You are on page 1of 19

ANALISA KASUS HUKUM KESEHATAN MALPRAKTEK ABORSI BIDAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas rahmat dan karunia-Nya


sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Mallpraktek
Aborsi Bidan dapat diselesaikan dengan baik.
Pembuatan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Etika Profesi dan Hukum Kesehatan. Pembuatan makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik karena bantuan dan dukungan dari semua pihak
oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada
Bapak Ir. Ady Setiawan, SH, M.Kes, selaku dosen pengampu mata kuliah Etika
Profesi dan Hukum Kesehatan.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
dapat berguna bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Semarang, April 2011


DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................... i


Kata Pengantar ......................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................. 1

B. Permasalahan.................................................................. 2

C. Tujuan Penulisan.............................................................. 2
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Aborsi............................................................. 4
B. Penyebab Aborsi ............................................................. 5
C. Cara aborsi yang sering dilakukan ..................................... 6

D. Jenis-jenis Aborsi ............................................................ 7

E. Dampak Aborsi .............................................................. 8


BAB III PEMBAHASAN

A. Hasil Study Lapangan .................................................... 9

B. Pembahasan Hukum ......................................................... 11

C. Pembahasan Kasus ......................................................... 16


BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................... 18

B. Saran ............................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Di Indonesia, akhir-akhir ini tuntutan hukum terhadap tenaga kesehatan
dengan dakwaan melakukan malpraktek makin meningkat dimana-mana,
termasuk di negara kita. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran
hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya. Disisi
lain para tenaga kesehatan dituntut untuk melaksanakan kewajiban dan
tugas profesinya dan dengan lebih hati-hati dan penuh tanggung jawab.
Seorang tenaga kesehatan hendaknya dapat menegakkan diagnosis dengan
benar sesuai dengan prosedur, memberikan terapi dan melakukan tindakan
medik sesuai dengan standar pelayanan medik dan tindakan itu memang
wajar dan diperlukan. Dinegara-negara maju tiga besar tenaga kesehatan
yang menjadi sasaran utama tuntutan ketidak layakan dalam praktek, yaitu
spesialis bedah (ortopedi, plastik dan syaraf), spesialis anestesi dan spesialis
kebidanan dan penyakit kandungan. Pada spesialis kebidanan dan
kandungan salah satu malpraktek yang dilakukan adalah aborsi.
Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi
kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melakukan aborsi (Kompas, 3
Maret 2008). Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri
untuk melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap
alasan-alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat
perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan
aborsi berakibat pada banyaknya terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion),
yang mengakibatkan kematian.
Aborsi memang erat kaitanya dengan hak asasi manusia, disatu sisi
dikatakan bahwa setiap wanita berhak atas tubuh dan dirinya dan berhak
untuk menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat,
aman, serta bebas dari paksaan. Namum, disatu sisi lagi janin yang ada
dalam kandungan juga berhak untuk terus hidup dan berkembang. Dua hal
tersebut memang saling bertentangan satu sama lain karena menyangkut
dua kehidupan. Jika aborsi yang dilakukan adalah aborsi krminalis tentu saja
hal tersebut sangat bertentangan dengan hak asasi manusia. Dalam
Undang-Undang HAM juga diatur mengenai perlindungan anak sejak dari
janin karena sekalipun seorang ibu mempunyai hak atas tubuhnya sendiri
tetapi tetap saja harus kita ingat bahwa hak asasi yang dimiliki setiap orang
tetap dibatasi oleh Undang-Undang. Tetapi ketika seorang ibu harus
menggugurkan kandungannya dengan indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi dapat mengancam nyawa ibu atau janin, secara hak sasai manusia
dapat dibenarkan karena si ibu tersebut juga punya hak untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya.

B. PERMASALAHAN
Mengapa kasus aborsi masih banyak dilakukan tenaga kesehatan
khususnya oleh bidan dan apa sajakah pasal-pasal yang mengatur aborsi?

C. MANFAAT PENULISAN
1. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan terutama
yang berkaitan dengan malpraktek aborsi.
2. Memahami permasalahan yang berkaitan dengan malpraktek aborsi serta
upaya- upaya untuk mencegahnya.

3. Memahami tuntutan hukum terhadap malpraktek aborsi.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Aborsi (LBH APIK Jakarta, 2010)


Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Womens Health oleh
Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan
aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya
telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia janin
(fetus) mencapai 20 minggu.
Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof. Sutan
Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996) abortus didefinisikan
sebagai terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan
pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang
dikandung itu).
Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran
kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara
sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda
(sebelum bulan ke empat masa kehamilan).
Secara medis, aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan
sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan secara mandiri. Tindakan aborsi mengandung risiko
yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai standar profesi medis
(Akhmadi, 2009)
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah abortus. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan
sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu
proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk
bertumbuh.
Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992
disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan
medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari
tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan
tindakan medis tertentu.
Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai
tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU
Kesehatan).

B. Penyebab Aborsi (Akhmadi, 2009)


Adapun penyebab melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis
adalah:
a. Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu dipikirkan oleh pihak
sekolah bagaimana supaya tetap dipertahankan sekolah meski sedang hamil
kalau terlanjur.
b. Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan orang tua dan keluarga.
Hal ini juga perlu legawa orang tua karena psikologis anak sangat besar.
c. Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya.
d. Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk menikah dan mempunyai
anak.
e. Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil atau menikah sebelum
waktu tertentu karena terikat kontrak.
f. Tidak senang pasangannya karena korban perkosaan.

Adapun penyebab lain dari kejadian aborsi ini antara lain adalah
a. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak
mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak
memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
b. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah
melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi
yang dikandungnya cacat secara fisik.
c. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang
hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan
korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan
oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah
tangganya.
d. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang
masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak
perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang
prematur.
e. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata
berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau
eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
f. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, perempuan simpanan,
pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau
pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri
(perselingkuhan) yang terlanjur hamil.

C. Cara aborsi yang sering dilakukan (Akhmadi, 2009):


a. Manipulasi fisik, yaitu dengan cara melakukan pijatan pada rahim agar janin
terlepas dari rahim. Biasanya akan terasa sakit sekali karena pijatan yang
dilakukan dipaksakan dan berbahaya bagi oragan dalam tubuh.
b. Menggunakan berbagai ramuan dengan tujuan panas pada rahim. Ramuan
tersebut seperti nanas muda yang dicampur dengan merica atau obat-
obatan keras lainnya.
c. Menggunakan alat bantu tradisional yang tidak steril yang dapat
mengakibatkan infeksi. Tindakan ini juga membahayakan organ dalam
tubuh.
D. Jenis-jenis Aborsi (Poole 2004)
a. Missed abortion
Pada kasus missed abortion, kematian janin terjadi tanpa adanya
pengeluaran dari hasil konsepsi. Alasan mengapa janin yang meninggal tidak
keluar masih belum jelas. Biasanya didahului dengan tanda dan gejala
abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang
setelah pengobatan. Tes kehamilan menjadi negatif, tanda-tanda kehamilan
tidak ada, dan denyut jantung janin tidak dapat terdeteksi.
b. Abortus terapeutik
Abortus yang dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu atas
pertimbangan kesehatan wanita, dimana apabila kehamilan itu dilanjutkan
akan membahayakan dirinya. Misalnya pada wanita dengan kelainan
jantung. Dapat juga dilakukan atas pertimbangan kelainan janin yang berat.
c. Abortus septik
Abortus spontan dapat diikuti dengan komplikasi infeksi. Infeksi dapat terjadi
akibat tindakan abortus yang tidak sesuai dengan prosedur (misalnya oleh
dukun). Infeksi yang terjadi pada umumnya endometritis, yang bisa
berkembang menjadi parametritis dan peritonitis.
d. Abortus berulang
Abortus berulang adalah abortus yang terjadi sebanyak 3 kali atau lebih
pada 3 bulan pertama kehamilan. Abortus berulang primer terjadi pada
wanita yang belum pernah memiliki anak yang hidup sebelumnya. Abortus
berulang sekunder adalah abortus yang terjadi pada wanita yang
sebelumnya sudah pernah memiliki anak lahir hidup.

E. Dampak Aborsi (Akhmadi, 2009)


a. Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan neurologis/syaraf di
kemudian hari, akibat lanjut perdarahan adalah kematian.
b. Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara tidak steril. Akibat dari
tindakan ini adalah kemungkinan remaja mengalami kemandulan di
kemudian hari setelah menikah.
c. Risiko terjadinya ruptur uterus (robek rahim) besar dan penipisan dinding
rahim akibat kuretasi. Akibatnya dapat juga kemandulan karena rahim yang
robek harus diangkat seluruhnya.
d. Terjadinya fistula genital traumatis, yaitu timbulnya suatu saluran yang
secara normal tidak ada yaitu saluran antara genital dan saluran kencing
atau saluran pencernaan.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Hasil Study Lapangan


Judul : Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
Kasus:
Minggu,18 Mei 2008 20:00 WIB
KEDIRI - Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila
Sutiana (21), warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo,
Jawa Timur, tewas setelah berusaha menggugurkan janin yang
dikandungnya. Ironisnya, korban tewas setelah disuntik obat perangsang
oleh bidan puskesmas.
Peristiwa naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung
seorang bayi hasil hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa
Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri. Sayangnya, janin yang dikandung
tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun hasil hubungan gelap
yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun
karena sang istri bekerja menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong,
Santoso kerap tinggal sendirian di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu
dengan Novila yang masih kerabat bibinya di Ponorogo, Santoso merasa
menemukan pengganti istrinya. Ironisnya, hubungan tersebut berlanjut
menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil 3 bulan.
Panik melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk
menggugurkan janin tersebut atas persetujuan Novila. Selanjutnya,
keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih (40), yang sehari-hari
berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates, Kediri. Keputusan
itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan Endang kerap
menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila
dengan alasan keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu
dengan imbalan Rp2.100.000,00 Kedua pasangan mesum tersebut
menyetujui harga yang ditawarkan Endang setelah turun menjadi
Rp2.000.000,00 Hari itu juga, bidan Endang yang diketahui bertugas di salah
satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan
obat penahan rasa nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan
Cynaco Balamin, sejenis vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan
Endang, pasien yang disuntik obat tersebut akan mengalami kontraksi dan
mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
"Ia (bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam
setelah disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya,"
terang Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu
(18/5/2008).
Celakanya, hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat
mengalami kontraksi hebat. Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda
motor oleh Santoso menuju rumahnya, Novila terjatuh dan pingsan karena
tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ intimnya terus mengelurkan
darah.
Warga yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas
Puncu. Namun karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare
Kediri. Sayangnya, petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup
menyelamatkan Novila hingga meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00
WIB.
Petugas yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi
Santoso di rumah sakit. Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan
aborsi, petugas membekuk Endang di rumahnya tanpa perlawanan. Di
tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya, petugas menemukan sisa-sisa
obat yang disuntikkan kepada korban. selain Endang, Santoso juga
diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan kematian
Novila.
Lamin (50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku
kaget dengan kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila
belum memiliki suami ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi
untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.
Akibat perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP
tentang pembunuhan. Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat
profesinya sebagai tenaga medis atau bidan. Selain itu, polisi juga
menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992. Belum diketahui
secara pasti sudah berapa lama Endang membuka praktik aborsi tersebut.
(Hari Tri Wasono, 2008)

B. Pembahasan Hukum
Aborsi menurut pandangan hukum di Indonesia :
1) Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau
bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang
mendukung terlaksananya aborsi akan mendapat hukuman.
Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan
harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak
empat puluh ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika
dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani
pekerjaannya maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan itu.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 348
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut,
dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga
dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana
kejahatan dilakukan.

Pasal 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa
diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan
menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana
atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama
tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:


1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh
orang lain, diancam hukuman empat tahun.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan
tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika
ibu hamil itu mati diancam 15 tahun
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun
penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.

4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut


seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman
hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut.

2) Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil
dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan
tersebut;
b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu
dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya;
d. pada sarana kesehatan tertentu.

Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah)

3) Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009


Tentang Kesehatan, dijelaskan pula tentang aborsi.

Pasal 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik
yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban perkosaan;
c. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.

Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

C. Pembahasan Kasus
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia abortus didefinisikan sebagai
terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran
(dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).
Aborsi yang dilegalkan diatur dalam Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 15, sedangkan
Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009
tentang Kesehatan, dijelaskan pula pada Pasal 75 ayat 2 dan pasal 76.
Pada kasus di atas dijelaskan bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis
aborsi illegal. Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan
hubungan gelap (perselingkuhan) yang mengakibatkan sang wanita hamil,
Pria dan wanita sepakat untuk menggugurkan kandungan yang berumur 3
bulan itu ke bidan. Bidan menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut
dengan imbalan Rp 2.000.000,00.
Semua ahli madya kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika
lulus dari pendidikan. Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk
melaksanakan tugas sabaik-baiknya menurut undang-undang yang berlaku.
Tetapi pada kasus ini bidan E melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan
sengaja dan adanya niat memberikan suntikan oxytocin duradril 1,5 cc yang
dicampur dengan cynano balamin. Hal ini mengakibatkan perdarahan hebat
pada wanita tersebut dan berakhir dengan kematian.
Kasus aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari
ayah korban yang meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa
itu dan menghukum pelaku. Kasus ini mengakibatkan bidan E terjerat pasal
348 KUHP tentang pembunuhan daan melanggar Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada Undang-undang yang baru yaitu
Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
bidan E bisa dijerat dengan Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), sedangkan menurut
pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 dijerat
dengan pasal 194 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Malpraktik aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak dilakukan
di sekitar kita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai contoh dari
kasus di atas, diketahui bahwa seorang bidan dengan sengaja telah
melakukan praktik aborsi kepada salah satu pasiennya, dimana bidan itu
sadar betul kalau tindakan tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan
aborsi mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai
standar profesi medis. Risiko yang mungkin timbul antara lain, perdarahan,
infeksi pada alat reproduksi, rupture uteri, bahkan bisa sampai terjadi
kematian. Pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan aborsi pun tidak
sedikit, dengan berbagai ancaman hukuman, namun hal ini tidak
menyurutkan niat para oknum tenaga medis untuk tetap melakukan praktik
aborsi yang ilegal.

B. SARAN
Semua tenaga kesehatan, baik dokter, bidan ataupun yang lainnya
harus memahami betul apa-apa yang menjadi kewenangannya dan apa-apa
pula yang bukan menjadi kewenangan dari profesinya. Peraturan per
Undang-undangan yang telah disusun sedemikian rupa dan diadakan
pembaharuan, janganlah hanya dianggap sebagai peraturan tertulis semata,
namun harus di patuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

You might also like