Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing
Dra. Liliek Soetjiatie, M.Si.
NIP. 19660513 199803 2 001
Oleh
Pramitha Galuh A. P.
NIM. P27 838 113 035
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
1
sebagai konflik, maka pada dasarnya konflik tersebut tidak ada dan begitu
pula sebaliknya (Usop, 2011)
Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang
relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini merujuk pada penilaian
berdasarkan ras seseorang sebelum memiliki informasi yang relevan yang
bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka juga
diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi
sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional
(Usop, 2011)
Prasangka dibagi 3 kategori :
1) Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
2) Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai atau tidak disukai
3) Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecendrungan seseorang
dalam bertindak
2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana terjadinya konflik Sampit pada tahun 2001?
1.2.2 Apa penyebab terjadinya konflik Sampit pada tahun 2001?
1.3 Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Etnis Madura juga punya latar belakang budaya kekerasan ternyata
menurut masyarakat Dayak dianggap tidak mampu untuk beradaptasi
(mengingat suku Madura sebagai pendatang) (Cahyono et al, 2008) .
Sering terjadinya kasus pelanggaran tanah larangan orang Dayak
oleh penebang kayu dari suku Madura. Hal inilah yang menjadi salah satu
pemicu perang antar etnis Dayak-Madura (Cahyono et al, 2008).
Dari cara mereka melakukan usaha dalam bidang perekonomian saja,
mereka terkadang dianggap terlalu kasar oleh sebagian besar masyarakat
Dayak, bahkan masyarakat banjar sekalipun. Banyak cara-cara pemaksaan
untuk mendapatkan hasil usaha kepada konsumen mereka. Banyak pula
tipu-daya yang mereka lakukan. Tidak semua suku Madura bersifat seperti
ini. Namun, hanya segelintir saja (Cahyono et al. 2008)
Ada yang mengungkapkan bahwa pertikaian yang sering terjadi antara
Madura dan Dayak dipicu rasa etnosentrisme yang kuat dikedua belah
pihak. Semangat persukuan inilah yang mendasari solidaritas antar-anggota
suku di Kalimantan. Situasi seperti itu diperparah kebiasaan dan nilai-nilai
yang berbeda, bahkan mungkin berbenturan. Missal, adat orang Madura
yang membawa parang atau celurit kemanapun pergi membuat orang Dayak
melihat sang tamu-nya selalu siap berkelahi. Sebab, bagi orang Dayak
membawa senjata tajam hanya dilakukan ketika mereka hendak berperang
atau berburu. Tatkala di antara mereka terlibat keributan dari soal salah
menyambit rumput sampai kasus tanah amat mungkin persoalan yang
semula kecil meledak tak karuan, melahirkan manusia-manusia tak
bernyawa tanpa kepala saat terjadi pembantaian Sampit entah bagaimana
cara mereka (suku Dayak) yang tengah dirasuki kemarahan membedakan
suku Madura dengan suku lainnya yang jelas suku-suku lainnya luput dari
serangan orang-orang Dayak (Cahyono et al, 2008).
Begitu pula adanya catatan ingatan dari suku asli tentang perlakuan-
perlakuan yang tidak adil terhadap suku asli yang menyebabkan
meningkatnya konformitas dan identitas kesukuan yang dibangkitkan oleh
masyarakat Dayak. Ada beberapa peristiwa yang menjadi catatan ingatan
5
dari masyarakat Dayak yang menurut mereka adalah perlakuan yang tidak
wajar terhadap masyarakat suku Dayak, antara lain: (Cahyono et al, 2008)
1) Tahun 1972, seorang gadis Dayak diperkosa di Palangka Raya. Atas
kejadian itu diadakan perdamaian secara hukum adat.
2) Tahun 1982, terjadi pembunuhan orang Dayak yang pelakunya
merupakan orang Madura. Tidak ada penyelesaian hukum dan pelaku
tidak tertangkap.
3) Tahun 1983, warga Kasongan yang ber-etnis Dayak dibunuh di
Kecamatan Bukit Batu, Kasongan. Diadakan perdamaian, dilakukan
peniwahan itu dibebankan kepada pelaku pembunuhan. Perdamaian
ditandatangani kedua pihak dan jika pihak Madura melakukan
perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari Kalteng.
4) Tahun 1996, seorang gadis Dayak diperkosa dan dibunuh di gedung
bioskop Panala di Palangka Raya, ternyata hukumannya sangat ringan.
5) Tahun 1997, di desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak
dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40
orang, dengan semua orang Madura meninggal pada kejadian tersebut.
Orang dayak mempertahankan diri dengan ilmu beladiri. Dan orang
Dayak dihukum berat.
6) Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota kecamatan Kaltingan Tengah,
seorang anak mati terbunuh oleh seorang tukang sate etnis Madura.
Anak itu hanya kebetulan lewat setelah tukang sate tersebut bertikai
dengan para anak muda.
7) Tahun 1998, di Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok empat pemuda
Madura hingga meninggal, pelakunya dinyatakan melarikan diri dan
kasus tidak diselesaikan secara hukum.
8) Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang Dayak dikeroyok oleh beberapa
orang Madura karena masalah sengketa tanah. 2 orang Dayak
meninggal dunia.
9) Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas ketertiban umum
dibacok oleh orang Madura, pelaku ditahan di polresta Palangka Raya,
namun dibebaskan keesokan harinya tanpa tuntutan hukum.
10) Tahun 1999, di Pangkut, ibukota kecamatan Arut Utara, kabupaten
Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian missal dengan suku Madura.
6
Gara-gara suku Madura memaksa mengambil emas suku dayak.
Perkelahian banyak menimbulkan korban pada kedua pihak. Tak ada
penyelesaian hukum.
11) Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-
istri. Tindakan tersebut dilakukan untuk balas dendam, namun salah
alamat.
12) Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, sekeluarga Dayak
dibunuh oleh orang Madura, pelaku lari tanpa penyelesaian hukum.
13) Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 orang Dayak di bunuh oleh
pengeroyok suku Madura di depan gereja Imanuel. Pelaku lari tanpa
penyelesaian hukum.
14) Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin
Timur, terjadi pengeroyokan oleh suku Madura. Pelaku kabur tanpa
penyelesaian hukum.
15) Tahun 2001, di Sampit (17-20 Februari 2001) warga Dayak banyak
terbunuh karena dibantai. Suku Madura lebih dulu menyerang warga
Dayak.
16) Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga dayak
terbunuh diserang suku Madura.
7
menimbulkan etnosentrisme sehinggan terjadi konflik (Cahyono et al, 2008)
8
Pukul 22.00 WIB Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dan
DANREM 102/PP bersama pasukan dari Yonif 631/ATG
sebanyak 276 orang menuju Sampit dan tiba Pukul 03.00 WIB.
9
Pertama-tama penyelesaian diserahkan untuk ditangani oleh lembaga
independen yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat dari kedua etnis
serta kalangan intelektual dan tokoh-tokoh kredibel dari pemerintahan. Yang
difasilitasi sepenuhnya oleh negara. Lembaga ini diberi kewenangan untuk
menemukan kesepakatan dari pihak-pihak yang bertikai dan kemudian
mengantarkan para pihak ke titik rekonsiliasi yang memungkinkan menata
mereka kembali keharmonisan social dalam ketenangan dan rasa aman yang
terjamin (Usop, 2011).
Kedua, siapa pun yang diindikasikan kuat sebagai actor-aktor
intelektual di balik kerusuhan di Kalteng, baik dari kalangan etnis Dayak
maupun Madura, harus ditangkap dan dibawa ke pengadilan. Supremasi
hukum harus ditegakkan atas mereka (Usop, 2011).
Ketiga, negara harus membantu warga etnis Madura untuk
mendapatkan kembali hak milik mereka berupa asset ekonomi terutama
yang berupa tanah serta rumah tempat tinggal. Juga memberikan
kompensasi terhadap etnis Dayak untuk menjadi tuan tanah di tanah nenek
moyangnya. Mereka harus diberdayakan dari berbagai aspek kehidupan
(Usop, 2011).
Keempat, negara bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat
melakukan sosialisasi dan kampanye terus-menerus dalam berbagai bentuk
tentang kenyataan Indonesia sebagai bangsa majemuk berikut pentingnya
hidup berdampingan secara damai serta keutamaan menyelesaikan konflik
tanpa kekerasan di dalama masyarakat. Dan, yang tak kalah pentingnya
adalah berupaya menghapus kesan negatif atau stereotype antara etnis
Dayak dan Madura selama ini (Usop, 2011).
Agar kasus serupa tidak terulang lagi diharapkan ada upaya-upaya yang
dapat dilakukan baik oleh Kepolisian maupun pemerintah yakni :
1) Kepolisian
Yang dapat dilakukan oleh Kepolisian dalam mengatasi kasus serupa
agar tidak terulang lagi antara lain :
10
a. Kepolisian harus mampu deteksi dini pada kasus-kasus yang
melibatkan perebutan sumber daya di Sampit dan bekerja sama
dengan Pemerintah Daerah agar dapat mencari solusi dalam
penyelesaian masalah-masalah yang melibatkan munculnya
persinggungan antar kedua suku.
b. Melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh kedua suku agar kasus
ini tidak terulang lagi dan menyakinkan kedua belah pihak bahwa
solusi terbaik terhadap permasalahan perbedaan antar suku bangsa
masih bisa di fasilitasi dengan cara berkomunikasi untuk mencari
problem solving terhadap permasalahan tersebut.
c. Penegakan hukum secara tegas dan menunjukkan netralitas aparat
kepolisian dalam menciptakan stabilitas keamanan dan
kepercayaan masyarakat terhadap hukum negara (Usop, 2011).
2) Pemerintah
Berdasarkan dari analisa kasus yang terjadi diatas bahwa kita
ketahui bahwa ketidak tegasan pemerintah terhadap permasalahan lahan
dan aturan-aturan yang ada dalam transaksi ekonomi dan sosial
memberikan dampak buruk terhadap persaingan dalam mencari sumber
rezeki masyarakat. Sehingga peran dari pemerintah adalah membuka
ruang-ruang ekonomi masyarakat seharusnya lebih meluas dan
memberikan keseimbangan diantara kemajemukan masyarakat terutama
antara masyarakat dominan dan masyarakat mayoritas.
Pemerintah membuat paguyuban bersama antara suku-suku bangsa
yang menjadikan arena komunikasi yang solutif sebelum terjadinya
permasalahan yang melibatkan permasalahan kesukuan yang tidak
menutup kemungkinan dengan adanya rangkaian sejarah kejadian
Sampit menjadikan tolak ukur yang menimbulkan gabungan antara
Suku Dayak dan Madura (Usop, 2011).
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
memberikan solusi-solusi terhadap permasalahan yang ada di masyarakat
Sampit (Suyanto & Bagong, 2001).
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono et al., 2008. Negara dan Masyarakat dalam Resolusi Konflik (Daerah
Konflik Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah), Yogyakarta: Pustaka
Pelajar dan Pusat Penelitian Politik LIPI.
Satrya, I.G.A.., 2002. Jurnalisme Damai Pada Media Cetak: Studi Kasus
Pemberitaan Kerusuhan Sampit di Harian Kompas dan Jawa Pos,
Surabaya: Universitas Airlangga.
13
Suyanto & Bagong, 2001. Menguak Akar Kerusuhan Sampit, Surabaya: Jawa Pos.
Usop, S.R., 2011. Manyalamat Petak Danum (Refleksi Terhadap Konflik Etnis di
Sampit), Surabaya: Jenggala Pustaka Utama.
14