriteria
desain dalam perancangan Pusat Kebudayaan Kalimantan Selatan, yaitu:
a. Penggunaan CCTV yang bekerja 24 jam
b. Ruang kontrol diletakan pada lantai dasar
c. Penggunaan sistem alarm pada setiap akses ke bangunan
d. Alarm dan CCTV dimaksimalkan pada ruang museum
e. Penempatan ruang museum pada lantai satu dan dua bukan pada lantai dasar
f. Gudang penyimpanan dan backstage area yang harus diletakkan jauh dari zona public
pada bangunan dan memiliki akses khusus
82
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Kesimpulan :
Perancangan bangunan ini akan memerhatikan perilaku dan kebutuhan psikologis
pengguna bangunan yang diwujudkan ke dalam elemen elemen arsitektural.
Suasana ruang yang akan diciptakan dalam bangunan ini memerhatikan kebutuhan
psikologis dari pengguna dan fungsi yang ada, seperti ruang informasi dan pamer yang
tenang dan nyaman, auditorium yang bersifat sakral dan amphiteather yang bersifat
83
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
lebih mengakrabkan, ruang publik yang nyaman dan mengakrabkan serta entrance atau
lobby yang luas dan berkesan welcome terhadap pengguna.
84
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Pembuangan limbah yang dihasilkan oleh bangunan ini hanya berupa air kotor dan sampah,
tidak terdapat limbah kimia ataupun limbah yang sangat berbahaya. Air kotor dari pembuangan
pencucian piring, di treatment terlebih dahulu sebelum dialirkan ke riol kota.
c) Sirkulasi
Kesimpulan :
Pembahasan tentang system sirkulasi horizontal yang menjelaskan tentang sikulasi dari
pelaku kegiatan dan Sistem sirkulasi vertikal utama yang digunakan pada bangunan ini adalah
sistem escalator yang dipergunakan dengan keuntungan yang menunjang keperluan aktivitas
85
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
museum dan penerapan ramp untuk pengunaan aksesibilitas untuk penyandang difabel, namun
system yang lain pun bisa di pergunakan untuk menunjang aktivitas museum yang lain,
86
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia
Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta
Panitra Adi Wibisono | 052.10.036
Jenis massa bangunan yang cocok diterapkan adalah massa bangunan tunggal karena dari
segi fungsi museum membutuhkan kemudahan dalam perawatan koleksi dan sistem control,
penggunaan ruang lebih efisien, dan biaya pengerjaan lebih murah dan menimbulkan banyak
ruang yang secara langsung bisa terintregritas Antara tiap fungsi yang berbeda di dalam
museum music tradisional Indonesia.
c) Pendekatan
Kesimpulan :
Penerapan system eco-tech dapat mendukung esetetika pada perancangan museum music
tradisional yaitu penerapan system sculpturing with light dengan pemanfaatan material kaca,
system sky light pada bangunan, energy metter dengan memainkan gubahan sesuai dengan
keadaan iklim dan pengaruh sinar matahari agar bisa dimanfaatkan dengan baik, dan structural
ekspresion dengan mengekspose struktur bukan hanya untuk sebuah ketahanan bahkan untuk
sebuah estetika.
c) Faktor Kimia
Kesimpulan :
diperlukan sistem penyaringan tersendiri sebelum dibuang ke salurang pembuangan untuk
menyaring Obat-obatan mempunyai potensi untuk dibuang ke saluran pembuangan air, dimana
saluran tersebut akan berbahaya jika dibiarkan dibuang begitu saja
d) Faktor Personal
Kesimpulan :
Pada proyek museum ini, tidak terdapat fasilitas-fasilitas yang diperkirakan dapat
membahayakan pengunjung.
e) Faktor Kriminal
Kesimpulan :
Berdasarkan analisis dari faktor kriminal yang telah dipaparkan diatas, menghasilkan kriteria
desain dalam perancangan Pusat Kebudayaan Kalimantan Selatan, yaitu:
Penggunaan CCTV yang bekerja 24 jam
Ruang kontrol diletakan pada lantai dasar
Penggunaan sistem alarm pada setiap akses ke bangunan
Alarm dan CCTV dimaksimalkan pada ruang museum
Penempatan ruang museum pada lantai satu dan dua bukan pada lantai dasar
Gudang penyimpanan dan backstage area yang harus diletakkan jauh dari zona public
pada bangunan dan memiliki akses khusus
88