Professional Documents
Culture Documents
BIOANALISIS
1. PENDAHULUAN UMUM
Secara garis besar ilmu ini dibagi dalam dua bagian penting yaitu
bioassay atau analisis hayati (merupakan analisis baik secara kualitatif maupun
kuantitatif suatu bahan obat, sediaan obat maupun wadah obat dengan
melibatkan sistem hayati) dan bioanalisis itu sendiri (merupakan analisis baik
secara kualitatif maupun kuantitatif suatu bahan obat maupun sediaan obat
dalam sampel biologis). Sistem hayati yang digunakan bervariasi bisa berupa
Bioanalisis hal 2
PENDAHULUAN UMUM
hewan utuh atau organ terisolasi (untuk uji hayati dengan hewan utuh),
organisme atau bagian-bagian tertentu dari makhluk hidup misalnya enzim,
protein atau DNA. Penelitian bisa dilakukan atau dikembangkan secara in-vivo
maupun in-vitro.
Bioassay atau uji hayati diklasifikasikan dalam uji hayati kualitatif dan
kuantitatif. Uji hayati kualitatif diantaranya meliputi uji pirogen, uji sterilitas,
uji mikrobia, uji toksisitas dan penetapan angka antigen, sedangkan uji hayati
kuantitatif mempelajari hubungan dosis respon, baik dari efek quantal
maupun efek gradual.
Interaksi antara obat dan organisme hidup akan dipelajari dalam dua
bagian ilmu yaitu:
Aksi obat bisa tenjadi pada: 1. organisme utuh, 2. organ, 3. jaringan, 4. sel, 5.
struktur subseluler dan 6. molekul biologi. Berdasarkan adanya aksireaksi
tersebut bisa dipelajari banyak hal, antara lain:
Efek obat meliputi efek utama (khasiat) dan efek samping (efek
toksik atau efek lain selain efek utama)
Tempat aksi
Mekanisme aksi
Kinetika obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi
Penetapan kadar obat
Pengembangan obat baru
Bioanalisis hal 3
PENDAHULUAN UMUM
Bioanalisis hal 4
2. BIOSSAY
2.1 Definisi
Bioassay (analisis hayati) yaitu: analisa kuantitatif atau kualitatif suatu senyawa
(obat), sediaan obat atau wadah obat dengan melibatkan sistem hayati.
Sistem hayati adalah: media hidup yang digunakan untuk analisis hayati.
Bioanalisis hal 5
PENDAHULUAN
- Keperluan diagnosa
2. Farmakokinetika
- Menetapkan nilai MEC, MTC suatu obat atau MIC
(antibiotika)
- Menetapkan nilai parameter farmakokinetika (Vd, Kel, T ,
Ka, dsbnya)
- Analisis obat di dalam material biologis, bila analisis Fisika
Kimia tidak memadai
3. Toksikologi
- Mencari toksisitas obat (obat baru)
- Menetapkan Dosis Toksik (TD-50 atau LD-50, IC-SO)
4. Rancangan Obat (QSAR = Quantitative Structure Activity Relationship)
Meneliti Hubungan Struktur Obat dengan Aktivitas Biologis (untuk
menentukan potensi suatu obat)
Latar Belakang
Analisis obat dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Fisikokimiawi (F-K)
2. Analisis hayati
Bioanalisis hal 6
PENDAHULUAN
STRUKTUR A
KIMIA ?
B?
B
FK STRUKTUR
KIMIA ?
4 1 2
4. Belum ada cara pemumian yang memadai untuk suatu senyawa sehingga
Bioanalisis hal 7
PENDAHULUAN
I
K
5. Analisa F-K tak mampu membedakan isomer aktif dan tidak aktif
sehingga yang ditetapkan merupakan kadar isomer total, jadi hasil
analisis F-K tidak menggambarkan aktifitas biologis yang
sebenarnya.[contoh: kalsium pantotenat ada dua bentuk isomer dektro
(D) dan levo (L) tetapi yang aktif Ca-D-Pantotenat sedangkan bentuk
Ca-L-Pantotenat tidak aktif].
6. Untuk beberapa obat analisis hayati lebih spesifik, sensitive dan
praktis dibandingkan dengan analisa fisikokimiawi (contoh untuk
vitamin B12 dan INH)
7. Pada perkembangan QSAR
Usaha untuk meningkatkan presisi dan akurasi bisa dilakukan dengan cara:
Bioanalisis hal 8
PENDAHULUAN
Bioanalisis hal 9
3. KLASIFIKASI BIOASSAY
Uji pirogenitas yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu
Sediaan Uji Steril bebas pirogen atau tidak
Cara pengujian dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci yang
disebabkan penyuntikan intravena sediaan uji steril
Hewan percobaan: kelinci (syarat: seminggu sebelum pengujian tidak
menunjukkan penurunan bobot badan)
Hewan percobaan tidak dapat digunakan jika:
Bioanalisis hal 10
KLASIFIKASI BIOSSAY
Bioanalisis hal 11
KLASIFIKASI BIOSSAY
Tabel 1.1.
Sediaan uji memenuhi syarat Sediaan uji tidak memenuhi
Jumlah
jk jumlah respon tidak syarat jk jmlh respon
Kelinci
melebihi melebihi
3 1,200 2,700
6 2,800 4,300
9 4,500 6,000
12 6,600 6,600
Tabel 1.2.
Jumlah wadah dalam bets Jumlah bagian sampel
< 100 10% atau 4, diambil yang lebih besar
100 500 10
> 500 2% atau 20, diambil yang kecil
Sediaan Uji: dibuat menggunakan zat uji sejumlah tertera pada tabel 1.3
atau sisa pada membran penyaring 450 nm yang diperoleh sebagai
berikut:
1. Zat uji berupa larutan atau cairan (> 10 ml) atau antibiotika
disaring lebih dahulu dengan penyaring membran.
2. Zat uji berupa serbuk: dilarutkan atau disuspensikan
Bioanalisis hal 12
KLASIFIKASI BIOSSAY
Tabel 1.3
Jumlah zat uji dalam Jumlah zat yang diperlukan untuk
wadah Uji kuman Uji jamur dan ragi
Cairan
kurang dari 1 ml Semua isi Semua isi
tidak kurang dari 1 ml
Separo isi Separo isi
tidak kurang dari 4 ml
tidak kurang dari 4 ml
2 ml 2 ml
tidak kurang dari 20 ml
lebih dari 20 ml 10% dari isi 10% dari isi
Padat
kurang dari 50 mg Semua isi Semua isi
tidak kurang dari 50 mg
Separo isi Separo isi
tidak lebih dari 200 mg
lebih dari 200 mg 100 mg 100 mg
Bioanalisis hal 13
KLASIFIKASI BIOSSAY
Bioanalisis hal 14
KLASIFIKASI BIOSSAY
i. Uji Toksisitas
Ketoksikan akut: derajat efek toksik sesuatu senyawa yang terjadi dalam
waktu singkat (24 jam).
Takrif: uji ketoksikan sesuatu senyawa yang diberikan atau dipejankan
dengan dosis tunggal pada hewan uji tertentu, dan pengamatannya
dilakukan selama 24 jam.
Tujuan:
o Untuk menetapkan potensi ketoksikan akut, yakni kisaran dosis
letal atau dosis toksik obat terkait pada 1 jenis hewan uji atau
lebih.
o Untuk menilai berbagai gejala toksik yang timbul, adanya efek
toksik yang khas, dan mekanisme yang memerantarai kematian
Data:
o Tolok ukur kuantitatif : kisaran dosis Ietal/toksik,
o Tolok ukur kualitatif: gejala toksik, wujud, mekanisme efek
toksik
Dosis letal tengah (LD-50) atau dosis toksik tengah (TD-50): suatu besaran
yang diturunkan secara statistik, guna menyatakan dosis tunggal sesuatu
senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik
Bioanalisis hal 15
KLASIFIKASI BIOSSAY
Syarat :
1. Menggunakan seri dosis dengan pengenceran berkelipatan tetap.
2. Jumlah hewan uji/biakan jaringan tiap kelompok harus sama.
3. Dosis diatur sedemikian rupa sehingga memberikan efek 0 - 100%,
perhiitungan dibatasi pada kelompok percobaan yang memberi efek
0-100%
Bioanalisis hal 16
KLASIFIKASI BIOSSAY
Bioanalisis hal 17
KLASIFIKASI BIOSSAY
Yaitu: hubungan antara jumlah obat dan besarnya efek (respon) yang
ditimbulkan.
Syarat agar dapat dilakukan evaluasi hubungan dosis respon, efek obat harus
memiliki 2 sifat yaitu:
o Harus dapat diukur (bila berupa data kualitatif harus diubah ke data
kuantitatif)
o Harus mempunyai nilai Nol pada saat Dosis = 0, sehingga
perubahan dosis dapat diamati perubahan efeknya
Penggambaran kurva:
o Dosis: digambar pada bagian absis (independent variable)
o Efek: digambar pada sisi ordmnat (dependent variable)
Bioanalisis hal 18
KLASIFIKASI BIOSSAY
E =f(t,D)
Respon farmakologi dapat dibedakan menjadi 2:
1. Graded respon (respon bertingkat)
2. Quantal respon
Respon Bertingkat
- Kenaikan dosis akan menyebabkan kenaikan respon individu secara
teratur (pada satu sistem hayati)
- Dl El
D2 E2
DI Ei
Dn Emax
Potency obat:
- Menunjukkan besaran dosis
- kurang penting dalam terapi (Iebih penting efek)
- dipengaruhi oleh proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
Suatu obat kadang memiliki efikasi lebih besar dibanding obat lain
tetapi potensinya lebih kecil, namun bisa juga memiliki efikasi dan
potensi yang lebih besar dibanding obat lain.
Bioanalisis hal 19
KLASIFIKASI BIOSSAY
Pada respon quantal ada dua kemungkinan: yaitu ada atau tidak ada
efek, disebut juga All or None effect dan sistem hayati yang digunakan adalah
satu kelompok bukan perindividu. Contoh: uji efek tidur untuk obat golongan
Barbiturat, maka yang diperhatikan adalah efek bisa menidurkan atau tidak
bisa, intensitas tidurnya tidak diperhatikan, sehingga data yang diperoleh
berupa frequensi tidur hewan uji (berapa jumlah hewan uji yang tidur dalam
tiap kelompoknya).
Bioanalisis hal 20
4. RANCANGAN PERCOBAAN DAN
ANALISIS STATISTIKA
Bioanalisis hal 21
RANCANGAN PERCOBAAN DAN ANALISIS STATISTIKA
Bioanalisis hal 22
5. PENETAPAN HAYATI DENGAN
MIKROBIA
Respon:
1. Antibiotika: Kematian mikroorganisme (m.o.)
2. Vitamin: Pertumbuhan mikroorganisme (m.o.)
Cara Pengujian:
1. Berbagai kadar (antibiotika) a.b. yang diuji (dari konsentrasi rendah ke
tinggi)
2. Berbagai kadar a.b. standard (dari konsentrasi rendah ke tinggi)
3. Gunakan:
Jenis sistem hayati yang sama
Medium yang sama dan sesuai untuk pertumbuhan m.o.
Bioanalisis hal 23
PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA
Metode 1:
Penghitungan Langsung
menggunakan mikroskop yang dikalibrasi
yang dihitung jumlah bakteri
tidak membedakan bakteri hidup atau mati
Metode 2:
Penghitungan Sel hidup
aliquot kultur ditumbuhkan pada media padat, diinkubast dan koloni
yang hidup dihitung.
yang dihitung jumlah koloni, bukan bakteri.
jumlah koloni dinyatakan sebagai C.F.U. (Colony Forming Units).
Metode 3:
Penghitungan Populasi Bakteri
bakteri dalam suspensi akan menyerap sinar dan intensitas sinar yang
lewat akan diukur.
mengukur bakteri hidup dan mati, juga kemungkinan partikel lain.
Bioanalisis hal 24
PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA
Jika mula-mula ada N0 sel, maka pada generasi ke-y, populasi sel menjadi:
N = No x
Log N = Log N0 + Y Log 2
Y = Log N Log No
0,301
G= T= T x 0,301 G =w
Y LogN Log No
G = waktu pembiakan rata-rata
Bioanalisis hal 25
PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA
Teknik Analisa:
a. Media : sedimikian rupa sehingga tidak mengandung vitamin
- Kontrol: tidak ada pertumbuhan
- Uji: ada pertumbuhan sebanding dengan senyawa yang
ditambahkan
b. Pengukuran :
- Turbidimetri
- Titrasi, contoh asidimetri
- Senyawa Baku: yang dibandingkan
Contoh:
1. Niasin (Niacinamide) USP;NF
Jasad Renik:
o Lactobacillus plantarum
o Non patogen
o Mudah dibiakkan
Media: sederhana dengan komposisi glukosa, gelatin, ekstrak
ragi
Senyawa uji: 0,05 - 0,5 g/tabung
Larutan Uji:
o Perlu ditambah H2S04 untuk menghidrolisa prekursor
niasin, autoklaf selama 30 menit
o Sisa H2SO4 dinetralkan dengan NaOH I N
o Pengenceran biasa
Pengukuran : turbidimetri (spektrofotometri)
2. Vitamin B12-
Media: sangat kompleks
Jasad renik: Lactobacillus leichmanii
Bioanalisis hal 26
PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA
Bioanalisis hal 27
PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA
Meliputi:
1. Rentang dan tingkat aktivitas antimikroba
2. Aksi bakterisida
3. Cross-resistance
4. Resisstance development
5. Pengaruh oleh enzim bakteria (rnsak/berubah)
6. Stabilitas thd. Enzim mamalia
7. Protein binding
Bioanalisis hal 28
PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA
Bioanalisis hal 29
PENETAPAN HAYATI DENGAN MIKROBIA
Bioanalisis hal 30
6. PENETAPAN HAYATI DENGAN
HEWAN PERCOBAAN
Bioanalisis hal 31
7. PENETAPAN HAYATI DENGAN
HEWAN UTUH
Bioanalisis hal 32
PENETAPAN HAYATI DENGAN HEWAN UTUH
Kandang :
ukuran dan jenis bahan harus disesuaikan dengan hewan uji
bahan plastic, sifat ringan dan mudah dipindahkan
alas kandang bisa berupa grajen, kawul atau sekam padi
alas sebaiknya diganti tiap 3 hari sekali
jumlah hewan uji tiap kandang harus proporsional, jangan sampai
berdesakan
Pakan :
komposisi komponen penyusun harus disesuaikan dengan syarat
ideal pertumbuhan masing-masing hewan uji
jumlah dan jenis makanan juga harus disesuaikan
contoh:
Mencit jenis makanan pelet (5-7 gram sehari)
Tikus jenis makanan pelet (15-20 gram sehari)
Bioanalisis hal 33
PENETAPAN HAYATI DENGAN HEWAN UTUH
Minuman :
direbus lebih dulu
jumlah cukup
wadah dibersihkan minimal 3 hari sekali
Bioanalisis hal 34
PENETAPAN HAYATI DENGAN HEWAN UTUH
GLUKAGON
(HGF = Hypoglycemic Glycogenolytic Factor)
Prinsip:
Bioanalisis hal 35
PENETAPAN HAYATI DENGAN HEWAN UTUH
Bioanalisis hal 36
PENETAPAN HAYATI DENGAN HEWAN UTUH
CHORIONIC GONADOTROPIN
Prinsip:
Gonad stimulating
Hewan uji: tikus betina
Pemberian: injeksi subkutan setiap hari selama 3 hari
Data: peningkatan bobot uterus
HEPARIN (SODIUM)
Prinsip uji:
Anticoagulant
Media uji: darah domba
Metoda: penambahan heparin pada plasma darah
Data: penghambatan terjadinya clot (penjendalan)
PROTAMIN SULFAT
Prinsip:
Netralisasi heparin
Media uji: darah domba
Invitro pada plasma yang mengandung jumlah tertentu heparin
Diukur penurunan clotting time dari heparin
Bioanalisis hal 37
PENETAPAN HAYATI DENGAN HEWAN UTUH
Bioanalisis hal 38
8. PENETAPAN HAYATI DENGAN
ORGAN TERISOLASI
Bioanalisis hal 39
PENETAPAN HAYATI DENGAN ORGAN TERISOLASI
- preparasi jaringan
- perlakuan dan pencatatan respon
- pengolahan data
- evaluasi dan pengambilan kesimpulan
Bioanalisis hal 40
9. BIOANALISIS
1) Bioanalisis kualitatif
Bioanalisis kualitatif merupakan analisis suatu bahan obat maupun
sediaan obat dalam sampel biologis yang berdasarkan ciri atau sifat fisika
kimia senyawa. Disini tidak dihitung jumlahnya atau ditetapkan kadarnya,
namun lebih ditekankan pada pemeriksaan untuk mengetahui keberadaan
senyawa yang diinginkan.
2) Bioanalisis kuantitatif
Bioanalisis kuantitatif merupakan analisis suatu bahan obat maupun
sediaan obat dalam sampel biologis yang didasarkan pada keberadaan
senyawa, dengan cara melakukan penetapan kadarnya. Sehingga bisa diketahui
besarnya senyawa dan bisa dinyatakan secara kuantitatif.
Bioanalisis hal 41
BIOANALISIS
Bioanalisis hal 42
BIOANALISIS
Bioanalisis hal 43
BIOANALISIS
Bioanalisis hal 44
10. BIOANALISIS SECARA FISIKA-
KIMIAWI
Bioanalisis hal 45
BIOANALISIS SECARA FISIKA KIMIAWI
1) Denaturasi protein
Bioanalisis hal 46
BIOANALISIS SECARA FISIKA KIMIAWI
3) Liofilisasi
Kestabilan senyawa kimia sangat dipengaruhi oleh sifat fisika-
kimianya, apalagi jika berada dalam sampel biologis, oleh sebab itu
diperlukan penanganan tepat agar tidak terjadi kerusakan. Salah satu
upayanya adalah dengan melakukan liofilisasi (pembekuan), yaitu dengan
menyimpan sampel pada suhu dibawah 0 0C lazimnya -20 0C , -70 0C atau
dalam nitrogen cair. Suhu yang dipilih biasanya tergantung jenis sampel dan
lama penyimpanan yang diinginkan.
4) Hidrolisis konjugat
Hidrolisis konjugat diperlukan bila senyawa yang akan kita analisis
dalam bentuk terkonjugasi dengan senyawa lain. Macam senyawa
penghidrolisis bisa berupa enzim atau senyawa kimia biasa, hal ini sangat
tergantung pada jenis ikatan konjugasi dan proses pembentukannya.
Bioanalisis hal 47
BIOANALISIS SECARA FISIKA KIMIAWI
Bioanalisis hal 48
11. UJI MIKROBIOLOGI
A. Metode tradisional
Metode difusi
Metode turbidimetri
Bioantografi
B. Metode non-tradisional
Metode pembahan permeabilitas membran pada yeast
Metode pengikatan kompetitif
Bioanalisis hal 49
12. ANALISIS SECARA ENZIMATIK
a. Prinsip umum
Enzim memiliki sifat khas, yang biasanya sangat dipengaruhi oleh
perubahan pH, temperatur dan hanya bekerja pada kondisi yang sesuai
sehingga memerlukan penanganan khusus. Enzim juga hanya bereaksi
untuk senyawa tertentu atau bekerja spesifik. Kapasitas kerja enzim
biasanya berbanding lurus bila konsentrasi kecil, tetapi suatu saat akan
mencapai maksimum, kapan hal ini terjadi, tentunya dipengaruhi juga
substrat yang digunakan.
b. Enzim ammobil
Enzim merupakan senyawa yang labil dan mudah rusak, padahal
manfaatnya sangat besar dalam kehidupan. Untuk mengatasi hal tersebut
dilakukan usaha agar enzim bersifat lebih stabil, yaitu dengan membuat
mikroba menjadi termofilik (dengan asumsi karena enzim dihasilkan oleh
mikroba, sehingga diharapkan mikroba yang tahan panas juga akan
menghasilkan enzim yang tahan panas) atau dibuat bentuk ammobil
dengan cara memerangkap enzim tersebut dalam suatu bahan khusus.
Bentuk enzim ammobil ini memiliki beberapa keuntungan antara
lain: enzim lebih stabil, bisa digunakan berkali-kali dan mudah dipisahkan
dari produk. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membentuk
enzim amobil:
1. Adsorpsi, enzim ditempelkan pada pembawa yang bersifat inert,
misalnya CaSO4, Bentonit atau Tanah Lempung
2. Enzim ditempelkan pada carier melalui ikatan ionic, enzim diatur
bermuatan negative atau positif dengan mengatur pH pelarutnya,
contoh: Dietil Amino Etil yang bermuatan positif
3. Ditempelkan dengan ikatan kovalen antar enzim dengan
Bioanalisis hal 50
ANALISIS SECARA ENZIMATIK
Bioanalisis hal 51
13. PEMILIHAN METODE (Analisis
Obat Dalam Berbagai Sampel
Biologis)
1. Darah
Bioanalisis hal 52
PEMILIHAN METODE
Sel bisa pecah karena pemanasan atau pembekuan, atau oleh factor
mekanik seperti pengadukan, tetapi umumnya akibat perubahan kekuatan ion
disekeliling cairan karena penambahan air, menghasilkan osmosa karena sel
bengkak dan pecah (swell and rupture) sehingga perlu penambahan larutan
garam isotonis untuk mengubah volume sampel darah utuh.
Bioanalisis hal 53
PEMILIHAN METODE
2. Urin
Urin, berbeda dengan plasma atau serum, biasanya bebas dari protein
atau lemak sehingga bisa diekstraksi langsung dengan pelarut organic.
Meskipun begitu, urin memiliki banyak variasi komposisi dan sangat
tergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi. Normalnya senyawa yang
ditemukan dalam urin adalah larut air, sedangkan sebagian besar obat larut
lipid sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut yang cocok.
Bioanalisis hal 54
PEMILIHAN METODE
3. Feses
Penanganan sampel feses cukup rumit, mengingat bentuknya
semipadat dan juga berupa campuran sisa-sisa proses pencernaan maupun
senyawa-senyawa sisa proses metabolisme tubuh. Harus dipikirkan
pengambilan cuplikan yang tepat dan juga jenis pelarut yang cocok karena
banyaknya senyawa yang terkandung, apalagi jika kadar analit dalam sampel
kecil.
Bioanalisis hal 55
DAFTAR PUSTAKA
Bioanalisis hal 56
Komputindo-
Gramedia, Jakarta
16. Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2002, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis, Ed. II, CV. Sagung Seto, Jakarta.
17. Snell. K., dan Mullock, B.,1987, Biochemical Toxicology, A Practical
Approach, IRL Press, Washington-DC.
18. Tallarida, R.J., Jacob, L.S., 1979, The Dose-Response Relation in Pharmacology,
S-V, Berlin
19. Timbrell, J.A.. I 996, Principles of Biochemical Toxicology 2nd ed, Taylor &
Francis Inc, London
20. Wonnacott, R.J., dan Wonnacott, T.H., 1991, Pengantar Statistika, Ed. IV,
Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Bioanalisis hal 57