Professional Documents
Culture Documents
FEBRUARI 2017
DAFTAR ISI
Tabel 2 Rincian kebutuhan dana pendamping dan mobilisasi dana yang diperlukan. ........... 17
Tabel 4 Kebijakan Operasional Bank Dunia yang Terpicu oleh Proyek. ................................ 26
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka NUWAS di dalam Gerakan 100-0-100. ....................................................... 6
Lampiran 5 Contoh Kerangka Acuan Kerja (TOR) Studi Kelayakan Lengkap dan
Sederhana
Lampiran 6 Formulir Justifikasi Lingkungan dan Sosial untuk Justifikasi Teknis dan Biaya
Perumahan Rakyat)
LA : Loan Agreement
MA : Masyarakat Adat
PH : Penerima Hibah
SR : Sambungan Rumah
1. Untuk mendukung pencapaian akses universal air minum, khususnya di Wilayah perkotaan,
Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Bank Dunia akan melaksanakan National Urban Water
Supply Project (NUWSP). Melalui kerjasama ini, pemerintah daerah dan PDAM akan memperoleh
dukungan untuk dapat meningkatkan dan memperluas cakupan pelayanan air minum perpipaan bagi
masyarakat perkotaan, termasuk bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Pembiayaan NUWSP
berasal dari pinjaman Bank Dunia/IBRD yang digunakan untuk mendukung dana Pemerintah
Indonesia.
2. Sesuai dengan Kebijakan Operasional Bank Dunia, terutama berkaitan dengan persyaratan
pengelolaan lingkungan dan sosial, semua kegiatan yang dibiayai Bank Dunia diwajibkan menyusun
dokumen rencana pengelolaan lingkungan dan sosial. Dokumen Kerangka Kerja Pengelolaan
Lingkungan dan Sosial (Environmental and Social Management Framework ESMF) ini disusun
untuk menjadi dokumen operasional proyek yang akan digunakan sebagai pedoman untuk
melakukan kajian potensi dampak dan menyusun rencana pengelolaan dampak lingkungan dan
sosial yang mungkin terjadi akibat pelaksanaan NUWSP.
3. NUWSP bertujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan air minum perpipaanbagi
masyarakat di wilayah perkotaan dan meningkatkan kapasitas dan kinerja pemerintah daerah dan
PDAM dalam memberikan pelayanan air minum. NUWSP akan terdiri dari empat komponen yaitu:
4. Sebagai bagian dari penyusunan ESMF, dilakukan analisa potensi dampak dari masing-masing
komponen NUWSP. Hasil analisa potensi dampak ditampilkan dalam tabel berikut:
5. Dari hasil analisa potensi dampak yang dilakukan, terlihat bahwa hanya komponen 1 dan
sebagian dari komponen 2 yang memiliki potensi dampak lingkungan dan sosial. Kebijakan
Operasional Bank Dunia terkait pengelolaan lingkungan dan sosial yang akan diterapkan untuk
NUWSP terdiri dari kebijakan operasional yang berkaitan dengan: (i) Kajian Lingkungan, (ii)
Masyarakat Adat, (iii) Benda Cagar Budaya, dan (iv) Pemukiman Kembali Secara Tidak Sukarela.
6. Berdasarkan analisa potensi dampak lingkungan dan sosial, serta dengan mengacu kepada
Kebijakan Operasional Bank Dunia yang terpicu, Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial
(Environmental and Social Management Framework ESMF) ini disusun untuk menjadi
acuan/pedoman operasional proyek yang wajib diikuti oleh para pemangku kepentingan.
7. ESMF untuk NUWSP mencakup prosedur pengelolaan lingkungan dan sosial untuk
pelaksanaan kegiatan Komponen 1 Investasi untuk Infrastruktur Penyediaan Air Minum Perkotaan
(terdiri dari proses penapisan, penyusunan dokumen kajian lingkungan dan sosial, dan penyusunan
rencana tindak dan mitigasi), Komponen 2b Bantuan Teknis untuk Penyusunan Proposal Proyek
2. Sesuai dengan Kebijakan Operasional Bank Dunia terutama berkaitan dengan persyaratan
pengelolaanlingkungan dan sosial, semua kegiatan yang dibiayai Bank Dunia, termasuk
NUWSP,diwajibkan menyusun dokumen rencana pengelolaan lingkungan dan sosial. Dokumen
rencana pengelolaan lingkungan dan sosial ini akan menjadi dokumen operasional proyek dan
digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kajian potensi dampak dan penyusunan rencana
pengelolaan dampak lingkungan dan sosial yang mungkin terjadi akibat pelaksanaan proyek. Untuk
NUWSP, dokumen rencana pengelolaan lingkungan dan sosial yang disiapkan berupa Kerangka
Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (Environmental and Social Management Framework
ESMF).
4. Tujuan ESMF adalah untuk memberikan panduan teknis bagi pemangku kepentingan baik di
tingkat pusat, provinsi maupun daerah dalam prosespenapisan, pengkajian dan penyusunan
dokumen lingkungan dan sosial, monitoring dan evaluasi serta penyelesaian penanganan
aduan/keluhan selama Proyek berjalan.
6. Dokumen ESMF sebagai pedoman teknis pelaksanaan Proyek wajib diikuti oleh para pemangku
kepentingan di dalam mengelola dan memitigasi dampak lingkungan dan sosial sesuai dengan
Peraturan Perundangan Indonesia dan Kebijakan Operasional Bank Dunia.
Ringkasan Eksekutif.
Bab 5 PenyelesaianKeluhan/Aduan.
Menjelaskan tentang oleh siapa, bagaimana dan berapa lama setiap aduan ditangani.
Bab 7 Pelatihan.
Menjelaskan Unit Pelaksana Proyek dan kebutuhan pelatihan.
9. Draf ESMF sebagai bahan konsultasi publik dipublikasikan melalui website Direktorat Jenderal
Cipta Karya (DJCK), Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tanggal 24 Februari
2017 (versi Bahasa Indonesia). Versi final ESMF yang akan diperbaharui setelah konsultasi publik
dilakukan akan diunduh kembali di website DJCK. Selain versi Bahasa Indonesia, dokumen Draft
ESMF dan versi final ESMF dalam Bahasa Inggris juga akan dipublikasikan di Infoshop Bank Dunia.
13. Pemerintah telah menyusun rencana prioritas pembangunan di Indonesia tahun 2015 2019
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 2019. RPJMN ini
menyediakan kerangka kerja untuk rencana pembangunan dalam jangka menengah dan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mengatasi disparitas dan ketidaksetaraan. Air
bersih dan sanitasi menjadi salah satu sektor prioritas pembangunan.
14. RPJMN secara spesifik mengatur target optimis untuk menurunkan kawasan kumuh dan
menyediakan akses universal terhadap air dan sanitasi (Target 100-0-100), termasuk mengakhiri
praktek Buang Air Besar (BAB) sembarangan di tahun 2019.
15. Pemerintah Indonesia telah menetapkan beberapa tingkatan layanan yang harus terpenuhi di
tahun 2019 untuk akses universal terhadap air yang aman di perkotaan sebagai berikut:
e) 60% penduduk memiliki akses terhadap air minum perpipaan dan 40% terhadap air minum
non-perpipaan;
f) 85% penduduk perkotaan mendapatkan air bersih setidaknya 100 liter per orang per hari dan
sisa 15% lainnya mendapatkan 60 liter per orang per hari; dan
g) seluruh penyediaan air bersih telah memenuhi standar 4K (Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas
dan Keterjangkauan).
16. Sumber utama air minum perpipaan di perkotaan umumnya disediakan oleh PDAM. Namun
masih ada beberapa kendala yang dihadapi oleh PDAM dalam penyediaan sistem air minum
perpipaan yang handal di wilayah perkotaan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) serta
non-MBR. Kendala tersebut antara lain mencakup (i) kondisi infrastruktur air minum yang semakin
usang; (ii) kurangnya kapasitas teknis dan non-teknis untuk mengelola sistem air minum dan
sarana/prasarananya; (iii) masih kurangnya kejelasan dan koordinasi antara Pemerintah Daerah
(Pemda) dan PDAM dalam melaksanakan kebijakan dan pengelolaan sistem air minum; (iv)
penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya air sebagai dampak pertumbuhan penduduk yang
pesat, penggunaan lahan yang kurang tepat dan efek dari perubahan iklim; dan (v) masih kurangnya
1
Kisah Perkotaan di Indonesia, Bank Dunia, 2016
17. Data hasil audit kinerja yang dilakukan pada tahun 2013 oleh Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) kepada 358 PDAM menunjukan bahwa sekitar 60% dari semua PDAM
masih dalam kondisi yang kurang sehat dan beroperasional dibawah tingkat FCR.
18. Untuk mencapai target universal akses air minum aman, diperlukan total biaya Rp. 253 trilyun
untuk memasang 27 juta sambungan baru baik untuk wilayah perkotaan maupun pedesaan. Untuk
dapat memenuhi target di wilayah perkotaan sendiri diperlukan sedikitnya penambahan 10 juta
sambungan baru. Dari total kebutuhan biaya untuk pencapaian target universal akses air minum,
terdapat keterbatasan pendanaan dari pemerintah pusat. Untuk itu, diperlukan lebih banyak peran
pemerintah daerah untuk mendukung PDAM, baik dalam hal investasi, kebijakan, maupun dukungan
bagi PDAM untuk memanfaatkan alternatif sumber-sumber pendanaan lain.
19. Berdasarkan kondisi diatas, diperlukan adanya suatu kerangka (framework) yang akan dapat
membantu pembangunan dan manajemen layanan air minum wilayah perkotaan yang layak dengan
menyediakan akses air minum perpipaan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk mempercepat upaya
pencapaian target akses universal air minum, khususnya di perkotaan, pada tahun 2019.
20. Kerangka National Urban Water Supply (NUWAS) merupakan program nasional yang
mendukung pembangunan di wilayah perkotaan dengan fokus terhadap penyediaan air minum yang
layak dan dengan dana investasi yang inovatif dan efektif. Gambar 1 dibawah ini menunjukan Proyek
Kerangka NUWAS di dalam Gerakan 100-0-100. Melalui Kerangka NUWAS ini diharapkan dapat
terjadi percepatan pelaksanaan program-program pembangunan air minum perkotaan untuk
memperluas cakupan pelayanan dan terjadi peningkatan kapasitas daerah dalam penyelenggaraan
SPAM secara berkelanjutan. Sebagai tahap awal, prioritas investasi dalam Kerangka NUWAS masih
difokuskan kepada penyediaan air minum perkotaan melalui jaringan perpipaan yang dikelola oleh
PDAM. Hal ini mengingat telah tersedianya kebijakan, instrumen, dan pengaturan kelembagaan yang
lebih jelas serta mempertimbangkan potensi skala dampak yang lebih besar. Peningkatan kinerja
Pemda/PDAM juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kapasitas Pemda/PDAM dalam
penyusunan rencana pengembangan dan pengelolaan layanan air minum perkotaan secara
menyeluruh, baik itu layanan air minum melalui jaringan perpipaan maupun bukan jaringan
perpipaan.
21. Dukungan Bank Dunia melalui Proyek National Urban Water Supply (NUWSP) merupakan
inisiasi penerapan Kerangka NUWAS untuk meningkatkan akses air minum perkotaan di wilayah
perkotaan dengan prioritas investasi bagi peningkatan akses air minum perpipaan di kota/kabupaten
terpilih. Selain itu, melalui NUWSP, Bank Dunia juga akan mendukung peningkatan kapasitas dan
kinerja Pemda/PDAM dalam menyelenggarakan SPAM. Hasil dan pengalaman pembelajaran selama
pelaksanaan NUWSP akan digunakan untuk memperkuat dan menyempurnakan Kerangka NUWAS
sehingga dapat digunakan sebagai landasan nasional pembangunan air minum perkotaan secara
menyeluruh.
23. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka NUWSP akan dilaksanakan melalui:
h) Perbaikan dan peningkatan akses masyarakat terhadap layanan air minum perpipaan di
wilayah perkotaan terpilih melalui penguatan kapasitas dan kinerja PDAM;
i) Peningkatan kapasitas dan sumber daya manusia dan mendorong peningkatan investasi di
tingkat pemerintah daerah untuk air minum perkotaan;
24. PelaksanaanNUWSP akan berkontribusi terhadap pencapaian target universal akses air minum
perkotaan melalui penambahan 1,2 juta sambungan rumah (SR) baru di beberapa kota terpilih.
28. Dalam Kerangka NUWAS, Pemerintah Daerah dapat memperoleh dukungan investasi
pembangunan air minum perpipaan dari Pemerintah Pusat untuk (i) pembangunan sistem
penyediaan air minum yang baru di perkotaan (misalnya pembangunan water intake, jaringan
transmisi, instalasi pengolahan air/IPA, dan sistem distribusi), (ii) perluasan dan optimalisasi sistem
penyediaan air minum yang sudah ada. Bantuan Pemerintah Pusat kepada Pemda dilakukan melalui
3 jenis pendekatan yang disesuaikan dengan kapasitas daerah dalam penyelenggaraan SPAM
sebagai berikut: (i) Pendekatan Bantuan Program Stimulan, (ii) Pendekatan Bantuan Program
Pendamping, dan (iii) Pendekatan Hibah Berbasis Hasil. Pendekatan Hibah Berbasis Hasil saat ini
sudah tersedia dan dilaksanakan melalui Program Hibah Air Minum. Dengan demikian, dalam Proyek
ini dana IBRD untuk komponen dukungan investasi untuk infrastruktur penyediaan air minum
perkotaan akan difokuskan hanya melalui pendekatan Bantuan Program Stimulan dan Bantuan
Program Pendamping.
d) Rehabilitasi IPA.
31. Estimasi alokasi dana IBRD untuk bantuan program stimulan ini sebesar kurang lebih USD
40.000.000 untuk sekitar 14 Pemda terpilih. Ke 14 Pemda yang terpilih harus menyampaikan surat
pernyataan komitmen untuk ikut serta dalam NUWSP yang dilengkapi dengan (i) ringkasan usulan
rencana investasi yang disarikan dari Business Plan/Corporate Plan/Master Plan PDAM, RISPAM
ataupun Jakstrada Air Minum, (ii) komitmen untuk membuat dan melaksanakan Kesepakatan Kinerja
(Performance Agreement) antara Pemda dan PDAM, (iii) kesanggupan Pemda untuk menyediakan
dana pendamping untuk mengikuti program pelatihan dan bantuan teknis serta kegiatan tindak
lanjutnya, (iv) kesanggupan Pemda untuk menyediakan dana pendamping untuk operasional dan
pemeliharaan infrastruktur yang dibangun, dan (v) kesediaan untuk mengikuti pedoman dan petunjuk
teknis NUWSP. Bila ada di antara ke 14 Pemda terpilih di atas yang tidak dapat memenuhi
persyaratan, Pemda tersebut dapat digantikan oleh Pemda lainnya yang berasal dari kelompok yang
sama dan dapat memenuhi persyaratan.
33. Di dalam NUWSP ini, besaran program pendamping yang akan dialokasikan ditetapkan dengan
mengacu kepada proposal pinjaman perbankan (melalui mekanisme Peraturan PresidenNo. 29
Tahun 2009) yang telah disusun oleh 19 PDAM. Besar pinjaman perbankan yang diajukan oleh ke 19
PDAM tersebut bervariasi dari Rp 3,5 milyar hingga Rp 110 milyar, tetapi sebagian besar jumlah
pinjaman di bawah Rp 50 milyar dan besar pinjaman rata-rata adalah kurang lebih Rp. 20-milyar.
Untuk lebih mendorong pemanfaatan pinjaman perbankan dan sumber pendaan alternatif lainnya,
Pemda yang dapat mendorong PDAM-nya untuk memanfaatkan pinjaman perbankan atau sumber
34. Total investasi dana IBRD yang dialokasikan untuk bantuan program pendamping adalah
sebesar kurang lebih USD 25.000.000 untuk diberikan kepada 35 Pemda yang PDAMnya sudah
sedang dalam proses pengajuan pinjaman perbankan dan/atau akan didorong untuk memanfaatkan
pinjaman perbankan atau pendanaan alternatif lainnya.
35. Besarnya bantuan program pendamping yang akan diterima masing-masing kota/kabupaten
akan tergantung dari besarnya jumlah pendanaan alternatif yang diperoleh dan berdasarkan proposal
kegiatan yang diajukan oleh kota/kabupaten tersebut.
36. Untuk dapat memperoleh Bantuan Program Pendamping ini, ke 35 Pemda terpilih di atas harus
menyampaikan surat pernyataan komitmen untuk ikut serta dalam NUWSP yang dilengkapi dengan
(i) ringkasan usulan rencana investasi yang disarikan dari Business Plan/Corporate Plan/Master Plan
PDAM, RISPAM ataupun Jakstrada Air Minum, (ii) salinan proposal pengajuan pinjaman perbankan
atau pemanfaatan sumber dana alternatif lainnya berikut status proses persetujuannya, (iii)
kesanggupan untuk menyediakan dokumen rencana rinci (DED) kegiatan yang akan dibiayai oleh
dana bantuan pendamping, (iv) komitmen untuk membuat dan melaksanakan Kesepakatan Kinerja
(Performance Agreement) antara Pemda dan PDAM, (v) kesanggupan Pemda untuk memastikan
ketersediaan dana pendamping untuk operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang dibangun, dan
(vi) kesediaan untuk mengikuti pedoman dan petunjuk teknis NUWSP. Pemda lain diluar 35 Pemda
terpilih dapat memperoleh kesempatan untuk memperoleh Bantuan Program Pendamping ini bila ada
Pemda terpilih yang tidak dapat memenuhi persyaratan atau jika besaran jumlah Bantuan Program
Pendamping yang dialokasikan tidak sepenuhnya terserap.
40. NUWSP akan membantu program CoE dalam mengembangkan modul-modul pelatihan baru
untuk topik-topik penting yang belum tersedia, termasuk modul pelatihan Pengelolaan Air Perkotaan
Terintegrasi (Integrated Urban Water Management), Water Safety Plan (Rencana Pengamanan Air),
reformasi PDAM/penyelenggara SPAM, pengembangan SDM berbasis kompetensi, pendanaan
utilitas SPAM, keterlibatan masyarakat, dan pelayanan bagi MBR. Komponen 2a ini juga akan
membantu memperkuat/memperbaiki modul-modul pelatihan yang sudah ada. Pelatihan melalui CoE
yang selama ini dikhususkan bagi pegawai PDAM akan diperluas dan terbuka bagi perwakilan dari
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat misalnya dari Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahaan Rakyat (KemenPUPR), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian
Keuangan (KemenKeu), BAPPENAS, PERPAMSI dan lain-lain sesuai kebutuhan.
41. Kegiatan peningkatan kapasitas dan pelatihan akan dikoordinasikan dan akan melengkapi
program-program pelatihan yang sudah ada dan disediakan oleh instansi terkait lainnya misalnya
program bantuan teknis dan manajemen dari KemenPUPR, program pelatihan dari BPPSPAM,
PERPAMSI, Waterlinks, dan donor-donor lainnya seperti Indonesia Infrastructure Initiative (IndII) dari
Australian Aid/DFAT, dan Indonesia Urban Water Sanitation and Hygiene (IUWASH PLUS) dari
USAID.
42. Untuk pelaksanaan kegiatan pelatihan dan peningkatan kapasitas ini, dana pinjaman Bank
Dunia digunakan untuk menyediakan tenaga ahli melalui pengadaan jasa konsultan yang tergabung
dalam Technical Assistance and Capacity Building Team (TACT). Tim tenaga ahli akan membantu
melakukan review dan meningkatkan kualitas modul-modul pelatihan yang sudah ada, dan
membantu penyusunan modul-modul pelatihan untuk topik-topik baru yang belum tersedia (bantuan
teknis untuk pemetaan dan inventarisasi program-program TA/CB dari Bank Dunia sedang berjalan
dan akan menjadi masukan pelaksanaan Komponen 2A).
a) Bantuan teknis untuk peningkatan kinerja operasional dan keuangan. NUWSP akan
menyediakan bantuan teknis bagi PDAM untuk menyusun program untuk kegiatan spesifik
seperti penurunan kebocoran (penurunan ATR/Air Tak ber-Rekening atau Non-Revenue
Water/NRW reduction), penghematan penggunaan energi (energy efficiency), analisa dan
manajemen keuangan, dll, berdasarkan proposal yang disusun oleh Pemda dan PDAM.
Melalui kegiatan bantuan teknis ini Pemda dan PDAM juga dapat dibantu dalam penyusunan
kerangka acuan kerja dan pengadaan jasa konsultan/ kontraktor yang sesuai, penyusunan
kontrak, dukungan pelaksanaan, dan sebagainya.
b) Bantuan teknis untuk penyusunan proposal proyek investasi. Melalui komponen ini Pemda
dan PDAM yang memenuhi persyaratan akan mendapatkan dukungan dalam menyusun
Proyek investasi yang diperlukan untuk memperluas pelayanan (termasuk pelayanan
terhadap masyarakat berpenghasilan rendah) dan meningkatkan kinerja PDAM, dan bantuan
dalam penyusunan proposal Proyek dan studi kelayakan. Pemda dan PDAM yang memenuhi
syarat akan mendapatkan bantuan teknis khusus untuk mengidentifikasi sumber-sumber
pendanaan yang sesuai termasuk dari sumber-sumber pendanaan non-pemerintah yang
tersedia di dalam negeri, dan bantuan fasilitasi untuk dapat mengakses sumber-sumber
pendanaan tersebut.
45. Pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Komponen 2 ini termasuk dalam sistem
pemantauan dan evaluasi yang dipersiapkan pada Komponen 3. Sistem evaluasi yang sistematis
akan dibangun untuk dapat memantau efektifitas program peningkatan kapasitas yang dilakukan, dan
memungkinkan penyesuaian untuk dapat meningkatkan kinerja.
46. Semua kegiatan bantuan teknis akan dilaksanakan dengan kolaborasi dan koordinasi dengan
mitra pembangunan lainnya (diantaranya USAID IUWASH Plus, DFAT IndII) sehingga Subproyek
dapat berjalan secara efektif dan menghindari terjadinya tumpang tindih atau kompetisi baik dari segi
topik pelatihan maupun lokasi. Bantuan TA NUWSP akan difokuskan bagi kota/kabupaten yang tidak
menerima bantuan teknis dari program donor lain.
47. Akan ada tim konsultan yang akan diadakan melalui mekanisme Pengadaan Jasa Konsultan di
tingkat Pusat yang akan mengkoordinir kegiatan Tim TA & CB (Technical Assistant and Capacity
Building Team/TACT). Selain Koordinator TA & CB, TACT juga akan dilengkapi dengan beberapa
tenaga ahli yang akan membantu mereview modul-modul pelatihan yang sudah tersedia dan
menyusun modul-modul pelatihan untuk topik-topik baru yang mungkin belum tersedia.TACT juga
akan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Komponen 2. Sistem evaluasi
yang sistematis akan dibangun untuk dapat memantau efektifitas program peningkatan kapasitas
yang dilakukan, dan mengidentifikasi penyesuaian yang mungkin diperlukan untuk lebih
meningkatkan kualitas kegiatan/program TA/CB.
48. Sekitar 200 Pemda telah dipilih untuk dapat berpartisipasi dalam kegiatan peningkatan kapasitas
dan pelatihan. Termasuk di antara ke 200 Pemda ini adalah Pemda-pemda yang kemudian
diharapkan dapat memperlihatkan komitmen kuat untuk dapat menerima bantuan teknis yang lebih
spesifik sehingga dapat meningkatkan kinerjanya secara signifikan dan 49 Pemda yang diarahkan
untuk mendapatkan investasi fisik melalui Komponen 1.
50. Komponen ini juga memberikan dukungan kepada Direktorat Jendral Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat selaku Executing Agency dan Central Project Management
Unit (CPMU), dalam hal peningkatan pemantauan dan evaluasi kinerja Pemda dan PDAM.
Mekanisme penggolongan/klasifikasi Pemda dan PDAM akan ditingkatkan, dan sistem manajemen
informasi berbasis web akan dibangun/diperkuat dan digunakan untuk melakukan pemantauan
secara rutin dan terintegrasi. Melalui sistem pemantauan ini, status kemajuan pencapaian target
dapat diperoleh secara lebih mudah dan sistematis. Sistem pemantauan ini juga akan dapat
digunakan untuk memfasilitasi interaksi antar para pemangku kepentingan yang terlibat langsung
maupun yang terkait, memungkinkan koordinasi yang lebih baik antara Pemerintah Pusat dan
Pemda/PDAM, alokasi sumber daya dan pendanaan untuk bantuan teknis dan investasi yang lebih
strategis dan dapat mendorong peran serta pemerintah daerah dalam meningkatkan investasi di
sektor air minum.
51. Komponen ini juga akan membantu CPMU dalam melakukan diseminasi dan sosialisasi Proyek,
termasuk dukungan dalam pelaksanaan dan penyempurnaan sistem pemantauan dan penggolongan
Pemda/PDAM.
52. Untuk pelaksanaan komponen ini, sekelompok tenaga ahli (Advisory Team) akan ditugaskan
untuk memberikan layanan advisory kepada CPMU dan PokJa AMPL untuk membantu penguatan
dan penyusunan kebijakan dan penguatan Kerangka NUWAS. Advisory Team ini akan tergabung
dalam satu layanan jasa konsultasi yang akan diadakan melalui mekanisme Pengadaan Jasa
Konsultan, untuk membantu pengelolaan pelaksanaan Proyek secara keseluruhan (Central
Management and Advisory Consultant/CMAC) yang akan berbasis di tingkat Pusat (Jakarta).
54. Di tingkat Pusat, CMAC akan mendukung CPMU dalam pelaksanaan dan manajemen Proyek
secara keseluruhan, pengawasan RMACs, TACT dan konsultan-konsultan lainnya. CMAC juga akan
membantu CPMU dalam melakukan penapisan dan penilaian proposal dari Pemda/PDAM, monitoring
dan evaluasi kemajuan pelaksanaan Proyek, serta dukungan kegiatan diseminasi dan sosialisasi
Proyek.
No Komponen Sasaran
1 Investasi untuk Bertambahnya 1,2 juta Sambungan Rumah baru sebagai hasil intervensi
Pengembangan Proyek, sedikitnya 20% diantaranya merupakan sambungan rumah
Infrastruktur Air Minum untuk MBR
Sekurang-kurangnya 40Pemda/PDAM mendapatkan bantuan program
peningkatan infrastruktur SPAM sebagai insentif pendamping ataupun
stimulan.
2 Bantuan Teknis dan Hingga 200 Pemda/PDAM berpartisipasi aktif dalam program pelatihan
Peningkatan Kapasitas dan peningkatan kapasitas
Pemda/PDAM Minimal 20 Pemda/PDAM mengalami peningkatan kinerja dan berhasil
naik ke kelompok kinerja diatasnya
Setidaknya 20 Pemda/PDAM menyiapkan proposal Proyek yang
bankable
3 Dukungan bagi Penguatan kebijakan dalam peningkatan penyelenggaraan SPAM
Pemerintah Pusat Perkotaan, termasuk diantaranya untuk topik-topik sebagai berikut:
dalam Pengembangan o Pengelolaan air perkotaan secara terintegrasi
Kebijakan dan Strategi
Peningkatan o partisipasi pihak swasta
Pelayanan Air Minum o inklusif MBR
o Instrumen alternatif pembiayaan
Sistem Monitoring dan Evaluasi terintegrasi berbasis web
Penguatan terhadap Kerangka NUWAS.
4 Dukungan Terselenggaranya Proyeksesuai dengan pedoman
Manajemendan Tercapainya target-target/keluaran dalam kualitas yang baik dan tepat
Pelaksanaan Proyek waktu
56. NUWSP diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat perkotaan terhadap sistem air
minum perpipaan melalui penambahan 1,2 juta Sambungan Rumah baru, sekaligus dapat
meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta membantu Pemda dalam mencapai target akses air
minum 100% pata thun 2019 melalui upaya peningkatan kinerja PDAM dan Pemda dalam
penyelenggaraan SPAM perkotaan. Pelaksanaan NUWSP juga diharapkan berdampak pada
58. Untuk dapat berpartisipasi dalam NUWSP, Pemda dan PDAM terlebih dahulu melakukan
penilaian diri(self assessment) untuk mengetahui kedudukannya dalam penggolongan kapasitas
daerah dalam Kerangka NUWAS. Panduan untuk melakukan self-assessment dapat dilihat di
Panduan Pengisian Self Assessment Toolkit yang terlampir dalam Project Management Manual
(PMM) NUWSP. Selanjutnya, Pemda dan PDAM dapat mengajukan proposal atau usulan untuk
mengikuti NUWSP yang terdiri dari:
2) Ringkasan rencana penyediaan air minum perkotaan yang bisa disarikan dari Proposal
Pencapaian Akses 100% Air Minum, Business Plan PDAM, Corporate Plan PDAM, Master
Plan PDAM, RISPAM, ataupun Jakstrada Air Minum;
3) Daftar kegiatan NUWSP yang akan diikuti (bersifat fisik maupun non-fisik) beserta sumber
pembiayaannya;
4) Surat Kesanggupan Pemda dan/atau PDAM untuk menyediakan dana pendamping investasi,
operasional lembaga pengelola proyek, serta kesediaan mengikuti pedoman dan petunjuk
teknis NUWSP; dan
5) Draft Kesepakatan Kinerja (Peformance Agreement) antara Pemda dan PDAM terkait hasil
yang akan dicapai dari proyek.
59. Saat ini, 200 Pemda telah dipilih untuk dapat berpartisipasi dalam Proyek. Dari 200
Pemda/PDAM tersebut, sedikitnya 40 Pemda/PDAM dipilih untuk difokuskanpada investasi
infrastruktur SPAM. Pemilihan dilakukan berdasarkan kriteria berikut:
a) Kota-kota yang termasuk dalam kota binaan Ditjen Cipta Karya untuk pelayanan air minum
100%;
b) Ibukota provinsi;
c) Kota/kabupaten yang sudah dan akan termasuk dalam sistem penyediaan air bersih regional;
61. Diharapkan pada akhir masa pelaksanaan Proyek, 200 Pemda/PDAM dapat berpartisipasi
dalam kegiatan peningkatan kapasitas (Komponen 2A) dan secara aktif berpartisipasi dalam
melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan peningkatan kinerja dengan melakukan self-
assessment secara rutin dan/atau dengan menggunakan InfoPAM (program aplikasi Sistem
Penyediaan Air Minum yang disediakan secara gratis oleh DitPAM).
62. Dari 200 Pemda/PDAM yang berpartisipasi dalam Komponen 2, diharapkan sedikitnya 40
diantaranya memperlihatkan komitmen kuat dan memenuhi persyaratan untuk memperoleh bantuan
teknis (Komponen 2B) dan diharapkan kinerja mereka akan meningkat dan dapat naik ke golongan
yang lebih baik. Bantuan teknis dari NUWSP akan lebih difokuskan kepada Pemda/PDAM yang tidak
mendapatkan bantuan teknis dari program donor lain (misalnya IUWASH Plus).
63. Investasi pembangunan infrastruktur dari NUWSP dilakukan melalui Komponen 1 yang akan
difokuskan pada sedikitnyapada 40 Pemda/PDAM terpilih. Ke 40 Pemda/PDAM terpilih tersebut
mewakili tingkat kapasitas yang berbeda-beda, sehingga memungkinkan NUWSP untuk menguji
coba operasionalisasi Kerangka NUWAS. Selain sebagai perwakilan dari kelompok kapasitas yang
berbeda, pemilihan Pemda/PDAM yang menjadi prioritas investasi infrastruktur juga didasarkan pada
kriteria sebagai berikut: (i) Pemda/PDAM yang sudah berkomitmen untuk mengikuti program Kota
Binaan dan/atau sebagai kota/kabupaten NUWSP; (ii) kota/kabupaten yang sedang dalam proses
pengajuan proposal pinjaman perbankan (PerPres 29/2009) atau pendanaan non-publik lainnya, (iii)
Kota/Kabupaten yang termasuk dalam skema SPAM Regional yang sudah terbangun, dan (iv)
Kota/Kabupaten yang termasuk dalam wilayah prioritas/ pengembangan strategis.
64. Daftar 40 Pemda/PDAM yang menjadi prioritas untuk mendapatkan investasi infrastruktur
melalui Komponen 1 dapat dilihat di Lampiran 1.
66. Selain dari penerima manfaat langsung, Proyekjuga memberikan dukungan terhadap
operasionalisasi dari Kerangka NUWAS yang merupakan kerangka peningkatan investasi dan
peningkatan layanan air minum perkotaan yang akan membantu Pemda dan PDAM untuk secara
bertahap meningkatkan kinerja dan kapasitasnya dalam memberikan layanan SPAM.
Operasionalisasi dari Kerangka NUWAS ini juga akan mendukung Pemerintah Pusat dan daerah
dalam menentukan prioritas investasi dan kegiatan pembangunan SPAM secara lebih baik dan
efektif, dan juga dapat meningkatkan pembiayaan investasi dari berbagai skema pembiayaan yang
ada.
69. NUWSP merupakan Proyek tahun jamak, dimana hasil dan pengalaman-pengalaman selama
pelaksanaan NUWSP akan digunakan untuk memperkuat dan menyempurnakan Kerangka NUWAS
yang diharapkan dapat menjadi Platform/Landasan Program Nasional Pembangunan Air Minum
Perkotaan.
71. Untuk mencapai target sasaran Proyek, diperlukan dana pendamping dari Pemerintah Pusat
(APBN), serta kontribusi dari Pemda, PDAM dan sumber-sumber pendanaan lainnya. Komponen
non-fisik (komponen 2, 3, dan 4) akan membantu perencanaan dan fasilitasi untuk memobilisasi dana
dari Pemerintah Daerah, PDAM dan sumber-sumber pendanaan lain.
72. Rincian kebutuhan dana pendamping dari Pemerintah Pusat (APBN DGCK, dan program Hibah
Air Minum) serta mobilisasi dana yang diperlukan dari Pemda, PDAM dan sumber-sumber
pendanaan lain (pinjaman perbankan, CSR, KPBU, lembaga donor lain, maupun kontribusi
masyarakat melalui pembayaran biaya pemasangan sambungan baru) dapat dilihat pada Tabel 3
berikut.
1. Dukungan Investasi
Infrastruktu Air
280.0 65.0 75.0 40.0 100.0
Minum Perkotaan
2. Bantuan Teknis dan
Peningkatan
6.5 3.0 1.0 2.5
Kapasitas
3. Dukungan Advisori 4.0 3.0 1.0
dan Kebijakan
4. Dukungan
Manajemen dan
34.3 29.0 3.3 2.0
Pelaksanaan Proyek
Total 324.8 100.0 80.3 40.0 104.5
74. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR akan menjadi Executing Agencyuntuk
NUWSP. Central Project Management Unit (CPMU)akan dibentuk di Ditjen Cipta Karya berkolaborasi
dengan unit pelaksana di tingkat pusat (Central Project Implementing Unit) yang akan dibentuk di
tiap-tiap kementrian yaitu BAPPENAS, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Keuangan dan Ditjen.
Cipta Karya, Kementrian PUPR.
75. Di tingkat daerah, Pemda dan PDAM akan terlibat dalam perencanaan kegiatandan rencana
investasi, partisipasi dalam kegiatan TA/CB, penyusunan proposal pembiayaan dan lain lain. Untuk
itu Pemerintah Daerah akan membentukDistrictProject Implementation Units (DPIUs) yang terdiri dari
kombinasi personil Pemda dan PDAM. Pelaksanaan kegiatan di daerah akan dilakukan melalui
koordinasi dan pengawasan di Provinsi yang dilakukan olehProvincial Project Implementation Unit
(PPIU).
76. Struktur organisasi Proyek secara umumdapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
c) Melakukan koordinasi dan konsolidasi pandangan dari berbagai kementrian dan lembaga
yang terkait dengan sektor pembangunan air minum di Indonesia;
e) Memberikan arahan dalam penggunaan hasil-hasil serta pengalaman dan pembelajaran dari
pelaksanaan Proyek sebagai masukan dalam penyempurnaan Kerangka NUWAS.
78. Dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya, Tim Pengarah akan dibantu oleh Tim
Teknis.
a) Membantu Tim Pengarah dalam memberikan arah kebijakan dan strategi pelaksanaan
Proyek yang bersifat teknis dan operasional;
e) Memberikan pembinaan teknis kepada Pemda peserta Proyek terhadap hal-hal terkait
pelaksanaan kegiatan di provinsi/kabupaten/kota; dan
80. Dalam melaksanakan peran dan tanggung jawabnya, Tim Teknis akan melakukan koordinasi
dengan PokJa AMPL yang sudah terbentukbaik di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
c) Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi dengan instasi lain yang terkait dalam
pelaksanaan Proyek baik di tingkat Pusat maupun Daerah;
d) Melaksanakan koordinasi dan sinkronisasi dengan CPMU ProgramHibah Air Minum untuk
memastikan keselarasan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan terutama
yang terkait dengan partisipasi Pemda/PDAM dalam Program Hibah Air Minum;
f) Melakukan verifikasi usulan kegiatan dari kabupaten/kota untuk disampaikan kepada Tim
Pengarah/Tim Teknis;
g) Mengelola proses pengadaan (procurement) konsultan dan kontraktor yang terlibat untuk
pelaksanaan Proyek;
i) Menyusun dan menyampaikan laporan triwulan Proyek kepada Tim Pengarah di tingkat
Pusat dan Bank Dunia;
a) Bersama Tim PokJa AMPL Provinsi melakukan koordinasi dan sinkronisasi di tingkat Provinsi
dengan instansi/program terkait lain;
b) Melakukan Self Assesment untuk mengetahui kapasitas dan eligibilitas jenis-jenis program
pembangunan SPAM Perkotaan sesuai dengan Kerangka NUWAS;
f) Mengumpulkan data dan pelaporan kemajuan pelaksanaan Proyek dan peningkatan kinerja
PDAM melalui InfoAirMinum ataupun dengan mempergunakan Self Assessment Toolkit;
b) Technical Assistance and Capacity Building Team (TACT) membantu CPMU untuk
melakukan koordinasi dan pelaksanaan/penyampaian kegiatan-kegiatan bantuan teknis dan
peningkatan kapasitas bagi Pemda/PDAM (Komponen 2). TACT akan berkedudukan di
Jakarta dan bekerja di bawah koordinasi CMAC. TACT akan terdiri dari tenaga ahli yang akan
membantu Centre of Excellence/CoE (di tingkat Provinsi) dalam melakukan kajian terhadap
modul-modul pelatihan yang sudah ada (dan memberikan usulan perbaikan jika diperlukan),
dan menyusun modul-modul pelatihan untuk topik-topik yang belum tersedia. TACT juga
d) CMAC, TACT dan kedua RMAC akan bertugas selama periode pelaksanaan Proyek dan
menggunakan mekanisme kontrak tahun jamak (multi years contract).
Peraturan
No. Tema Umum and Tujuan
Perundangan
1. Undang-Undang Pasal 18 Ayat 2 dan Pasal 281 ayat 3. Kedua amandemen UUD 1945 dan UU
Dasar 1945 (Pasal Pokok Agraria (UUPA No.5 /1960) menetapkan bahwa Negara mengakui dan
Perubahan) menghormati MHA dan hak tradisionalnya asalkan mereka masih ada dan di
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kesatuan Negara
sebagaimana diatur dalam undang-undang; identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional dihormati sesuai dengan perkembangan peradaban.
Dengan ketentuan ini, UUPA mengakui "hak ulasyat" (hak ulayat) dari MHA.
2. Undang-Undang No. Penataan Ruang. Tujuan dari perencanaan tata ruang adalah untuk mengatur
26/2007 perencanaan lahan, kelautan dan udara dan apa yang terkandung di dalam
bumi sebagai satu kesatuan untuk penghidupan manusia dan kehidupan liar.
Prinsip dasar penataan ruang adalah pemanfaatan yang berkelanjutan dari
sumber daya alam untuk kesejahteraan. Hal ini dicapai melalui: (i) harmonisasi
lingkungan alam dan buatan manusia; (ii) integrasi ruang alam dan kebutuhan
sumber daya manusia; dan (iii) perlindungan fitur spasial dan pencegahan
dampak negatif terhadap lingkungan dari aktivitas manusia.
3. Peraturan Pemerintah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Mengarah pada kebijakan dan
No. 26/2008 strategi yang digunakan untuk referensi dan perencanaan jangka panjang
berdasarkan penggunaan lahan dari wilayah nasional. Rencana tata ruang
wilayah nasional adalah: (i) panduan untuk penyusunan rencana
pembangunan jangka panjang; (ii) panduan untuk penyusunan rencana
pembangunan jangka menengah; (iii) panduan untuk penggunaan ruang dan
pengendalian pemanfaatan wilayah nasional; (iv) ukuran untuk mewujudkan
koherensi, relevansi, dan keseimbangan antara pengembangan masing-
masing provinsi dan harmoni antar sektor; (v) alat untuk penentuan lokasi
untuk investasi; (vi) alat untuk perencanaan tata ruang untuk penggunaan
strategis dari wilayah nasional; (vii) alat untuk perencanaan tata ruang untuk
provinsi dan kota atau kabupaten.
4. Undang-Undang No. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tujuan dari UU ini untuk
32/2009 menciptakan lingkungan hidup yang berkelanjutan melalui kebijakan
perencanaan yang berbasis lingkungan dan eksploitasi yang rasional meliputi
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
direncanakan melalui langkah-langkah berikut: inventarisasi aspek-aspek
lingkungan untuk menghasilkan data dan informasi tentang sumber daya alam;
kepatuhan terhadap peraturan untuk ekologi-daerah tertentu; dan penyusunan
rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
5. Undang-Undang No. Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. UU ini
2/2012 berlaku bagi pemrakarsa pembangunan dalam konteks pembangunan untuk
kepentingan umum. Pengadaan tanah harus dilakukan melalui perencanaan
sesuai dengan:
20. Keputusan Menteri Panduan Teknis Pengelolaan Air Tanah. Panduan teknis mengenai eksplorasi
Energi dan dan eksploitasi sumber daya air tanah, yang ditujukan bagi mereka yang akan
Sumberdaya Mineral menggunakan sumber daya air tanah untuk berbagai keperluan. Aturan ini
No 1451 mengatur prosedur perizinan mengenai eksplorasi dan eksploitasi sumber
k/10/MEM/2000 daya air tanah, termasuk: 1) izin eksplorasi air bawah tanah, 2) izin
pengeboran air bawah tanah; 3) izin eksplorasi mata air; 4) izin ekstraksi air
tanah; 5) izin ekstaksi mata air.
Penapisan Dampak OP 4.01 Paragraf 8 Berdasarkan PermenLH No 5/2012, pada Penapisannya tidak ESMF mengembangkan
Lingkungan Hidup menyatakan bahwa Lampiran 1 dilakukan penapisan potensi mempertimbangkan adanya penapisan awal usulan subproyek
(Environmental Screening) proses penapisan dampak untuk menentukan jenis dokumen dampak sosial sebagai akibat dari yang mencakup identifikasi
diperlukan untuk lingkungan hidup yang dipersyaratkan pengadaan tanah/permukiman kemungkinan dampak terhadap
menentukan (AMDAL/UKL-UPL/SPPL) berdasarkan kriteria kembali, dampak terhadap permukiman kembali, masyarakat
skala/besaran Proyek yang ditetapkan dalam peraturan tersebut. masyarakat adat dan benda cagar adat, dan benda cagar
dan jenis kajian budaya. budaya(Lampiran 2 dan 3 untuk
lingkungan. Penapisan Subproyek).
Kapasitas para pemangku OP 4.01 Paragraf 13: PermenPUPR No 27 Tahun 2016 menetapkan Tidak ada kesenjangan peraturan. ESMF mengakomodasi kebutuhan
kepentingan dalam Apabila pemangku perlunya pendidikan dan pelatihan berbasis pelatihan aspek lingkungan dan
melakukan kajian, kepentingan tidak/kurang kompetensi dalam penyelenggaraan SPAM sosial.
pengelolaan dan memiliki kapasitas untuk yang meliputi seluruh tahap penyelenggaraan
pemantauan dampak melakukan kajian SPAM.
lingkungan dan sosial dan/atau mengelola dan
memantau dampak
lingkungan dan sosial,
Proyek harus
memberikan pelatihan
dan peningkatan
kapasitas.
Ijin Lingkungan OP 4.01 Kajian Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 Tidak diatur di OP 4.01 ESMF mengikuti peraturan
Lingkungan tentang Izin Lingkungan mewajibkan semua perundangan Indonesia terkait.
pemrakarsa kegiatan untuk memiliki Izin
Lingkungan.
Studi Kelayakan
OP 4.01 Paragraf 1 Permen PU No. 27/PRT/M/2016 Lampiran V:
menyatakan bahwa Studi Kelayakan Lengkap: Kajian kelayakan Tidak ada kesenjangan. ESMF menyediakan prosedur
Proyek yang didanai oleh teknis, finansial, ekonomi dan lingkungan pada penyusunan dan kedalaman
Bank Dunia diwajibkan besaran cakupan pelayanan air bersih > kajian studi kelayakan gabungan
untuk melakukan kajian 10.000 jiwa Kebijakan Indonesia & Bank Dunia
lingkungan. (Lampiran 5)
Studi Kelayakan Sederhana: Kajian kelayakan Tidak ada kesenjangan ESMF menyediakan prosedur
teknis, finansial, ekonomi dan lingkungan pada penyusunan dan kedalaman
besaran cakupan pelayanan air bersih kajian studi kelayakan gabungan
10.000 jiwa KebijakanIndonesia & Bank Dunia
(Lampiran 5)
Justifikasi Teknik dan Biaya: Kajian teknis dan Ada kesenjangan ESMF menyediakan kajian
biaya terhadap suatu kegiatan peningkatan justifikasi lingkungan dan sosial
sebagian SPAM; tidak memerlukan kajian (Lampiran 6)
lingkungan dan sosial
Komponen 1
Investasi untuk infrastruktur penyediaan Perluasan dan optimalisasi penyediaan air minum Ada potensi dampak lingkungan dan Penapisan awal usulan
air minum perkotaan yang sudah ada, berupa: sosial dari kegiatan konstruksi di kegiatan subproyek dan
- Penurunan kebocoran (ATR): pemasangan meter lapangan berupa dampak terhadap pengelolaan lingkungan
induk, perbaikan/penggantian meter air dan kualitas badan air, erosi dan sedimentasi, dan sosial
rehabilitasi pipa kualitas udara, kebisingan, lalu
- Efisiensi energi: perbaikan/penggantian pompa, lintas/mobilitas/akses, dampak
pemasangan inverter, variable speeddriver dll pengadaan lahan, masyarakat adat dan
benda cagar budaya.
- Pengembangan jaringan distribusi dan
penyambungan baru (sambungan rumah tangga)
- Pembangunan/perbaikan reservoir
- Rehabilitasi/optimalisasi IPA
Komponen 2
2A: Pelatihan dan peningkatan kapasitas Pengadaan jasa konsultan TACT Tidak ada dampak terhadap lingkungan Tidak diperlukan
Membantu memperkuat/memperbaiki modul-modul
yang sudah ada dan melaksanakan kegiatan
pelatihan:
- Penurunan kehilangan air (ATR) bagi institusi
PDAM/Pemda.
- Manajemen keuangan PDAM.
- Efisiensi energi
- Penyusunan Geographic Information System (GIS).
Mengembangkan modul baru dan melaksanakan Tidak ada dampak terhadap lingkungan
pelatihan: secara langsung namun materi pelatihan Tidak diperlukan
- Pengelolaan air perkotaan terintegrasi (Integrated dilengkapi dengan informasi umum
mengenai potensi dampak lingkungan&
Urban Water Management)
sosial dari kegiatan SPAM (misalnya:
- Rencana Pengamanan Air (Water Safety Plan) potensi pencemaran air dan tanah dari
- Reformasi PDAM/Penyelenggara SPAM bahan kimia yang digunakan, dsb)
mengacu ke ESMF
- Pengembangan SDM berbasis kompetensi
- Pendanaan Utilitas PAM
- Keterlibatan masyarakat dan pelayanan bagi MBR
2B (b): Bantuan Teknis (TA) Bantuan teknis untuk meningkatkan akses pendanaan, Studi Kelayakan mencakup kajian potensi Penapisan awal untuk
memperbaiki kinerja dan membantu penyiapan dampak lingkungan dan sosial kegiatan di mengetahui tingkat
dokumen usulan Proyek (Studi Kelayakan). hilir. kedalaman potensi
dampak lingkungan dan
sosial(studi kelayakan
lengkap, studi kelayakan
sederhana atau justifikasi
teknik, biaya, lingkungan
dan sosial).
Studi kelayakan yang
didanai oleh komponen 2b
berpotensi ada dampak
untuk kegiatan di hilir,
sehingga berlaku Interim
Guidelines on the
Application of Safeguard
Policies to Technical
Assistance (TA) Activities
in Bank-Financed Projects
and Trust Funds
Administered by the Bank
(January 2014)
Komponen 3 Pemberian dukungan advisory kebijakan kepada Tidak ada dampak lingkungan dan sosial Tidak diperlukan
Dukungan bagi Pengembangan Kebijakan PokJa AMPL dan CPMU
dan Penasihatan kepada Pemerintah Pengembangan sistem pemantauan dan evaluasi Tidak ada dampak terhadap lingkungan Hasil pemantauan aspek
Pusat terintegrasi berbasis web dan sosial secara langsung, namun lingkungan dan sosial
pemantauan dan evaluasi kinerja sebagai evaluasi
pengelolaan lingkungan dan sosial harus kinerjaProyek
dimasukkan dalam sistem pemantauan
dan evaluasi secara rutin.
Penguatan Kerangka NUWAS Tidak ada dampak lingkungan dan sosial Tidak diperlukan
Komponen 4 Pembentukan tim konsultan pendukung pengelolaan Tidak ada dampak lingkungan dan sosial Tidak diperlukan, tetapi
DukunganManajemen dan Pelaksanaan dan pelaksana Proyek baik di tingkat pusat (CMAC) hasil pemantauan aspek
Proyek maupun di tingkat daerah (RMAC yang dilengkapi lingkungan dan sosial
dengan Provincial Coordinators dan Field Assistants) sebagai evaluasi kinerja
untuk membantu PPIUs. Proyek
Revisi
Lingkungan:
Hutan dan
Kawasan Lindung Memenuhi Ya Kajian
dan Lingkungan Pemda/PDAM*)
Syarat
Dampak Penting menyusun
dokumen Dokumen
Tidak UKL/UPL atau dikirimke CPMU
SPPL dan/atau untuk dikaji dan
Stop rencana tindak diteruskan ke
Sosial: sosial Bank Dunia
Masyarakat Adat,
Pengadaaan Kajian Sosial
Lahan dengan cara
transect walk
Setuju
Persetujuan
Bank Dunia Pelaksanaan
4.2.1 Penapisan
91. Semua usulan tahunan subproyek memerlukan penapisan yang dilakukan sendiri oleh
Pemda/PDAM sebelum dikirim ke CPMU.Kegiatan infrastruktur yang akan dibiayai oleh Komponen 1
hanya terbatas pada (i) penurunan kebocoran ATR; (ii) efisiensi energi; (iii) pengembangan jaringan
distribusi dan sambungan rumah tangga baru; (iv) pembangunan/perbaikan bak penampung
(reservoir); (v) rehabilitasi/optimalisasi IPA. Jenis kegiatan ini tidak berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan yang besar dan penting, sehingga tidak wajib AMDAL.
93. Jika hasil penapisan lingkungan memenuhi syarat, dilanjutkan dengan kajian lingkungan yang
dapat diwujudkan dalam dokumen lingkungan UKL-UPL atau SPPL. Penapisan sosial dilanjutkan ke
kajian sosial apabila Pemda/PDAM memerlukan pengadaan lahan baru dan/atau teridentifikasi
adanya MA di lokasi usulan subproyek.
4.2.3 Pengesahan
96. Jika subproyek memerlukan penyusunan UKL-UPL maka pengesahan atas dokumen UKL-UPL
dilakukan di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota di tempat lokasi subproyek. Pengesahan atas
dokumen UKL-UPL dilanjutkan dengan proses untuk mendapatkan izin lingkungan untuk subproyek.
Kerangka UKL-UPL disediakan dalam Lampiran 9.
97. Jika subproyek memerlukan SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup), maka SPPL tersebut diserahkan kepada kantor badan lingkungan
hidup yang berwenang di lokasi subproyek untuk memperoleh tanda terima penyerahan SPPL.
Format SPPL disediakan dalam Lampiran 10.
98. Dokumen UKL-UPL (beserta izin lingkungan) atau SPPL (dan tanda terima penyerahan SPPL
dari BLH) dan isian formulir transect walk yang sudah disepakati, disampaikan kepada CPMU untuk
dikaji dan diteruskan kepada Bank Dunia untuk mendapat persetujuan.
99. Semua pekerjaan konstruksi baru dapat dilakukan apabila dokumen/izin lingkungan dan
penyelesaian rencana tindak sosial sudah dapat diselesaikan dengan baik.
a) Bantuan teknis untuk peningkatan kinerja operasional dan keuangan. NUWSP akan
menyediakan bantuan teknis bagi PDAM untuk menyusun program untuk kegiatan spesifik
seperti penurunan kebocoran (penurunan ATR/Air Tak ber-Rekening atau Non-Revenue
Water/NRW reduction), penghematan penggunaan energi (energy efficiency), analisa dan
manajemen keuangan, dll, berdasarkan proposal yang disusun oleh Pemda dan PDAM.
Melalui kegiatan bantuan teknis ini Pemda dan PDAM juga dapat dibantu dalam penyusunan
kerangka acuan kerja dan pengadaan jasa konsultan/ kontraktor sesuai kebutuhan,
penyusunan kontrak, dukungan pelaksanaan, dan sebagainya.
b) Bantuan teknis untuk penyusunan proposal proyek investasi. Melalui komponen ini Pemda
dan PDAM yang memenuhi persyaratan akan mendapatkan dukungan dalam menyusun
Proyek investasi yang diperlukan untuk memperluas pelayanan (termasuk pelayanan
terhadap masyarakat berpenghasilan rendah) dan meningkatkan kinerja PDAM, dan bantuan
dalam penyusunan proposal Proyek dan studi kelayakan. Pemda dan PDAM yang memenuhi
syarat akan mendapatkan bantuan teknis khusus untuk mengidentifikasi sumber-sumber
pendanaan yang sesuai termasuk dari sumber-sumber pendanaan non-pemerintah yang
tersedia di dalam negeri, dan bantuan fasilitasi untuk dapat mengakses sumber-sumber
pendanaan tersebut.
ESMF hanya terkait penyiapan dokumen studi kelayakan saja dan persyaratan untuk
memasukkan rekomendasi lingkungan dan sosial dari studi kelayakan ke dalam desain
teknik dan dokumen lelang. Komponen 2B (b) tidak mendanai pelaksanaan hasil studi
atau pekerjaan konstruksi.
101. Semua bantuan teknis yang menggunakan dana Bank Dunia harus mengacu pada Interim
Guidelines on the Application of Safeguard Policies to Technical Assistance (TA) Activities in Bank-
Financed Projects and Trust Funds Administered by the Bank (January 2014). Ada 4 (empat) tipe
kegiatan bantuan teknis yaitu:
Tipe 2: Bantuan kajian kerangka kebijakan, program, rencana, strategi atau hukum.
Tipe 4: Penyiapan studi kelayakan, disain teknis atau kegiatan lainnya yang terkait
langsung dalam penyiapan proyek investasi yang akan datang baik didanai atau tidak
didanai oleh Bank Dunia.
102. Kegiatan di bawah Komponen 2B (a) fokus pada bantuan teknis untuk meningkatkan kinerja
operasi dan keuangan. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk program pengurangan ATR,
program efisiensi energi, kajian kelayakan kredit berdasarkan proposal. Kegiatan (a) dikategorikan
sebagai Tipe 1 yang tidak memerlukan instrumen apapun untuk mengelola dampak lingkungan atau
sosial.
103. Pada Komponen 2B (b), Proyek hanya sebatas mendanai penyusunan studi kelayakan saja di
mana tindak lanjutnya mungkin akan dilakukan pembangunan infrastruktur yang dapat berupa: IPA
baru, jaringan transmisi, reservoir, jaringan distribusi, sambungan rumah tangga, dan lain-lain tidak
didanai oleh Proyek. Berdasarkan uraian tersebut, maka kegiatan Komponen 2B (b) ini dikategorikan
sebagai Tipe 4. Kegiatan di hilir dari dukungan ini berpotensi menyebabkan dampak lingkungan dan
sosial yang mungkin akan terjadi secara langsung atau tidak langsung akibat induksi dari kegiatan
subproyek.
104. Prosedur penyiapan studi kelayakan Komponen 2B (b) diuraikan pada Gambar 4 di bawah.
Revisi
*NUWSP, melalui Bank Dunia, hanya mendanai hingga tahap penyusunan Studi Kelayakan
4.3.1 Penapisan
105. Semua usulan investasi baru yang memerlukan bantuan teknis harus melalui proses penapisan
lingkungan dan sosial untuk menentukan kedalaman kajian yang diperlukan. Pemda/PDAM
melakukan pengecekan apakah dokumen studi kelayakan yang akan disusun atau yang sudah ada
telah mengacu pada ESMF
106. JikaPemda/PDAM belum memiliki studi kelayakan, maka perlu disiapkan KAK Studi Kelayakan
sesuai dengan jenisnya dan mengacu pada ESMF. KAK dikirim ke CPMU untuk dikaji dan diteruskan
ke Bank Dunia untuk mendapat surat tidak berkeberatan.
107. Jika dokumen studi kelayakan sudah dimiliki, tugas Pemda/PDAM untuk mengkaji apakah isi
dari studi tersebut sudah mengakomodasi persyaratan yang diuraikan didalam Lampiran 5 atau 6.
Jika ada kesenjangan, tuangkan kesenjangan tersebut menjadi lingkup pekerjaan yang harus
dilakukan oleh konsultan yang akan ditunjuk dalam bentuk KAK untuk perbaikan studi kelayakannya.
KAK tersebut dikirim ke CPMU untuk dikaji dan diteruskan ke Bank Dunia untuk mendapatkansurat
tidak berkeberatan bahwa KAK tersebut telah memenuhi persyaratan ESMF.
109. KAK studi kelayakan yang telah disetujui oleh CPMU dan Bank Dunia menjadi acuan bagi
konsultan yang menyusun studi kelayakanatau perbaikannya. Setelah studi kelayakan disusun,
dokumen tersebut dikirimkan ke CPMU dan Bank Dunia untuk mendapatkan surat tidak
berkeberatandari Bank Dunia. Selanjutnya, hasil studi kelayakan sebagai rekomendasi untuk
diintegrasikan dalam desain teknis dan dokumen lelang, termasuk dokumen lingkungan dan sosial
yang diperlukan.
110. Jika hasil analisis atas dokumen studi kelayakan yang sudah ada disetujui oleh CPMU dan Bank
Dunia, maka Pemda/PDAM menyusun dokumen DED dan lelang berdasarkan hasil studi kelayakan.
4.3.3 Pengesahan
112. Dokumen KAK studi kelayakan dan studi kelayakan yang didanai Komponen 2B (b) harus
dikirimkan ke CPMU untuk dikaji dan mendapatkan persetujuan (surat tidak berkeberatan)dari Bank
Dunia.
114. Keluhan/aduan dapat disampaikan dalam bentuk tertulis atau lisan, baik datang langsung ke
kantor Pemda/PDAM/PPIU/CPMU, melalui sms (pesan pendek), WA (whatsapp), email, ataupun
website yang tersedia.
115. Tujuanpenyelesaian keluhan adalah untuk memastikan bahwa semua keluhan/aduan dari
perorangan atau kelompok yang terlibat atau terkena dampak Proyek akan didengar, diterima dan
diselesaikan sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan.
116. Semua keluhan/aduan dan penyelesaiannya didokumentasikan secara baik oleh masing-masing
unit penanganan keluhan di tingkat kabupaten/kota/provinsi/pusatdan dilaporkan secara berkala
sebagai bagian dari laporan pelaksanaan Proyek.
117. Semua keluhan/aduan sedapat mungkin dapat diselesaikan oleh Pemda/PDAM. Namun
demikian, apabila keluhan/aduan yang berkaitan dengan kebijakan yang tidak dapat diselesaikan
oleh Pemda/PDAM akan diteruskan ke tingkat yang lebih atas yaitu PPIU (provinsi) dan CPMU
(pusat).
119. CPMU mengkonsolidasikan semua laporan dari PPIU dan DPIU sebagai laporan proyek untuk
dilaporkan secara berkala kepada Tim Pengarah (Pokja AMPL) dan Bank Dunia.
120. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan proyek dilakukan mulai 2017 sampai dengan akhir Proyek
(2021).
Jenis Pelatihan
A. Tingkat Pusat
1. CPMU
2. CPIU
3. CMAC
B. Tingkat Provinsi
1. PPIU
RMAC (termasuk
2.
PC dan FA)
3. TACT
Tingkat
C
Kabupaten/Kota
1. Pemda/DPIU
2. PDAM/DPIU
PerkiraanBiaya
Kegiatan Sumber Pembiayaan
(USD)
Sosialisasi ESMF 150.000 Proyek
Kajian Lingkungan & Sosial Proyek (Bank Dunia dapat sebagai
20.000
(Komponen 1) narasumber dalam pelatihan)
Studi Kelayakan (Komponen Proyek (Bank Dunia dapat sebagai
20,000
2b) narasumber dalam pelatihan)
Provinsi:
Kabupaten/Kota:
Kajian Lingkungan
Melakukan identifikasi apakah ada potensi dampak lingkungan penting yang akan timbul akibat pelaksanaan subproyek. Dampak lingkungan penting adalah
perubahan kualitas lingkungan yang bersifat merugikan bagi manusia dan mahluk hidup lainnya seperti pencemaran udara, air, tanah, dan perubahan
keanekaragaman hayati atau biota dan terjadi secara luas dan tidak dapat dikembalikan ke kondisi semula.
Apakah kegiatan subproyek berpotensi menimbulkan dampak lingkungan penting YA TIDAK Jika ya danmemerlukan AMDAL
dan memerlukan penyusunan dokumen studi AMDAL? *) maka kegiatan tidak memenuhi
syarat Komponen 1, mengingat
*) Kriteria untuk menentukan besaran dampak mengacu pada Lampiran I Komponen 1 merupakan pekerjaan
(PerMENLH No. 5 Tahun 2012) sederhana dan tidak disarankan
perlunya penyusunan studi AMDAL.
Jika tidak, tentukan apakah
subproyek memerlukan UKL-UPL
atau SPPL dan kemudian susun
dokumen UKL-UPL (Lampiran 9)
atau SPPL (Lampiran 10)
Masyarakat Adat (MA)
Tujuan untuk mengidentifikasi keberadaan MA adalah untuk memastikan bahwa MA diperlakukan sama baiknya seperti masyarakat lain dan diberikan
kesempatan untuk berpartisipasi serta mendapatkan akses terhadap manfaat Proyek dengan cara-cara yang tidak mengancam keunikan dari budaya dan
kesejahteraan mereka. Proyek harus memberikan informasi secara benar dan lengkap tentang tujuan dan rencana (desain, jadwal dll) kegiatan dengan
berkonsultasi kepada MA sebelum ada kegiatan konstruksi di lapangan/lokasi kegiatan.
Istilah Masyarakat Adat digunakan dalam arti generik yang dimaksudkan sebagai kelompok sosial budaya yang mempunyai karakteristik sebagai berikut,
dalam tingkatan yang bervariasi:
(a) Mengidentifikasikan diri sebagai anggota kelompok sosial dan budaya asli yang khas dan pengakuan identitas ini oleh pihak lain; dan
(b) Memiliki keterikatan kolektif dengan habitat yang khas secara geografis, wilayah leluhur, atau bidang-bidang pemanfaatan atau penghunian
musiman, serta dengan sumber daya alam di kawasan-kawasan tersebut; dan
(c) Memiliki lembaga-lembaga budaya, ekonomi, sosial atau politik adat yang khas atau terpisah dari lembaga-lembaga dari masyarakat atau budaya
arus utama; dan
(d) Memiliki bahasa atau dialek khas, seringkali berbeda dengan bahasa atau bahasa-bahasa resmi negara atau daerah di mana mereka tinggal.
Referensi awal keberadaan MA merujuk pada daftar MA keluaran Kementerian Sosial tahun 2008 yang dikompilasikan oleh Bank Dunia.
Apakah lokasi kegiatan subproyek terletak di lokasi keberadaan MA dengan YA TIDAK Jika ya, lakukan kajian sosial secara
merujuk pada daftar MA keluaran Kementerian Sosial, 2008 (Lampiran 7) sederhana dengan metode transect
walk(Lampiran 4).
Pengadaan Tanah
Pembangunan bak penampung (reservoir), pembuatan sumur baru atau pemasangan jaringan pipa (non-distribusi) mungkin akan memerlukan pengadaan
tanah. Di atas tanah tersebut bisa terdapat aset non-tanah atau kegiatan sosial ekonomi (misal kebun, sawah, kios) yang berpotensi terkena dampak akibat
pengadaan tanah. Nilai penggantian aset dan kerugian ekonomi dihitung sesuai dengan hasil kajian penilai independen/berlisensi.
Apakah subproyek memerlukan pengadaan tanah? YA TIDAK Jika ya, lakukan kajian sosial secara
sederhana dengan metodetransect
walk(lihat Lampiran 4).
Formulir ini diisi dengan penuh tanggung jawab oleh Pemda/PDAM setempat dan disampaikan kepada CPMU untuk pengesahan usulan kegiatan
subproyek sebelum kegiatan fisik dilaksanakan.
Disiapkan oleh:
. (tempat, tgl)
Provinsi:
Kabupaten/Kota:
Pilih salah satu: Isi dengan informasi yang telah diketahui: Pilih salah satu:
o Untuk melayani > 10.000 Pembangunan Jaringan Distribusi baru seluas .. ha dan o Studi Kelayakan Lengkap
jiwa sebutkan potensi dampak lingkungan dan sosial (atau alasaan
o Untuk melayani 10.000 ilmiah khusus lihat PerMen LH 5/2012 & PerMen PU 10/2008) o Studi Kelayakan Sederhana
jiwa
Pembangunan Jaringan Pipa Transmisi baru sepanjang ..
o Hanya merupakan km dan dan sebutkan potensi dampak lingkungan dan sosial o Justifikasi Teknik dan Biaya
kegiatan peningkatan (atau alasaan ilmiah khusus lihat PerMen LH 5/2012 & PerMen
sebagian SPAM PU 10/2008)
Referensi:
Permen PU No. 27/PRT/M/2016 tentang Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum Lampiran V:
Studi Kelayakan Lengkap: Kajian kelayakan teknis, finansial, ekonomi dan lingkungan pada besaran cakupan pelayanan air bersih > 10.000 jiwa
Studi Kelayakan Sederhana: Kajian kelayakan teknis, finansial, ekonomi dan lingkungan pada besaran cakupan pelayanan air bersih 10.000 jiwa
Justifikasi Teknik dan Biaya: Kajian teknis dan biaya terhadap suatu kegiatan peningkatan sebagian SPAM; memerlukan kajian lingkungan dan
sosial sederhana
PerMENLH 5/2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib AMDAL.
Permen PU No. 10/PRT/M/2008 tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/ Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum Yang Wajib Dilengkapi
Dengan UKL-UPL.
Formulir ini diisi sebagai referensi untuk menyusun dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) Studi Kelayakan (Lengkap atau Sederhana atau Justifikasi
Teknik dan Biaya). Selanjutnya KAKStudi Kelayakan disampaikan kepada CPMU untuk dikaji dan mendapatkan surat tidak berkeberatan dari Bank
Dunia. Penyusunan KAK dokumen Studi Kelayakan Lengkap dan Studi Kelayakan Sederhana mengacu pada Lampiran 5 Dokumen ESMF.
Disiapkan oleh:
. (tempat, tgl)
Peta rencana alignment kegiatan Lampirkan peta rencana alignment dan peta tata
subproyek ruang daerah setempat
Peserta yang akan dilibatkan dalam - Wakil pemda: unsur desa/kelurahan (1 orang) &
Transect Walk kecamatan; (1 orang)
- Tokoh setempat: kepala/tetua adat (1orang);
- Wakil kelompok masyarakat setempat yang akan
terkena dampak (2-3 orang)
Identifikasikan titik2/lokasi2 yang sensitif Bisa dicatat langsung diatas peta alignment
terhadap lingkungan dan sosial
Identifikasikan titik2/lokasi2 yang memiliki Bisa dicatat langsung diatas peta alignment
nilai warisan budaya seperti makam yang
dikeramatkan, benda arkeologi dan/atau
benda yang memiliki nilai budaya lainnya.
Kebutuhan tanah yang diperlukan (berapa Nama jenis aset luas/jumlah
m2/ha); nama pemilik tanah atau aset yang
terkena/hilangtermasuk besaran dampak 1.
hilangnya pendapatan.
Sebutkan semua nama warga yang asetnya 2.
yang terkena (jenis, luas, jumlah aset yang
terkena) besaran kerugian 3.
usaha/pendapatan yang hilang.
4.
Catatan: Aspirasi atau usulan warga bisa dimodifikasi untuk meminimalkan dampak yang akan
terjadi misal dengan perubahan/pergeseran alignment atau batas wilayah subproyek.
Tempat, tgl/bl/th
c) Justifikasi Teknis dan Biaya, adalah kajian kelayakan teknis dan biaya terhadap suatu
kegiatan peningkatan sebagian SPAM, termasuk kajian lingkungan dan sosial secara
sederhana.
2. Tujuan
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup menggambarkan batasan cakupan pekerjaan studi kelayakan, batasan lokasi
studi, rona awal lingkungan dan sosial-ekonomi di area studi.
Panduan untuk penyusunan KAK Studi Kelayakan merujuk pada Kebijakan Operasional
Lingkungan dan Sosial Bank Dunia yang relevan.Tabel di bawah ini menjelaskan rujukan
Kebijakan Operasional Lingkungan dan Sosial Bank Dunia yang mungkin menjadi pemicu.
Kebijakan
No. Lingkup Kajian
Operasional
1. 4.01 Kajian Identifikasi risiko lingkungan dan sosial
Lingkungan Analisis kapasitas pemangku kepentingan yang relevan berkaitan
dengan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dan sosial
Merencanakan dan melaksanakan konsultasi publik (sesuai keperluan
berdasarkan skala dan tahapan proyek)
Penyediaan data rona awal aspek lingkungan dan sosial (dari sumber
sekunder jika tersedia atau dari sumber utama jika diperlukan)
Kualitas air, hidrogeologi, dan sistem ekologi sumber air baku (daerah
aliran sungai, mata air maupun air tanah)
Kajian mengenai neraca air baku (water balance), potensi konflik akibat
kompetisi pemakaian air
Rekomendasi mengenai dampak dan mitigasi risiko untuk analisis
dampak lanjutan yang lebih rinci
Kesimpulan mengenai kelayakan proyek berdasarkan aspek lingkungan
dan sosial
2. 4.04 Habitat Alami Studi kelayakan harus disertai peta lokasi proyek yang menunjukkan
cakupan lahan dan status hutan
Gambaran mengenai kondisi umum habitat alami (kawasan, kualitas
habitat, kekayaan keanekaragaman hayati, status kawasan dilindungi
atau tidak dilindungi) habitat alami yang kritis
3. 4.36 Kehutanan Gambaran mengenai kondisi dan status hutan, vegetasidominan/utama,
sekunder
Kegiatan pengelolaan hutan secara umum (swasta atau umum)
Akses masyarakat lokal pada sumber daya hutan
4. 4.11 Benda Cagar Gambaran mengenai benda cagar budaya dan nilai historis yang
Budaya menjadi bagian dari identitas masyarakat
Penilaian risiko umum yang disebabkan oleh proyek terhadap situs
cagar budaya, jika ada.
5. 4.12 Permukiman Gambaran mengenai potensi warga terkena dampak proyek karena
Kembali Untuk pembebasan lahan atau potensi pembatasan akses secara tidak
Kepentingan Umum sukarela terhadap taman-taman dan kawasan yang dilindungi secara
legal, yang akan mengakibatkan dampak negatif pada taraf hidup warga
terkena proyek.
Identifikasi warga dan aset yang terkena proyek.
Dampak sosial ekonomi akibatpengadaan tanah/permukiman kembali
misal hilangnya pendapatan
Rencana tindak pengadaan tanah dan permukiman kembali(LARAP).
Rencana tindak kerangka kerja proses(process framework action plan)
6. 4.10 Masyarakat Penjelasan umum mengenai karakter masyarakat adat yang terkena
Adat (MA) dampak (jika ada) di dalam batasan pengaruh proyek (budaya, populasi,
mata pencaharian dan sosial budaya masyarakat adat lainnya)
Konsultasisecara terbuka dan transparan kepada MA mengenai rencana
kegiatan yang akan dilakukan.
Analisis sosial
Penyusunan IPP
Jika ada potensi dampak untuk permukiman kembali, menyusun
dokumen LARPF (Land Acquisition and Resettlement Policy
Framework)
7. 4.37 Keselamatan Menyediakan data rona lingkungan awalyang berkaitan dengan sifat
Bendungan bencana, penggunaan lahan disekitar kawasan bendungan
Persyaratan kesehatan dan keselamatan untuk proyek bendungan
Pandangan atau pendapat dari tim panel yang terdiri dari tenaga ahli
independen untuk keselamatan bendungan.
5. Metodologi Umum
Metodologi umum kajian kelayakan lingkungan dan sosial dalam penyusunan Studi
Kelayakan Lengkap dan Sederhana adalah:
Studi desktopberdasarkan data terbaru yang tersedia dari sumber yang dapat dipercaya
seperti penelitian ilmiah dan studi kepustakaan,
Apabila data sekunder tidak tersedia, upayauntuk mengumpulkan data primer dari lapangan
harus dilakukan. Pengambilan data primerdi lapangan dirancang sedemikian rupa sehingga
memenuhi tujuan kajian kelayakan lingkungan dan sosial.
6. Keluaran
Tinjauan peraturan perundangan dan Kebijakan Operasional Bank Dunia yang relevan
untuk subproyek dan identifikasi perizinan yang diperlukan;
Tinjauan kesesuaian lokasi subproyek dalam konteks Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional dan Daerah, dan lokasi Kawasan Lindung, yang mencakup rekomendasi untuk
memperoleh land clearance atau perizinan;
Rencana tindakan untuk mendapatkan perijinan yang diperlukan yang mencakup biaya
yang diperlukan dan pihak yang bertanggung jawab untuk menyusun dokumen
lingkungan hidup (AMDAL atau UKL-UPL) untuk memperoleh ijin lingkungan;
Rencana tindakan untuk pemenuhan Kebijakan Operasional Bank Dunia yang dapat
berupa kajian potensi dampak lingkungan dan sosial tambahan dari yang sudah
dipersyaratkan dalam peraturan perundangan, termasuk upaya mitigasi yang perlu
dilakukan. Kajian ini harus mencakup estimasi biaya yang diperlukan dan pihak yang
bertanggungjawab untuk melakukan upaya mitigasi dampak;
7. Tenaga Ahli
Tenaga ahli yang dibutuhkan untuk melakukan kajian kelayakan lingkungan dan sosial
sebagai bagian daripenyusunan Studi Kelayakan Lengkap dan Studi Kelayakan Sederhana
adalah sebagai berikut:
Tenaga ahli lingkungan yang mencakup ahli kualitas udara, kualitas air, keanekaragaman
hayati (flora dan fauna);
Tenaga ahlipertanahan.
Justifikasi Teknis dan Biaya yang memerlukan kajian lingkungan dan sosial yang sederhana
juga mungkin memerlukan tenaga ahli yang telah disebutkan di atas, tergantung dari potensi
dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan.
Referensi
Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup No. 05/2012 yang menyatakan bahwa AMDAL
diwajibkan untuk subproyek yang didalam dan/atau berbatasan langsung dengan
kawasan lindung, serta subproyek yang mencakup kegiatan pengambilan air baku dari
badan air (sungai, danau, waduk, mata air) dengan debit 250 liter/detik dan
pengambilan air dari air tanah dengan debit 50 liter/detik yang berasal dari 1 atau
beberapa sumur di dalam wilayah < 10 Ha. Skala subproyek yang lebih kecil dari
ketentuan wajib AMDAL tersebut akan memerlukan penyusunan studi UKL-UPL.
Formulir Justifikasi
Lingkungandan Sosial untuk
Justifikasi
Teknis dan Biaya
LAMPIRAN 6
JUSTIFIKASI LINGKUNGAN DAN SOSIAL
Kabupaten/Kota:
Aspek Lingkungan
1. Berada di dalamatau dekat kawasan Jika Ya, lokasi ini dianggap tidak layak
sensitiflingkungan (misalnya: hutan secara teknik dan biaya dan perlu mencari
lindung,bakau, lahan basah) atau lokasi alternatif untuk usulan subproyek
spesiesterancam? tersebut.
2. Berpotensi tanah longsor? Jika Ya, lokasi ini dianggap tidak layak
secara teknik dan biaya dan perlu mencari
lokasi alternatif untuk usulan subproyek
tersebut.
3. Memproduksi ataumeningkatkan Jika Ya, jelaskan uraikan perkiraan volume
produksilimbahpadat atau cair(limbah limbahnya.
konstruksi dan limbah operasi misalnya:
sludge IPA, limbah cair)?
4. Mempengaruhi kuantitasatau Jika Ya, jelaskan besaran dampaknya.
kualitasair(misalnya: sungai, air
tanah/sumur, danau, dll)?
5. Mempengaruhi lansekap yang memiliki Jika Ya, lokasi ini dianggap tidak layak
nilai sejarah, budaya atau arkeologi secara teknik dan biaya dan perlu mencari
lokasi alternatif untuk usulan subproyek
tersebut
Rekomendasi penyusunan UKL-UPL dan SPPL mengacu pada hasil Justifikasi Teknik dan peraturan
perundangan terkait tentang UKL-UPL dan SPPL serta penjelasan jawaban pertanyaan Aspek
Lingkungan nomor 3 dan 4.
Aspek Sosial
Formulir ini diisi dengan penuh tanggung jawab oleh Pemda/PDAM setempat dan disampaikan
kepada CPMU bersama dokumen Justifikasi Teknik dan Biaya untuk mendapatkan persetujuan
surat tidak berkeberatan (No Objection Letter dari Bank Dunia). Selanjutnya, rekomendasi
lingkungan dan sosial harus diintegrasikan dalam desain teknis dan dokumen lelang, termasuk
dokumen lingkungan dan sosial yang diperlukan.
Disiapkan oleh:
. (tempat, tgl)
Daftar KAT MA
2008.xls
IP EMPOWERED
NO PROVINCE DISTRICT KECAMATAN VILLAGE LOCATION INDIGENEOUS HABITAT
CODE STATUS
1 93129 BALI BANGLI KINTAMANI TRUNYAN Dusun Alengkong BALI NOT YET Dataran Tinggi
2 BALI BANGLI KINTAMANI SONGAN B DUSUN PRADI BALI NOT YET
3 40002 BALI BANGLI KINTAMANI SONGAN B DUSUN KENDAL BALI NOT YET Dataran Tinggi
4 10003 BALI BANGLI KINTAMANI SONGAN B DUSUN KAYU SELEM BALI NOT YET
5 BALI BANGLI KINTAMANI SONGAN B DUSUN BATU MEYEH BALI NOT YET
6 80004 BALI KARANG ASEM KUBU BAN DUSUN DARMAJI BALI NOT YET Dataran Tinggi
7 50005 BALI KARANG ASEM KUBU BAN DUSUN MANIKAJI BALI NOT YET Dataran Tinggi
8 93129 BALI BANGLI KINTAMANI TRUNYAN BUNUT BALI ON GOING Dataran Tinggi
9 BALI BANGLI KINTAMANI TRUNYAN MADYA BALI ON GOING
BANGKA GUNUNG Pesisir
10 20011 BANGKA BELINYU BINTET MAPUR NOT YET
BELITUNG PELAWAN pantai/Laut
BANGKA GUNUNG Pesisir
11 90012 BANGKA BELINYU PESAREM MAPUR NOT YET
BELITUNG PELAWAN pantai/Laut
BANGKA BELITUNG JANGKAR Pesisir
12 90027 GANTUNG PULAU SEKUNYIT BUGIS NOT YET
BELITUNG TIMUR ASAM pantai/Laut
Contoh format pencatatan pengaduan masyarakat dan pengisiannya adalah sebagai berikut:
Upaya Tindak
Nama Pelapor Tanggal Isi Pengaduan Lanjut dan Pihak yang Status
Keluhan dan dan dan Tanggal
komunikasi melakukan keluhan
No. Waktu Tindak
Sarana Lingkup dengan tindak (selesai
Laporan Lanjut
Pelaporannya Pengaduan pelapor lanjut atau tidak)
Keluhan
keluhan
1. Paimin melalui 28 Penggalian jalur Membersihkan Kontraktor 1 Maret Selesai dan
SMS nomor Februari pipa membuat sisa tanah dari penggalian 2017 sudah di
08123456789 2017 jam jalan desa becek jalan desa pipa melalui informasika
11.23 AM dan licin. dengan sapu PDAM n kepada
Lingkup: pelapor
keselamatan
jalan desa
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Peraturan berikut menjadi rujukan utama, kriteria dan persyaratan untuk penyusuan dokumen
lingkungan untuk menyiapkandokumen lingkungan hidup (AMDAL/UKL-UPL) pada saat
penyusunan Studi Kelayakan Komponen 2b:
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 05/2012 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang Wajib MemilikiAnalisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL
atau Environmental Impact Assessment EIA);
Dokumen AMDAL terdiri atas dokumen (pasal 4 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 16
Tahun 21012):
a. Kerangka Acuan (KA);
b. Andal; dan
c. RKL-RPL
Kerangka Acuan memuat:
a. Pendahuluan: informasi tentang latar belakang, tujuan rencana usaha dan/atau
kegiatan serta pelaksananaan studi AMDAL.
b. Pelingkupan: Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dikaji yang
mencakup status studi AMDAL, kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan rencana
tata ruang wilayah dan deskripsi rencana usaha dengan fokus kepada komponen-
komponen kegiatan yang berpotensi menyebabkan dampak lingkungan berdasarkan
tahapan kegiatan termasuk alternatifnya.
c. Metode studi: penjelasan mengenai metode pengumpulan dan analisis data yang
akan digunakan, metode prakiraan dampak penting yang digunakan, metode
evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan;
d. Daftar pustaka: Pada bagian daftar pustaka, penyusun menguraikan pustaka atau
literatur yang digunakan untuk keperluan penyusunan dokumen KA. Pengambilan
(pencuplikan) sumber referensi harus mengikuti tata cara penulisan akademis yang
dikenal secara luas; dan
e. Lampiran: bukti formal persetujuan prinsip, sertifikasi kompetensi penyusun AMDAL,
tanda registrasi lembaga penyedia jasa penyusunan (LPJP), keputusan
pembentukan tim pelaksana studi AMDAL, biodata singkat personil penyusun
AMDAL, urat pernyataan bahwa personil tersebut benar-benar melakukan
penyusunan dan ditandatangani di atas materai, informasi lain mengenai rencana
kegiatan, bukti formal bahwa rencana kegiatan telah sesuai dengan rencana tata
ruang wilayah, data dan informasi mengenai rona lingkungan hidup; bukti
pengumuman AMDAL, butir-butir penting hasil pelibatan masyarakat (hasil konsultasi
publik, diskusi dengan pihak terlibat, pengolahan data hasil konsultasi publik), dan
data lain yang dianggap perlu.
Tahap Konstruksi
Tahap Operasi
Tahap Konstruksi
Tahap Operasi
Dampak Lingkungan yang Dipantau Bentuk Pemantauan Lingkungan Hidup Institusi Pemantauan Lingkungan Hidup
Jenis Dampak
yang Timbul Metode
No. Indikator / Sumber Waktu &
(bisa di ambien Pengumpulan & Lokasi Pantau Pelaksana Pengawas Penerima Laporan
Parameter Dampak Frekuensi
dan bisa di Analisis Data
sumbernya)
Formulir UKL-UPL berdasarkan Pasal 8 dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 16
Tahun 2012, memuat:
a. identitas pemrakarsa;
b. rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. dampak lingkungan yang akan terjadi, dan program pengelolaan serta pemantauan
lingkungan;
d. jumlah dan jenis izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
dibutuhkan;
e. pernyataan komitmen pemrakarsa untuk melaksanakan ketentuan yang tercantum
dalam formulir UKL-UPL;
f. Daftar Pustaka; dan
g. Lampiran
a) Identitas Pemrakarsa
1. Nama Pemrakarsa
2. Alamat kantor, kode pos, No. Telp
dan Fax. Dan email
4. Garis besar komponen encana Jelaskan: kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan rencana
usaha dan/atau kegiatan tata ruang dan peta indikatfi penundaan izin baru (PIPIB),
persetujuan prinsip dan bukti formal, uraian komponen rencana
kegiatan yang dapat menimbulkan dampak lingkungan dan
sosial
Bagian ini pada dasarnya berisi tabel/matriks yang merangkum dampak lingkungan yang
ditimbulkan oleh rencana kegiatan dan bentuk upaya pengelolaan lingkungan hidup, serta
informasi institusi pengelola dan pemantauan lingkungan hidup.
Dampak Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (LH) Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (LH) Institusi
Pengelolaan
Bentuk upaya Lokasi Periode Bentuk upaya Lokasi Periode dan
Sumber Jenis Besaran Keterangan
pengelolaan pengelolaan pengelolaan pemantauan pemantauan pemantauan Pemantauan
dampak dampak dampak Lingkungan
LH LH LH LH LH LH
Hidup
Tuliskan Tuliskan Tuliskan Tuliskan Tuliskan Tuliskan Tuliskan Tuliskan Tuliskan Tuliskan Tuliskan
kegiatan dampak ukuran yang bentuk/jenis informasi informasi informasi informasi informasi institusi yang informasi lain
yang yang dapat pengelolaan mengenai mengenai mengenai mengenai mengenai terkait yang perlu
menghasil- mungkin menyatakan lingkungan lokasi waktu/periode cara, lokasi waktu/periode dengan disampaikan
kan terjadi besaran hidup dimana dilakukannya metode, dimana dilakukannya pengelolaan untuk
dampak yang pengelolaan dan/atau pemantauan lingkungan
dampak bentuk upaya bentuk upaya menjelaskan
terhadap direncanakan lingkungan teknik untuk lingkungan hidup dan
pengelolaan pemantauan hal-hal yang
lingkungan untuk dimaksud melakukan dimaksud pemantauan
dilakukan lingkungan lingkungan dianggap perlu
mengelola hidup pemantauan dilakukan lingkungan
atas hidup yang
setiap dampak yang hidup
kualitas direncanakan
lingkungan direncanakan
yang lingkungan
ditimbulkan hidup yang
menjadi
indikator
kerberhasilan
pengelolaan
lingkungan
hidup
Tanggal:
Penerima:
1. Tujuan dan prinsip keseluruhan pengadaan tanah dan permukiman kembali dalam NUWSP ini
adalah untuk memastikan bahwa:
Pengadaan tanah dan permukiman kembali harus dihindari jika memungkinkan, atau
diminimalkan, dengan menyelidiki semua alternatif desain proyek;
Jika tidak memungkinkan untuk menghindari pembebasan tanah dan permukiman kembali,
kegiatan pengadaan tanah dan permukiman kembali harus dipahami dan dilaksanakan
sebagai program pembangunan berkelanjutan dengan menyediakan sumber daya yang
cukup untuk memungkinkan warga terkena proyek (WTP) mendapatkan manfaat dengan
proyek. Konsultasi yang bermakna harus dilakukan dengan WTP, dan WTP harus memiliki
kesempatan untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengadaan tanah
dan permukiman kembali; dan
WTP harus dibantu dalam upaya untuk meningkatkan atau setidaknya memulihkan
pendapatan dan standar hidup mereka, secara riil, setingkat dengan kondisi sebelum
dilakukannya pengadaan tanah atau ke tingkat sebelum dimulainya proyek, berdasarkan
tingkat mana yang lebih tinggi/baik.
2. Kerangka ini berlaku untuk situasi sebagai berikut: (i) dampak yang disebabkan oleh proyek yang
memerlukan pengadaan tanah secara tidak sukarela, relokasi/permukiman kembali, hilangnya aset
atau kehilangan akses terhadap aset, atau kehilangan sumber pendapatan atau mata pencaharian
tanpa memperhatikan berpindahnya WTP ke lokasi lain; (ii) kegiatan yang menyebabkan
pembebasan lahan dan pemukiman kembali secara tidak sukarela dalam kegiatan terkait, terlepas
dari sumber pembiayaan, yang secara langsung dan secara signifikan terkait dengan proyek yang
diperlukan untuk mencapai tujuan proyek.
Implementasi untuk
meninjau studi kelayakan
Dokumen PembebasanLahan
dan rencana tata ruang
Membentuk tim
identifikasi awal WTP dan
konsultasi publik
Identifikasi awal WTPs
Keluhan Di
Terima
Pendapat tidak Setuju di
uji di Pengadilan Tata
Diterima
Usaha
Ditolak Perubahan Lokasi
Diterima
Hasil PTUN di
bawa ke PTTUN
Ditolak
Negosiasi
Diterima
Pembangunan/konstruksi
Pembayaran kompensasi sesuai tuntutan
WTP
Pemantauan dan
Evaluasi
2
Undang-undang No. 2/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum
4. Jika kegiatan hilir/investasi pada akhirnya menimbulkan pembebasan lahan/ pemukiman kembali
tidak sukarela, maka perlu ada rencana tindakan pemukiman kembali. Perencanaan tindakan
permukiman kembali (RAP) harus mengikuti ukuran-ukuran berikut untuk memastikan bahwa WTP
terdiri:
Mendapatkan informasi secara jelas mengenai pilihan dan hak-hak mereka yang berkaitan
dengan penyediaan tanah dan pemukiman kembali;
Diberikan bantuan secara tepat waktu dan efektif, dimana disediakan biaya bantuan secara
penuh atas kegiatan pemukiman kembali secara tidak sukarela. Bantuan dapat berupa
biaya/ongkos pindah dan/atau disediakan tempat tinggal/hunian, atau lokasi hunian, atau
lainnya, sebagaimana diharuskan dan disepakati dengan WTP.
5. Jika dampak termasuk relokasi fisik, maka LARAP harus termasuk memastikan bahwa WTP:
f) Diberikan rumah tinggal, atau tapak rumah, atau lainnya sesuai dengan WTP, atau minimal
sesuai dengan tempat tinggal sebelumnya.
6. Jika diperlukan untuk mencapai target pembebasan lahan dan permukiman kembali maka
LARAP harus tercakup ukuran untuk memastikan bahwa WTP:
g) Mendapatkan tawaran dukungan setelah perpindahan untuk masa transisi, berdasarkan pada
perkiraan waktu yang wajar sehingga mungkin diperlukan untuk memulihkan mata
pencaharian dan standar hidup mereka; dan
9. Metode untuk menilai Aset yang terkena dampak. Seperti yang dipersyaratkan oleh UU No.
2/2012 dan peraturan pelaksanaannya, nilai aset yang terkena dampak akan dinilai oleh penilai
berlisensi. Nilai-nilai yang ditetapkan oleh penilai berlisensi akan digunakan sebagai dasar untuk
negosiasi dengan WTP. Jenis dan tingkat kompensasi akan ditentukan berdasarkan hasil negosiasi
antara WTP dan pemrakarsa proyek.. Penilaian nilai akan dilakukan pada per bidang tanah yang
terkena dampak yang meliputi lahan, ruang di atas dan di bawah tanah, bangunan atau struktur,
tanaman, hal-hal yang berhubungan dengan lahan yang terkena dampak dan / atau kerugian lainnya
yang dapat dinilai (rugi misalnya non-fisik yang dapat setara dengan nilai moneter, kehilangan
pekerjaan atau sumber penghasilan pendapatan, biaya untuk bergerak, biaya untuk perubahan
profesi, dan nilai sisa properti). Properti yang tersisa sudah tidak layak lagi secara fisik atau
ekonomis, dapat juga diberi kompensasi jika pemilik lebih memilih untuk melakukannya.
10. Penilaian/penaksiran tanah dilakukan oleh penilai berlisensi dan akan dilakukan berdasarkan
Standar MAPPI3 sebagaimana ditentukan dalam Pedoman MAPPI. Kompensasi terdiri dari harga
ditambah biaya transaksi pasar dan biaya lainnya ditambah premi, lebih detail sebagai berikut:
i) Aset yang sebenarnya (aset fisik): tanah, bangunan dan fasilitasnya, pabrik, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan tanah yang diperoleh untuk dikembalikan kepada pemilik properti
setidaknya kualitas yang sama seperti yang dimiliki sebelum terjadinya pembebasan lahan;
j) Biaya dan kerugian (kerugian non-fisik): biaya transaksi, biaya pindah, hilangnya berlangsung
bisnis (bisnis gangguan), kerugian lain dari sifat khusus, subjektif dan sulit untuk menghitung;
k) Premium.
11. Bentuk Kompensasi. Kompensasi dapat ditawarkan dalam beberapa bentuk: a) tunai, b)
penggantian lahan, c) perpindahan ke lokasi yang lain, d) berbagi kepemilikian lahan; atau e) bentuk
lain dari kompensasi yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu WTP dan yang mendukung proyek
tersebut.
12. Konsultasi dan Terbukaan Informasi. Konsultasi dilakukan dalam rangka pengadaan tanah
mulai dari perencanaan, persiapan, dan tahap implementasi. Secara singkat, UU No 2/2012 dan
3
Masyarakat Profesi Penilai Indonesia
m) BPN akan berkonsultasi dengan pemilik aset selama inventarisasi dan identifikasi aset
terkena dampak. Hasil inventarisasi tersebut akan diungkapkan di desa / kelurahan dan
kantor kecamatan selama 14 hari untuk menerima pengaduan.
n) Hasil penilaian aset dilakukan oleh penilai berlisensi akan diberikan kepada WTP dan
digunakan sebagai dasar untuk negosiasi.
o) LARAP akhir akan diumumkandi kantor kelurahan/desa di mana proyek yang membutuhkan
pembebasan lahan berada, di situs lembaga lokal dan / atau di situs kota, dan di website
pendukung proyek.
14. Matrix Hak untuk masyarakat yang terkena dampak Proyek ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah
ini.
Orang yang memiliki dan Kompensasi atas kehilangan Kompensasi dan bantuan pemukiman
menempati hunian dan tanah dan aset lainnya kembali yang akan diberikan akan
bangunan lain yang dibangun di berdasarkan penilaian nilai memungkinkan WTP untuk
atas tanah negara atau tanah dilakukan oleh penilai berlisensi mendapatkan kembali hunian yang
pemerintah tanpa bukti layak di lokasi yang dapat secara
kepemilikan yang sah atau legal diduduki dan pembebasan lahan
tanpa klaim atas tanah yang tidak mengakibatkan warga menjadi
mereka diduduki miski
Penyewa tempat tinggal dan Proyek ini memungkinkan waktu Penyewa akan menemukan tempat
bangunan lain yang dibangun yang cukup (minimal 2 bulan dari untuk menyewa atau hidup sesuai
pada negara atau tanah tanggal cut-off / pada saat survei dengan kebutuhan mereka
pemerintah tanpa hak hukum sensus) untuk penyewa untuk
4
Untuk lebih rinci silahkan mengacu ke UU dan peraturan pelaksananya seperti disebutkan dalam paragraf 87.
Perambah, yaitu, orang yang Tidak berhak atas kompensasi Mengurangi insentif untuk
memperluas atau apapun mengganggu negara atau pemerintah
memperpanjang kepemilikan tanah di masa depan
pribadi mereka dengan
melanggar negara yang
berdekatan atau tanah
pemerintah
tuan tanah liar, yaitu orang- Tidak berhak atas kompensasi Mengurangi insentif untuk
orang yang berasal sewa ilegal apapun melaksanakan skema sewa yang
dari struktur yang dibangun di sama di daerah lain atau di masa
atas negara atau pemerintah depan
tanah tetapi tidak menempati
struktur tersebut.
15. Pengaturan kelembagaan. pengaturan kelembagaan untuk proses pembebasan lahan akan
mengikuti UU No. 2/2012 dan peraturan pelaksana (termasuk revisi). Badan Pertanahan Nasional
(BPN atau) adalah lembaga utama untuk menangani proses pembebasan lahan. LARAP akan
disusun berdasarkan informasi yang diberikan dalam dokumen Rencana Pembebasan Tanah dan
Laporan Inventarisasi dan Identifikasi oleh BPN. LARAP laporan akhir akan ditandatangani oleh
pendukung proyek yang membutuhkan lahan. Proses pembebasan lahan harus diselesaikan sebelum
dimulainya pembangunan.
16. Dana yang dianggarkan harus mencakup biaya dukungan, biaya operasional dan dukungan
selama perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengiriman output, administrasi dan manajemen, dan
sosialisasi kegiatan pemukiman kembali. Pada prinsipnya, dana yang akan diberikan dari Anggaran
Pemerintah Pusat (APBN) dan/atau Anggaran Pemerintah Daerah (APBD) atau kombinasi dari
sumber-sumber pendanaan tersebut. Persyaratan untuk anggaran operasional dan dukungan dari
anggaran APBN ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sedangkan anggaran APBD ditetapkan oleh
Menteri Dalam Negeri.
17. Monitoring dan Pelaporan. Pelaksanaan pemukiman kembali akan dipantau berdasarkan
indikator sebagaimana ditentukan dalam penasehat kebijakan dan / atau rencana kerja untuk
pengelolaan lahan milik negara dan aset, yang meliputi antara lain: (a) proses konsultasi; (B) WTP
memenuhi syarat; (C) setuju tingkat kompensasi dan bentuk; (D) pembayaran kompensasi dan
pemberian bantuan; (E) tindak lanjut dari proses hukum dari tanah yang diperoleh dan tanah yang
tersisa; (F) efektivitas penanganan pengaduan mekanisme; (G) jumlah dan jenis keluhan dan
tindakan yang diambil untuk memperbaiki mereka; (H) pengungkapan dari penasehat kebijakan dan
pengelolaan lahan dan aset yang terkait dengan proses pemukiman kembali.
18. Skala Pembebasan Lahan dan Instrumen untuk Pembebasan Lahan dan Pemukiman disajikan
pada Tabel di bawah ini.
> 200 orang (atau > 40 KK) or mempengaruhi penurunan LARAP yang memerlukan kajian lengkap
>10% dari produksi aset yang dimiliki
1. Deskripsi proyek. Gambaran umum tentang proyek dan identifikasi wilayah proyek.
2. Potensi dampak. Identifikasi suatu (a) komponen atau kegiatan subproyek yang akan
membutuhkan pembebasan lahan atau menimbulkan pemukiman kembali proyek; (b) zona
dampak dari komponen atau kegiatan tersebut; (c) alternatif yang dianggap untuk menghindari
atau meminimalkan pemukiman kembali; dan (d) mekanisme yang ditetapkan untuk
meminimalkan pemukiman kembali, sejauh mungkin.
4. Sensus WTP dan inventarisasi aset- aset yang terdampak. Hasil sensus dan inventarisasi
aset, termasuk informasi berikut:
Daftar WTP, yang membedakan antara WTP dengan hak atas tanah
dan penghuninya tanpa hak tersebut;
Jumlah WTP yang harus pindah, dengan membedakan antara (1) orang-orang yang akan
mampu membangun kembali rumah mereka dalam lahan sisa yang terdampak oleh sub-
proyek dan (2) orang-orang yang terpaksa harus pindah ke lokasi lain; dan
Jumlah WTP yang akan kehilangan lebih dari 20% dari aset-aset produktif mereka.
5. Penelitian Sosial Ekonomi. Temuan dari studi sosial ekonomi yang meliputi WTP (KK) yang
kehilangan lebih dari 20% aset- aset produktif mereka dan/atau terpaksa harus pindah ke lokasi
lain. Studi sosial ekonomi harus mencakup unsur-unsur berikut:
Pola-pola interaksi sosial di dalam masyarakat yang terkena dampak, termasuk jaringan
sosial dan sistem pendukung sosial, dan bagaimana mereka akan terpengaruh oleh
subproyek;
Sistem kepemilikan dan pemindahan lahan, termasuk inventarisasi sumber daya alam
milik bersama, yang merupakan tempat asal penghidupan dan nafkah orang-orang, sistem
sistem hak pakai hasil berbasis non-hak milik (termasuk nelayan, penggembalaan, atau
penggunaan kawasan hutan) yang diatur oleh mekanisme alokasi lahan yang diakui lokal,
dan setiap persoalan yang diangkat oleh sistem kepemilikan yang berbeda;
Karakteristik sosial dan budaya masyarakat yang terusir, termasuk deskripsi lembaga
formal dan informal (misalnya, organisasi masyarakat, kelompok- kelompok ritual, lembaga
swadaya masyarakat (LSM)) yang mungkin relevan dengan strategi konsultasi serta untuk
merancang dan melaksanakan kegiatan pemukiman kembali;
Informasi dasar tentang mata pencaharian (termasuk, yang relevan, tingkat produksi dan
penghasilan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi formal dan informal) dan standar hidup
(termasuk status kesehatan) penduduk yang terusir; dan
6. Analisis hukum. Hasil-hasil investigasi dari upaya hukum yang diperlukan untuk memastikan
pelaksanaan yang efektif dari kegiatan akuisisi lahan dan pemukiman kembali dalam sub-proyek,
termasuk, yang sesuai, proses untuk mengenali klaim terhadap hak-hak hukum atas lahan -
termasuk klaim yang berasal dari hukum adat dan penggunaan tradisional.
Setiap langkah yang diusulkan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan lembaga dan
LSM yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan pemukiman kembali.
8. Kelayakan. Identifikasi WTP yang akan memenuhi syarat untuk kompensasi, bantuan
pemukiman kembali serta dukungan rehabilitasi dan penjelasan tentang kriteria yang digunakan
untuk menentukan kelayakan, termasuk tanggal batas yang relevan.
9. Penilaian aset dan perhitungan kompensasi kerugian. Penjelasan tentang prosedur yang
akan diikuti untuk menentukan bentuk dan jumlah kompensasi yang akan ditawarkan kepada
WTP.
10. Kompensasi, bantuan pemukiman kembali dan dukungan rehabilitasi. Deskripsi tentang (1)
paket kompensasi yang akan ditawarkan kepada WTP yang kehilangan tanah dan/atau aset- aset
lainnya, (2) bantuan pemukiman kembali yang akan ditawarkan kepada orang-orang yang terusir
secara fisik, dan (3) dukungan rehabilitasi pada orang-orang yang kehilangan sumber
pendapatan atau mata pencaharian sebagai akibat dari pembebasan lahan untuk subproyek
11. Pemilihan tempat, penyiapan tempat, dan relokasi. tempat relokasi alternatif yang
dipertimbangkan dan penjelasan tempat yang dipilih, meliputi:
12. Perumahan, infrastruktur, dan layanan sosial. Rencana untuk menyediakan (atau untuk
membiayai provisi) perumahan pemukim, infrastruktur (misalnya, suplai air, jalan pengumpan),
dan layanan sosial (misalnya, sekolah, layanan kesehatan); merencanakan untuk memastikan
layanan yang sebanding dengan penduduk yang ada; setiap pembangunan tempat yang
diperlukan, enjiniring, dan desain arsitektur untuk fasilitas- fasilitas ini.
13. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Uraian tentang batas-batas wilayah relokasi; dan
penilaian terhadap dampak lingkungan dari pemukiman kembali yang diusulkan dan upaya untuk
mengurangi dan mengelola dampak-dampak tersebut (yang dikoordinasikan dengan semestinya
dengan kajian lingkungan terhadap investasi utama yang membutuhkan pemukiman kembali).
Penjelasan tentang strategi untuk konsultasi dengan dan partisipasi pemukim dan
masyarakat setempat dalam desain dan pelaksanaan kegiatan pemukiman kembali;
Sebuah tinjauan tentang alternatif pemukiman kembali yang disajikan dan pilihan yang
dibuat oleh orang-orang yang terusir mengenai pilihan- pilihan yang tersedia bagi mereka,
termasuk pilihan- pilihan yang berkaitan dengan bentuk-bentuk kompensasi dan bantuan
pemukiman kembali, untuk merelokasi keluarga individu atau sebagai bagian dari masyarakat
yang telah ada atau kelompok-kelompok kekerabatan, untuk mempertahankan pola
organisasi kelompok yang telah ada, dan untuk mempertahankan akses ke properti budaya
(misalnya tempat ibadah, pusat ziarah, permakaman);
Pengaturan terlembaga yang digunakan oleh orang- orang yang terusir untuk dapat
mengomunikasikan keprihatinan mereka pada otoritas proyek selama perencanaan dan
pelaksanaan, dan upaya untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok yang rentan diwakili
dengan semestinya; dan
15. Prosedur pengaduan. Prosedur yang terjangkau dan dapat diakses untuk penyelesaian
sengketa pihak ketiga yang timbul dari kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam LARAP; prosedur
pengaduan tersebut harus memperhitungkan ketersediaan jalan peradilan serta mekanisme
penyelesaian sengketa masyarakat dan tradisional.
16. Tanggung jawab Organisasi. Kerangka organisasi untuk pembebasan lahan dan pemukiman
kembali, termasuk identifikasi lembaga- lembaga yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan
LARAP, pelaksanaan upaya pemukiman kembali dan penyediaan layanan; pengaturan untuk
memastikan koordinasi yang tepat antara lembaga dan yurisdiksi dilibatkan dalam pelaksanaan;
dan upaya (termasuk bantuan teknis) yang dibutuhkan untuk memperkuat kapasitas lembaga-
lembaga pelaksana untuk merancang dan melaksanakan kegiatan pemukiman kembali;
ketentuan untuk transfer kepada otoritas lokal atau pemukim sendiri tanggung jawab untuk
mengelola fasilitas dan layanan yang disediakan dalam proyek tersebut dan untuk mentransfer
tanggung jawab lain sejenisnya dari lembaga pelaksana pemukiman kembali, jika tepat;
17. Jadwal Pelaksanaan. Jadwal pelaksanaan yang mencakup semua kegiatan pemukiman
kembali, mulai dari persiapan sampai pelaksanaan, termasuk tanggal target untuk pencapaian
manfaat yang diharapkan bagi para pemukim kembali dan masyarakat setempat serta pemutusan
berbagai bentuk bantuan. Jadwal tersebut harus menunjukkan bagaimana kegiatan pemukiman
kembali dihubungkan dengan pelaksanaan proyek secara keseluruhan.
18. Biaya dan anggaran. Tabel yang menunjukkan perkiraan biaya per item untuk semua
kegiatan pemukiman kembali, termasuk tunjangan inflasi, pertumbuhan penduduk, dan
kontinjensi lainnya; jadwal untuk pengeluaran; sumber dana; dan pengaturan untuk kelancaran
aliran dana, dan dana untuk pemukiman kembali, jika ada, di daerah-daerah di luar yurisdiksi
lembaga- lembaga pelaksana.
19. Pemantauan dan evaluasi. Pengaturan untuk pemantauan pembebasan lahan dan kegiatan
pemukiman kembali oleh badan pelaksana, yang dilengkapi oleh pemantau-pemantau
independen yang dianggap tepat oleh Bank, untuk memastikan informasi yang lengkap dan
obyektif; indikator pemantauan kinerja untuk mengukur input, output, dan hasil kegiatan
pemukiman kembali; keterlibatan orang-orang yang terusir dalam proses pemantauan;
penyampaian laporan pemantauan kepada Bank; evaluasi dampak pemukiman kembali untuk
jangka waktu yang wajar setelah semua pemukiman kembali dan kegiatan pembangunan terkait
telah rampung; dengan menggunakan hasil pemantauan pemukiman kembali untuk memandu
pelaksanaan berikutnya.
Catatan: informasi tentang jadwal pelaksanaan LARP dan sumber pendanaan dapat diringkas dalam
sebuah tabel
Dokumen LARAP Sederhana harus disiapkan untuk subproyek yang berdampak terhadap kurang
dari 200 keluarga atau dalam kasus-kasus yang dampaknya pada penduduk yang direlokasi
tergolong kecil. Dampak dianggap kecil jika orang-orang yang terdampak secara fisik tidak direlokasi
dan aset produktif mereka yang hilang kurang dari 20%. LARAP Sederhanaminimal mencakup unsur-
unsur berikut:
1. Deskripsi proyek. Gambaran umum dari proyek dan identifikasi wilayah proyek.
2. Potensi dampak. Identifikasi (i) komponen proyek atau kegiatan yang akan membutuhkan
pembebasan lahan; dan (ii) zona dampak dari komponen atau kegiatan tersebut.
3. Sensus WTP dan inventarisasi asset-aset yang terdampak. Hasil sensus dan inventarisasi
aset, termasuk (i) daftar WTP, yang membedakan antara WTP dengan hak atas lahan dan
4. Analisis hukum. Deskripsi tentang upaya hukum untuk menjamin pelaksanaan pembebasan
lahan yang efektif dalam sub-proyek, termasuk, jika sesuai, proses untuk mengenali klaim
untuk hak-hak hukum atas tanah - termasuk klaim yang berasal dari hukum adat dan
penggunaan tradisional.
5. Kelayakan. Identifikasi WTP yang memenuhi syarat untuk kompensasi dan penjelasan
tentang kriteria yang digunakan untuk menentukan kelayakan
6. Valuasi aset dan perhitungan kompensasi kerugian. Penjasan tentang prosedur yang akan
diikuti untuk menentukan bentuk dan jumlah kompensasi yang akan ditawarkan kepada WTP.
7. Konsultasi dengan orang-orang yang kehilangan lahan dan asset-aset lainnya. Deskripsi
tentang kegiatan yang dilakukan untuk (1) menginformasikan WTP tentang dampak proyek
serta prosedur dan pilihan kompensasi dan (2) memberikan WTP kesempatan untuk
mengekspresikan keprihatinan mereka.
8. Tanggung jawab organisasi. Sebuah deskripsi singkat tentang kerangka organisasi untuk
melaksanakan pembebasan lahan.
10. Biaya dan anggaran. Perkiraan biaya pembebasan lahan untuk proyek tersebut.
11. Prosedur pengaduan. Prosedur yang terjangkau dan dapat diakses untuk penyelesaian
sengketa pihak ketiga yang timbul dari pembebasan lahan; mekanisme pengaduan tersebut
harus memperhitungkan ketersediaan jalan peradilan dan masyarakat serta mekanisme
penyelesaian sengketa tradisional.
12. Pemantauan. Pengaturan untuk pemantauan kegiatan akuisisi lahan dan pemberian
kompensasi kepada WTP.
Catatan: informasi tentang jadwal pelaksanaan RP dan sumber- sumber pendanaan dapat dirangkum
dalam sebuah tabel (lihat format yang disarankan di bawah ini).
4. Pembayaran kompensasi
Kriteria
1. Tidak ada definisi yang diterima secara universal untuk MA atau masyarakat adat.
Berdasarkan beberapa negara, pengertian MA merujuk kepada berbagai macam istilah seperti
"masyarakat adat etnis minoritas", "penduduk asli", "suku bukit", "bangsa minoritas", "suku-suku ",
atau "kelompok suku". Dalam Prinsip ini, istilah "Masyarakat Adat" digunakan dalam arti yang umum
untuk merujuk kepada suatu kelompok sosial dan budaya yang berbeda yang memiliki karakteristik
sebagai berikut dalam berbagai derajat:
p) Sebuah. identifikasi diri sebagai anggota kelompok budaya asli yang berbeda dan
menapatkan pengakuan identitas ini oleh orang lain;
q) keterikatan secara bersama terhadap habitat alami yang secara geografis berbeda atau
wilayah leluhur yang berada di dalam wilayah proyek dan sumber daya alam yang berada di
dalam habitat dan wilayah tersebut;
r) lembaga kebudayaan, ekonomi, sosial, atau politik yang terpisah dari orang-orang dari
masyarakat dan budaya yang dominan;
s) bahasa asli, yang secara umum berbeda dari bahasa resmi negara atau wilayah
2. Istilah "Masyarakat Adat" sering dikaitkan dengan "Masyarakat Hukum Adat" (atau MHA -
Komunitas Hukum Adat) yang merupakan istilah umum yang digunakan dalam Hukum dan Peraturan
Indonesia untuk menggambarkan kelompok orang dengan karakteristik yang sama seperti orang-
orang dari MA. Untuk memastikan apakah kelompok tertentu dianggap sebagai Masyarakat Adat
untuk tujuan prinsip ini mungkin akan memerlukan penilaian teknis.
3. Ketentuan terkait dengan Masyarakat Adat (MA) atau "Masyarakat Hukum Adat" (MHA) tersedia
dalam berbagai macam undang-undang dan peraturan Pemerintah Indonesia, yang semuanya, pada
tingkatan tertentu memberikan pengakuan dan penghormatan atas keberadaan masyarakat adat dan
hak untuk berpartisipasi, diberdayakan dan untuk memiliki akses ke pembangunan dan mengelola
sumber daya alam. Namun, pelaksanaan niat tersebut masih harus diperkuat lagi, termasuk instansi
atau lembaga yang terlibat (seperti yang ditentukan dalam undang-undang dan peraturan) dan
pembentukan peraturan dan pedoman pelaksanaanya, serta koordinasi antara kementerian sektoral
dan pemerintah daerah di mana MA berada.
Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) Pasal 18 ayat 2 dan Pasal 281 Ayat 3;
Peraturan MoEF No. hal.62 / 2013 (penyesuaian Peraturan Nomor p.44 / 2012 tentang
Kawasan Hutan Pembentukan;
Keputusan Bersama Depdagri, MoEF, MPWH dan Badan Pertanahan Nasional Nomor
79/2014 tentang Tata Cara Tanah Konflik di Kawasan Hutan; dan
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional Nomor 9/2015
tentang Tata Cara Pembentukan hak komunal Masyarakat dan Komunitas Adat yang tinggal
di daerah khusus.
5. Program ini akan memanfaatkan studi Bank Dunia untuk penapisan masyasrakat adat (2008)
sebagai upaya awal dalam mengidentifikasi keberadaanMA. DPIU akan menyampaikan identifikasi
awal keberadaanMA, yang akan diverifikasi lebih lanjut, direvisi sesuai keperluan, dan dikonfirmasi
kembali.
Prinsip
6. Menghindari dan meminimalkan potensi dampak negatif dari kegiatan proyekterhadap MA, dan
jika potensi dampak tidak dapat dihindari, mengembangkan dan menerapkan langkah-langkah
mitigasi berdasarkan pada prinsip konsultasi bebas, konsultasi yang dilakukan sebelum pelaksanaan
program, dan konsultasi yang mengandung informasi untuk mendapatkan dukungan luas dari IP
sebelum kegiatan program dilakukan di lokasi;
8. Pemrakarsa kegiatan hilir / investasi akan mengidentifikasi melalui proses penilaian sosial dan
lingkungan semua komunitas MA yang mungkin terpengaruh oleh proyek dalam wilayah sub-proyek
yang terkait, serta sifat dan tingkatan sosial, budaya (termasuk warisan budaya), dan dampak
lingkungan terhadap mereka, untuk menghindari dampak yang merugikan MA..
9. Ketika penghindaran yang tidak layak untuk dilakukan, proyek akan meminimalkan, mengurangi
atau mengkompensasi dampak ini dengan cara yang sesuai dengan sosial budaya MA. Tindakan
yang diusulkan pemrakarsa akan dikembangkan dengan partisipasi informasi dari MA yang terkena
dampak dan tertuangdidalam rencana tindak dengan periode waktu tertentu, disebutRencana
Masyarakat Adat (IPP = Indigneous People Plan), atau rencana pengembangan masyarakat yang
lebih luas.
10. Pendukung kegiatan hilir/investasi akan membangun hubungan yang berkelanjutan dengan
masyarakat yang terkena dampak dari kelompok MA, sejak awal, mulai dari perencanaan proyek dan
Melibatkan badan perwakilan MA (misalnya, penasihat, dewan tetua atau dewan desa, atau
diantaranya);
Termasuk juga perempuan dan laki-laki dan dari berbagai kelompok umur dengan cara yang
sesuai dengan budayanya;
Memberikan waktu yang cukup bagi MA untuk melakukan proses pengambilan keputusan
kolektif;
Memfasilitasi MA yang dinyatakan lewat ekspresi dan sudut pandang mereka, kekhawatiran,
dan proposal dalam bahasa pilihan mereka, tanpa adanya campur tangan dari pihak luar,
gangguan, atau paksaan, serta tanpa intimidasi; dan
11. Pemrakarsa untuk kegiatan hilir/investasi melakukan kegiatan penapisan untuk menentukan
apakah ada MA atau Masyarakat Hukum Adat (MHA), atau kedua duanya karena kemungkinan
memiliki keterikatan bersama karena berada dalam satu proyek. Penapisan awal dilakukan dengan
menggunakan alat EGiMap (Bank Dunia IP Screening Study 2008, daftar Keberadaan MA ada di
Website DJCK/Kementrian PUPR), dan dengan mencari alternative penilaian teknis dari para ahli
sosial yang berkualitas tentang kelompok sosial dan budaya di daerah proyek. Pemrakarsa kegiatan
proyek di hilir/investasi juga berkonsultasi dengan masyarakat adat yang bersangkutan dan
pemerintah daerah. Konfirmasi lebih lanjut dan verifikasi kehadiran MA atau MHA akan dilakukan
pada saat kegiatan hilir/investasi ditetapkan, dengan cara mengunjungi lokasi, mengumpulkan
informasi dari desa, kecamatan, dan pemerintah daerah, LSM dan universitas yang telah bekerja
dengan atau memiliki kepentingan dalam melindungi masyarakat adat.
Penilaian Sosial
12. Kehadiran masyarakat adat di lokasi kegiatan hilir/investasi membutuhkan pemrakarsa untuk
melakukan penilaian sosial dalam mengevaluasi potensi dampak positif dan negatif investasi pada
MA, dan memeriksa alternatif proyek di mana terjadinya efek samping mungkin signifikan. Sebuah
penilaian sosial diperlukan dan ini dimulai dengan kajian dari kerangka hukum dan kelembagaan
yang mendefinisikan konteks keterlibatan MA dalam kegiatan hilir/investasi. Penilaian akan
menghasilkan informasi dasar yang diperlukan pada karakteristik demografi, sosial, budaya, dan
politik MA yang terkena dampak serta tanah dan wilayah yang mereka miliki secara tradisional atau
adat, digunakan atau ditempati serta sumber daya alam dimana mereka bergantung untuk hidup.
Penilaian sosial akan memanfaatkan alat Participatory Rural Appraisal seperti pemetaan partisipatif,
13. Efek samping dan tren positif dari potensi kegiatan hilir/investasi harus diidentifikasi sebelumnya,
konsultasi informasi dengan MA yang terkena dampak. Dalam menilai dampak ini, MA akan terlibat
dalam kegiatan Pemetaan Partisipatif melalui, konsultasi terlebih dahulu, diinformasikan secara
terbuka untuk mengidentifikasi kegiatan/investasi lokasi dan dampak potensial. Hasil kegiatan
tersebut akan disajikan dalam rapat terbuka di mana peserta secara terbuka dapat mengekspresikan
pendapatnya tentang setuju dan tidak setuju (pro/kontra) dari materi yang dikonsultasikan dan
menghasilkan konsensus tentang langkah-langkah mitigasi yang mungkin yang harus diadopsi oleh
pemrakarsa kegiatan hilir/ investasi. analisis sensitivitas gender pada MA, kerentanan dan risiko yang
ditimbulkan oleh kegiatan hilir/ investasi serta perbandingannya dengan kelompok lain (MA dan non-
MA) merupakan fokus utama penilaian. Ini memerlukan keterlibatan istri, perempuan yang belum
menikah dan anak-anak dalam mengidentifikasi potensi risiko dan manfaat yang terkait dengan
proyek. Di beberapa komunitas MA, sektor ini sering terpinggirkan dan peran mereka terbatas pada
pekerjaan rumah tangga. Akibatnya, penilaian pada akhirnya mengidentifikasi dan
merekomendasikan langkah-langkah yang diperlukan untuk menghindari efek samping dan
peningkatan atau maksimalisasi dampak positif. Jika tidak dapat dihindari, kegiatan mitigasi atau
alternatif harus dapat dikembangkan secara bersama-sama dengan kelompok MA, melalui konsultasi
terlebih dahulu, informasi secara partisipatif, serta memastikan bahwa MA menerima manfaat sesuai
dengan budaya di bawah kegiatan / investasi.
14. Jika menghindari dampak tidak dapat dilakukan, pemrakarsa kegiatan hilir/investasi akan
meminimalkan, mengurangi atau mengkompensasi dampak ini dengan cara yang sesuai dengan
budaya dan berdasarkan sosial menyiapkan Rencana Masyarakat Adat (IPP = Indigneous People
Plan). tindakan yang diusulkan pemrakarsa akan dikembangkan dengan bebas, sebelumnya,
konsultasi informasi dengan MA yang terkena dampak dan terkandung dalam rencana MA terikat
waktu, atau rencana pengembangan masyarakat yang lebih luas.
Persyaratan Khusus
15. Karena MA mungkin sangat rentan dengan keadaan yang sudah dijelaskan sebelumnya.
persyaratan penanganan berikut ini juga akan berlaku, sesuai dengan keadaan yang ada, selain
persyaratan umum di atas. jika salah satu dari kejadian ini terjadi, pemrakarsa kegiatan hilir / investasi
akan menangani secara baik dan berkualitas dan melibatkan pihak luar yaitu ahli yang
berpengalaman untuk membantu dalam melakukan penilaian tersebut.
16. MA sering terkait erat dengan tanah tradisional atau tanah adat mereka serta sumber daya alam
yang ada di tanah tersebut. Sementara kepemilikan lahan ini mungkin tidak sesuai secara hukum jika
disesuaikan dengan hukum nasional, namun demikian kegiatan penggunaan lahan tersebut,
termasuk penggunaan musiman atau siklus, oleh masyarakat Masyarakat Adat untuk mata
pencaharian mereka, atau tujuan budaya, upacara, atau spiritual yang menentukan identitas dan
komunitas mereka, bisa sering dibuktikan dan didokumentasikan. Pendukung kegiatan hilir / investasi
akan mengikuti ketika tanah tradisional atau adat berada di bawah MA akan digunakan dalam cara
yang dijelaskan dalam uraian dibawah ini.
Penggunaan lahan MA akan didokumentasikan oleh para ahli bekerja sama dengan
masyarakat yang terkena dampak dari MA tanpa merugikan setiap MA jika berupaya
mengklaim lahan yang dimilikinya;
masyarakat yang terkena dampak dari kelompok MA akan diberitahu tentang hak-hak mereka
terhadap tanah ini di bawah hukum nasional, termasuk hukum nasional mengakui hak-hak
adat atau penggunaannya;
Pemrakarsa akan menawarkan masyarakat yang terkena dampak dari kompensasi dan
melakukan proses yang tersedia bagi mereka dengan judul hukum penuh untuk mendarat
dalam kasus pembangunan komersial tanah mereka di bawah hukum nasional, bersama-
sama dengan peluang pengembangan yang sesuai dengan budaya; berbasis lahan
kompensasi atau ganti rugi yang senilai/sejenis (in-kind compensation) akan ditawarkan
sebagai pengganti kompensasi tunai jika memungkinkan; dan
Pemrakarsa akan masuk ke dalam negosiasi itikad baik dengan masyarakat yang terkena
dampak dari MA, dan mendokumentasikan partisipasi informasi mereka dan hasil yang
sukses dari negosiasi.
18. Pemrakarsa akan mempertimbangkan desain alternatif yang layak untuk kegiatan hilir untuk
menghindari relokasi MA dari komunal mereka diadakan lahan tradisional atau adat dalam
penggunaan. Jika relokasi tersebut tidak dapat dihindari, pemrakarsa tidak akan melanjutkan dengan
kegiatan/investasi kecuali masuk ke dalam negosiasi itikad baik dengan masyarakat yang terkena
dampak dari MA, dan mendokumentasikan partisipasi informasi mereka dan hasil yang sukses dari
negosiasi. Relokasi tidak akan dilakukan tanpa memperoleh dukungan luas dari MA yang terkena
dampak sebagai bagian dari proses konsultasi yang dilakukan sedini mungkin secara terbuka dan
bebas untuk mengemukan pendapatnya.. Sebuah LARAP akan disiapkan sesuai dengan persyaratan
yang ditentukan dalam LARPF, dan akan kompatibel dengan preferensi budaya MA '. Pemrakarsa
harus menyediakan strategi permukiman kembali berbasis lahan bagi MA yang direlokasi. MAyang
direlokasi harus dapat kembali ke tanah tradisional atau adat mereka, harus ada alasan untuk
berhenti relokasi mereka ada.
Warisan Budaya
20. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh DPIU/proyek pada kehadiran potensi MA di, atau
memiliki keterikatan bersama, kegiatan hilir/investasi situs dan wilayah pengaruh, pemrakarsa
diberitahu tentang kebutuhan untuk menyiapkan Rencana MA/IPP atau hanya menggabungkan
kebutuhan dan aspirasi MA ke dalam desain untuk kegiatan/investasi di hilir.
21. Proses persetujuan dari Rencana MA akan bergantung pada pemrakarsa dan sumber
pembiayaan dari kegiatan / investasi, di hilir yang pada tahap ini tidak dapat ditentukan.
22. CPMU akan memantau perkembangan pelaksanaan TOR untuk studi di bawah komponen TA
dan mengkaji serta memastikan bahwa hasil studi telah memenuhi persyaratan yang ditentukan
dalam TOR.
23. Pemrakarsa harus mengembangkan atau menggunakan sistem penanganan pengaduan yang
ada yang memungkinkan masyarakat dan komunitas MAmudah untuk mengajukan keluhan,
mengangkat isu-isu dan / atau menyampaikan aspirasi mereka akibat kegiatan / investasi di hilir.
24. Kajian sosial dan Rencana MA memerlukan penyebaran yang luas di antara MA yang terkena
dampak dengan menggunakan metode dan lokasi sesuai dengan budaya. Pendukung dari kegiatan
hilir akan membuat Laporan Kajian Sosial dan rancangan Rencana MAyang tersedia bagi MA yang
terkena dampak dalam bentuk, cara dan bahasa yang tepat sesuai sosial budaya MA setempat.
25. Sebuah sistem akan dikembangkan untuk menerima keluhan/pengaduan melalui telepon, email
dan pesan teks (SMS). Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat PAM telah mengembangkan
sistem untuk melayani pertanyaan dari warga dengan memberikan alamat email, twitter. Ada staf
khusus ditugaskan untuk menindaklanjuti keluhan dan memastikan bahwa mereka ditangani secara
layak dan memadai. Di mana masyarakat adat berada tersebut, mekanisme pengaduan akan
dikembangkan dengan cara yang sesuai dengan budaya agar ada kerjasama yang baik dan erat
dengan kelompok lain yang relevan.
2. Tujuan.
Untuk melindungi benda cagar budaya dari dampak negatif kegiatan proyek dan mendukung
pelestariannya.
3. Prosedur. Jika kegiatan yang diusulkan menemukan situs arkeologi, situs sejarah, benda-
benda peninggalan, termasuk situs kuburan dan/atau pemakaman, maka harus: