Professional Documents
Culture Documents
ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA | DR. RYNALDO | DR. JELITHA
OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :
(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
phone number : 021 8317064 Phone number : 061 8229229
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2 Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694 / 081314412212 Www.Optimaprep.Com
ILMU
P E N YA K I T
DALAM
1. Trombosis Vena Dalam
Trombosis vena dalam (DVT)
ditandai dengan adanya
bekuan darah pada vena,
paling sering terjadi pada
ekstremitas bawah
Anamnesis:
Kram (kaku otot) betis yang
menetap selama beberapa hari
dan menyebabkan tidak nyaman
Kaki bengkak, nyeri tungkai bawah
Riwayat trombosis sebelumnya
Riwayat trombosis dalam keluarga
1. Trombosis Vena Dalam
Faktor Risiko Didapat Trombofilia Herediter
Usia lanjut (>40 thn)
Activated protein C
Riwayat tromboemboli sebelumnya
resistance
Pasca operasi, pasca trauma
Imobilisasi lama Protrombin G20210A
Gagal jantung kongestif Defisiensi antitrombin
Pasca MCI
Paralisis tungkai bawah
Defisiensi protein C
Penggunaan estrogen Defisiensi protein S
Kehamilan atau pasca melahirkan
disfibrinogenemia
Varises
Obesitas
Sindrom antibodi antifosfolipid
hiperhomosisteinemia
American College of Emergency Physicians (ACEP)
1. Trombosis Vena Dalam
Skoring Wells
Kanker aktif (sedang terapi dalam 1-6 bulan atau paliatif) (skor 1)
Paralisis, paresis, imobilisasi (skor 1)
Terbaring selama > 3 hari (skor 1)
Nyeri tekan terlokalisir sepanjang vena dalam (skor 1)
Seluruh kaki bengkak (skor 1)
Bengkak betis unilateral 3 cm lebih dari sisi asimtomatik (skor 1)
Pitting edema unilateral (skor 1)
Vena superfisial kolateral (skor 1)
Diagnosis alternatif yang lebih mungkin dari DVT (skor -2)
Interpretasi:
>3: risiko tinggi (75%)
1-2: risiko sedang (17%)
< 0: risiko rendah (3%)
Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015
1. Trombosis Vena Dalam
Pemeriksaan Fisik
Rasa tidak nyaman saat palpasi ringan betis bagian
bawah
Edema tungkai unilateral, eritema, hangat, nyeri,
pembuluh darah superfisial teraba, distensi vena,
diskolorasi, sianosis
Pemeriksaan penunjang
Lab : kadar FDP meningkat, titer D dimer meningkat
Radiologis: ultrasonografi kompresi, CT scan dengan
injeksi kontras, venografi
Complication of DVT
Pulmonary embolism
Most serious complication of DVT.
Chronic venous insufficiency
Long-term DVT can degenerate the venous valve.
Post-phlebitic syndrome
Long term complication which occurs due to damage
and scarring to the vein swelling, discomfort and skin
pigmentation.
2. Sepsis
http://ajcc.aacnjournals.org/content/16/2/122/T1.expansion. 2012
EGDT
Early goal directed
therapy
Improve sepsis
survival
2. Sepsis Guideline 2016
leading eventually to
chronic gouty arthritis &
the appearance of tophi.
Kolitis ulseratif
Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare
dengan/tanpa darah.
Gejala lainnya meliputi tenesmus,
urgency, nyeri rektal, pasase mukus tanpa
diare.
Nyeri tekan biasanya terdapat di kiri
bawah.
Lokasi lesi bervariasi dari
proctosigmoiditis, lef-sided disease
sampe proksimal kolon desenden, hingga
universal colitis.
Crohn disease
Lesi bisa di area saluran cerna manapun.
Gejala diare, nyeri abdomen biasanya di
kanan bawah, memberat setelah makan,
Nyeri tekan, massa akibat inflamasi di
kanan bawah
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
7. Penyakit katup Jantung
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
8. Gagal Jantung
8. Gagal Jantung
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
10. Sindrom Koroner Akut
Gejala khas
Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut, sesak napas, & pingsan.
Angina stabil:
Umumnya dicetuskan aktivtas fisik atau emosi (stres, marah, takut),
berlangsung 2-5 menit,
Angina karena aktivitas fisik reda dalam 1-5 menit dengan beristirahat &
nitrogliserin sublingual.
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders; 2010.
SaccularHoneycomb
Cylindrical
Varicose
12. Lung Disease
Bronchiectasis
Treatment of infectious bronchiectasis is directed at the control
of active infection and improvements in secretion clearance and
bronchial hygiene so as to decrease the microbial load within
the airways and minimize the risk of repeated infections.
Antibiotic Treatment
Antibiotics targeting the causative or presumptive pathogen (with
Haemophilus influenzae and P. aeruginosa isolated commonly) should be
administered in acute exacerbations, usually for a minimum of 710
days.
Bronchial Hygiene
The numerous approaches employed to enhance secretion clearance in
bronchiectasis include hydration and mucolytic administration,
aerosolization of bronchodilators and hyperosmolar agents (e.g.,
hypertonic saline), and chest physiotherapy.
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
12. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan rontgen akan dijumpai berbagai
variasi foto rontgen, seperti penebalan dinding
saluran pernafasan, sekresi yang banyak juga dapat
menyebabkan gambaran opaq pada tubular.
Pada bronkiektasis sakular akan memeprlihatkan
ruangan cystic dengan atau tanpa air fluid level.
12. Bronkiektasis
Sputum 3 lapis
pada
bronkiektasis
13. Leukemia
CLL CML ALL AML
The bone marrow makes abnormal leukocyte dont die when they
should crowd out normal leukocytes, erythrocytes, & platelets. This
makes it hard for normal blood cells to do their work.
Prevalence Over 55 y.o. Mainly adults Common in Adults &
children children
Symptoms & Grows slowly may Grows quickly feel sick & go to
Signs asymptomatic, the disease is found their doctor.
during a routine test.
Fever, swollen lymph nodes, frequent infection, weak,
bleeding/bruising easily, hepatomegaly/splenomegaly, weight loss,
bone pain.
Lab Mature Mature granulocyte, Lymphoblas Myeloblast
lymphocyte, dominant myelocyte t >20% >20%, aeur rod
smudge cells & segment may (+)
Therapy Can be delayed if asymptomatic Treated right away
CDC.gov
Sel blas dengan Auer rod pada leukemia Leukemia mielositik kronik
mieloblastik akut
Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ
Disseminate
hematogenously to all
organs
BB 96 kg
TB 150 cm Obsesitas Resistensi
Insulin
Patogenesis
Sumber: Oh DY, Olefsky JM. G protein-coupled receptors as targets for anti-diabetic therapeutics. Nature. 2016; 15: 161-172
DM Tipe 2
Kriteria diagnosis DM
1. GDP 126 mg/dl (puasa: tidak ada asupan kalori
minimal 8 jam), atau
2. GD 2PP 200 mg/dl pada TTGO, atau
3. GDS 200 mg/dl + trias klasik (3P), atau
4. Pemeriksaan HbA1C 6.5% dengan metode HPLC
yang terstandarisasi NGSP
Nb:
- TTGO menggunakan 75 gram glukosa
Benefit>resiko
AACE. 2015 KET Use with caution
Diabetes Melitus
Modifikasi Gaya hidup Mulai
HbA1c <7% monoterapi oral
HbA1c 9%
dan obat lain 7%
dengan mekanisme
kerja yang berbeda
Trias:
Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema pretibial.
Indeks Wayne utk pasien dengan
hipertiroidisme
Skor>19
hipertiroid
Skor<11 eutiroid
Antara 11-
19equivocal
Kalra S, Khandelwal SK, Goyal A. Clinical scoring scales in thyroidology: A compendium. Indian J Endocr
Metab 2011;15, Suppl S2:89-94
Faktor Risiko & Etiologi Patofisiologi
The Indonesian Society of Endocrinology Task Force on Thyroid Diseases. Indonesian Clinical Practice Guidelines for Hyperthyroidism
Tatalaksana
Indonesian Clinical Practice Guidelines for Hyperthyroidism
(2012), PTU adalah obat pilihan pada:
kehamilan trimester pertama,
krisis tiroid,
riwayat alergi atau intoleransi obat antitiroid &
menolak terapi iodin radioaktif atau pembedahan.
Infeksi synovium
dan cairan synovial
Ditemukan pada semua umur
Sendi panggul (anak-anak)
Sendi lutut (dewasa) Sering }
https://medicine.med.unc.edu
Etiologi
Patogenesis
Penyebaran hematogen
Penyebaran melalui jaringan sekitar
Inokulasi langsung (aspirasi/arthrotomy)
*Penyakit rematik dapat menjadi penyakit yang mendasari
septik arttritis
-Struktur sendi abnormal
-Penggunaan steroid (abnormal phagocytosi)
*DM, immune deficiency, hematological diseases, trauma,
systemic infections
https://medicine.med.unc.edu
Gejala Klinis
Riwayat trauma atau infeksi sebelumnya
Sering mengenai sendi panggul dan lutut
Sendi sakroiliaka dapat terinfeksi pada brucellosis
Interphalangeal joints: human and animal bites
Demam, malaise, anoreksia, nausea
Inflamasi lokal
Pemeriksaan Laboratorium
Synovial fluid sampling:
>50.000 leukocytes/ml
Gram staining and culture: Gram-positive bacteria 60%,
Gram-negative bacteria 40%
Podagra
Perbedaan Manifestasi Klinis
Gout dan Pseudogout
GOUT PSEUDOGOUT
Podagra pada 50-90% kasus Podagra juga dapat terjadi meski lebih
jarang
Artritis pada sendi-sendi kecil Artritis pada sendi-sendi besar
http://emedicine.medscape.com/article/162449-overview#a2
Patofisiologi HHD
https://www.researchgate.net/figure/224977182_fig2_Figure-4-Changes-in-myocyte-interstitial-and-vasculature-
compartments-of-the-heart
19. PENYAKIT HEPATOBILIER
PENYAKIT HEPATOBILIER
Kolelitiasis:
Nyeri kanan atas/epigastrik mendadak,
hilang dalam 30 menit-3 jam, setelah
makan berlemak.
Fat (ekskresi kolesterol ), female, fourty,
fertile (estrogen menghambat perubahan
kolesterol empedu, sehingga kolesterol
menjadi jenuh)
Kolesistitis:
Nyeri kanan atas bahu/punggung,
mual, muntah, demam
Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)
Koledokolitiasis:
Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.
Kolangitis:
Triad Charcot: nyeri kanan atas, ikterik,
demam/menggigil
Reynold pentad: charcot + syok &
penurunan kesadaran Pathophysiology of disease. 2nd ed. Lange; 2006.
Penyakit Hepatobilier
Diagnosis kolesistitis:
Murphy sign atau nyeri tekan abdomen kanan atas
Demam, leukositosis, atau peningkatan CRP
USG: ditemukan batu (90-95% kasus), tanda inflamasi
kandung empedu (penebalan dinding/double rim cairan
perikolesistik, dilatasi duktus biliaris)
Treatment
ABCs dengan c-spine control sesuai indikasi
Analgesik kuat
intercostal blocks
Hindari analgesik narkotik
Ventilation membaik tidal volume meningkat, oksigen darah
meningkat
Ventilasi tekanan positif
Hindari barotrauma
Chest tubes bila dibutuhkan
Perbaiki posisi pasien
Posisikan pasien pada posisi yang paling nyaman dan membantu
mengurangi nyeriPasien miring pada sisi yang terkena
Aggressive pulmonary toilet
Surgical fixation rarely needed
Rawat inap24 hours observasion
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
Cardiac Tamponade
Gejala Pemeriksaan Fisik
Takipnea dan DOE, rest Takikardi
air hunger Hypotension shock
Weakness Elevated JVP with blunted
Presyncope y descent
Dysphagia Muffled heart sounds
Batu Pulsus paradoxus
Anorexia Bunyi jantung masih
terdengar namun nadi
(Chest pain) radialis tidak teraba saat
inspirasi
(Pericardial friction rub)
http://www.learningradiology.com/archives2007/COW%20274-Pericardial%20effusion/perieffusioncorrect.html
http://emedicine.medscape.com/article/152083-overview
23. TRAUMA GINJAL
MEKANISME TRAUMA : DIAGNOSIS
Langsung Cedera di daerah
Tidak langsung ( deselerasi) pinggang,punggung dan
dada bawah dengan nyeri
JENIS TRAUMA:
Tajam
Hematuri (gross /
Tumpul mikroskopik )
Fraktur costa bg bawah atau
PENCITRAAN proc.Spinosus vertebra.
BNO IVP Kadang syok
CT SCAN
MRI Sering disertai cedera organ
USG TIDAK DIANJURKAN. lain
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE I : KONTUSIO DAN GRADE II : LASERASI KORTEK DAN
SUBKAPSULAR HEMATOM PERIRENAL HEMATOM
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE III : LASERASI DALAM
HINGGA KORTIKOMEDULARI GRADE IV : LASERASI MENEMBUS
JUNCTION KOLEKTING SISTEM
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE V : TROMBOSIS ARTERI
RENALIS,AVULSI PEDIKEL DAN
SHATTERED KIDNEY.
KONSERVATIF AWAL
Trauma minor ( awasi vital Perdarahan
sign)
Urinoma
OPERASI Abses peri renal
Absolut Urosepsis
Hematom yg pulsatif Fistula renokutan
Laserasi mayor parenkim dan
pembuluh darah
Relatif LATE
Ekstra vasasi,non viable Hipertensi
tissue,inkomplet Hidronefrosis
staging,trombosis arterial
Urolithiasis
Pyelonefritis kronik
24. Phimosis
Phimosis Paraphimosis
Prepusium tidak dapat Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
Fisiologis pada neonatus
terjepit di sulkus
koronarius
Komplikasiinfeksi
Gawat darurat bila
Balanitis
Obstruksi vena
Postitis superfisial edema dan
Balanopostitis nyeri Nekrosis glans
Treatment penis
Dexamethasone 0.1% (6 Treatment
weeks) for spontaneous Manual reposition
retraction Dorsum incision
Dorsum incisionbila
telah ada komplikasi
Fimosis
Prepusium penis yang tidak
dapat diretraksi ke proksimal
sampai korona glandis.
Glans
becomes raw
with bleeding
Pengobatan
Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
Balanoposthitis
Balanitis (inflammation of
the glans)
Posthitis (inflammation of
the foreskin)
More likely to affect boys
under four years of age
Approximately 1 in every 25
boys and 1 in 30
uncircumcised males (at
some time in their life
Complication:
Often causes later adhesions
or phimosis
http://emedicine.medscape.com/article/ http://en.wikipedia.org/wiki/
Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
Hernia Inkarserata dengan Ileus
Test Keterangan
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.
Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
30. Dislokasi Panggul
Posterior Hip Dislocation
soundnet.cs.princeton.edu
netterimages.com
31. Nefrolithiasis
Nyeri Alih
32. Lipoma
33. Fraktur Terbuka
Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit.
Terjadi kontaminasi bakteri komplikasi
infeksi
Luka pada kulit :
Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit
(from within)
Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung
(from without)
Tahap Tahap Pengobatan Fraktur Terbuka
1. Pembersihan luka irigasi dengan NaCl fisiologis secara mekanis
mengeluarkan benda asing yg melekat.
2. Eksisi jaringan mati dan tersangka mati (debrideman) pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia otot dan fragmen tulang yg
lepas.
3. Pengobatan fraktur itu sendirifiksasi interna atau eksterna
4. Penutupan kulit
Jika diobati dalam periode emas (6 7 jam) sebaiknya kulit ditutup
kulit tegang tidak dilakukan
5. Pemberian antibakteri
Antibiotik diberikan sebelum, pada saat dan sesudah operasi
6. Tetanus
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
Choice of fixation
several options to No consensus of what
stabilize an open method to use
fracture Surgeons must make
splinting, judgment of which
casting, method is appropriate
and traction
external fixation,
plating, and
intramedullary nailing
Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.
Handbook of Fractures, 3rd Edition
34. Papilloma Intraduktal
Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan
menyerupai kutil dengan disertai tangkai yang
tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari
jaringan glandular dan jaringan fibrovaskular.
Epidemiologi: terjadi pada wanita pada masa
reproduktif akhir, atau post-menopause. Usia
rerata 48 tahun.
Gejala dan Tanda
Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe
soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering
timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien
datang dengan nipple discharge yang serous dan
bercampur darah.
Ada juga pasien yang datang dengan keluhan massa pada
area subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan
pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba sebenarnya
adalah duktus yang berdilatasi.
Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala nipple
discharge dan biasanya terjadi pada duktus yang kecil.
Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma Intraduktus
multiple adalah bilateral.
http://radiopaedia.org/
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih
belum jelas.
Dari kepustakaan dikatakan bahwa, Papilloma
Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari
epitel fibrokistik yang hiperplasia.
Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti
broad-based atau pedunculated polypoid
epithelial lesion yang bisa mengobstruksi dan
melebarkan duktus terkait.
Kista juga bisa terbentuk hasil dari duktus yang
mengalami obstruksi.
http://radiopaedia.org/
Pemeriksaan Radiologis
Mammografi
Biasanya gambaran normal
Gambaran yang dapat ditemukan dilatasi duktus soliter maupun
multipel, massa jinak sirkumskripta (sering di subareola), atau
kalsifikasi.
Galactography
Gambaran abnormalitas ductus: filling defect, ectasia, obstruksi,
atau irregularitas. Tidak spesifik
Dapat evaluasi jumlah, lokasi, penyebaran, dan jarak dari areola.
USG
Gambaran terlihat jelas sebagai nodul padat atau massa
intraduktal dapat pula berupa kista dalam duktus.
Colour doppleruntuk melihat vaskularisasi.
http://radiopaedia.org/
Galactogram
USG
Atas: nodul solid dalam
duktus
Bawah: nodul
bertangkai dengan
dilatasi duktus
Tatalaksana dan Prognosis
Papilloma intraduktal solitereksisi
Menurut komuniti dari College of American
Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai
risiko 1,5 2 kali untuk terjadinya karsinoma
mammae.
35. Fraktur antebrachii
Fraktur distal end radius:
- Fraktur Colles
- Fraktur Smith
Sumber: Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system
Fraktur Colles
Banyak ditemukan di wanita terutama yang
mengalami osteoporosis
Mechanism of injury
jatuh dengan telapak tangan menahan tubuh (posisi
dorsofleksi)
Dinner fork deformity khas untuk fraktur colles
Gambaran rontgen
fraktur distal radius dengan dislokasi pergelangan
tangan ke arah posterior
Sumber: Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system
Fraktur Colles
Mechanism of Injury
Sumber: Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system
Fraktur Monteggia
Fraktur 1/3 proksimal ulna dan dislokasi
kepala radius
Sumber: Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system
Fraktur Galeazzi
Fraktur radius dengan dislokasi sendi radioulnar
GRIMUS
GaleazziRadius inferior
MonteggiaUlna superior
Sumber: Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system
Prinsip diagnostik
Secara umum, pada kasus
fraktur dilakukan foto polos AP
dan lateral
Khusus untuk fraktur pada
lengan bawah dan
pergelangan, urutan foto
polos: PA
- PA Bila hanya Akan menentukan
pergelangan tangan saja tangan sebelah
yang difoto mana yang patah
- APBila meliputi sendi dan arah PA
siku dan pergelangan pergeserannya
tangan pada foto lateral
- Lateral
- Oblique
Sumber: Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system
I L M U
P E N YA K I T
M ATA
36. Ulkus kornea
ANAMNESIS
Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan button appearance
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).
Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur
Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).
Dyavaiah M, et.al Microbial Keratitis in Contact Lens Wearers. JSM Ophthalmol 3(3): 1036 (2015)
Bacterial keratitis Fungal keratitis Acanthamoba
Risk factor - Sleeping with CLs among Possible risk factors of CL storage cases and poor
CL wearers fungal keratitis are ocular hygiene practices such as usage
- Patients with diabetes injury, long-term therapy of homemade saline rinsing
mellitus, dementia or with topical or systemic solutions and rinsing of lenses
chronic alcoholism steroids, with tap water Other risk
appeared to be at higher immunosuppressive agents, factors include CL solution
risk and underlying diseases reuse/topping off, rub to clean
- Trauma was rarely a such as pre-existing corneal lenses, shower wearing lenses,
factor surface abnormality and lens replaced (quarterly), age of
wearing CLs case at replacement (<3
months), extended wear and
lens material type
Clinical The predominant clinical CL associated Fusarium Itching, redness, pain, burning
manifestation features reported in keratitis include central sensation, ring infiltrate in
bacterial keratitis were lesions, paraxial lesions, and corneal, multiple
eye pain and redness the peripheral lesions in the pseudodendritic lesions, loss of
with a decrease in visual eye [31]. Patients with vision. Painless acantamoeba
acuity and stromal Candida infections were keratitis fotofobia but no
infiltration reported to have a severe ocular pain
visual outcome
http://www.mastereyeassociates.com/Portals/60407/images//astig
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry matism-Cross_Section_of_Astigmatic_Eye.jpg
ASTIGMATISME
Kornea seharusnya berbentuk hampir sferis
sempurna (bulat) pada astigmat kornea
berbentuk seperti bola rugby.
Bagian lengkung yang paling landai dan yang
paling curam mengakibatkan cahaya
direfraksikan secara berbeda dari kedua
meridian mengakibatkan distorsi bayangan
Kekuatan refraksi pada horizontal plane
memproyeksikan gambar/ garis vertikal.
Kekuatan refraksi pada vertical plane
memproyeksikan gambar/ garis horizontal.
The amount of astigmatism is equal to the
difference in refracting power of the two
principal meridians
http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
KLASIFIKASI :
ETIOLOGI
Astigmatisme korneal: When
the cornea has unequal curvature
on the anterior surface 90% PLACIDO
penyebab astigmatisme bisa
dites dgn tes Placido
(keratoscope)
Astigmatisme lentikular: When
the crystalline lens has an
unequal on the surface or in its
layers
Astigmatigma total: The sum of
corneal astigmatism and Astigmatisme korneal akibat trauma
lenticular astigmatism pada kornea. Perhatikan iregularitas
bayangan placido
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry http://oelzant.priv.at/~aoe/images/galleries/narcism/med/hornhautabrasion/
KLASIFIKASI : HUBUNGAN ANTAR BIDANG MERIDIAN
ASTIGMATISME REGULER
ASTIGMATISME IREGULER
When both
principal
meridians are
focused behind
the retina (with
accommodation
relaxed)
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO THE
RETINA
5. MIXED ASTIGMATISM
SYMMETRICAL ASTIGMATISM
ASYMMETRICAL ASTIGMATISM
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/graphics/figures/v1/051a/010f.gif
http://vision.zeiss.com/content/dam/Vision/Vision/International/images/image-text/opticaldesigns_asphere_atorus_atoroidal-surface_500x375.jpg
TIPS & TRIK
Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis jenis
astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal
diberikan rumus astigmatnya sbb
1. sferis (-) silinder (-) pasti miop kompositus
2. Sferis (+); silinder (+) pasti hipermetrop kompositus
3. Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks
4. Sferis (tidak ada); silinder (+) pasti hipermetrop simpleks
Lenihan P., Hitchmoch D. Traumatic Hyphema A Teaching Case Report. Optometric Education. 2014. Volume 39. No.3
Hyphema Complication:
Red cell glaucoma
Hyphema (usually traumatic) leads to blockage of the
trabecular mesh- work by red blood cells.
In 10% cases a rebleed may occur, usually at around 5
days.
Treatment
Treatment of hyphema
IOP: topical (e.g., B-blocker, A -agonist, carbonic anhydrase
2
Baumrind B., Johnson S.M. Glaucoma Secondary to Traumatic Hyphema. Glaucoma Today. 2009
Ghost Cell Glaucoma
Eritrosit menumpuk Di posterior chamber
Penghancuran
Ghost cell
http://retinagallery.com/displayimage.php?pid=7653
39. Jaras Penglihatan
N. Optikus N. II
Mulai dari optic disc dan berlanjut
hingga kiasma optikum
Terdiri atas 4 bagian
Intraocular 1 mm
Intraorbital 30 mm (di dekat foramina
optikum, dikelilingi oleh Annulus of Zinn)
Intracanalicular 69 mm (terdapat arteri
ophthalmic di bagian inferolateralnya,
sinus ethmoid posterior dan spenoid
terletak di bagian medialnya)
Intracranial 10 mm (terletak di atas
sinus cavernous sinus and menyatu
dengan bagian kontralateralnya
membentuk chiasma)
Kiasma optikum
Berbentuk pipih
berukuran 12mm
horizontally dan 8mm
anteroposterior
Dibungkus oleh pia
mater dan dikelilingi
oleh CSF
Variasi lokasi dari kiasma
central chiasma
prefixed chiasma
post fixed chiasma
Homonymus hemianopia with
macular sparing
40. Konjungtivitis Alergi
Alergi okular terdiri atas :
1. Seasonal allergic conjunctivitis
2. Perennial allergic conjunctivitis
3. Giant papillary conjunctivitis
Kronik, bilateral, bentuk
4. Atopic keratoconjunctivitis inflamasi alergi yang berat pada
5. Vernal keratoconjunctivitis permukaan okular
dapat menyebabkan kerusakan
berat pada permukaan mata,
scar kornea dan hilangnya visus
Konjungtivitis Atopi
Biasanya ada riwayat atopi Terapi topikal jangka
Gejala + Tanda: sensasi panjang: cell mast stabilizer
terbakar, sekret mukoid Antihistamin oral
mata merah, fotofobia Steroid topikal jangka
Terdapat papila-papila halus pendek dapat meredakan
yang terutama ada di tarsus gejala
inferior
Jarang ditemukan papila
raksasa
Karena eksaserbasi datang
berulanga kali
neovaskularisasi kornea,
sikatriks
KONJUNGTIVITIS VERNAL
Nama lain:
spring catarrh/seasonal conjunctivitis/warm weather conjunctivitis
Disebut vernal karena exaserbasi paling sering pada musim semi
(spring)
Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit diidentifikasi)
Epidemiologi:
Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10 tahun sejak
awitan
Laki-laki > perempuan
Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir tidak ada)
Terkait dengan manifestasi atopi lainnya seperti asma dan rinitis alergi
pada setengah kasus
Generalised seizures
(include absance
type)
Unclassified seizures
Pemilihan OAE pada Remaja dan Dewasa
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
CBZ: carbamazepine,
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG CZP: clonazepam
LEV CLB ESM: ethosuximide
ZNS CZP
PB FBM: falbamate
Tonik Klonik VPA LTG TPM GBP: gabapentine
CBZ OXC LEV LEV: Levetiracetam
PHT ZMS
PB PRM
LTG: lamotrigine
Atonik VPA LTG FBM
OXC: oxcarbamazepine
TPM PB: phenobarbital
Parsial CBZ VPA TGB PGB: pregabalin
PHT LEV VGB PHT: phenytoin
PB ZNS FBM
OXC PGB PRM PRM: pirimidon
LTG TGB: tiagabine
TPM
GBP VGB: vigabatrine
Unclassified VPA LTG TPM VPA: sodium valproate
LEV ZNS: zonisamide
ZNS
Pemilihan OAE pada Anak
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
ACTH: adrenocorticotropic hormone
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS
CBZ: carbamazepine,
CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG
ZNS CLB CZP: clonazepam
PB ESM: ethosuximide
Tonik Klonik VPA LTG ZMS FBM: falbamate
CBZ TPM OXC GBP: gabapentine
PB PHT LEV LEV: Levetiracetam
Parsial CBZ LTG CLB LTG: lamotrigine
VPA TPM PHT
PB OXC GBP
NTZ: nitrazepam
ZNS LEV OXC: oxcarbamazepine
Spasme Infantil VGB VPA LTG PB: phenobarbital
ACTH NTZ ZNS PGB: pregabalin
TPM PHT: phenytoin
Lennox-gastaut VPA LTG CLB PRM: pirimidon
TPM FBM TGB: tiagabine
Unclassified VPA LTG TPM VGB: vigabatrine
LEV
ZNS
VPA: sodium valproate
ZNS: zonisamide
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,
Stroke Embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.
Stroke Kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
44. Afasia
Kelainan yang terjadi Afasia menimbulkan
karena kerusakan dari problem dalam bahasa
bagian otak yang lisan (bicara dan
mengurus bahasa. pengertian) dan bahasa
yaitu kehilangan tulisan (membaca dan
kemampuan untuk menulis). Biasanya
membentuk kata-kata membaca dan menulis
atau kehilangan lebih terganggu dari pada
kemampuan untuk bicara dan pengertian.
menangkap arti kata-kata Afasia bisa ringan atau
sehingga pembicaraan berat. Beratnya gangguan
tidak dapat berlangsung tergantung besar dan
dengan baik. lokasi kerusakan di otak.
Pembagian Afasia :
1. Afasia Motorik (Broca)
2. Afasia Sensorik (Wernicke)
3. Afasia Global
Afasia Motorik :
- Terjadi karena rusaknya area Broca di
gyrus frontalis inferior.
- Mengerti isi pembicaraan, namun tidak
bisa menjawab atau mengemukakan
pendapat
- Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia
Broca
- Bisa mengeluarkan 1 2 kata(nonfluent)
Afasia Sensorik
- Terjadi karena rusaknya area Wernicke di
girus temporal superior.
- Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
- Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia
Wernicke
Afasia Global
- Mengenai area Broca dan Wernicke
- Tidak mengerti dan tida bisa
mengeluarkan kata kata
Afasia transkortikal, disebabkan lesi di sekitar
pinggiran area pengaturan bahasa.
Transcortical
Nonfluent - Good Good Poor
motor
Wernickes
Fluent + Poor Poor Poor
Aphasia
Transcortical
Fluent + Poor Good Poor
sensory
Trigeminal
Tension Type
Migraine autonomic
Headache
cephalalgias
Cluster
International Headache Society Classifi cation Subcommittee. The International Classifi cation of Headache
Disorders. 2nd edition. Cephalalgia 2004; 24 (Suppl 1): 1-160.
Chepalgia
Migraine adalah salah satu nyeri kepala primer, yang bersifat:
sedang sampai berat
Unilateral
Berdenyut
intensitas meningkat
dapat diikuti mual, muntah, dan sensitif terhadap cahaya
diperberat oleh aktivitas.
Cermolacce, M., Sass, L., & Parnas, J. (2010). What is Bizarre in Bizarre Delusions? A
Critical Review. Schizophrenia Bulletin, 36, 667679.
Nakaya M. et al. Bizzare Delusions and DSM IV Skizofenia. Psychiatry and Clinical
Neurosciences (2002), 56, 391395 Hagen E. Non-bizarre Delusions as Strategic Deception.
47. FOBIA
Fobia adalah penolakan berdasarkan
ketakutan terhadap benda atau situasi yang
dihadapi, yang sebetulnya tidak berbahaya
dan penderita mengakui bahwa ketakutan itu
tidak ada dasarnya (DSM IV-TR).
Fobia sosial Ketakutan yang jelas dan menetap situasi sosial atau tampil didepan
orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai
oleh orang lain atau menjadi pusat perhatian. Ada perasaan takut
bahwa ia akan berperilaku memalukan atau menampakkan gejala
cemas atau bersikap yang dapat merendahkan dirinya.
Fobia khas/ Ketakutan yang berlebihan dan persisten terhadap objek atau situasi
spesifik spesifik, seperti ketakutan terhadap tempat tertutup ( Claustrophobia),
atau ketakutan terhadap binatang kecil yang menjijikkan seperti tikus,
ulat, dan lain-lain.
AGORAFOBIA vs FOBIA SOSIAL
Agorafobia Fobia Sosial
48. Gangguan Ansietas
Ansietas
suatu keadaan aprehensi atau khawatir yang mengeluhkan
bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi
Gangguan ansietas ditandai dengan gejala fisik seperti:
kecemasan (khawatir akan nasib buruk),
Sulit konsentrasi
ketegangan motorik,
gelisah, gemetar, renjatan
rasa goyah, sakit perut, punggung dan kepala
ketegangan otot, mudah lelah
berkeringat, tangan terasa dingin
Insomnia
Gejala Umum
Gejala Psikologis Gejala Fisik
48. ANSIETAS (GANGGUAN CEMAS)
Diagnosis Characteristic
Gangguan panik Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan datangnya
kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi dari
stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di antara serangan
panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi, antara lain:
hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.
Gangguan penyesuaian Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu <3 bulan
dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang
lain.
Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp minggu
menyeluruh disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan motorik (gemetar,
sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas otonomik (sesak napas,
berkeringat, palpitasi, & gangguan gastrointestinal), kewaspadaan mental
(iritabilita).
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (PPDGJ-III)
http://www.medscape.com/viewarticle/762477
Tatalaksana Gangguan Cemas:
Terapi Antidepresan
1 atau lebih
1 atau lebih Gangguan
Gangguan episode
episode afektif
mood mania atau
depresi bipolar
hipomania
Gangguan bipolar
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17696573
Bipolar tipe I dan II
Keterangan:
Pada bipolar tipe II,
episode peningkatan
mood lebih ke arah
hipomanik.
http://www.medscape.com/viewarticle/754573
50. PSIKOTIK AKUT
Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti
gangguan psikotik akut, harus ada setidaknya
satu dari gejala di bawah ini:
1. Halusinasi
2. Waham
3. Agitasi atau perilaku aneh (bizarre)
4. Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
5. Keadaan emosional yang labil dan ekstrim
(iritabel)
Dengan lama episode >1 hari, tetapi <1 bulan.
PPDGJ-III
PPDGJ
Terapi Dermatofitosis:
1. Griseofulvin (lini pertama),
2. ketokonazol, itrakonazol (golongan azol)
3. terbinafin
Tinea Korporis
Infeksi dermatofita pada badan,
tungkai, dan lengan
Klinis
Lesi berbatas tegas, tepi cederung
lebih aktif, bagian tengah
cenderung menyembuh (central
healing)
Lesi berdekatan polisiklik/gyrata
Drug of Choice Dermatofita
D E R M ATO F I TA DOC
Tinea Kapitis Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum
Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton
Tinea barbae, tinea manuum, Mengenai struktur kulit bagian dalam butuh terapi
Tinea korporis luas sistemik
DOC: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol
Tinea facialis, Tinea korporis, Mengenai struktur kulit superfisial terapi topikal
tinea kruris, tinea pedis DOC: grup alilamin (terbinafin, naftifin)
Pengobatan sistemik
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari Diberikan 1-2 x/hari setelah sembuh secara klinis:
lanjutkan hingga 2 minggu
Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4 minggu, diberikan bila
lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan
Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari
setelah makan
Itrakonazol (pengganti ketokonazol yg hepatotoksik)
2x 100-200 mg/hari dalam kapsul selama 3 hari
Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7. Balai Penerbit FKUI. 2015
52. Herpes Simpleks
Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat
mukokutan
Gejala klinis:
Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak
terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV
yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala
klinis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Herpes Simpleks
Pemeriksaan
Ditemukan pada sel dan dibiak,
antibodi, percobaan Tzanck
(ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi Tipe II
intranuklear, glass cell)
Pengobatan
doksuridin topikal (pada lesi dini),
asiklovir 5 x 200 mg PO selama 5
hari
Komplikasi
Meningkatkan
morbiditas/mortalitas pada janin
dengan ibu herpes genitalis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
53. Filariasis
Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan
habitat cacing dewasa di hospes:
Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi
Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala
M A L AY I 2:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 2-5 buah
Perbandingan
panjang:lebar kepala
BRUGIA 3:1
TIMORI Inti tidak teratur
Inti di ekor 5-8 buah
Peau dorange
Peau DOrange is a symptom where the skin
takes on the appearance of an orange peel
The cause is lymphatic edema, where there is
accumulation of water in the lymphoid tissue.
Hair follicles are fixedappear as pits
Commonly related to breast tumor, but can
happened in any conditions with lymphatic
obstruction, e.g. lymphedema
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi
Pemeriksaan penunjang:
Deteksi mikrofilaria di darah
Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
Antibodi filaria, eosinofilia
Biopsi KGB
Pengobatan:
Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari
Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 150 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun
bila dikombinasi dengan DEC SD
DEC + Albendazol 400 mg/tahun selama 5 tahun
Suportif
Pengobatan massal dengan albendazole + ivermectin (untuk endemik
Onchocerca volvulus) atau albendazole + DEC (untuk nonendemik
Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
Parasitologi Kedokteran, FKUI
Parasites - Lymphatic Filariasis
Diethylcarbamazine (DEC) is the drug of choice in the
United States. The drug kills the microfilaria and some
of the adult worms.
Because this infection is rare in the U.S., the drug is no
longer approved by the Food and Drug Administration
(FDA) and cannot be sold in the U.S
The drug ivermectin kills only the microfilariae, but not
the adult worm; the adult worm is responsible for the
pathology of lymphedema and hydrocele.
Some studies have shown adult worm killing with
treatment with doxycycline (200mg/day for 46 weeks)
http://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/treatment.html
54. Dermatitis Seboroik/Ptiriasis Sika
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Dermatitis Seboroik
Fakto Risiko
Genetik.
Faktor kelelahan.
Stres emosional.
Infeksi.
Defisiensi imun.
Pria > wanita
Usia bayi bulan 1 dan usia 18-40 tahun.
Kurang tidur.
Dermatitis Seboroik: Terapi
Anti inflamasi (imunomodulator)
Steroid topikal atau inhibitor calcineuron
Shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal, losio yang
dioleskan pada kulit kepala atau krim pada kulit
Keratolitik
Tar, asam salisiklik dan shampo zinc pyrithion
Anti Fungi
Gel ketokonazol (Nizoral) 1x/hari dalam dua minggu
Satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dermatitis seboroik pada
wajah
Shampo selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai 2-3x/minggu
Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat
berguna
Anti jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan flukonazole
(Diflucan) mempunyai efek anti inflamasi juga
Prednisolon 30 mg/hari lesi luas yang tidak membaik
Djuanda. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7. Balai Penerbit FKUI. 2015
55. Keganasan Pada Kulit
Karsinoma Sel Basal Karsinoma Sel Skuamosa
Berasal dari sel epidermal Berasal dari sel epidermis.
pluripoten. Faktor predisposisi: Etiologi: sinar matahari, genetik,
lingkungan (radiasi, arsen, paparan herediter, arsen, radiasi,
sinar matahari, trauma, ulkus hidrokarbon, ulkus sikatrik
sikatriks), genetik Usia tersering 40-50 tahun
Usia di atas 40 tahun Dapat bentuk intraepidermal
Biasanya di daerah berambut, Dapat bentuk invasif: mula-mula
invasif, jarang metastasis berbentuk nodus keras, licin,
Bentuk paling sering adalah kemudian berkembang menjadi
nodulus: menyerupai kutil, tidak verukosa/papiloma. Fase lanjut
berambut, berwarna coklat/hitam, tumor menjadi keras, bertambah
berkilat (pearly), bila melebar besar, invasif, dapat terjadi
pinggirannya meninggi di tengah ulserasi. Metastasis biasanya
menjadi ulkus (ulcus rodent) melalui KGB.
kadang disertai talangiektasis,
teraba keras
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Melanoma Maligna SCC
Etiologi
Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat
Usia 30-60 tahun
Bentuk: BCC
Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka
Prognosis buruk MM
Hystology Basal Cell Carcinoma
Palisade = pagar
Squamous Cell Carcinoma
Proliferation of
anastomosing nests,
sheets and strands of
atypical keratinocytes
originating in the
epidermis and
infiltrating into the
dermis
Malignant melanoma
Predominance of single cell
melanocytes over nests of
melanocytes along the
dermoepidermal junction
Pagetoid (upward)
migration of single cell
melanocytes
Confluent spread of
melanocytes
Cellular dyscohesion
Lack of uniform melanin
distribution
ILMU
K E S E H ATA N
ANAK
56. EDEMA
Starlings Law of the Capillary
Congenital HD
Acyanotic Cyanotic
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.
Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology
Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis
Robert D. Barker, Frank R. Greer, and The Committee of Nutrition. Diagnosis and Prevention of Iron Defiency and Iron Anemia i n Infants and Young Children (0-3 years of Age.
Pediatrics 2010; 126; 1040.
Pendekatan Anemia pada anak
idai
Indeks Eritrosit
Indeks eritrosit/ indeks mean corpuscular volume (MCV)
kospouskuleradalah batasan untuk
ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Volume/ ukuran eritrosit :
mikrositik (ukuran kecil),
terdiri atas : normositik (ukuran normal),
(MCV : mean corpuscular volume) dan makrositik (ukuran besar).
(MCH : mean corpuscular hemoglobin)
mean corpuscular hemoglobin
(MCHC : mean corpuscular hemoglobin)
(MCH)
(RDW : RBC distribution width atau luas
distribusi eritrosit) perbedaan bobot hemoglobin di dalam
ukuran eritrosit tanpa memperhatikan
Indeks eritrosit dipergunakan secara ukurannya.
luas dalam mengklasifikasi anemia atau mean corpuscular hemoglobin
sebagai penunjang dalam membedakan concentration (MCHC)
berbagai macam anemia.
konsentrasi hemoglobin per
unit volume eritrosit.
Retikulosit
Retikulosit : eritrosit muda yang sitoplasmanya masih
mengandung sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA
yang berasal dari sisa inti dari prekursornya (sel darah
muda).
Jumlah retikulosit yg meningkat menunjukkan kemampuan
respon sumsum tulang ketika anemia (misal perdarahan)
Indikator aktivitas sumsum tulang, banyaknya retikulosit
dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang
hampir akurat.
Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan
akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang.
hitung retikulosit yang rendah dapat mengindikasikan keadan
hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.
Hipokrom: MCH normal Hiperkrom:
MCH normal
Mikrositik: MCV normal
Parameter Kadar normal Satuan
Hb 6 bln - 2 thn: 10,5-13,5 g/dL
2-6 thn: 11-14,7
6-12 thn: 11,5-15,5
12-18 thn: 13-16 (L); 12-16 (P)
Ht 2 thn: 33-42 %
Leukosit 2 thn: 6000-17.500 /L
Trombosit 150.000-400.000 /L
MCV 2 thn: 70-86 fL
MCH 2 thn: 23-31 pg/sel
MCHC 2 thn: 30-36 %Hb/sel
Anemia Defisiensi Besi
Etiologi
Bayi di bawah 1 tahun Anak umur 2-5 tahun
Persediaan besi yang Diet rendah heme
kurang karena BBLR, lahir Infeksi berulang/menahun
kembarm ASI eksklusif Perdarahan berlebihan
tanpa suplementasi, susu karena divertikulum
formula rendah besi, meckel
pertumbuhan cepat,
anemia selama kehamilan Umur 5 tahun remaja
Anak umur 1-2 tahun Poliposis
Tidak mendapat MPASI Kehilangan besi karena
Kebutuhan meningkat perdarahan e.c
parasit/infeksi
karena infeksi berulang
Malabsorbsi Remaja dewasa
Menstruasi berlebihan
Manifestasi Klinis
Anamnesis Pemeriksaan fisik
Pucat yang berlangsung Pucat tanpa tanda tanda
lama (kronik) perdarahan
Gejala komplikasi : lemas, Limpa dapat membesar
sariawan, fagofagia, namun umumnya tidak
penurunan prestasi belajar, teraba
menurunnya daya dahan Koilonikia, glositis. Dan
tubuh terhadap infeksi dan stomatitis angularis
gangguan perilaku
Terdapat faktor predisposis
dan faktor penyebab
Pemeriksaan Penunjang
Profil Zat Besi
Ferritin Total iron binding capacity
ferritin : intracellular protein is a measurement of the maximum
which safely stores excess iron. amount of iron that can be carried.
Tiny amounts of ferritin can be Indirect measurement of transferrin.
detected in serum measured
surrogate for body iron stores
Serum ferritin shows an acute Transferrin saturation
phase response and can be The most useful test in assessing iron
elevated in a variety of supply to the tissues
inflammatory, metabolic, hepatic Transferrin is a glycoprotein synthesised in
and neoplastic disorders
difficult to recognise iron the liver and is responsible for the
deficiency in patients with transportation of iron (Fe3+) in serum
inflammatory disorders In iron deficiency anaemia the serum iron
normal range for serum ferritin is level falls. As a result the liver is stimulated
generally regarded as 15- to synthesise more transferrin and the
300g/l. transferrin saturation falls (usually <15%).
Transferrin saturation is obtained by the
following formula: serum iron x 100 TIBC
Normal range 2550%,
Serum iron concentration
is a measurement of circulating iron (Fe+) bound
to transferrin
Only 0.1% of total body iron is bound to
transferrin at any one time
Diagnosis
Penatalaksanaan
Pengobatan harus dimulai pada stadium dini (pada stadium deplesi besi
atau kekurangan besi) untuk mencegah terjadinya ADB
Tatalaksana etiologi dan terapi preparat zat besi atau bila perlu diberikan
transfusi PRC
Pemberian Zat Besi :
Preparat besi diberikan sampai kadar Hb normal dilanjutkan sampai
terpenuhi bentuk fero lebih mudah diserap
Pemberian parenteral diberikan bila pemberian
oral gagal, misalnya akibat malabsorbsi, atau efek
samping berat pada saluran cerna
Evaluasi hasil pengobatan periksa Hb,
retikulosit seminggu sekali, SI dan feritin
seminggu sekali
Terapi diteruskan hingga 2 bulan Hb normal tanpa
pemeriksaan SI dan feritin
Transfusi hanya diberikan bila Hb<6 g/dL atau
kadar Hb 6 g/dl disertai lemah, gagal jantung,
infeksi berat atau akan menjalani operasi
transfusi PRC
Tatalaksana
Fe oral
Aman, murah, dan efektif
Enteric coated iron tablets tidak dianjurkan karena
penyerapan di duodenum dan jejunum
Beberapa makanan dan obat menghambat penyerapan
Jangan bersamaan dengan makanan, beberapa antibiotik, teh,
kopi, suplemen kalsium, susu. (besi diminum 1 jam sebelum atau 2
jam setelahnya)
Konsumsi suplemen besi 2 jam sebelum atau 4 jam setelah
antasida
Tablet besi paling baik diserap di kondisi asam konsumsi
bersama 250 mg tablet vit C atau jus jeruk meningkatkan
penyerapan
Tatalaksana
Absorbsi besi yang terbaik adalah pada saat
lambung kosong,
Jika terjadi efek samping GI, pemberian besi dapat
dilakukan pada saat makan atau segera setelah
makan meskipun akan mengurangi absorbsi obat
sekitar 40%-50%
Efek samping:
Mual, muntah, konstipasi, nyeri lambung
Warna feses menjadi hitam, gigi menghitam (reversibel)
Skrining
The American Academy of Pemeriksaan tersebut dilakukan
Pediatrics (AAP) dan CDC di pada populasi dengan risiko
Amerika menganjurkan tinggi:
melakukan pemeriksaan (Hb) dan kondisi prematur
(Ht) setidaknya satu kali pada usia berat lahir rendah
9-12 bulan dan diulang 6 bulan riwayat mendapat perawatan lama
kemudian pada usia 15-18 bulan di unit neonatologi
atau pemeriksaan tambahan anak dengan riwayat perdarahan
setiap 1 tahun sekali pada usia 2- infeksi kronis
5 tahun. etnik tertentu dengan prevalens
Pada bayi prematur atau dengan anemia yang tinggi
berat lahir rendah yang tidak mendapat asi ekslusif tanpa
mendapat formula yang suplementasi
difortifikasi besi perlu mendapat susu sapi segar pada
dipertimbangkan untuk usia dini
melakukan pemeriksaan Hb dan faktor risiko sosial lain.
sebelum usia 6 bulan
Ptekiae, epistaksis,
Pucat, lemah,
perdarahan gusi, Demam, infeksi
dispnea
menoragia
thyroid
T4 T3
I-
Thyroid Follicles
Thyroid Follicles
Thyroid Hormone Synthesis
Hipothyroid
Hypothyroidism refers to an underactive thyroid
gland that does not produce enough of the active
hormones T3 and T4.
This condition can be present at birth or can be
acquired any time during childhood or aduthood.
Hypothyroidism is the most common disturbance
of thyroid function in children, and is most often
caused by chronic autoimmune thyroiditis.
Occurs in about 1 in 1250 children.
In most cases, the condition is permanent and
will require treatment for life
Hypothyroid in Children
As in adults, acquired hypothyroidism can be caused
by:
thyroid disease (primary hypothyroidism)
hypothalamic-pituitary disease (central hypothyroidism)
Primary hypothyroidism may be either subclinical (high
serum thyrotropin [TSH] and normal serum free
thyroxine [T4] concentrations) or overt (high serum
TSH and low serum free T4 concentrations).
Whatever its cause, hypothyroidism in children can
have deleterious effects on growth, pubertal
development and school performance.
Causes of hypothyroidism in children
and adolescents
The signs and symptoms of Diagnosis
hypothyroidism include: These include the measurement
Tiredness of hormones produced by the
Modest weight gain (no more than thyroid gland and pituitary.
5-10 lb)
Free T4 (which is more accurate
Feeling cold than just the total T4) and TSH
Dry skin are measured.
Hair loss
Constipation
Hypothyroidism is diagnosed
when the stimulating hormone
Poor growth from the pituitary (TSH) is high
and the free T4 produced from
the thyroid is low.
If there is not enough TSH, then
both levels will be low.
Clinical Manifestation
The most common physical finding at presentation is a goiter (an
enlarged thyroid).
The most common manifestation of hypothyroidism in children is
declining growth velocity, often resulting in short stature.
The growth delay tends to be insidious in onset, and may be present
for several years before other symptoms occur, if they occur at all.
Another common problem is altered school performance.
Other common symptoms are sluggishness, lethargy, cold
intolerance, constipation, dry skin, brittle hair, facial puffiness, and
muscle aches and pains.
If the cause is hypothalamic or pituitary disease, the child may
have headaches, visual symptoms, or manifestations of other
pituitary hormone deficiencies.
Physical Examination
Abnormalities on physical examination include short stature,
apparent overweight (more fluid retention than obesity), puffy
facies with a dull, placid expression, bradycardia,
pseudohypertrophy of the muscles, and delayed deep tendon
reflexes.
The thyroid gland may be normal in size, not palpable, or diffusely
enlarged.
Pubertal development is delayed in most adolescent hypothyroid
children.
However, some children have sexual precocity, characterized by
breast development in girls and macroorchidism (enlarged testes) in
boys, and slightly increased (for age) serum gonadotropin
concentrations.
Diagnosis
Children with primary hypothyroidism have high serum TSH
concentrations and low serum free T4 values.
Children with "subclinical hypothyroidism" have an elevated TSH
and a normal free T4 level.
Most children with central hypothyroidism have normal or low
serum TSH concentrations and low serum free T4 values.
Chronic autoimmune thyroiditis can be confirmed as the cause of
hypothyroidism by measuring antithyroid antibodies, best done by
measuring TPO Ab.
Approximately 85 to 90 percent of children with chronic
autoimmune thyroiditis have high serum TPO Ab concentrations,
while 30 to 50 percent have positive Tg Ab levels.
Treatment
Levothyroxine (T4) is the treatment of choice in children with
hypothyroidism.
The goals of treatment are to restore normal growth and development,
including pubertal development.
There is some controversy about the need to treat children with mild
subclinical hypothyroidism, characterized by TSH elevations between 6
and 10 mU/L.
There is general agreement to treat children with subclinical
hypothyroidism and TSH levels >10 mU/L, to prevent any subtle effects on
growth and development.
T4 dose Children clear T4 more rapidly than adults; as a result, the
daily replacement dose on a weight basis is higher:
Age 1 to 3 years 4 to 6 mcg/kg body weight
Age 3 to 10 years 3 to 5 mcg/kg
Age 10 to 16 years 2 to 4 mcg/kg
62.DIABETES MELLITUS TYPE I
Autoimmune destruction of pancreatic islet
cells
Factors contribute to the pathogenesis DM
Type I:
Genetic provide both susceptibility to, and
protection from dm Type I
Environmental
Infections
Chemicals
Seasonality
geographic locations
Ramin Alemzadeh, David T. Wyat. Diabetes Mellitus in Children. Nelson Textbook of Pediatrics
Diabetes Melitus Tipe 1
(Insulin-dependent diabetes mellitus)
Merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
Etiologi: Suatu proses autoimun yang merusak sel
pankreas sehingga produksi insulin berkurang, bahkan
terhenti. Dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan.
Insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun
Komplikasi : Hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum,
retinopathy , nephropathy and hypertension, peripheral
and autonomic neuropathy, macrovascular disease
Manifestasi Klinik:
Poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
Pada keadaan akut yang berat: muntah, nyeri perut, napas cepat
dan dalam, dehidrasi, gangguan kesadaran
Ketoasidosis Diabetikum
Diagnostic Criteria and Typical Total Body Deficits of
Water and Electrolytes in Diabetic Ketoacidosis
Diagnostic criteria* Typical deficits
Blood glucose: > 250 mg per dL Water: 6 L, or 100 mL per kg
(13.9 mmol per L) body weight
pH: <7.3 Sodium: 7 to 10 mEq per kg body
Serum bicarbonate: < 15 mEq/L weight
Urinary ketone: 3+ Potassium: 3 to 5 mEq per kg
body weight
Serum ketone: positive at 1:2
dilutions Phosphate: ~1.0 mmol per kg
body weight
Serum osmolality: variable
Erythema nodosum
Phlyctenular conjunctivitis
Tuberculin Test Positive
Primary pulmonary TB
TB Meningitis
3 12 months
Miliary TB
TB Pleural effusion
6 24 months Osteo-articular TB
Resistance reduced :
infection 1. Early infection
(esp. in first year)
2. Malnutrition
3. Repeated infections :
measles, whooping cough 24 months
4-8 weeks 3-4 weeks fever of onset 12 months streptococcal infections
4. Steroid therapy
Development
Of Complex DIMINISHING RISK
edema
rambut kemerahan, mudah
dicabut
kurang aktif, rewel/cengeng
pengurusan otot
Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Z-score menggunakan BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- menggunakan kurva CDC
height 80-90% mild
<-2 moderate wasted malnutrition
<-3 severe wasted gizi 70-80% moderate
buruk malnutrition
70% severe
Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition Gizi Buruk
cm
Kwashiorkor
Protein
Serum Albumin
Edema
Marasmus
Karbohidrat
Lemak subkutan
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe
8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3
bulan terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2,
dan 15.
66. Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir
Ikterus baru terlihat bila kadar bilirubin serum lebih dari 5 mg/dL.
Ikterus pada neonatus merupakan sesuatu yang unik dan membutuhkan
perhatian khusus, karena:
ikatan bilirubin
intrahepatosit
sekresi bilirubin
ekskresi bilirubin
Etiologi
Ikterus Neonatorum
Ikterus neonatorum: fisiologis vs non fisiologis.
Ikterus fisiologis:
Awitan terjadi setelah 24 jam
Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
Ikterus fisiologis berlebihan ketika bilirubin serum puncak adalah 7-15
mg/dl pada NCB
Ikterus non fisiologis:
Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
Tanda penyakit lain
Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk. Ditandai
bilirubin direk > 1 mg/dl jika bil tot <5 mg/dl atau bil direk >20% dr total
bilirubin. Penyebab: kolestasis, atresia bilier, kista duktus koledokus.
OBSTRUKSI
Urin warna
teh
Feses warna
Tidak ada bilirubin direk yg menuju usus
Dempul
Kolestasis (Cholestatic Liver Disease)
Definisi : Keadaan bilirubin direk > 1 mg/dl bila bilirubin total < 5
mg/dl, atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total bila kadar
bil.total >5 mg/dl
Kolestasis : Hepatoselular (Sindrom hepatitis neonatal) vs Obstruktif
(Kolestasis ekstrahepatik)
Sign and Symptom : Jaundice, dark urine and pale stools,
nonspecific poor feeding and sleep disturbances, bleeding and
bruising, seizures
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Atresia Bilier
Merupakan penyebab kolestasis tersering dan serius pada bayi yang
terjadi pada 1 per 10.000 kelahiran
Ditandai dengan adanya obstruksi total aliran empedu karena destruksi
atau hilangnya sebagian atau seluruh duktus biliaris. Merupakan proses
yang bertahap dengan inflamasi progresif dan obliterasi fibrotik saluran
bilier
Etiologi masih belum diketahui
Tipe embrional 20% dari seluruh kasus atresia bilier,
sering muncul bersama anomali kongenital lain seperti polisplenia, vena porta
preduodenum, situs inversus dan juga malrotasi usus.
Ikterus dan feses akolik sudah timbul pada 3 minggu pertama kehidupan
Tipe perinatal yang dijumpai pada 80% dari seluruh kasus atresia bilier,
ikterus dan feses akolik baru muncul pada minggu ke-2 sampai minggu ke-
4 kehidupan.
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
Atresia Bilier
Gambaran klinis: biasanya terjadi pada bayi perempuan,
lahir normal, bertumbuh dengan baik pada awalnya, bayi
tidak tampak sakit kecuali sedikit ikterik. Tinja
dempul/akolil terus menerus. Ikterik umumnya terjadi
pada usia 3-6 minggu
Laboratorium : Peningkatan SGOT/SGPT ringan-sedang.
Peningkatan GGT (gamma glutamyl transpeptidase) dan
fosfatase alkali progresif.
Diagnostik: USG dan Biopsi Hati
Terapi: Prosedur Kasai (Portoenterostomi)
Komplikasi: Progressive liver disease, portal hypertension,
sepsis
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. Dept IKA RSCM. 2007
67. EKSANTEMA AKUT
Morbili/Rubeola/Campak
Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
Paramyxovirus Prodromal
Kel yg rentan: Hari 7-11 setelah
Anak usia prasekolah yg eksposure
blm divaksinasi Demam, batuk,
Anak usia sekolah yang konjungtivitis,sekret
gagal imunisasi hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)
Musin: akhir musim Enanthem ruam
dingin/ musim semi kemerahan
Inkubasi: 8-12 hari Kopliks spots muncul 2
Masa infeksius: 1-2 hari hari sebelum ruam dan
sblm prodromal s.d. 4 bertahan selama 2 hari.
hari setelah muncul ruam
Morbili
KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI
Otitis Media (1 dari 10 penderita Diagnosis:
campak pada anak)
manifestasi klinis, tanda
Diare (1 dari 10 penderita campak)
patognomonik bercak Koplik
Bronchopneumonia (komplikasi
berat; 1 dari 20 anak penderita isolasi virus dari darah, urin,
campak) atau sekret nasofaring
Encephalitis (komplikasi berat; 1 pemeriksaan serologis: titer
dari 1000 anak penderita campak) antibodi 2 minggu setelah
Pericarditis timbulnya penyakit
Subacute sclerosing Terapi:
panencephalitis late sequellae
due to persistent infection of the Suportif, pemberian vitamin A 2
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: x 200.000 IU dengan interval 24
100,000 orang) jam.
Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:
Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.
Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.
Konseling & Edukasi
Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.
Rubella
Togavirus Asymptomatik hingga
Yg rentan: orang dewasa 50%
yang belum divaksinasi Prodromal
Musim: akhir musim Anak-anak: tidak bergejala
dingin/ awal musim semi. s.d. gejala ringan
Dewasa: demam, malaside,
Inkubasi 14-21 hari nyeri tenggorokan, mual,
Masa infeksius: 5-7 hari anoreksia, limfadenitis
sblm ruam s.d. 3-5 hari oksipital yg nyeri.
setelah ruam muncul Enanthem
Forschheimers spots
petekie pada hard
palate
Rubella - komplikasi
Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
Peripheral neuritis
encephalitis
thrombocytopenic purpura
(jarang)
Congenital rubella
syndrome
Infeksi pada trimester
pertama
IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.
Roseola Infantum Exanthem Subitum
Human Herpes Virus 6 Demam tinggi 3-4 hari
(and 7) Demam turun mendadak
Yg rentan: 6-36 bulan dan mulai timbul ruam
(puncak 6-7 bulan) kulit.
Musim: sporadik Kejang yang mungkin
Inkubasi: 9 hari timbul berkaitan dengan
Masa infeksius: berada infeksi pada meningens
dalam saliva secara oleh virus.
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.
Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18 tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014
Umur pemberian vaksin
Jenis vaksin Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 10 12 18
Hepatit
i s B 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td) 7(Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus
e 1 2 3
Influ nza Ulangan 1 kaliptia tpahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan tia 3 t ahun
Hepatit
i s A 2 kali, interval 6-12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 3 kali
Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
68. Hepatitis Viral Akut
Hepatitis viral: Suatu proses peradangan pada hati atau kerusakan
dan nekrosis sel hepatosit akibat virus hepatotropik. Dapat
akut/kronik. Kronik jika berlangsung lebih dari 6 bulan
Perjalanan klasik hepatitis virus akut
Fase inkubasi
Stadium prodromal/ preikterik: flu like syndrome,
Stadium ikterik: gejala-gejala pada stadium prodromal berkurang
disertai munculnya ikterus, urin kuning tua
Stadium konvalesens/penyembuhan
Anamnesis Hepatitis A :
Manifestasi hepatitis A:
Anak dicurigai menderita hepatitis A jika ada gejala sistemik yang
berhubungan dengan saluran cerna (malaise, nausea, emesis, anorexia, rasa
tidak nyaman pada perut) dan ditemukan faktor risiko misalnya pada keadaan
adanya outbreak atau diketahui sumber penularan.
Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
Serologi Hepatitis A, B, C
Penanda
Serologis
Hepatitis
Hepatitis relaps didefinisikan sebagai meningkatnya kembali konsentrasi aminotransferase dan
bilirubin yang sudah kembali normal dalam masa penyembuhan.
69. HEMOSTASIS
Hemostasis (hemo=blood; ta=remain) is the
stoppage of bleeding, which is vitally important when
blood vessels are damaged.
Following an injury to blood vessels several actions
may help prevent blood loss, including:
Formation of a clot
Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di common
pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis
http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/health-
general/first-aid/451--hemostasis.html
Coagulation factors
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time
CT the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when the fibrin thread is first
seen.
BT depends on the integrity of platelets and vessel
walls, whereas CT depends on the availability of
coagulation factors.
In coagulation disorders like haemophilia, CT is
prolonged but BT remains normal.
CT is also prolonged in conditions like vitamin K
deficiency, liver diseases, disseminated intravascular
coagulation, overdosage of anticoagulants etc.
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
PT & APTT
activated partial thromboplastin time (aPTT)
untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade
koagulasi
prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi
jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com/Screening%20Tests/aptt.html
Bleeding
Mild Severe
intervention
stopped
continues
prolonged delayed
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
70. Diare akut
Diare akut:
- BAB >3 kali dalam 24 jam
- Konsistensi cair
- Durasi <1 minggu
Diare kronik
diare karena penyebab apapun dan berlangsung
14 hari
Gejala dan tanda dehidrasi
Klasifikasi diare
pada anak
Syok hipovolemik
pada anak
Jika diare sangat
massif sehingga
volume loss sangat
tinggi, anak dapat
mengalami syok
hipovolemik
Tatalaksana syok
akibat diare pada
anak tidak
menggunakan
rencana terapi C
melainkan algoritma
tatalaksana syok
hipovolemik anak
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi ringan-sedang
Dehidrasi berat
Terapi zinc
71. Abortus
Definisi: Ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar kandungan pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram
Klasifikasi:
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Jenis Abortus
Dua jenis abortus
Abortus spontan dan abortus provokatus
Abortus spontan
terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis, disebut juga
keguguran (miscarriage)
Abortus provokatus
Sengaja sengaja dilakukan tindakan (Cunningham
dkk.,2010)
Abortus Provokatus: Bentuk
Abortus provokatus medisinalis
Dilakukan atas dasar indikasi vital
Tindakan harus disetujui oleh tiga orang dokter yang merawat ibu
hamil (Dokter yang sesuai dengan indikasi penyakitnya, Dokter
anestesi, Dokter ahli Obstetri dan Ginekologi)
Indikasi vital
Penyakit ginjal, jantung, penyakit paru berat, DM berat,
karsinoma
Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat
Pemeriksaan PA jaringan
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
72. Hemorrhagia Post Partum
Definisi Fungsional
Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik
Insidens
5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A Y A N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
Uterus tidak berkontraksi dan lembek Syok Atonia uteri
Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)
Plasenta belum lahir setelah 30 menit Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
Perdarahan segera (P3) berlebihan
Uterus kontraksi baik Inversio uteri akibat tarikan
Perdarahan lanjutan
Plasenta atau sebagian selaput (mengandung Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap fundus tidak berkurang sebagian plasenta
Perdarahan segera (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
Uterus tidak teraba Syok neurogenik Inversio uteri
Lumen vagina terisi massa Pucat dan limbung
Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
Perdarahan segera
Nyeri sedikit atau berat
2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Atonia Uteri: Faktor Risiko
Uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar,
hidramnion atau bekuan darah)
Induksi persalinan
Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau
anastesia dengan hipotensi)
Persalinan lama
Korioamnionitis
Persalinan terlalu cepat
Riwayat atonia uteri sebelumnya
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik) ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
kompresi bimanual interna maks 5 menit
Identifikasi sumber
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + perdarahan lain
infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL 40 tpm Laserasi jalan
Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian
lahir
lanjutkan KBI
Hematoma
parametrial
Tidak berhasil Ruptur uteri
Inversio uteri
Sisa fragmen
plasenta
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi
bimanual eksterna
Berhasil Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta
abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU
oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam
Jenis
Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada diluar
Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri
Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
Gejala
Syok
Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan
Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
Perdarahan
Terapi
Atasi syok
Reposisi dalam anestesi
Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena
dapat memicu perdarahan >>
Inversio Uteri: Terapi
Replacement of Inverted Uterus
Retensio plasenta
Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir
Penanganan
Pengeluaran plasenta secara manual
Kuretase
Uterotonika
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/150/jtptunimus-gdl-fujifatmaw-7485-2-babii.pdf
Hemorrhagia Post Partum: Medikamentosa
73. Kala Persalinan
PERSALINAN dipengaruhi 3 PEMBAGIAN FASE / KALA
FAKTOR P UTAMA PERSALINAN
1. Power Kala 1
His (kontraksi ritmis otot polos Pematangan dan pembukaan
uterus), kekuatan mengejan ibu, serviks sampai lengkap (kala
keadaan kardiovaskular respirasi pembukaan)
metabolik ibu. Kala 2
2. Passage Pengeluaran bayi (kala
Keadaan jalan lahir pengeluaran)
Kala 3
3. Passanger Pengeluaran plasenta (kala uri)
Keadaan janin (letak, presentasi, Kala 4
ukuran/berat janin, ada/tidak Masa 1 jam setelah partus,
kelainan anatomik mayor) terutama untuk observasi
(++ faktor2 P lainnya :
psychology, physician, position)
Kala Persalinan: Sifat HIS
Kala 1 awal (fase laten)
Tiap 10 menit, amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik. Serviks terbuka sampai 3 cm
Frekuensi dan amplitudo terus meningkat
Kala 2
Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali / 10 menit.
Refleks mengejan akibat stimulasi tekanan bagian terbawah menekan anus dan rektum
Kala 3
Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun.
Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap
menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (manual aid).
Kala Persalinan: Kala I
Fase Laten
Pembukaan sampai mencapai 3 cm (8 jam)
Fase Aktif
Pembukaan dari 3 cm sampai lengkap (+ 10 cm), berlangsung
sekitar 6 jam
Fase aktif terbagi atas :
1. Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sampai 4
cm.
2. Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm
sampai 9 cm.
3. Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cm sampai
lengkap (+ 10 cm).
Kala Persalinan: Kala II
Dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi
Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya plasenta terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.
74. Suplementasi dan Nutrisi Kehamilan
Suplementasi dan Medikamentosa
Asam Folat
Zat Besi
Kalsium
Aspirin
Tetanus Toxoid
Nutrisi
Penambahan kalori 300 kkal/hari (hamil) dan
500kkal/hari (menyusui)
Air 400 ml/hari
Dosis
Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari
Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari
Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek
tube neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari pada sebulan
pertama sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan
setelah konsepsi
http://emedicine.medscape.com/article/937979-overview
Suplementasi Kehamilan:
Zat Besi
Tablet Tambah Daerah Generik dikemas dalam bungkus warna putih, berisi
30 tab/bungkus
Memenuhi spesifikasi
Setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental dan
0,25 mg asam folat
Tujuan
Pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama
yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di
kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda)
Dosis
1,5-2 g/ hari
Pemberian tidak ada interval maks, hanya terdapat interval min antar dosis TT
Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui, berikan
dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut
2. Leopold II: Menentukan punggung dan bagian kecil janin di sepanjang sisi
maternal
3. Leopold III: Membedakan bagian persentasi dari janin dan sudah masuk dalam
pintu panggul
4. Leopold IV: Mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah masuk PAP dan
Memberikan informasi tentang bagian presentasi: bokong atau
kepala,sikap/attitude, (fleksi atau ekstensi), dan station (penurunan bagian
presentasi)
76. Hipertensi pada Kehamilan:
Patofisiologi
Faktor Risiko
Kehamilan pertama
Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
Memiliki penyakit KV
sebelumnya
Terdapat riwayat
genetik hipertensi
dalam kehamilan
Hipertensi Kronik
Hipertensi Gestasional
Pre Eklampsia Ringan
Pre Eklampsia Berat
Superimposed Pre Eklampsia
HELLP Syndrome
Eklampsia
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan
Diagnosis
Tekanan darah 140/90 mmHg
Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan
Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
Definisi
Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
Diagnosis
TD 140/90 mmHg
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
Tatalaksana Umum
Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
Preeklampsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
Sakit kepala , skotoma penglihatan
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu
Eklampsia
Kejang umum dan/atau koma
Ada tanda dan gejala preeklampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Tatalaksana umum
Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
Antihipertensi
Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal lanjutkan hingga
persalinan
Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa
Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana Khusus
Edema paru
Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
Tatalaksana
Posisikan ibu dalam posisi tegak
Oksigen
Furosemide 40 mg IV
Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
MgSO4
Eklampsia untuk tatalaksana kejang
PEB pencegahan kejang
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia
kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin
minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Hipertensi pada Kehamilan: Kompikasi
Pada Ibu
Kejang (eklampsia)
HELLP Syndrome
Solusio plasenta
Pada Janin
PJT akibat penurunan perfusi ke uterus dan
plasenta
Oligohidramnion
Oksigenasi fetal rendah dampak neurologis
http://emedicine.medscape.com/article/253960-overview
77. Analgesik pada Ibu Hamil
Kandidosis Hanya terapi azol topikal untuk 7 hari (rekomendasi: Terkonazol cream)
Vulvovagina
78. Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
GOLONGAN NA MA OBAT TRIMESTER
Obat KV Statin Semua
Aspirin III
Warfarin
Amlodipin
Captopril
Sistem Saraf Pusat Quazepam
Triaolam
Hidroksizin
Etinil estradiol
Penyakit Kulit Isotretinoin
Fluorourasil
Silver sulfadiazine III
Natrium diklofenak III
Obat Kontraindikasi pada Kehamilan
GOLONGAN NA MA OBAT EFEK SAMPING
Etiologi
Plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lain
Plasenta Previa
Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)
Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Plasenta Previa: Tatalaksana
Syarat terapi ekspektatif Rawat inap, tirah baring dan
Kehamilan preterm dengan berikan antibiotika profilaksis
perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti dengan Tokolitik bila ada kontraksi:
atau tanpa pengobatan MgSO4 4 g IV dosis awal
tokolitik dilanjutkan 4 g setiap 6 jam,
atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari +
Belum ada tanda inpartu betamethasone 12 mg IV SD
untuk pematangan paru janin
Keadaan umum ibu cukup baik
(kadar Hb dalam batas normal)
Janin masih hidup dan kondisi Anemia: sulfas ferosus / ferous
janin baik fumarat 60 mg PO selama 1
bulan
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Solusio Plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
Diagnosis
Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah
darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/
hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri
Faktor Predisposisi
Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Hidramnion
Gemelli
Defisiensi besi
Solusio Plasenta:
Solusio Plasenta: Tata Laksana
Tatalaksana
Tatalaksana
Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
Lengkap ekstraksi vakum
Belum ada/ lengkap SC
Kenyal, tebal, dan tertutup SC
Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
DJJ normal, lakukan seksio sesarea
DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
pecahkan ketuban dengan kokher:
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
81. Penyakit Trofoblastik Gestasional
WHO Classification
Malformations of the
Benign entities that
Malignant neoplasms chorionic villi that are
can be confused with
of various types of predisposed to
with these other
trophoblats develop trophoblastic
lesions
malignacies
Placental site
Complete Partial Placental site nodule
trophoblastic tumor
Epithilioid trophoblastic
tumors Invasive
Mola Hidatidosa
Definisi
Latin: Hidatid tetesan air, Mola Bintik
Genetic
Constitution
Diploid Triploid/ tetraploid
4% 90% 10%
96%
Fertilization Triploid Tetraploid
Fertilization
of an empty fertilization of fertilization of
of an empty
ovum by two a normal a normal
ovum by one
sperms Patho-genesis ovum by two ovum by
sperms that
Diandric sperms three sperms
undergoes
dispermy Dispermic
duplication Trispermic
triploidy
Diandric triploidy
diploidy
69XXX
46XX Karyotype
46XX 69YXX
46XY
69YYX
Mola Hidatidosa: Manifestasi Klinis
TIPE KOMPLIT T I P E PA R S I A L
Perdarahan pervaginam Seperti tipe komplit hanya
setelah amenorea lebih ringan
Uterus membesar secara Biasanya didiagnosis
abnormal dan menjadi lunak sebagai aborsi inkomplit/
Hipertiroidism missed abortion
Kista ovarium lutein Uterus kecil atau sesuai usia
Hiperemesis dan pregnancy kehamilan
induced hypertension
Tanpa kista lutein
Peningkatan hCG 100,000
mIU/mL
Mola Hidatidosa: Hubungan dengan Hipertiroid
Hydatidiform Mole
Hyperthyroidism
Mola Hidatidosa: Diagnosis
Pemeriksaan kadar hCG
sangat tinggi, tidak sesuai usia
kehamilan
Manifestasi klinis
- Perdarahan pervaginam
- Nyeri abdomen dan pelvis
- Nyeri goyang porsio
- Serviks tertutup
- Pucat
- Hipotensi dan hipovolemia
- Bisa sampai penurunan kesadaran
Memicu inflamasi
Nyeri Nyeri
Predileksi
Sumber: Sivalingam VN, Duncan WC, Kirk E, Shephard LA, Horne AW. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. J Fam Plann Reprod
Health Care, 2011;: 1-10
Sumber: Sivalingam VN, Duncan WC, Kirk E, Shephard LA, Horne AW. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. J Fam Plann Reprod
Health Care, 2011;: 1-10
Lanjutan....
Sumber: Sivalingam VN, Duncan WC, Kirk E, Shephard LA, Horne AW. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. J Fam Plann Reprod
Health Care, 2011;: 1-10
Tatalaksana Umum
Restorasi cairan tubuh: NaCl 0,9% atau RL (500 ml dalam 15
menit pertama) atau 2 liter dalam 2 jam pertama
Tatalaksana Khusus
Laparotomi:
- Persiapan: uji silang darah untuk persiapan transfusi
- Kerusakan berat pada tuba: salpingektomi
- Kerusakan ringan pada tuba: salpingostomi
(salpingektomi: eksisi bagian tuba yang mengandung hasil
konsepsi. Salpingostomi: tuba dipertahankan, hanya membuang
hasil konsepsi)
Gejala/Tanda:
Riwayat terlambat
haid/gejala &
tanda hamil
Akut abdomen
Perdarahan
pervaginam (bisa
tidak ada)
Keadaan umum:
bisa baik hingga
syok
Kadang disertai
febris
KET: Patofisiologi Nyeri
KET
KET
Darah mengiritasi
peritoneum
Mendesak struktur
sekitar
Saraf simpatis bekerja
Nyeri
Nyeri
KET: Kuldosentesis
Tatalaksana Khusus
Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
83. Prolaps Uteri
Definisi
Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya
Komplikasi
Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks,
gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus,
hemoroid, inkarserasi usus
Prolaps Uteri: Klasifikasi
Prolaps Uteri: Tatalaksana
Pengobatan Tanpa Opera
Tidak memuaskan dan hanya bersifat sementara pada prolapsus uteri
ringan, ingin punya anak lagi, menolak untuk dioperasi, Keadaan
umum pasien tak mengizinkan untuk dioperasi
Jika Prolaps uteri terjadi pada wanita muda yang masih ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya cara yang terbaik adalah
dengan :
Pemasangan pesarium
Ventrofiksasi (bila tak berhasil dengan pemasangan pesarium)
84. Menentukan Usia Kehamilan dan Hari
Perkiraan Persalinan
Gerakan Fetus
Dirasakan saat usia kehamilan mencapai 16
minggu (tidak akurat)
Palpasi Abdomen
Palpasi abdomen dapat menggunakan :
1. Rumus Bartholomew
2. Rumus Mc Donald
3. Palpasi Leopold (letak janin, bukan menentukan usia)
Palpasi Abdomen: Rumus Bartholomew
Antara simpisis pubis dan pusat dibagi menjadi 4
bagian yang sama tiap bagian menunjukkan
penambahan 1 bulan
Fundus uteri teraba tepat di simpisis umur
kehamilan 2 bulan (8 minggu)
Antara pusat sampai prosesus xifoideus dibagi
menjadi 4 bagian dan tiap bagian menunjukkan
kenaikan 1 bulan
TFU pada umur kehamilan 40 minggu (bulan ke-
10) kurang lebih sama dengan umur kehamilan 32
minggu (bulan ke-8).
Rumus Mc Donald
Fundus uteri diukur dengan pita
Umur Kehamilan:
Dalam Bulan: TFU dikalikan 2 dan dibagi 7
memberikan umur kehamilan dalam bulan
obstetrik
Dalam minggu: TFU dikalikan 8 dan dibagi 7
memberikan umur kehamilan dalam minggu
Sumber: http://www.gynob.com/fh.htm
Pengukuran TFU (cm)memakai Pita Ukur
Etiologi
Kemungkinan kadar BhCG yang tinggi atau faktor psikologik
Predisposisi
Primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda
Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527539, 2005
Hiperemesis Gravidarum: Patofisiologi
Worsen
NVP
Hypochoremic Thiamine
Dehydration Starvation
alkalosis depletion
Hemoconcentration Wernicke
Ketosis
Somnolen/coma encephalopathy
Hypovolemic shock
Acute renal failure
Hepatic
NVP: Nausea and vomiting in pregnancy dysfunction
1. Cunningham et al. Williams obstetrics. 22nd ed. McGraw Hill; 2005.
2. Verberg MFG, et al. Hyperemesis gravidarum, a literature review. Human Reproduction Update, Vol.11, No.5 pp. 527539, 2005.
3. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 18216.
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
Mual muntah pada kehamilan tanpa komplikasi, frekuensi <5 x/hari
70% pasien: Mulai dari minggu ke-4 dan 7
60% : membaik setelah 12 minggu
99% : Membaik setelah 20 minggu
Hyperemesis gravidarum
Mual muntah pada kehamilan dengan komplikasi
dehidrasi
Hiperkloremik alkalosis,
ketosis
Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min, systolic BP low, signs of
dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria, hemoconcentration,
aceton breath
Grade 3 Somnolen coma, hypovolemic shock, Wernicke encephalopathy.
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 18216.
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Buku saku Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Kementerian Kesehatan RI
Hiperemesis Gravidarum: Tatalaksana
Atasi dehidrasi dan ketosis
Berikan Infus Dx 10% + B kompleks IV
Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan elektrolit
yang memadai seperti: KaEN Mg 3, Trifuchsin dll.
Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan
defisit elektrolit
Berikan suport psikologis
Jika dijumpai keadaan patologis: atasi
Nutrisi per oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan
sesuai apa yang dikehendaki pasien
Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar
dan dapat makan dengan porsi wajar
http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
Hiperemesis Gravidarum: Diagnosis Banding
STUDY
DESIGNS
Analytical Descriptive
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
Cohort study
Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.
Case-control study
Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Assess Known
Case - control study exposure outcome
Known Assess
Prospective cohort exposure outcome
Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.
Probable Case:
A probable case is a PUI with absent or inconclusive laboratory
results for MERS-CoV infection who is a close contact 3 of a
laboratory-confirmed MERS-CoV case. Examples of laboratory
results that may be considered inconclusive include a positive test
on a single PCR target, a positive test with an assay that has limited
performance data available, or a negative test on an inadequate
specimen.
Non-case:
Any suspected or probable case with a negative laboratory result.
91. KAIDAH DASAR MORAL
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
Pengertian berbuat baik diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), Tidak ada pertimbangan lain selain
Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk
kepentingan orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
Ramakrishnan, K., Sparks, R. A., Berryhill, W. E., 2007. Diagnosis and Treatment of Otitis Media. American Family Physician, 76 (11): 1651
Patofisiologi
Ramakrishnan, K., Sparks, R. A., Berryhill, W. E., 2007. Diagnosis and Treatment of Otitis Media. American Family Physician, 76 (11): 1651
Stadium OMA
Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
98. Otomikosis (Fungal Otitis
Externa)
The major virulence of the organism lies in its ability to produce the
potent 62-kd polypeptide exotoxin, which inhibits protein synthesis and
causes local tissue necrosis
Within the first few days of respiratory tract infection , a dense necrotic
coagulum of organisms, epithelial cells, fibrin, leukocytes and erythrocytes
forms, advances, and becomes a gray-brown, leather-like
adherent pseudomembrane . Removal is difficult and reveals a bleeding
edematous submucosa
99. Difteri
Pemeriksaan :
Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput
pseudomembran
Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood
agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale
medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah
telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi
selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-
hitam.
Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan
media perbenihan Loeffler dalam tabung