You are on page 1of 20

Pendekatan Inovatif untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama

bagi Anak Taman Kanak-kanak

Pengembangan nilai-nilai agama di Taman Kanak-kanak berkaitan erat dengan


pembentukan perilaku manusia, sikap, dan keyakinan. Oleh sebab itu, diperlukan
berbagai inovasi pengembangan yang komprehensif sesuai dengan perkembangan
dan kemampuan anak didik. Adapun yang melatar belakangi esensi inovasi dalam
bidang pengembangan pembelajaran adalah munculnya berbagai kendala dan
kelemahan serta kekuranglengkapan yang ada di lingkungan penyelenggara
pendidikan di Taman Kanak-kanak.

Untuk melaksanakan program pembelajaran nilai-nilai agama tersebut guru harus


mempelajari berbagai pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan anak didik, menyiapkan kurikulum yang komprehensif, dan adanya
kesinambungan antar satu program pengembangan dengan program lainnya.

Alternatif inovasi dalam rangka meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar


bagi peserta didik adalah perlu adanya kurikulum terpadu (integrated curriculum),
pendekatan pembelajaran terpadu (integrated learning), dan hari terpadu (integrated
day).

Prinsip-prinsip Inovasi untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Taman


Kanak-kanak

Beberapa inovasi pendekatan pembelajaran termasuk dalam mengembangkan nilai-


nilai agama bagi anak Taman Kanak-kanak antara lain: pengalaman belajar, belajar
aktif, dan belajar proses.
Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam rangka mengembangkan
cinta belajar pada diri anak adalah sebagai berikut:

1. kasih sayang

2. perlindungan dan perawatan,

3. waktu yang diberikan kepada anak

4. lingkungan belajar yang kondusif,

5. belajar bersikap adalah belajar nilai, dan

6. belajar moral di usia dini.

Upaya tersebut didasarkan pada prinsip developmentally appropriate practice dan


prinsip enjoyable.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan inovasi pendekatan dan


pengembangan nilai-nilai agama pada anak Taman Kanak-kanak adalah sebagai
berikut:

1. berorientasi pada kebutuhan anak

2. belajar melalui bermain

3. kreatif dan inovatif

4. lingkungan yang kondusif

5. mernggunakan pembelajaran terpadu

6. mengembangkan keterampilan hidup


7. menggunakan berbagai media dan sumber belajar, serta

8. pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak

Macam-macam Pendekatan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan

Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, diperlukan berbagai


macam metode dan pendekatan. Metode dan pendekatan ini berfungsi sebagai nilai
untuk mencapai tujuan. Dalam menentukan pendekatan, guru perlu
mempertimbangkan berbagai hal seperti tujuan yang hendak dicapai, karakteristik
anak, jenis kegiatan, nilai/kemampuan yang hendak dikembangkan, pola kegiatan,
fasilitas/media, situasi dan tema/sub tema yang dipilih.

Pembelajaran konstekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan


antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pembelajaran konstekstual melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, antara lain adalah: konstruktivisme, refleksi
dan penilaian sebenarnya.

Beberapa model pendekatan yang sesuai dengan karakteristik dunia anak Taman
Kanak-kanak antara lain: bermain peran, karyawisata, bercakap-cakap, demonstrasi,
proyek, bercerita, pemberian tugas dan keteladanan serta bernyanyi.

Penyusunan disain pembelajaran nilai-nilai keagamaan ini harus mempertimbangkan


berbagai hal diantaranya: kesesuaian tingkat perkembangan dan kebutuhan anak,
mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi, berorientasi pada anak, menggunakan
langkah-langkah kegiatan standar dan mengacu pada tujuan dan hasil belajar yang
nyata/riil (authenthic assessment).
Hal-hal yang harus tercantum dalam format pembelajaran nilai-nilai keagamaan
adalah: tema, subtema, kelas/semester, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator,
metode/teknik, KBM, media pendukung, target kompetensi, dan penilaian yang
meliputi lembar observasi dan waktu penilaian.

Penilaian itu menekankan pada proses pembelajaran. Oleh sebab itu, data yang
dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan anak pada saat
melakukan proses pembelajaran. Karakteristik penilaian yang ideal adalah
dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk
formatif performasi, berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai
feed back.

Untuk menjaring data hasil belajar, Anda dapat menggunakan hal-hal yang bisa
memberikan masukan penilaian prestasi anak seperti: hasil dari kegiatan/ proyek,
pekerjaan rumah, karya wisata, penampilan anak, demonstrasi dan catatan observasi.

Instrumen yang dapat Anda digunakan untuk penilaian di Taman Kanak-kanak


dengan memperhatikan sifat dan karakteristiknya adalah hasil kerja anak (portofolio)
yang meliputi hasil karya, hasil penugasan, kinerja anak, tes tertulis, dan format
observasi.

Alat penilaian yang digunakan untuk menilai bidang pengembangan nilai-nilai agama
adalah sebagai berikut: pengamatan (observasi) dan pencatatan anekdot (anecdotal
record), penugasan melalui tes perbuatan, pertanyaan lisan dan menceritakan
kembali.

Hal-hal yang dapat dicatat guru sebagai bahan penilaian adalah: anak-anak yang
belum dapat menyelesaikan tugas dan anak-anak yang dapat menyelesaikan tugas
dengan cepat, kebiasaan/perilaku anak yang belum sesuai dengan yang diharapkan
dan kejadian-kejadian penting yang terjadi pada hari penulisan pelaporan hasil
penilaian pada laporan perkembangan anak. Sebelum uraian (deskripsi), terlebih
dahulu dilaporkan perkembangan anak secara umum untuk tiap-tiap program
pengembangan. Untuk laporan secara lisan dapat dilaksanakan dengan bertatap muka
dan mengadakan hubungan atau informasi timbal balik antara pihak TK dan orang
tua/wali dari si anak

. INOVASI PENDIDIKAN ANAK PAUD

Pengertian inovasi pendidikan dapat juga diartikan sebagai metode pendidikan yang
dianjurkan bagi usia anak usia dini. Metode pendidikan seharusnya merangsang
kecerdasan mejemuk anak balita, karena pada usia ini mereka sedang berada di masa
keemasan (golden age). Metode Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) yang
diprakarsai oleh Dr. Howard Gardner, guru besar bidang pendidikan di Harvard
University ini terdiri dari delapan kecerdasan, yaitu:

1. bahasa atau linguistik

2. logis dan matematis

3. spasial (tilik ruang)

4. kinestetik (jasmani)

5. musikal

6. interpersonal

7. intrapersonal

8. naturalis

Delapan kecerdasan di atas juga menunjang makna pendidikan yang diusung oleh
Unesco, yang meliputi empat pilar, yaitu belajar untuk mengetahui makna dan
manfaat sesuatu bagi kehidupan (learning to know), belajar untuk bisa melakukan
sesuatu yang bermakna bagi kehidupan (learning to do), belajar untuk menjadi diri
sendiri dan paham terhadap kebutuhan serta jati dirinya (learning to be), dan belajar
untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya (learning to live together).

Menurut Penjelasan Undang-undang Sistem Pendidikan Republik Indonesia


No.20/2003. Pasal 28. Ayat 1: Pendidikan usia dini diselenggarakan bagi anak yang
sejak lahir sampai dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk
mengikuti pendidikan dasar.

Beberapa penyelenggara pendidikan anak usia dini (Taman Kanak-kanak) di


Indonesia sudah mulai menerapkan metode Kecerdasan Majemuk sebagai inovasi
dalam pendidikan anak usia dini, yang mana setiap keunggulan anak akan lebih
diarahkan lagi agar menjadi anak yang berbakat dan mengasah kecerdasan anak yang
belum menonjol lainnya sehingga tidak saja pengetahuan yang didapat melainkan
keterampilan hidup sebagai bekal di masa depannya. TKI Aviciena adalah salah satu
penyelenggara pendidikan anak usia dini di Tangerang yang menggunakan metode
Kecerdasan Majemuk dibarengi dengan suasana sekolah yang nyaman (homy).

B. PENDEKATAN PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK TAMAN


KANAK

KANAK

a. Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-kanak


Pada usia Taman Kanak-kanak anak telah memiliki pola moral yang harus
dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral
diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang
dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh cognitive motivation
aspects dan affective motivation aspects. Menurut John Dewey tahapan
perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral, conventional
dan autonomous. Anak Taman Kanak-kanak secara teori berada pada fase pertama
dan kedua. Oleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan kedua karakteristik
tahapan perkembangan moral tersebut. Sedangkan menurut Piaget, seorang manusia
dalam perkembangan moralnya melalui tahapan heteronomous dan autonomous.
Seorang guru Taman Kanak-kanak harus memperhatikan tahapan hetero-nomous
karena pada tahapan ini anak masih sangat labil, mudah terbawa arus, dan mudah
terpengaruh. Mereka sangat membutuhkan bimbingan, proses latihan, serta
pembiasaan yang terus-menerus. Moralitas anak Taman Kanak-kanak dan
perkembangannya dalam tatanan kehidupan dunia mereka dapat dilihat dari sikap dan
cara berhubungan dengan orang lain (sosialisasi), cara berpakaian dan berpenampilan,
serta sikap dan kebiasaan makan. Demikian pula, sikap dan perilaku anak dapat
memperlancar hubungannya dengan orang lain. Penanaman moral kepada anak usia
Taman Kanak-kanak dapat dilakukan dengan berbagai cara dan lebih disarankan
untuk menggunakan pendekatan yang bersifat individual, persuasif, demokratis,
keteladanan, informal, dan agamis. Beberapa program yang dapat diterapkan di
Taman Kanak-kanak dalam rangka menanamkan dan mengembangkan perilaku moral
anak di antaranya dengan bercerita, bermain peran, bernyanyi, mengucapkan sajak,
dan program pembiasaan lainnya.

b. Pengembangan Kemampuan Kepribadian/Moral bagi Anak Taman Kanak-


kanak
Perkembangan moral dan etika pada diri anak Taman Kanak-kanak dapat
diarahkan pada pengenalan kehidupan pribadi anak dalam kaitannya dengan orang
lain. Misalnya, mengenalkan dan menghargai perbedaan di lingkungan tempat anak
hidup, mengenalkan peran gender dengan orang lain, serta mengembangkan
kesadaran anak akan hak dan tanggung jawabnya. Puncak yang diharapkan dari
tujuan pengembangan moral anak Taman Kanak-kanak adalah adanya keterampilan
afektif anak itu sendiri, yaitu keterampilan utama untuk merespon orang lain dan
pengalaman-pengalaman barunya, serta memunculkan perbedaan-perbedaan dalam
kehidupan teman disekitarnya. Hal yang bersifat substansial tentang pengembangan
moral anak usia Taman Kanak-kanak di antaranya adalah pembentukan karakter,
kepribadian, dan perkembangan sosialnya. Guru Taman Kanak-kanak harus
menguasai strategi pengembangan emosional, sosial, moral dan agama bagi anak
Taman Kanak-kanak. Guru Taman Kanak-kanak perlu untuk senantiasa mengadakan
penelitian tentang pengembangan dan inovasi dalam bidang pendidikan bagi anak
usia dini.

C. TAHAP PERKEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK


a. Tahapan Perkembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak
Ruang lingkup tahapan/pola perkembangan moral anak di antaranya adalah
tahapan kejiwaan manusia dalam menginternalisasikan nilai moral kepada dirinya
sendiri, mempersonalisasikan dan mengembangkannya dalam pembentukan pribadi
yang mempunyai prinsip, serta dalam mematuhi, melaksanakan/ menentukan pilihan,
menyikapi/menilai, atau melakukan tindakan nilai moral Menurut Piaget anak
berpikir tentang moralitas dalam 2 cara/tahap, yaitu cara heteronomous (usia 4-7
tahun ), di mana anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat dunia
(lingkungan) yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia dan cara autonomous
(usia 10 tahun keatas) di mana anak sudah menyadari bahwa aturan-aturan dan
hukum itu diciptakan oleh manusia. Menurut Kohlberg, perkembangan moral anak
usia prasekolah berada pada level/tingkatan yang paling dasar, yaitu penalaran moral
prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai
moral. Pertimbangan moralnya didasarkan pada akibat-akibat yang bersifat fisik dan
hedonistik. Ada 4 area perkembangan yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan
pengembangan atau pendidikan usia prasekolah, yaitu perkembangan fisik, sosial
emosional, kognitif dan bahasa.

b. Perkembangan Moral Anak Indonesia


Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda
dengan anak di dunia pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya
perbedaan moral manusia diantaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi, dan
harapan yang dicita-cita oleh komunitas manusia itu sendiri. Masalah yang paling
penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah bagaimana upaya kita
sebagai seorang guru Taman Kanak-kanak agar setiap perbedaan yang muncul dapat
kita arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam
sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan multikultur kepada anak
usia Taman Kanak-kanak sesuai dengan tingkat dan pemahaman mereka.

D. DISONANSI MORAL
a. Disonansi Moral
Hakikat anak sebagai manusia pada umumnya memiliki 3 tenaga dalam, yaitu
Id, Ego, dan Super Ego yang akan memberikan pengaruh untuk melakukan berbagai
kegiatan positif maupun negatif. Sebagai guru Taman Kanak-kanak Anda harus
mencermatinya agar dapat memberikan motivasi untuk mengarahkan pada kegiatan
yang positif. Pendidikan akan sangat berarti bagi anak didik jika mampu
membuahkan hasil yaitu adanya perubahan sikap dan perilaku ke arah positif. Dalam
teori penanaman moral dan etika, dikenal adanya istilah Disonansi Moral yang berarti
gema, atau echo yang ada pada diri manusia yang bersifat melemahkan suara hati dan
prinsip-prinsip, serta keyakinan dalam proses pendidikan maupun kehidupan. Lawan
dari Disonansi Moral adalah Resonansi, yang justru mengukuhkan/menekankan
adanya gema atau getar nilai, norma dan moral yang telah diketahui seseorang dari
proses pendidikan sebelumnya. Peranan guru dan orang tua dalam hal ini adalah
sebagai pengontrol dan pengendali perilaku dan sikap anak didik kita, dalam proses
pendidikan yang mereka jalani. Peranan resonansilah yang patut kita tekankan dalam
kegiatan pendidikan yang perlu kita disain bersama. Menurut Freud, diri manusia
memiliki struktur psikologis yang bertugas mengalirkan dorongan-dorongan atau
energi psikis yang ada. Struktur ini berfungsi sebagai mediator (perantara) atau
dorongan dan perilaku seseorang.

b. Penyebab Disonansi Moral


Munculnya disonansi pada diri manusia disebabkan adanya beberapa faktor
penyebab, seperti disonansi kognitif, disonansi personal, disonansi sosio politis dan
disonansi pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan pola modernisasi. Disonansi
kognitif muncul karena adanya rasa lebih tahu segalanya, mengetahui cara/jalan
keluarnya jika suatu saat perbuatannya diketahui, merasa lihai dalam memberikan
argumentasi. Disonansi personal muncul didorong oleh kebutuhan dan kepentingan
diri, ketergesaan, dan keadaan darurat, kekerabatan dan keluarga, keyakinan diri dan
mitos, kebiasaan dan budaya, tugas dan jabatan, dan hasrat untuk sukses dan
kesenangan. Disonansi sosio politis dimungkinkan oleh adanya faktor ideologi, ras
dan kesukuan, nasionalisme dan sebagainya. Keterbukaan dalam komunikasi,
peningkatan mobilitas dan pengendoran integritas manusia, pola hidup dan pola pikir
yang rasional, materialisme, individualisme, daya tarik kehidupan sosial, dan
peningkatan persaingan telah menjadi masalah kehidupan yang harus kita cermati
bersama dalam menyelamatkan anak didik kita masing-masing.

E. BERBAGAI PENDEKATAN PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK


TAMAN KANAK-KANAK
a. Pendekatan Pengembangan Moral Bagi Anak Taman Kanak-kanak
Setiap tindakan guru atau orang tua dalam melakukan suatu kegiatan pendidikan
seyogyanya dilandasi oleh keputusan profesional yang diambil berdasarkan informasi
dan pengetahuan yang sekurang-kurangnya meliputi 3 hal, yaitu apa yang diketahui
tentang proses belajar dan perkembangan anak, apa yang diketahui tentang kekuatan,
minat dan kebutuhan setiap individu anak di dalam kelompoknya, serta pengetahuan
tentang konteks sosial kultural di mana anak hidup. Hal yang perlu menjadi bahan
pemahaman para guru dan orang tua dalam rangka menentukan pendekatan yang
tepat dalam kegiatan belajar mengajar adalah pengetahuan tentang teknik membentuk
tingkah laku anak. Teknik-teknik itu meliputi teknik memahami, mengabaikan,
mengalihkan perhatian, keteladanan, hadiah, perjanjian, membentuk, merubah
lingkungan rumah, memuji, mengajak, menantang, menggunakan akibat yang wajar
dan alamiah, sugesti, meminta, peringatan atau isyarat, kerutinan dan kebiasaan,
menghadapkan suatu problem, memecahkan perselisihan, menentukan batas-batas
aturan, menimpakan hukum, penentuan waktu dan jumlah hukuman, serta
menggunakan pengendalian secara fisik. Kegiatan Belajar 2 Macam-macam
Pendekatan dan Metode untuk Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak
Untuk pengembangan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang
memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari oleh nilai-nilai
agama, dan moralitas agar anak dapat menjalani hidup sesuai dengan norma yang
dianut masyarakat. Dalam menentukan suatu pendekatan dan metode yang akan
dipergunakan pada program kegiatan anak, guru perlu mempunyai alasan yang kuat
dan faktor-faktor yang mendukung seperti karakteristik tujuan kegiatan dan
karakteristik anak yang diajar. Metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik anak usia Taman Kanak-kanak (TK) untuk kepentingan pengembangan
dan pembelajaran moral dan agama anak di antaranya: bercerita, karyawisata,
bernyanyi, mengucapkan sajak, dan sebagainya. Ada beberapa macam cara bercerita
yang dapat dipergunakan antara lain guru dapat membacakan langsung dari buku
(story reading), menggunakan ilustrasi buku gambar (story telling), menggunakan
papan flannel, menggunakan boneka, dan bermain peran dalam suatu cerita.

F. STRATEGI DAN CONTOH PENYUSUNAN PERENCANAAN


PENANAMAN SERTA PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-
KANAK
a. Materi Inti dan Contoh Penyusunan Perencanaan Penanaman dan

Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak


Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak di Taman Kanak-kanak.
Melalui program ini diharapkan anak dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan yang
baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang dimaksud meliputi
pembentukan moral Agama, Pancasila, perasaan/emosi, kemampuan bermasyarakat
dan disiplin. Tujuan dari program pembentukan perilaku adalah untuk
mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang
didasari oleh nilai-nilai moral agama dan Pancasila. Kompetensi dan hasil belajar
yang ingin dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah
kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan
mencintai sesama.
b. Penyusunan Strategi dalam Pengembangan Moral Anak Taman Kanak-

kanak
Pengembangan dan pendidikan moral bagi anak Taman Kanak-kanak
berdasarkan GBPKB TK, kurikulum berbasis komptensi, dan menu pembelajaran
anak usia dini memiliki substansi ruang lingkup kajian sebagai berikut. latihan hidup
tertib dan teratur; aturan dalam melatih sosialisasi; menanamkan sikap tenggang rasa
dan toleransi; merangsang sikap berani, bangga dan bersyukur, bertanggung jawab;
latihan pengendalian emosi, dan melatih anak untuk dapat menjaga diri sendiri.

G. ALAT PENILAIAN DALAM PENGEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN


KANAK-KANAK
a. Alat Penilaian dalam Pengembangan Moral Anak
Penilaian bertujuan untuk mengetahui ketercapaian kemampuan yang telah
ditetapkan dalam Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-kanak.
Penilaian hasil belajar anak didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil belajar anak didik secara berkesinam-bungan. Prinsip-
prinsip penilaian adalah menyeluruh, berkesinambungan, berorientasi pada proses
dan tujuan, objektif, mendidik, kebermaknaan, dan kesesuaian. Pada saat kita akan
melakukan penilaian dalam berbagai hal termasuk di dalamnya menilai
perkembangan moral, kita perlu menentukan alat penilaian yang tepat dengan kondisi
anak yang sesungguhnya. Alat pendukung tersebut adalah: pengamatan (observasi)
dan pencatatan anekdot pemberian tugas meliputi tes perbuatan dan pertanyaan lisan
sebagai latihan mengungkapkan gagasan dan keberanian berbicara.

b. Macam-macam Strategi Perencanaan Penilaian dalam Pengembangan

Moral Anak Usia Taman Kanak-kanak


Untuk mengekspresikan proses kegiatan belajar, guru perlu melakukan penilaian atau
evaluasi. Penilaian perlu dilaksanakan agar guru Taman Kanak-kanak mendapat
umpan balik tentang kualitas keberhasilan dalam kegiatan anak yang diarahkan untuk
pengembangan perilaku dan moralitas secara keseluruhan. Penilaian yang dilakukan
guru merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar, baik yang
menggunakan metode bercakap-cakap, bercerita, maupun bermain peran. Tanpa
adanya penilaian, tidak dapat diketahui secara rinci apakah tujuan pengembangan
aspek perilaku dan moralitas anak dapat dicapai secara maksimal. Hasil penilaian
kualitas keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran tersebut, memberikan masukan
kepada guru untuk membuat keputusan pembelajaran, dalam rangka meningkatkan
mutu pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan metode tersebut dimasa yang akan
datang.

H. PENGEMBANGAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN ANAK TAMAN


KANAK-KANAK
a. Esensi Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak
Taman Kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang pertama, yang
keberadaannya sangat strategis untuk menumbuhkan jiwa keagamaan kepada anak-
anak, agar mereka menjadi orang-orang yang kuat, terbiasa, dan peduli terhadap
segala aturan agama yang diajarkan kepadanya. Pendidikan nilai-nilai keagamaan
merupakan pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu
telah tertanam serta terpatri dalam setiap insan sejak dini, hal ini merupakan awal
yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani jenjang pendidikan
selanjutnya. Bangsa ini sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Nilai-nilai
keagamaan ini pun dikehendaki agar dapat menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini
dalam rangka melaksanakan sila-sila pertama dan sila berikutnya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, pendidikan yang
merupakan kunci dalam membentuk kehidupan manusia ke arah peradabannya
menjadi sesuatu yang sangat strategis dalam mencapai tujuan itu semua.

b. Potret, Hakikat, dan Target Anak Taman Kanak-kanak dalam Belajar Nilai-

nilai Keagamaan
Setiap potensi apapun yang muncul dari anak seyogianya kita kembangkan
dengan jelas dan terprogram dengan baik. Tidak hanya perkembangan bahasa, daya
pikir, keterampilan dan jasmani saja, namun aspek keagamaan pun seharusnya
menjadi salah satu pokok pengembangan dan pembinaan yang harus dikelola,
diprogram dan diarahkan dengan sempurna Kaitannya dengan hakikat belajar anak
Taman Kanak-kanak pada nilai-nilai keagamaan, seharusnya kita pahami bahwa hal
itu harus berorientasi pada fungsi pendidikan di Taman Kanak-kanak itu sendiri, yaitu
sebagai fungsi adaptasi, fungsi pengembangan dan fungsi bermain.
Penyelenggaraannya pun harus sesuai dengan 6 prinsip, yaitu prinsip pengamatan,
peragaan, bermain sambil belajar, otoaktivitas, kebebasan dan prinsip keterkaitan dan
keterpaduan. Target dalam mengembangkan nilai-nilai keagamaan kepada anak
Taman Kanak-kanak adalah diharapkan mampu mewarnai pertumbuhan dan
perkembangan dari diri mereka. Sehingga diharapkan akan muncul suatu dampak
positif yang berkembang meliputi fisik, akal pikiran, akhlak, perasaan kejiwaan,
estetika, dan kemampuan sosialisasinya diwarnai dengan nilai-nilai keagamaan.

I. RUANG LINGKUP PENGEMBANGAN NILAI-NILAI AGAMA BAGI


ANAK TAMAN KANAK-KANAK
a. Ruang Lingkup Pengembangan Nilai-nilai Agama Bagi Anak Taman Kanak-

kanak
Berdasarkan GBPKB TK pengembangan nilai-nilai agama untuk anak
Taman Kanak-kanak berkisar pada kegiatan kehidupan sehari-hari. Secara khusus
penanaman nilai-nilai keagamaan bagi anak Taman Kanak-kanak adalah meletakkan
dasar-dasar keimanan, kepribadian/budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan ibadah
sesuai dengan kemampuan anak. Ada 3 aspek yang harus diperhatikan dalam
menetapkan tujuan penanaman nilai-nilai keagamaan kepada anak Taman Kanak-
kanak, yaitu aspek usia, aspek fisik, dan aspek psikis anak. Rasa keagamaan dan
nilai-nilai keagamaan akan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan psikis maupun fisik anak. Perhatian anak terhadap nilai-nilai dan
pemahaman agama akan muncul manakala mereka sering melihat dan terlibat dalam
upacara-upacara keagamaan, dekorasi dan keindahan rumah ibadah, rutinitas, ritual
orang tua dan lingkungan sekitar ketika menjalankan peribadatan. Ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan nilai-nilai keagamaan pada diri anak,
yaitu faktor pembawaan (internal) dan lingkungan (eksternal).

b. Sifat-sifat Pemahaman Anak Taman Kanak-kanak pada Nilai-nilai

Keagamaan
Sifat-sifat pemahaman anak usia Taman Kanak-kanak terhadap nilai-nilai
keagamaan pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di antaranya: Unreflective:
pemahaman dan kemampuan anak dalam mempelajari nilai-nilai agama sering
menampilkan suatu hal yang tidak serius. Mereka melakukan kegiatan ibadah pun
dengan sikap dan sifat dasar yang kekanak-kanakan. Tidak mampu memahami
konsep agama dengan mendalam. Egocentris: dalam mempelajari nilai-nilai agama,
anak usia Taman Kanak-kanak terkadang belum mampu bersikap dan bertindak
konsisten. Anak lebih terfokus pada hal-hal yang menguntungkan dirinya.
Misunderstand: anak akan mengalami salah pengertian dalam memahami suatu ajaran
agama yang banyak bersifat abstrak. Verbalis dan Ritualis: kondisi ini dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan nilai-nilai agama pada diri mereka dengan cara
memperkenalkan istilah, bacaan, dan ungkapan yang bersifat agamis. Seperti
memberi latihan menghafal, mengucapkan, memperagakan, dan sebagainya Imitative:
anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat secara langsung. Mereka banyak
meniru dari apa yang pernah dilihatnya sebagai sebuah pengalaman belajar. Dengan
demikian guru dan orang tua harus memperhatikan sifat-sifat tersebut untuk
kepentingan menentukan pendekatan pembelajaran yang tepat buat anak. Kita harus
tetap melakukan pendekatan progresif dan penyadaran jiwa dan kepribadian mereka.

c. Pokok-pokok Materi Pengembangan Nilai Keagamaan pada Anak Taman

Kanak-kanak
Dalam proses pembinaan dan pengembangan nilai-nilai agama bagi anak usia
Taman Kanak-kanak, muatan materi pembelajarannya harus bersifat: Aplikatif: materi
pembelajaran bersifat terapan, yang berkaitan dengan kegiatan rutin anak sehari-hari
dan sangat dibutuhkan untuk kepentingan aktivitas anak, serta yang dapat dilakukan
anak dalam kehidupannya. Enjoyable: pengajaran materi dan materi yang dipilih
diupayakan mampu membuat anak senang, menikmati dan mau mengikuti dengan
antusias. Mudah ditiru: materi yang disajikan dapat dipraktekkan sesuai dengan
kemampuan fisik dan karakter lahiriah anak Ada beberapa prinsip dasar dalam rangka
menyampaikan materi pengembangan nilai-nilai agama bagi anak Taman Kanak-
kanak di antaranya: penekanan pada aktivitas anak sehari-hari pentingnya
keteladanan dari lingkungan dan orang tua/keluarga anak kesesuaian dengan
kurikulum spiral prinsip developmentally appropriate practice (DAP) prinsip
psikologi perkembangan anak prinsip monitoring yang rutin

J. STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN NILAI-NILAI


KEAGAMAAN PADA ANAK TAMAN KANAK-KANAK
a. Strategi dan Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan di Taman
Kanak-kanak
Dalam rangka mencapai keberhasilan pembentukan kepribadian anak agar
mampu terwarnai dengan nilai-nilai agama, maka perlu didukung oleh unsur
keteladanan dari orang tua dan guru. Untuk tujuan tersebut dalam pelaksanaannya
guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara bertahap dan menyusun
program kegiatan seperti program kegiatan rutinitas, program kegiatan terintegrasi
dan program kegiatan khusus. Kegiatan rutinitas merupakan kegiatan harian yang
dilaksanakan secara terus menerus namun terprogram dengan pasti. Kegiatan
terintegrasi adalah kegiatan pengembangan materi nilai-nilai agama yang disisipkan
melalui pengembangan bidang kemampuan dasar. Sedangkan kegiatan khusus
merupakan program kegiatan yang pelaksanaannya tidak dimasukkan atau tidak harus
dikaitkan dengan pengembangan bidang kemampuan dasar lainnya, sehingga
membutuhkan waktu dan penanganan khusus.

b. Perencanaan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan pada Taman Kanak-

kanak
Dalam pengembangan nilai-nilai agama, disain perencanaan menjadi sesuatu
yang sangat esensial. Perencanaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pemikiran,
perkiraan penyusunan suatu rancangan kegiatan yang menggambarkan hal-hal yang
harus dikerjakan, dan cara mengerjakannya untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Perencanaan dapat dimasukkan/disisipkan melalui pembuatan SKH dan
SKM dengan pendekatan terpadu, mengikuti sajian materi yang akan disampaikan
dengan menetapkan pola kurikulum spiral. SKM merupakan langkah pertama dalam
membuat rencana pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Untuk perencanaan harian
guru diharapkan membuat SKH yang merupakan penjabaran dari SKM. Satuan
kegiatan harian harus mengandung unsur kegiatan, waktu, kemampuan, media,
metode dan penilaian. Perencanaan kegiatan harian terdiri dari kegiatan pembukaan,
kegiatan inti, kegiatan makan/istirahat, dan kegiatan penutup

K. PENDEKATAN INOVATIF UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI


AGAMA BAGI ANAK TAMAN KANAK-KANAK
a. Pendekatan Inovatif untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama bagi Anak

Taman Kanak-kanak
Pengembangan nilai-nilai agama di Taman Kanak-kanak berkaitan erat dengan
pembentukan perilaku manusia, sikap, dan keyakinan. Oleh sebab itu, diperlukan
berbagai inovasi pengembangan yang komprehensif sesuai dengan perkembangan
dan kemampuan anak didik. Adapun yang melatar belakangi esensi inovasi dalam
bidang pengembangan pembelajaran adalah munculnya berbagai kendala dan
kelemahan serta kekuranglengkapan yang ada di lingkungan penyelenggara
pendidikan di Taman Kanak-kanak. Untuk melaksanakan program pembelajaran
nilai-nilai agama tersebut guru harus mempelajari berbagai pendekatan yang sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik, menyiapkan kurikulum
yang komprehensif, dan adanya kesinambungan antar satu program pengembangan
dengan program lainnya. Alternatif inovasi dalam rangka meningkatkan efektifitas
kegiatan belajar mengajar bagi peserta didik adalah perlu adanya kurikulum terpadu
(integrated curriculum), pendekatan pembelajaran terpadu (integrated learning), dan
hari terpadu (integrated day).

b. Prinsip-prinsip Inovasi untuk Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak

Taman Kanak-kanak
Beberapa inovasi pendekatan pembelajaran termasuk dalam mengembangkan nilai-
nilai agama bagi anak Taman Kanak-kanak antara lain: pengalaman belajar, belajar
aktif, dan belajar proses. Upaya yang dapat dilakukan oleh orang tua dan guru dalam
rangka mengembangkan cinta belajar pada diri anak adalah sebagai berikut: kasih
sayang perlindungan dan perawatan, waktu yang diberikan kepada anak lingkungan
belajar yang kondusif, belajar bersikap adalah belajar nilai, dan belajar moral di usia
dini. Upaya tersebut didasarkan pada prinsip developmentally appropriate practice
dan prinsip enjoyable. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan inovasi
pendekatan dan pengembangan nilai-nilai agama pada anak Taman Kanak-kanak
adalah sebagai berikut: berorientasi pada kebutuhan anak belajar melalui bermain
kreatif dan inovatif lingkungan yang kondusif mernggunakan pembelajaran terpadu
mengembangkan keterampilan hidup menggunakan berbagai media dan sumber
belajar, serta pembelajaran yang berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan
anak

L. MACAM-MACAM PENDEKATAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-


NILAI KEAGAMAAN
a. Macam-macam Pendekatan Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan
Untuk mengembangkan nilai-nilai keagamaan pada diri anak, diperlukan
berbagai macam metode dan pendekatan. Metode dan pendekatan ini berfungsi
sebagai nilai untuk mencapai tujuan. Dalam menentukan pendekatan, guru perlu
mempertimbangkan berbagai hal seperti tujuan yang hendak dicapai, karakteristik
anak, jenis kegiatan, nilai/kemampuan yang hendak dikembangkan, pola kegiatan,
fasilitas/media, situasi dan tema/sub tema yang dipilih. Pembelajaran konstekstual
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata anak dan mendorong anak membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-
hari. Pembelajaran konstekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran
efektif, antara lain adalah: konstruktivisme, refleksi dan penilaian sebenarnya.
Beberapa model pendekatan yang sesuai dengan karakteristik dunia anak Taman
Kanak-kanak antara lain: bermain peran, karyawisata, bercakap-cakap, demonstrasi,
proyek, bercerita, pemberian tugas dan keteladanan serta bernyanyi.

b. Contoh Desain Macam-macam Pendekatan Pembelajaran Nilai-nilai

Keagamaan bagi Anak Taman Kanak-kanak


Penyusunan disain pembelajaran nilai-nilai keagamaan ini harus
mempertimbangkan berbagai hal diantaranya: kesesuaian tingkat perkembangan dan
kebutuhan anak, mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi, berorientasi pada
anak, menggunakan langkah-langkah kegiatan standar dan mengacu pada tujuan dan
hasil belajar yang nyata/riil (authenthic assessment). Hal-hal yang harus tercantum
dalam format pembelajaran nilai-nilai keagamaan adalah: tema, subtema,
kelas/semester, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, metode/teknik, KBM,
media pendukung, target kompetensi, dan penilaian yang meliputi lembar observasi
dan waktu penilaian.

M. INSTRUMEN PENILAIAN UNTUK PENGEMBANGAN NILAI-NILAI

KEAGAMAAN ANAK TAMAN KANAK-KANAK


a. Instrumen Penilaian dalam Pengembangan Nilai-nilai Keagamaan Anak

Taman Kanak-kanak
Penilaian itu menekankan pada proses pembelajaran. Oleh sebab itu, data
yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan anak pada
saat melakukan proses pembelajaran. Karakteristik penilaian yang ideal adalah
dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran berlangsung, bisa digunakan untuk
formatif performasi, berkesinambungan, terintegrasi dan dapat digunakan sebagai
feed back. Untuk menjaring data hasil belajar, Anda dapat menggunakan hal-hal yang
bisa memberikan masukan penilaian prestasi anak seperti: hasil dari kegiatan/ proyek,
pekerjaan rumah, karya wisata, penampilan anak, demonstrasi dan catatan observasi.
Instrumen yang dapat Anda digunakan untuk penilaian di Taman Kanak-kanak
dengan memperhatikan sifat dan karakteristiknya adalah hasil kerja anak (portofolio)
yang meliputi hasil karya, hasil penugasan, kinerja anak, tes tertulis, dan format
observasi.

b. Petunjuk Penggunaan Instrumen Penilaian Pengembangan Nilai-nilai

Keagamaan Anak Taman Kanak-kanak


Alat penilaian yang digunakan untuk menilai bidang pengembangan nilai-nilai agama
adalah sebagai berikut: pengamatan (observasi) dan pencatatan anekdot (anecdotal
record), penugasan melalui tes perbuatan, pertanyaan lisan dan menceritakan
kembali. Hal-hal yang dapat dicatat guru sebagai bahan penilaian adalah: anak-anak
yang belum dapat menyelesaikan tugas dan anak-anak yang dapat menyelesaikan
tugas dengan cepat, kebiasaan/perilaku anak yang belum sesuai dengan yang
diharapkan dan kejadian-kejadian penting yang terjadi pada hari penulisan pelaporan
hasil penilaian pada laporan perkembangan anak. Sebelum uraian (deskripsi), terlebih
dahulu dilaporkan perkembangan anak secara umum untuk tiap-tiap program
pengembangan. Untuk laporan secara lisan dapat dilaksanakan dengan bertatap muka
dan mengadakan hubungan atau informasi timbal balik antara pihak TK dan orang
tua/wali dari si anak..
Sejak jaman dahulu, anak-anak manusia dan binatang senantiasa bermain. Pada
dinding-dinding kuil dan kuburan orang-orang Mesir kuno ditemukan relief-relief
yang menggambarkan anak-anak sedang bermain. Menurut sebagian para ahli, bola
yang terbuat dari kain atau kulit-kulit binatang merupakan salah satu alat bermain
yang tertua. Demikian juga gasing, yang disebut oleh filosof Plato dalam bukunya
Republic , dan dijadikan sebagai simbol kehidupan oleh salah seorang penyair
Romawi. Hidup kita ini, katanya, bagaikan gasing. Ia ditarik dengan tali namun
tetap berputar dan menari.
Bagi anak, bermain adalah suatu kegiatan yang serius, namun mengasyikan. Melalui
aktivitas bermain, berbagai pekerjaannya terwujud. Bermain adalah aktivitas yang
dipilih sendiri oleh anak, karena menyenangkan, bukan karena akan memperoleh
hadiah atau pujian. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa anak adalah pembangun teori
yang aktif (theory builder). Bermain adalah salah satu alat utama yang menjadi
latihan untuk pertumbuhannya. Bermain adalah medium, di mana anak mencobakan
diri, bukan saja dalam fantasinya tetapi juga benar nyata secara aktif. Bila anak
bermain secara bebas, sesuai kemauan maupun sesuai kecepatannya sendiri, maka ia
melatih kemampuannya untuk belajar. (Agustin, 2005).
Para ahli memiliki keragaman pandangan tentang bentuk-bentuk pembelajaran anak
usia dini. Pandangan dengan berbagai latar belakang filosofisnya tersebut banyak
disebut dengan sitilah model pembelajaran. Apakah model ? Model secara sederhana
adalah gambaran yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Model didefinisikan
sebagai a replica of the fhenomena it attempts to explain (Runyon, dalam Rakhmat,
1988:59). Jadi dalam kegiatan pembelajaran model dapat dimaknai sebagai suatu pola
atau gambaran yang menjelaskan tentang berbagai bentuk, pandangan yang terkait
dengan kegiatan pembelajaran.
Adapun model-model pembelajaran anak usia dini dapat didefinisikan sebagai
serangkaian pola, bentuk, kegiatan ataupun cara pandang kelompok tertentu terhadap
kegiatan belajar anak usia dini.

A. Model-model Pembelajaran Anak Usia dini


Terdapat berbagai model pembelajaran anak usia dini yang didukung oleh aliran-
aliran, baik dalam kajian psikologi dan juga filsafat. Diantara pandangan tersebut
adalah sebagai berikut ini :
1. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Behaviorisme
Menurut pandangan ini, belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang
dapat diamati (observable) dan dapat diukur (meassurable). Behaviorisme menolak
suatu referensi terhadap keadaan atau proses mental internal yang tidak dapat diamati
dan diukur. Pendekatan terhadap belajar ini dicontohkan oleh kerja Thorndike &
Skinner (Masitoh, dkk, 2003) yang didasarkan atas suatu anggapan dari penelitian
terhadap hewan dalam situasi belajar. Didasarkan pada eksperimen tersebut, kaum
behavioris mengembangkan hipotesis bahwa proses belajar adalah penerapan
hubungan stimulus-respon dengan control dari lingkungan dan control itu merupakan
suatu hal yang potensial untuk penguatan.
Menurut teori ini setiap orang merespon terhadap berbagai variabel yang
terdapat dalam lingkungan. Kekuatan-kekuatan eksternal merangsang individu untuk
bertindak dengan cara-cara tertentu mungkin positif, dan mungkin negatif. Karena
teori ini didasari oleh asumsi bahwa pada prinsipnya individu itu dapat dibentuk oleh
lingkungan, maka perlakuan terhadap individu melalui tugas, ganjaran, dan disiplin
adalah sangat penting untuk mengembangkan kemampuan anak. Guru harus
mempunyai peranan yang sangat dominan dalam mengendalikan proses pembelajaran
mulai dari penentuan tujuan yang harus dicapai, pemilihan materi, sumber, dan
metode pembelajaran maupun dalam proses mengevaluasi

2. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Kognitivisme


Pandangan kognitif tentang belajar antara lain diilhami oleh hasil kerja Jean
Piaget dan sejawatnya. Menurut Cohen (Masitoh, dkk, 2003)), model belajar ini
secara umum ditandai sebagai tahapan teori yang menganjurkan bahwa proses
berfikir anak dikembangkan melalui empat tahap yang berbeda. Menurut pendekatan
ini proses berpikir bergantung pada suatu kemampuan untuk mencipta, memperoleh
dan mengubah gambaran internal tentang segala sesuatu yang dialami di lingkungan.
Pendekatan kognitif menekankan pada proses asimilasi dan akomodasi. Dalam
hal ini anak menjadi problem solver dan pemroses informasi atau transformation
processor. Aspek-aspek tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses belajar.
Menurut pendekatan kognitif, belajar adalah sebagai perubahan perkembangan.

3. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Konstruksivisme


Menurut pandangan ini anak adalah pembangun aktif pengetahuannya sendiri.
Menurut De Vries (Masitoh, dkk, 2003)) anak harus membangun pengetahuan ketika
mereka bermain. Anak membangun kecerdasannya, kemampuan untuk nalar, moral
dan kepribadiannya. Pendekatan ini sangat menekankan pentingnya keterlibatan anak
dalam proses belajar. Proses belajar hendaknya menyenangkan bagi anak, alami,
melalui bermain, dan memberi kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Menurut David H. Janassen (Masitoh, dkk, 2003)), Constructivism
proposes that learning environments should support multiple perspectives or
interpretations of reality, knowledge, construction, and context, experience based
activities. Artinya faham konstruktivisme menyatakan bahwa lingkungan belajar
harus dapat mendukung berbagai perspektif atau interpretasi tentang kenyataan,
pengetahuan, konstruksi dan konteks pengalaman yang didasarkan pada kegiatan.

4. Model Pembelajaran Menurut Pendekatan High / Scope


Menurut pendekatan ini, anak memiliki potensi untuk mengembangkan
pengetahuannya dan melibatkan interaksi yang bermakna antara anak dengan orang
dewasa. Pengalaman sosial terjadi dalam konteks kehidupan nyata dimana anak
memutuskan rencana dan inisiatifnya sendiri. Keterlibatan anak dalam proses belajar
sangat penting sehingga mereka memperoleh kesempatan yang luas untuk
berinteraksi dengan lingkungannya, dengan demikian lingkungan belajar harus dapat
mendukung aktivitas belajar anak.

5. Model Pembelajaran Menurut Pandangan Progresivisme


Menurut Kohlberg dan Layen (Masitoh, dkk, 2003)) aliran ini berpandangan
bahwa belajar adalah perubahan dalam pola berpikir melalui pengalaman
memecahkan masalah. Ketika anak berinteraksi dengan lingkungan pengalaman nyata
dan objek-objek nyata, anak akan mengalami masalah. Anak akan mencoba
memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya, dan ketika itu pula akan terjadi
perubahan pola berpikir mereka.

B. Belajar sambil Bermain yang Bermakna


Dengan memahami arti bermain bagi anak, maka dapat disimpulkan bahwa
bermain merupakan suatu kebutuhan bagi anak dan tentunya pengabaian terhadap hal
tersebut akan berdampak tidak baik bagi perkembangan anak selanjutnya. Penelitian
yang dilakukan oleh Odom, Mc Connel dan Chandler (Semiawan, 2000) bahwa
kegiatan bermain bagi anak 75 % berkontribusi posistif terhadap perkembangan
keterampilan sosialnya (social skills). Angka yang cukup tinggi tersebut setidaknya
menggambarkan betapa penting kegiatan bermain bagi anak.
Belajar bermakna bagi anak sebenarnya berpijak pada prespektif apa yang
dijadikan acuan. Tren yang sedang terjadi sekarang memandang bahwa paham
kontruktivistik merupakan suatu aliran yang sangat mempengaruhi dunia pendidikan
anak usia dini di negara-negara maju, khususnya di Eropa dan Amerika.
Aliran konstruktivistik berasumsi bahwa anak pada dasarnya memiliki
kemampuan untuk membangun dan mengkreasi pengetahuan, pendekatan ini sangat
menekankan pentingnya keterlibatan anak dalam proses belajar. Proses belajar dibuat
secara natural, hangat dan menyenangkan melalui bermain dan berinteraksi secara
harmonis dengan teman dan lingkungannya. Pada sisi yang lain, unsur variasi
individual dan minat anak juga sangat diperhatikan sehingga motivasi belajar anak
diharapkan muncul secara intrinsik.
Asumsi ini mengandung arti bahwa proses belajar yang bermakna terjadi kalau
anak berbuat atas lingkungannya. Kesempatan anak untuk mengkreasi atau
memanipulasi objek atau ide merupakan hal yang utama dalam proses belajar. Anak
akan lebih banyak belajar dengan cara bermain berupa berbuat dan mencoba langsung
daripada dengan cara mendengarkan orang dewasa yang memberikan penjelasan
kepadanya.
Dengan berpijak pada pandangan konstruktivistik, Bredekamp dan Rosegrant
(Solahuddin 1997) menyimpulkan bahwa kegiatan belajar sambil bermain yang akan
memberikan kebermaknaan bagi anak adalah apabila hal-hal sebagai berikut
terlaksana:
1. Anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-kebutuhan fisiknya terpenuhi
;
2. Anak mengkonstruksi pengetahuan;
3. Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya;
4. Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi; dan

5. Memperhatikan unsur variasi individual anak.


Semiawan (2002) menambahkan terkait dengan pentingnya belajar sambil
bermain bagi anak. Menurut pandangannya, anak-anak yang kebutuhan bermainnya
terpenuhi, akan makin tumbuh dengan memiliki keterampilan mental yang lebih
tinggi, untuk menjelajahi dunianya lebih lanjut dan menjadi manusia yang memiliki
kebebasan mental untuk tumbuh kembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya,
sehingga menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri. Lebih dari itu, ia terlatih
untuk terus menerus meningkatkan diri mencapai kemajuan.

You might also like