You are on page 1of 12

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu. Terjadinya pengetahuan adalah setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui penglihatan dan pendengaran, yakni mata dan telinga. Pengetahuan atau
kognitif adalah domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang.
Melalui pengalaman dan penelitian diketahui bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari pengetahuan.
Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkap bahwa sebelum terjadi
adopsi perilaku, di dalam diri seseorang secara berurutan terjadi proses sebagai
berikut:
4. Awareness (kesadaran) yaitu proses menyadari dalam arti mengetahui
stimulus atau objek terlebih dahulu.
5. Interest, yakni seseorang mulai tertarik terhadap stimulus.
6. Evaluation (evaluasi) yaitu proses menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik.
7. Trial, yaitu orang mulai mencoba melakukan sebuah perilaku baru.
8. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian, penelitian selanjutnya membuktikan bahwa tidak
seluruh tahap dilewati dalam pencapaian adopsi.
Apabila penerimaan adopsi sebuah perilaku didasari oleh adanya
pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif maka hal tersebut akan menyebabkan
perilaku yang langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan berlangsung lama
(Notoatmodjo, 2007).
2.1.2. Jenis-Jenis Pengetahuan

Universitas Sumatera Utara


Pengetahuan, dalam dominan kognitif memiliki enam tingkatan, yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingatan terhadap sebuah materi yang sebelumnya
sudah dipelajari. Termasuk dalam tingkat ini adalah kemampuan untuk recall
atau mengingat kembali sesuatu hal spesifik dari pelajaran terdahulu.
Pengukuran tercapainya kualitas pengetahuan ini adalah dengan menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami adalah suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi, maka harus bisa
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan
sebagainya, terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini diartikan
sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya, dalam
konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam sebuah struktur
pengorganisasian, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu hal baru
dari hal-hal yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

Universitas Sumatera Utara


meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan pekerjaan atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang
telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur dapat disesuaikan dengan
tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Pengetahuan, sebagai bagian dari perilaku kesehatan, dipengaruhi oleh 3
faktor utama yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat, tradisi dan
kepercayaan masyarakat, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Untuk berperilaku
kesehatan, misalnya menjaga kesehatan ibu hamil, diperlukan pengetahuan
dan kesadaran tentang manfaat. Faktor-faktor diatas terutama yang positif
dapat mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering pula disebut dengan
faktor pemudah.
2. Faktor pemungkin (enabling factor)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk
tercapainya perilaku, misalnya perilaku kesehatan masyarakat. Seseorang yang
melakukan perilaku sehat bukan hanya karena kesadaran dan pengetahuan,
melainkan juga karena ketersediaan fasilitas. Fasilitas ini pada hakikatnya
mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka
faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

Universitas Sumatera Utara


3. Faktor penguat (reinforcing factor)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, sikap dan perilaku para petugas, termasuk petugas kesehatan.
Termasuk juga undang-undang, peraturan, baik dari pusat maupun dari perda.
Oleh sebab itu, intervensi pendidikan hendaknya dimulai dengan
memperhitungkan ketiga faktor tersebut. Pendekatan ini disebut dengan model
Precede, yaitu predisposing, reinforcing, and enabling cause in educational and
evaluation (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Peralatan Bedah


Dalam pembedahan sering diperlukan alat medis atau peralatan pembantu
yang harus masuk ke daerah sekitar lapangan pembedahan. Alat-alat ini harus
mengalami desinfeksi terlebih dahulu sebelum dibawa ke kawasan pembedahan.
Alat yang akan langsung dipakai untuk pembedahan dan bersinggungan dengan
lapangan pembedahan harus disterilkan dengan cara yang telah dijelaskan di atas.
Alat-alat bedah ini harus tetap berada dalam daerah ruang pembedahan agar tidak
terjadi infeksi silang, dan pada setiap akhir dari pembedahan, harus selalu
didesinfeksi atau disterilkan segera setelah dipakai dan sesuai dengan
pemakaiannya.
Alat yang bergerak bebas keluar masuk karena harus dipakai bersama
dibatasi hanya sampai daerah di luar kawasan kain steril, yaitu sekitar meja bedah
dan di tempat ahli anastesi bekerja (Sjamsuhidajat dan Jong, 2004).
Peralatan bedah adalah alat-alat yang dirancang untuk digunakan pada
kegiatan pembedahan. Dari semua peralatan bedah yang dibutuhkan untuk suatu
tindakan pembedahan, yang paling terpenting adalah peralatan bedah yang steril
dan benang. Masing-masing dari peralatan tersebut memiliki fungsi tersendiri
(Kozol, 1999).

2.2.1. Peralatan Bedah Minor


Peralatan bedah minor adalah alat-alat yang dirancang untuk digunakan
pada kegiatan bedah minor. Kegiatannya hanya terbatas pada pembedahan minor

Universitas Sumatera Utara


saja, alatnya sederhana dan mudah untuk dimiliki setiap orang. Alat-alat tersebut
digabung pada suatu wadah dan disebut sebagai minor surgery set.
Tabel 2.1 Minor Surgery Set
Nama Alat Jumlah
Klem lurus 2 buah
Klem bengkok 2 buah
Pinset anatomis 1 buah
Pinset jaringan 1 buah
Gunting TA/TU lurus 1 buah
Gunting TA/TU bengkok 1 buah
Needle holder 1 buah
Gagang pisau 1 buah
Pisau bedah 1 buah
Sarung tangan 1 pasang
Silk atau Plain catgut 1 buah
Needle hecting 1 lusin
Bak stainless 1 buah

Gambar 2.1 Minor Surgery Set


(Sumber: http://www.sumber-alkes.com/minor_surgery.html)

2.3. Jenis-Jenis Peralatan Bedah Minor


2.3.1. Pisau Bedah
Pisau bedah merupakan peralatan terbaik untuk memotong jaringan. Mata
pisau yang tajam memungkinkan untuk memisahkan jaringan dengan trauma
sekecil mungkin terhadap jaringan sekitarnya. Bentuk mata pisau sangat
bervariasi di mana bentuk mempunyai kegunaannya tersendiri. Yang dipakai

Universitas Sumatera Utara


untuk pembedahan umum berukuran atau nomor A#10, untuk pembedahan minor
ataupun kosmetik dipakai yang berukuran atau nomor A#15 (Kozol, 1999).

Gambar 2.2 Pisau dan gagang pisau (scalpel)


(Sumber: http://www.sumber-alkes.com/minor_surgery.html)

Scalpel harus dipegang sedemikian rupa sehingga mudah dikendalikan dan


pada saat yang sama, dapat digerakkan dengan leluasa. Tangkai scalpel dipegang
antara ibu jari dan jari ketiga dan keempat, sedangkan jari telunjuk diletakkan di
punggung pisau sebagai kendali.

2.3.2. Gunting
Gunting merupakan peralatan yang sering digunakan untuk memotong
jaringan. Gunting juga digunakan untuk memotong benang dan balutan luka.
Gunting jaringan biasanya lebih ringan, terbuat dari baja yang lebih baik, dan
mempunyai sisi pemotong yang runcing dan ujungnya lebih halus daripada
gunting benang. Biasanya hanya bagian distal dari mata gunting yang digunakan
untuk memotong.
1. Gunting Bedah
Gunting bedah yang paling terkenal adalah jenis Mayo dengan mata gunting
yang lurus atau melengkung. Selain itu, ada jenis Metzenbaum yang ukurannya
lebih panjang dan lebih banyak pemakaiannya dengan lengkungan yang halus
pada ujungnya.
2. Gunting Benang
Gunting benang yang sering dipakai adalah gunting biasa, untuk kegunaan
umum dengan ujung yang tumpul.

Universitas Sumatera Utara


menggunakan tekanan yang berlebihan. Pinset dipegang di antara ibu jari, jari
tengah dan jari telunjuk.
2. Pinset Jaringan (tissue forceps)
Pinset jaringan dilengkapi dengan gerigi agar tidak tergelincir. Karena
geriginya dapat menggigit jaringan, maka hanya diperlukan sedikit tekanan
untuk memegang jaringan dengan kuat. Bentuk spesifik dari kepala pinset
tergantung dari tujuan khusus yang diharapkan. Jenis pinset anatomis dapat
Gambar 2.3 Gunting perban dan gunting benang
digunakan untuk memegang
(Sumber: sebagian besar jaringan tapi tidak pernah
http://www.sumber-alkes.com/minor_surgery.html)
digunakan untuk viskus yang berongga atau pembuluh darah.
3. Gunting Perban
3. Klem Pemegang
Jenis yang paling sering dipakai adalah gunting dengan mata pisau yang datar,
Peralatan ini dibentuk terutama untuk memegang jaringan dan memungkinkan
ujungnya tumpul sehingga dapat disisipkan di bawah balutan luka tanpa kuatir
untuk melakukan traksi. Permukaan yang berhadapan dari setiap kepala klem
akan melukai kulit. Jenis ini jarang disediakan di meja operasi tetapi
bervariasi tergantung dari tujuan yang spesifik. Semuanya mempunyai lubang
merupakan peralatan yang penting bagi para dokter bedah atau residen. Jika
untuk jari dan sistem pengunci.
gunting dibawa dalam kantong maka tidak steril dan jangan sampai kontak
4. Klem Hemostatik (hemostatic forceps)
dengan luka. Jika gunting dipakai pada balutan kotor dan basah, sebaiknya
Peralatan ini mempunyai arti penting dalam menghentikan perdarahan selama
disterilkan sebelum digunakan untuk pasien lain. Ketika menghadapi luka
operasi. Terdapat sejumlah variasi. Sebagian besar dari alat ini bergerigi
terbuka, harus menggunakan perangkat peralatan yang steril.
dengan susunannya yang paralel terhadap arah bilah, sedangkan lainnya tegak
4. Gunting untuk Kegunaan secara Umum
lurus. Dalam dan lebar gerigi juga bervariasi. Sebagian besar klem hemostatik
Gunting dengan dua ujung yang tumpul biasanya digunakan sebagai gunting
menjepit dengan cukup kuat sehingga jaringan-jaringan yang kecil dapat
benang. Gunting dengan salah satu atau kedua ujungnya runcing digunakan
terjepit. Klem hemostatik juga dapat digunakan untuk membantu membuat
untuk membagi jaringan dengan mendorong ujungnya yang runcing di bawah
ligasi pada pembuluh darah kecil (Kozol, 1999).
jaringan. Gunting dengan ujung yang runcing tidak digunakan di dalam rongga
karena dapat melubangi organ atau pembuluh darah.
2.3.4. Pemegang Jarum (Needle Holder)
Semua alat pemegang jarum mempunyai kepala yang lebar dengan
2.3.3. Pinset
berbagai macam bentuk gerigi pada kepalanya. Alat ini dipasang pada kurang
1. Pinset Anatomis (thumb forceps)
lebih seperempat panjang jarum dari ujung tumpulnya. Biasanya jarum menonjol
Pinset anatomis terdiri dari dua bilah logam yang bersatu pada salah satu
pada sisi kiri dari alat pemegang jarum untuk ahli bedah yang tidak kidal.
ujungnya dan digunakan untuk mengangkat jaringan atau memegang jaringan
di antara permukaan yang berhadapan. Jika pada permukaannya terdapat gerigi
(teeth), pinset dapat memegang jaringan tanpa tergelincir dan tanpa

Universitas Sumatera Utara


2.3.5. Benang (Catgut)
Benang memiliki dua tipe, yang benang yang dapat menyatu dengan kulit
dan benang yang tidak dapat menyatu dengan kulit (Kozol, 1999). Benang yang
dapat menyatu dibuat dari usus kucing (Catgut), digunakan pada luka yang dalam
dan untuk kegunaan kosmetik. Benang yang tidak dapat menyatu dengan kulit
digunakan untuk menjahit luka yang tidak terlalu dalam. Pada benang yang tidak
dapat menyatu dengan kulit dilakukan pelepasan benang setelah luka kering dan
ini akan menimbulkan bekas pada kulit atau disebut dengan jaringan parut.

2.4. Sterilisasi
Menurut Brown (1995), seperti semua perlengkapan elektronik dan
mekanik, perlengkapan bedah juga memerlukan perawatan yang teratur dan
pemeliharaan untuk mempertahankan efisiensinya, untuk itu dilakukan teknik
sterilisasi. Sterilisasi adalah penghancuran atau pemusnahan terhadap semua
mikroorganisme. Dapat dilakukan dengan menggunakan cara fisika ataupun
menggunakan preparat kimia (Dorland, 2000). Cara sterilisasi peralatan, barang,
dan kain atau alat lain yang dipakai dalam pembedahan harus diketahui secara
baik oleh setiap petugas ruang pembedahan. Sterilisasi merupakan suatu cara
pengendalian infeksi silang yang sering terjadi disekitar ruang bedah
(Sjamsuhidajat dan Jong, 2004).

2.4.1. Metode Sterilisasi


Metode yang digunakan untuk sterilisasi peralatan bedah minor di rumah
sakit, menggunakan perangkat CSSD (Central Sterile Supplies Department),
dimana alat-alat dibersihkan, disiapkan, dan dikemas pada central sterilizing
department, di-otoklaf dalam amplop kertas tertutup dan dikirim ke ruang
perawatan atau ruang operasi. Jika tidak ada fasilitas CSSD, dapat digunakan
alternatif lain (Brown, 1995).
Menurut Schrock (1991), metode lengkap suatu sterilisasi dengan
penggunaan yang luas, hanyalah: Gas dengan tekanan (otoklaf), pemanasan kering
dan gas etilen oksida.

Universitas Sumatera Utara


1. Otoklaf

Gas jenuh pada tekanan 750 mmHg dan suhu 120C, membunuh semua

bakteri vegetatif dan sebagian besar spora yang tahan dalam suasana kering,
dalam waktu 13 menit. Penambahan waktu (biasanya hingga total 30 menit), akan
memungkinkan penembusan panas dan gas lembab ke dalam pusat paket yang
disterilkan.
Otoklaf modern yang bertekanan udara negatif atau dengan tekanan tinggi,
bekerja dengan waktu yang lebih singkat.
2. Pemanasan kering
Benda-benda yang mudah rusak dengan gas lembab, atau benda yang
sebaiknya tetap tinggal kering, dapat disterilkan dengan pemanasan kering, pada

suhu 170C selama 1 jam. Pada benda berlemak, sterilisasi cara ini akan memakan

waktu 4 jam, dengan suhu 160C (320F).

3. Sterilisasi dengan gas


Etilen oksida cair dan gas, memusnahkan bakteri, virus, jamur, dan spora.
Pada kontak dengan kulit, senyawa ini akan menimbulkan peradangan, peracunan
dan luka bakar yang hebat. Untuk alat-alat yang tak dapat disterilkan dengan
otoklaf, misalnya alat-alat teleskopik, alat-alat dari plastik atau karet, alat-alat
yang peka dan lembut, kabel listrik dan ampul bersegel, sterilisasi gas merupakan
pilihan utama.
Beberapa bahan (akrilat, polistirena, dan bahan-bahan farmasi) bereaksi
dengan etilen oksida, sehingga rusak. Maka terhadap bahan-bahan tersebut, harus
dipilih cara lain. Sterilisasi dengan gas memerlukan waktu 1 jam 45 menit, yaitu
bila gas yang dipakai, sama dengan gas yang dipakai pada otoklaf, ialah campuran
dari 12% etilen oksida dan 88% diklorodifloro-metana (Freon 12), pada suhu

55C dan tekanan 410 mmHg. Setelah sterilisasi, dibutuhkan waktu beberapa saat

untuk mengeluarkan gas dari bahan.


4. Perebusan
Secara tradisional metode desinfeksi peralatan adalah dengan merebusnya

dalam air mendidih selama 5 menit (100C atau 212F); spora bakteri, dan virus

Universitas Sumatera Utara


tidak akan hancur dan oleh karena itu jenis sterilisasi ini dianjurkan tidak
digunakan (Brown, 1995).
Perebusan hanya dilaksanakan, bila alat-alat tak dapat disterilkan dengan
otoklaf, pemanasan kering, dan sterilisasi dengan gas.
Waktu sterilisasi minimal pada perebusan di air adalah 30 menit, (pada
tempat yang berketinggian di atas permukaan air laut yang kurang dari 300
meter).
Pada tempat yang berketinggian lebih dari itu, diperlukan waktu perebusan
yang lebih lama. Penambahan alkali, meningkatkan daya guna bakterisidal,
sehingga lamanya sterilisasi dapat dipersingkat, hanya 15 menit.
5. Perendaman dalam antiseptika
Sterilisasi dengan perendaman dalam antiseptika, biasanya merupakan pilihan
terakhir, apabila keempat cara di atas tak bisa dipakai atau didapat. Pada keadaan-
keadaan tertentu, cara ini mungkin akan lebih dibutuhkan atau lebih praktis,
misalnya untuk mensterilkan alat-alat yang berlensa, alat-alat pemotong yang
halus. Macam-macam gerisida dapat dipilih untuk keperluan ini, adalah
Glutaraldehida 2% dalam larutan alkali. Cairan ini mempunyai aksi bakterisidal
dan virusidal dalam waktu 3 jam (Schrock, 1991). Ini akan mendesinfeksi
peralatan jika direndam selama 10 menit, dan akan menjadi steril jika direndam
selama 10 jam (Brown, 1995).
Secara tradisional, alkohol 70% merupakan larutan yang paling banyak
dipakai dengan penambahan Klorheksidin 0.5%. Larutan ini banyak digunakan
untuk desinfeksi darurat peralatan bedah yang hanya memerlukan waktu dua
menit (Brown, 1995).

2.4.2. Dampak Sterilisasi yang Tidak Baik


Beberapa peralatan bedah bukanlah terbuat dari baja yang tahan karat
sehingga sangat mudah untuk terjadinya korosi dan karat jika tidak disterilisasi
secara baik. Sterilisasi yang baik dapat dinilai dengan tidak terdapatnya karat pada
alat dan alat dalam keadaan bersih tanpa darah. Selain sterilisasi yang baik, untuk

Universitas Sumatera Utara


peralatan juga diperhatikan cara pemakaian yang tidak kasar, pemakaian alat
secara kasar dapat menyebabkan abrasif.
Setelah dicuci, peralatan bedah harus dikeringkan dengan hati-hati untuk
mencegah adanya sisa air pada sudut-sudut alat. Larutan salin adalah penyebab
utama dari bercak-bercak yang timbul pada peralatan, oleh karena itu peralatan
tidak boleh direndam dalam larutan itu, dan larutan salin juga tidak boleh
dibiarkan mengering pada alat-alat (Brown, 1995).
Komplikasi dari tindakan bedah minor adalah jarang didapat, namun yang
paling sering adalah sepsis. Ini akibat infeksi silang selama proses pembedahan
(Brown, 1995). Beberapa virus dapat menyebar atau menular melalui darah,
diantaranya adalah virus Hepatitis B dan HIV (Human Immunodeficiency Virus)
(Whyte, 1992), bahkan penularan virus Hepatitis B lebih cepat 100 kali dibanding
HIV. Selain itu, pemakaian peralatan yang tidak dirawat dan tidak steril sehingga
menimbulkan karat, merupakan suatu tempat berkembangnya spora bakteri
dengan baik. Perkembangan spora bakteri yang paling berbahaya untuk
menimbulkan infeksi ini adalah Clostidium tetani yang dapat menyebabkan
tetanus (Galazka, 1993).

Universitas Sumatera Utara

You might also like