You are on page 1of 95

PENELITIAN TINDAKAN KELAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

PENGGUNAAN METODE SMART GAME DAN PEMBELAJARAN


KOOPERATIF TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENYEBUTKAN NAMA-NAMA DAN TUGAS-
TUGAS MALAIKAT ALLAH DI KELAS IV SDN KEBULEN III
KEBULEN JATIBARANG INDRAMAYU

Disampaikan dalam Lomba Pemilihan Guru Berprestasi Tingkat Sekolah Dasar


Tahun 2009 (Teacher of The Year 2009) Tingkat Provinsi Jawa Barat
Hotel Pesona Bamboe Lembang Bandung, 17-20 Mei 2009

Oleh :

AHMAD FAOZAN, S.Ag


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan

dan membentuk sikap, kepribadian dan keterampilan peserta didik dalam

mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui

mata pelajaran / kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. (pasal 1 ayat

(1) Peraturan Pemerintah nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan

Pendidikan Keagamaan)

Dalam pasal 5 ayat (7) disebutkan bahwa pendidikan agama

diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, mendorong

kreativitas dan kemandirian, serta menumbuhkan motivasi untuk hidup sukses.

Lebih lanjut, dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan

inti, pelaksanaan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,

serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Kegiatan inti menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik peserta didik

dan mata pelajaran yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.

Dalam kegiatan eksplorasi, guru, antara lain, memfasilitasi terjadinya interaksi

antar peserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber

belajar lainnya; dan melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan

pembelajaran.
Dalam kegiatan elaborasi, guru, antara lain, memfasilitasi peserta didik dalam

pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; memfasilitasi peserta didik berkompetisi

secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; dan memfasilitasi peserta didik

untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok.

Sedangkan dalam kegiatan konfirmasi, guru, antara lain, memberikan umpan

balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah

terhadap keberhasilan peserta didik.

Pada umumnya, siswa mengalami kesulitan dalam menguasai kompetensi

dasar tentang beriman kepada malaikat Allah. Hal ini nampak pada belum

maksimalnya kemampuan dalam menyebutkan nama-nama dan tugas-tugas

malaikat Allah.

Di sisi lain, pembelajaran yang berpusat pada guru, suasana kelas yang

kaku, media pembelajaran yang kurang mendukung, pengorganisasian siswa yang

belum optimal dan penggunaan mono methode merupakan faktor-faktor penyebab

rendahnya hasil belajar siswa

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu model pembelajaran yang multi

approach dan strategi belajar mengajar yang variatif. Pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat mengembangkan berbagai kecerdasan yang dimilikinya

(Gardner menyebutnya dengan istilah multiple intelligences (kecerdasan majemuk)).

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dihadapi guru PAI

adalah bagaimana menciptakan model-model pembelajaran yang variatif,

menyenangkan, dan bermakna sehingga siswa dapat mandiri dan mencapai

ketuntasan dalam belajar. Permasalahan inilah yang mendorong penulis untuk

memodifikasi berbagai model dan teknik pembelajaran sesuai dengan karakteristik

materi, karakteristik siswa dan disesuaikan dengan kemampuan guru.


Salah satu metode yang jarang digunakan dalam pembelajaran PAI

adalah metode smart game. Metode ini menyajikan materi pembelajaran dengan

berbagai bentuk permainan. Di samping itu, di antara model pembelajaran inovatif

yaitu pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Kedua metode ini sesuai

dengan karakteristik siswa SD, di mana siswa akan merasakan kegembiraan dalam

belajar, menghilangkan kejenuhan, sekaligus belajar berbagi dan bekerja sama

dengan orang lain.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka yang

dijadikan rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah penggunaan metode

smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan

kemampuan menyebutkan nama-nama dan tugas-tugas malaikat Allah?

C. TUJUAN PTK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bahwa metode smart game dan

pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan kemampuan

menyebutkan nama-nama dan tugas-tugas malaikat Allah.

D. MANFAAT PTK

Penelitian tindakan kelas ini diharapkan akan bermanfaat bagi siswa, guru,

maupun sekolah.

a. Bagi siswa

a) Meningkatkan minat siswa dalam proses pembelajaran


b) Meningkatkan kemampuan siswa dalam penguasaan nama-nama dan tugas-tugas

malaikat Allah.

c) Meningkatkan hasil belajar siswa

b. Bagi guru

a) Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran

b) Memberikan salah satu alternatif pemilihan metode pembelajaran yang

menyenangkan

c. Bagi sekolah

a) Memberikan peluang bagi civitas akademika untuk mengembangkan potensi

BAB II

KAJIAN TEORI

1. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Agama memiliki peran amat penting dalam kehidupan umat manusia.

Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang

bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi

kehidupan umat manusia maka internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan

setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan di

lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual

dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika,

budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan

potensi spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai


keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual

ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spiritual tersebut pada

akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang

aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntutan bahwa

agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang

bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk

menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai,

disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini

mendorong dikembangkannya standar kompetensi sesuai dengan jenjang

persekolahan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri:

1. lebih menitikberatkan pencapaian kompetensi secara utuh selain penguasaan materi

2. mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang

tersedia

3. memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk

mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan

ketersediaan sumber daya pendidikan.

Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang

selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak serta membangun

peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban

bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu diharapkan tangguh dalam

menghadapi tantangan, hambatan dan perubahan yang muncul dalam pergaulan

masyarakat baik dalam lingkup lokal, nasional, regional maupun global.

Pendidikan Agama Islam di SD / MI bertujuan untuk :


1. menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta

pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia

muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah

SWT

2. mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia

yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur,

adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara

personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas

sekolah.

Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi beberapa aspek, yaitu

; al-Quran dan Hadi, aqidah, akhlak, fiqih, tarikh dan kebudayaan Islam. Pendidikan

Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara

hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama

manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan

alam sekitarnya.

2. METODE SMART GAME

Permainan (games) populer dengan berbagai sebutan, seperti ice

breaker berarti pemanasan dan energizer berarti penyegaran.

Secara etimologi, ice breaker berarti pemecah es. Dalam

pembelajaran, istilah ini berarti pemecah situasi kebekuan fikiran atau fisik siswa.

Permainan dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh

semangat dan antusiasme.


Karakteristik permainan (games) adalah menciptakan suasana belajar

yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai (dapat disingkat sersan).

Permainan digunakan untuk penciptaan suasana yang semula pasif menjadi aktif,

kaku menjadi luwes, jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan

belajar dapat dicapai secara efektif dan efisien dalam suasana gembira meskipun

membahas hal-hal yang sulit.

Dalam keseharian, kita mungkin bertanya, mengapa anak-anak selalu

bersemangat saat bermain? Tidak pernah merasa lelah untuk aktivitas satu ini.

Namun ketika tiba giliran belajar, mereka cepat sekali merasa jenuh.

Dengan bermain, siswa mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya.

Karena itu, dengan permainan, seorang guru dapat mengetahui gejolak serta

kecenderungan jiwa anak dan sekaligus dapat mengarahkannya. Dalam ajaran

agama, orang tua dianjurkan untuk sering-sering bermain dengan anak. Nabi

Muhammad saw bersabda:Siapa yang memiliki anak, maka hendaklah ia menjadi

anak pula. Dalam arti, hendaklah ia memahami, menjadi sahabat dan teman

bermain anaknya. Di kali lain, Rasulullah saw bersabda: siapa yang

menggembirakan hati anaknya, ia bagaikan memerdekakan hamba sahaya. Siapa

yang bergurau untuk menyenangkan hatinya, maka ia bagaikan menangis karena

takut kepada Allah.

Tentu saja permainan dalam pembelajaran tidak hanya sekedar

permainan atau hanya untuk mengisi kekosongan waktu. Permainan sebaiknya

dijadikan sebagai bagian dari proses belajar. Permainan dirancang menjadi suatu

aksi / kejadian yang dialami sendiri oleh siswa kemudian dalam proses refleksi,

disimpulkan untuk mendapat hikmah yang mendalam. Inilah yang dimaksud dengan

metode smart game. Smart berarti cerdas dan game berarti permainan. Smart game
adalah permainan yang dirancang sedemikian rupa untuk meningkatkan kecerdasan

anak didik.

Banyak bentuk permainan kreatif dan edukatif untuk anak. Yudha

Kurniawan dalam bukunya Smart Games for Kids menyebutkan 35 jenis permainan

kecerdasan untuk anak, yaitu : tepuk nama; sebanyak mungkin; mengingat aku;

DOR; pulpen dan pensil; menggambar bangun; keluarga burung; menuliskan

kekuatan pribadi; menghitung acak; acak gambar; tes tiga menit; cerita berantai;

pesan berantai; pijat palu babat; operasi angka berantai; memilih bangun;

konsentrasi titik; mengurut usia; presentasi kelompok; penjahat dan polisi; gajah,

jerapah, dan pohon kelapa; buah apel; tangan kusut; melewati rintangan kecil;

pesan dari bola; cari tempat; sentuhan suara; tebak batu; sesuatu dari sarung;

berdiri bersama-sama; gangsing hidup; kata-kata sulit; mengangkat bersama; arah

mata angin; mendengar bunyi dan mencium bau.

Dalam penelitian ini, permainan yang digunakan adalah permainan

tepuk malaikat. Langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. Guru membagikan hand out tepuk malaikat

2. Siswa melakukan permainan tepuk malaikat dengan bimbingan guru

3. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok

4. Siswa melakukan permainan tepuk malaikat antar kelompok dengan model tanya

jawab

5. Siswa melakukan permainan tepuk malaikat bersama teman sebangku dengan

model tanya jawab.

6. Refleksi dan kesimpulan


3. PEMBELAJARAN KOOPERATIF (COOPERATIVE LEARNING) TIPE MAKE A

MATCH

Eggen dan Kauchak (1993) dalam Holil, mendefinisikan pembelajaran

kooperatif (cooperative learning) sebagai sekumpulan stategi mengajar yang

digunakan guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Oleh

karena itu belajar kooperatif ini juga dinamakan belajar teman sebaya.

Sementara menurut Slavin (1997), pembelajaran kooperatif berkenaan

dengan berbagai macam metode pembelajaran yang perwujudannya siswa bekerja

dalam kelompok-kelomok kecil dan saling membantu belajar materi akademis.

Dalam kerjasama di kelas, partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling

membantu satu sama lain, berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling

menilai pengetahuan dan perbedaan pemahaman satu sama lain.

Roger T. Johnson dan David W. Johnson mendefinisikan bahwa dalam

pembelajaran kooperatif tercipta kerjasama yang baik antar anggota tim, ada

ketergantungan saling memerlukan yang positif (menanamkan rasa kebersamaan),

tanggung jawab masing-masing anggota (setiap anggota memiliki sumbangan dalam

belajar), keterampilan hubungan antar individu (komunikasi, keberhasilan,

kepemimpinan, membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap muka

menaikkan interaksi dan pengolahan data.

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1) Siswa belajar dalam kelompok kecil untuk efektifitas dalam belajar.

2) Adanya rasa ketergantungan dalam kelompok. Keberhasilan kelompok sangat

ditentukan oleh kekompakan anggota.


3) Adanya tanggung jawab individu / anggota kelompok. Kesadaran akan tanggung

jawab individu sangat mendukung keberhasilan kelompok

4) Terdapat kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota dalam kelompok

maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong terjadinya

interaksi positif, sesama siswa dapat saling mengenal, saling menghargai pendapat

teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman.

5) Siswa sebagai anggota kelompok berlatih untuk mengevaluasi pendapat teman

melalui adu argumentasi dan belajar menerima hasil evaluasi. Pada akhirnya dapat

menumbuhkan rasa toleransi yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran, siswa

bekerja bersama dalam kelompok kecil saling membantu dalam belajar. Model

pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan

penting pembelajaran, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap

keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif dapat

digunakan untuk materi yang agak kompleks, membantu mencapai tujuan

pembelajaran yang berdimensi sosial dan hubungan antara manusia. Belajar secara

kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kognitif-konstruktivis dan teori

belajar sosial.

Pembelajaran kooperatif dikenal juga dengan pembelajaran secara

berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja

kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang

bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan

hubungan yang bersifat interdependensi efektif di antara anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai

berikut:
1) Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis

2) Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan

rendah, sedang, dan tinggi

3) Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku,

budaya dan jenis kelamin.

4) Sistem penghargaan yang berorientasi pada kelompok daripada individu

Teknik pembelajaran kooperatif antara lain make a match, bertukar

pasangan, numbered head together, keliling kelompok, kancing gemerincing, dan

dua tinggal dua tamu. Beberapa teknik pembelajaran kooperatif lainnya, yaitu

Student Teams Achievement Divisions (STAD), Teams Games Tournament (TGT)

dan Jigsaw.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pembelajaran kooperatif

tipe Make a Match. Tipe ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu

keunggulan tipe ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu

konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan, siswa yang dapat

mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan diberi poin. Langkah-langkahnya

sebagai berikut:

1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang

cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan satu bagian kartu jawaban

2) Setiap siswa mendapat satu buah kartu

3) Tiap siswa memikirkan jawaban / soal dari kartu yang dipegang

4) Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya

(soal dan jawaban)

5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda

dari sebelumnya. Demikian seterusnya

7) Kesimpulan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. SETTING DAN KARAKTERISTIK PENELITIAN

Peneliti melaksanakan penelitian ini di kelas IV SDN Kebulen III

Kebulen Jatibarang Indramayu, tempat peneliti bertugas.

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Kebulen III tahun

pelajaran 2008/2009 dengan rincian laki-laki 21 orang dan perempuan 21 orang.

Siswa kelas ini memiliki karakteristik yang beragam, baik dari prestasi belajar

maupun partisipasi orang tua dalam keberhasilan pendidikan anaknya. Sebagian

besar siswa mengikuti belajar di Madrasah pada sore hari, ada beberapa yang tidak.

Pada penelitian ini, peneliti meminta bantuan teman sejawat untuk

bertindak sebagai pengamat (observer) pada saat observasi.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2008 /

2009 sejak bulan Pebruari sampai April 2009. penelitian tindakan kelas dilaksanakan

dalam 3 siklus dengan engaturan jadwal sebagai berikut :

Siklus I Pertemuan I (Rabu, 11 Maret 2009) Nama-nama dan Tugas-Tugas

Malaikat Allah

Siklus II Pertemuan II (Rabu, 25 Maret 2009) Nama-nama dan Tugas-Tugas

Malaikat Allah
Siklus III Pertemuan III (Rabu, 1 April 2009) Nama-nama dan Tugas-Tugas

Malaikat Allah

a. OBJEK TINDAKAN

Ada tiga hal yang menjadi objek tindakan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Input (kondisi awal) yaitu hasil pre test

b. Proses (saat berlangsungnya pelaksanaan tindakan), terdiri atas: pengamatan

terhadap guru (observing teachers) dalam aktivitas pembelajaran, pengamatan

terhadap kelas (observing classromm) yakni manajemen kelas, dan pengamatan

terhadap siswa (observing student), yakni partisipasi dan kreatifitas siswa dalam

pembelajaran.

c. Output (hasil tindakan) berupa respon siswa terhadap pembelajaran dengan metode

permainan dan hasil tes formatif setiap siklus dengan kriteria keberhasilan sebagai

berikut:

> 80 % = sangat baik

60 79.9 % = baik

40 59.9 % = cukup

20 39.9 % = kurang

< 20 % = sangat kurang

b. RENCANA KEGIATAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (class action

research). Penelitian ini dirancang untuk memperoleh gambaran tentang efektifitas

penggunaan metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a match
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam tentang nama-nama dan tugas-tugas

malaikat Allah.

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini mengikuti model yang

dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart yaitu siklus spiral yang terdiri dari empat

komponen, meliputi rencana tindakan, implemenasi tindakan, observasi dan refleki.

Secara umum alur pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini

digambarkan sebagai berikut:


Gambar 1. Alur Pelaksanaan dalam Penelitian Tindakan Kelas

c. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu catatan

observasi, jurnal harian dan hasil evaluasi yang dilakukan sejak awal penelitian (pre

test) sampai siklus terakhir bersama mitra kolaborasi.

Catatan observasi dipergunakan untuk mengetahui aktifitas guru dalam

pembelajaran, peningkatan partisipasi siswa dalam pembelajaran dan manajemen

kelas. Jurnal harian dilakukan untuk mengetahui respon siswa terhadap

pembelajaran dengan metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a

match. Sedangkan evaluasi dilakukan untuk mengukur peningkatan penguasaan

siswa terhadap materi pembelajaran PAI.

d. METODE ANALISIS DATA

Data dianalisis bersama mitra kolaborasi sejak penelitian dimuail,

dikembangkan selama proses refleksi sampai proses penyusunan laporan. Teknik

analisis data yang digunakan adalah model alur, yaitu reduksi data, penyajian data

dan penarikan kesimpulan.1[1]

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Setting Penelitian

1
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan setting SDN Kebulen III Jatibarang

Indramayu ini, pelaksanaannya mengikuti alur sebagai berikut:

1. Perencanaan, meliputi penetapan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan

penetapan alokasi waktu pelaksanaannya (Pebruari s.d. April 2008)

2. Pelaksanaan (Tindakan) meliputi seluruh proses kegiatan belajar mengajar

menggunakan metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a match.

3. Observasi, dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran, meliputi aktifitas

guru dalam pembelajaran dan peningkatan partisipasi siswa dalam pembelajaran.

4. Refleksi, meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran dan menyusun rencana

perbaikan pada siklus berikutnya.

Pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaboratif antara guru Agama

dengan guru kelas, yang membantu pelaksanaan observasi dan refleksi selama

penelitian berlangsung, sehingga kegiatan penelitian ini dapat terkontrol untuk

menjaga validitas hasil penelitian.

B. Penjelasan Per Siklus

Penelitian Tindakan Kelas dengan alur atau tahapan (perencanaan,

pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi) disajikan dalam tiga siklus sebagai

berikut:

Tabel 1

Siklus I (Pertama)

NO PERENCANAA PELAKSANAA OBSERVASI REFLEKSI


N N
1 Menyusun Melakukan Mengamati Mencatat
Rencana apersepsi partisipasi hasil
Pelaksanaan dengan siswa dalam observasi
Pembelajaran mengulang pembelajara
dengan metode materi n Mengevaluas
smart game dan pembelajaran Mengamati i hasil
pembelajaran tentang guru dalam observasi
kooperatif tipe pengertian dan aktivitas Menganalisis
make a match sifat-sifat pembelajara hasil
Menyiapkan malaikat Allah n oleh teman pembelajaran
hand out materi Menjelaskan sejawat Memperbaiki
pembelajaran tujuan Mengamati kelemahan
Menyiapkan pembelajaran pengelolaan untuk siklus
lembar kerja Melaksanakan kelas berikutnya
siswa pre test Mengamati
Menyiapkan Membagikan respon siswa
blanko observasi hand out materi terhadap
Menyiapkan pembelajaran pembelajara
blanko evaluasi tentang nama- n
(pre test dan nama dan
post test) tugas-tugas
Menyiapkan malaikat Allah
blanko jurnal berupa tepuk
harian siswa malaikat
Menyiapkan Siswa
media melakukan
pembelajaran permainan
berupa kartu tepuk malaikat
permainan dengan
mencari bimbingan guru
pasangan (make Guru membagi
a match) siswa ke dalam
beberapa
kelompok
Siswa
melakukan
permainan
tepuk malaikat
antar kelompok
dengan model
tanya jawab
Siswa
melakukan
permainan
tepuk malaikat
bersama teman
sebangku
dengan model
tanya jawab.
Refleksi
pembelajaran
Guru
menyiapkan
beberapa kartu
yang berisi
beberapa
konsep atau
topik yang
cocok untuk sesi
review, satu
bagian kartu
soal dan satu
bagian kartu
jawaban
Setiap siswa
mendapat satu
buah kartu
Tiap siswa
memikirkan
jawaban / soal
dari kartu yang
dipegang
Setiap siswa
mencari
pasangan yang
mempunyai
kartu yang
cocok dengan
kartunya (soal
dan jawaban)
Setiap siswa
yang dapat
mencocokkan
kartunya
sebelum batas
waktu diberi
poin
Setelah satu
babak kartu
dikocok lagi
agar tiap siswa
mendapat kartu
yang berbeda
dari
sebelumnya.
Demikian
seterusnya
Melakukan post
test

Beberapa kelemahan dan kesulitan yang ditemukan pada siklus I ini

adalah:
1. Dalam model pembelajaran make match, pada siklus ini hanya dilakukan 2 babak,

sehingga siswa belum maksimal mempelajari nama-nama dan tugas-tugas malaikat

Allah

2. Dalam model pembelajaran make match, beberapa siswa masih belum memahami

aturan permainan sehingga ditemukan beberapa siswa yang mencari pasangan

yang sama (soal-soal, jawaban-jawaban). Tetapi dengan penjelasan secara ringkas,

kesulitan ini dapat segera dipahami siswa.

3. Dalam model pembelajaran make match, beberapa siswa enggan bila mendapatkan

pasangan kartu yang berbeda jenis kelamin

4. Dalam model pembelajaran make match, guru kurang mempersiapkan kartu

permainan, sehingga ditemukan siswa yang tidak mendapatkan pasangan jawaban /

soal.

Dari beberapa kesulitan di atas, pada tahap refleksi, guru bersama

teman sejawat berkesimpulan untuk melakukan perbaikan, antara lain pelaksanaan

pembelajaran make a match paling tidak dilakukan 5 babak sehingga siswa belajar

secara maksimal. Perbedaan jenis kelamin juga perlu diperhatikan agar partisipasi

siswa dalam pembelajaran selanjutnya lebih maksimal. Persiapan kartu soal dan

jawaban juga perlu diperhatikan agar tidak ada siswa yang tidak mendapatkan

pasangan (soal dan jawaban).

Tabel 2

Siklus II (Kedua)

NO PERENCANAAN PELAKSANAAN OBSERVASI REFLEKSI


2 Menyusun Melakukan Mengamati Mencatat
Rencana apersepsi partisipasi hasil
Pelaksanaan dengan dan observasi
Pembelajaran mengulang kreativitas
berdasarkan materi siswa dalam Mengevaluasi
hasil refleksi pembelajaran pembelajara hasil
pada siklus I Menjelaskan n observasi
Menyiapkan soal tujuan Mengamati Menganalisis
/ masalah pembelajaran guru dalam hasil
Menyiapkan Siswa aktivitas pembelajaran
blanko observasi melakukan pembelajara Memperbaiki
Menyiapkan permainan tepuk n oleh teman kelemahan
blanko evaluasi malaikat dengan sejawat untuk siklus
Menyiapkan bimbingan guru Mengamati berikutnya
blanko jurnal Guru membagi pengelolaan
harian siswa siswa ke dalam kelas
Menyiapkan beberapa Mengamati
media kelompok respon siswa
pembelajaran Siswa terhadap
berupa kartu melakukan pembelajara
permainan permainan tepuk n
mencari malaikat antar
pasangan (make kelompok
a match) dengan model
tanya jawab
Siswa
melakukan
permainan tepuk
malaikat
bersama teman
sebangku
dengan model
tanya jawab.
Refleksi
pembelajaran
Guru
menyiapkan
beberapa kartu
yang berisi
beberapa konsep
atau topik yang
cocok untuk sesi
review, satu
bagian kartu soal
dan satu bagian
kartu jawaban
Setiap siswa
mendapat satu
buah kartu
Tiap siswa
memikirkan
jawaban / soal
dari kartu yang
dipegang
Setiap siswa
mencari
pasangan yang
mempunyai kartu
yang cocok
dengan kartunya
(soal dan
jawaban)
Setiap siswa
yang dapat
mencocokkan
kartunya
sebelum batas
waktu diberi poin
Setelah satu
babak kartu
dikocok lagi agar
tiap siswa
mendapat kartu
yang berbeda
dari sebelumnya.
Demikian
seterusnya
Melakukan post
test

Beberapa kelemahan dan kesulitan yang ditemukan pada siklus II,

yaitu;

1. Pembelajaran make a match membutuhkan kemampuan hafalan nama-nama dan

tugas-tugas malaikat Allah. Setelah melakukan pembelajaran dengan metode smart

game dengan permainan tepuk malaikat, ditemukan beberapa siswa yang belum

hafal secara sempurna sehingga berpengaruh pada permainan make a match

2. Ditemukan beberapa kesalahan dalam pembelajaran make a match terutama dalam

mencari pasangan antara tugas malaikat Izrail dan Israfil, malaikar Raqib dan Atid,

dan malaikat Ridwan dan Malik. Hal ini sebagai akibat dari hafalan siswa yang

belum sempurna.
Dalam siklus ini, sudah tidak ditemukan lagi adanya keengganan siswa

yang mendapatkan pasangan dengan perbedaan jenis kelamin. Guru juga sudah

mempersiapkan kartu permainan make a macth dengan lebih sempurna sehingga

memungkinkan siswa mendapatkan pasangan (nama dan tugas malaikat). Hanya

saja ditemukan jumlah siswa yang ganjil sehingga dimungkinkan adanya siswa yang

tidak mendapatkan pasangan. Dalam sisklus ini juga permainan make a match

dilakukan dalam 5 babak sehingga siswa belajar lebih maksimal, walaupun ada

beberapa siswa yang mendapatkan kartu yang sama dalam babak berikutnya.

Dari beberapa kesulitan di atas, pada tahap refleksi, guru bersama

teman sejawat berkesimpulan untuk melakukan perbaikan yaitu guru melakukan

pengecekan hafalan nama-nama dan tugas-tugas malaikat Allah dengan permainan

tepuk malaikat.

Tabel 3

Siklus III (Ketiga)

NO PERENCANAAN PELAKSANAAN OBSERVASI REFLEKSI


3 Menyusun Melakukan Mengamati Mencatat
Rencana apersepsi partisipasi hasil
Pelaksanaan dengan dan observasi
Pembelajaran mengulang kreativitas
berdasarkan materi siswa dalam Mengevaluasi
hasil refleksi pembelajaran pembelajara hasil
pada siklus I Menjelaskan n observasi
Menyiapkan soal tujuan Mengamati Menganalisis
/ masalah pembelajaran guru dalam hasil
Menyiapkan Siswa aktivitas pembelajaran
blanko observasi melakukan pembelajara
Menyiapkan permainan tepuk n oleh teman
blanko evaluasi malaikat dengan sejawat
Menyiapkan bimbingan guru Mengamati
blanko jurnal Guru membagi pengelolaan
harian siswa siswa ke dalam kelas
Menyiapkan beberapa Mengamati
media kelompok respon siswa
pembelajaran Siswa terhadap
berupa kartu melakukan pembelajara
permainan permainan tepuk n
mencari malaikat antar
pasangan (make kelompok
a match) dengan model
tanya jawab
Siswa
melakukan
permainan tepuk
malaikat
bersama teman
sebangku
dengan model
tanya jawab.
Refleksi
pembelajaran
dengan
melakukan
pengecekan
hafalan siswa
tentang nama-
nama dan tugas-
tugas malaikat
Allah dengan
tepuk malaikat
Guru
menyiapkan
beberapa kartu
yang berisi
beberapa konsep
atau topik yang
cocok untuk sesi
review, satu
bagian kartu soal
dan satu bagian
kartu jawaban
Setiap siswa
mendapat satu
buah kartu
Tiap siswa
memikirkan
jawaban / soal
dari kartu yang
dipegang
Setiap siswa
mencari
pasangan yang
mempunyai kartu
yang cocok
dengan kartunya
(soal dan
jawaban)
Setiap siswa
yang dapat
mencocokkan
kartunya
sebelum batas
waktu diberi poin
Setelah satu
babak kartu
dikocok lagi agar
tiap siswa
mendapat kartu
yang berbeda
dari sebelumnya.
Demikian
seterusnya
Melakukan post
test

Tidak ada kendala berarti dalam siklus III. Hanya beberapa siswa

masih ditemukan kesalahan dalam pembelajaran make a match terutama dalam

mencari pasangan antara tugas malaikat Izrail dan Israfil, malaikar Raqib dan Atid,

dan malaikat Ridwan dan Malik. Tetapi dapat diatasi dengan bimbingan guru dalam

pembelajaran make a match.

Dalam melakukan tindakan kelas selama tiga siklus, ternyata ada 2

(dua) siswa yang tidak mengikuti sama sekali, yaitu siswa S21 dan S39 dan 11

siswa yang tidak mengikuti keseluruhan siklus, yaitu siswa S5, S8, S10, S11, S16,

S17, S18, S20, S22, S23, dan S42. Oleh karena itu peneliti menetapkan subyek

penelitian ini menjadi 29 siswa, 14 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan

C. Deskripsi Data dan Analisis Data

Dari hasil pre tes dan penilaian tes tulis dalam 3 siklus, diperoleh data

sebagai berikut:
Tabel 4

Daftar Nilai Pre Tes, Siklus I, II dan III

NAMA PRE TES SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III


NO SISW SKO NILA SKO NILA SKO NILA SKO NILA
A R I R I R I R I
1.
S1 2 22 4 44 5 56 9 100
2.
S2 4 44 9 100 9 100 9 100
3.
S3 4 44 6 67 9 100 9 100
4.
S4 4 44 3 33 6 67 2 22
5.
S6 4 44 4 44 2 22 7 78
6.
S7 3 33 7 78 5 56 9 100
7.
S9 9 100 9 100 9 100 9 100
8.
S12 1 11 9 100 9 100 9 100
9.
S13 2 22 7 78 9 100 9 100
10.
S14 9 100 9 100 5 56 9 100
11.
S15 1 11 5 56 5 56 7 78
12.
S19 3 33 9 100 9 100 7 78
13.
S24 2 22 7 78 5 56 9 100
14.
S25 5 56 4 44 5 56 9 100
15.
S26 2 22 5 56 7 78 7 78
16.
S27 2 22 5 56 9 100 9 100
17.
S28 3 33 4 44 5 56 9 100
18.
S29 4 44 9 100 7 78 7 78
19.
S30 4 44 8 89 9 100 9 100
20.
S31 2 22 9 100 9 100 9 100
21.
S32 3 33 3 33 5 56 7 78
22.
S33 2 22 9 100 7 78 7 78
23.
S34 3 33 7 78 9 100 7 78
24.
S35 3 33 4 44 8 89 7 78
25.
S36 1 11 2 22 9 100 9 100
26.
S37 1 11 7 78 5 56 9 100
27.
S38 5 56 9 100 9 100 9 100
28.
S40 1 11 9 100 9 100 9 100
29.
S41 3 33 4 44 5 56 7 78
JUMLAH 1016 2066 2272 2602
35.0 71.2 78.3 89.7
RATA-RATA
3 4 4 2

Perbandingan dan peningkatan keberhasilan yang diperoleh pada pre tes,

siklus I, II dan III sebagai berikut:

Tabel 5

Rekapitulasi Persentase dan Nilai Pre tes, Siklus I, II dan III

PRE TES SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III


N Jml Rat Jml Rat Jml Rat Jml Rat
KATEGORI
O sisw % a- sisw % a- sisw % a- sisw % a-
a rata a rata a rata a rata
Baik Sekali 35.0 37.9 71.2 48.2 78.3 62.0 89.7
1 2 6.90 3 11 3 4 14 8 4 18 7 2
86 100
Baik 17.2 10.3 34.4
2 0 0.00 5 4 3 4 10 8
71 85
3 Cukup 2 6.90 4 13.8 11 37.9 0 0
56 70 0 3
Kurang 20.6 20.6
4 6 9 6 9 0 0 0 0
41 55
Sangat
65.5 10.3
5 kurang 19 1 3 4 1 3.45 1 3.45
< 40
JUMLAH 29 100 29 100 29 100 29 100

Dari data tersebut, diketahui bahwa nilai rata-rata pada saat dilakukan pre

test 35.03. Artinya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran nama-nama da

tugas-tugas malaikat Allah masih dalam kategori sangat kurang. Sebagian besar

siswa (65.51%) mendapat nilai berkategori sangat kurang, yakni 19 orang, kategori

kurang 6 orang (20.69%), kategori cukup 2 orang (6.90%), kategori baik 0 orang

(0.00%) dan baik sekali 2 orang (6.90%).

Setelah dilakukan tindakan pada siklus I, nilai rata-rata 71.24. Pada siklus I ini

sudah dapat tergambarkan peningkatan pemahaman siswa terhadap materi

pembelajaran. Sebagian besar siswa (37.93%) mendapat nilai berkategori baik

sekali, yakni 11 orang, kategori baik 5 orang (17.24%), kategori cukup 4 orang

(13.80%), kategori kurang 6 orang (20.69%) dan kategori sangat kurang 3 orang

(10.34%). Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kelas berkategori

baik dan 68.98% siswa mendapat nilai berkategori cukup ke atas.

Setelah dilakukan perbaikan, nilai rata-rata kelas pada siklus II 78.34.

Pada siklus ini, tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran semakin

meningkat. Sebagian besar siswa mendapat nilai berkategori baik sekali, yakni 14

orang (48.28%). Siswa berkategori baik 3 orang (10.34%), berkategori cukup 11

orang (37.93%) dan berkategori kurang sekali hanya 1 orang (3.45%). Dari data di

atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata kelas berkategori baik dan 96.55%

siswa mendapat nilai berkategori cukup ke atas.


Tindakan pada siklus III dilakukan dan hasilnya sangat mengagumkan.

Tingkat pemahaman siswa terhadap materi sangat baik. Nilai rata-rata kelas 89.72.

Sebagian besar siswa mendapat nilai berkategori baik sekali (18 orang, 62.07%),

kategori baik 10 orang (34.48%), sedangkan sisanya berkategori sangat kurang

hanya 1 orang (3.45%). Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata

kelas berkategori baik sekali dan 96.55% siswa mendapat nilai berkategori cukup ke

atas. 3.45% (1 orang) siswa yang yang mendapat nilai sangat kurang merupakan

siswa yang belum lancar membaca dan menulis. Dan ini menunjukkan bahwa

kemampuan membaca siswa sangat berpengaruh terhadap pemahaman siswa

terhadap materi pembelajaran.

Perbandingan persentase perolehan nilai pre tes dan ketiga siklus dapat

digambarkan pada grafik sebagai berikut:

Grafik 1. Persentase Perolehan Nilai


Perbandingan dan peningkatan nilai rata-rata hasil pre test, siklus I, II, dan III dapat

digambarkan pada grafik sebagai berikut:

Grafik. 2 Peningkatan Nilai Rata-rata Siswa

Kesan siswa terhadap pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi kesan

positif dan negatif. Kesan positif yaitu respon baik siswa terhadap pembelajaran.

Sedangkan kesan negatif yaitu ketidaktertarikan siswa terhadap pembelajaran. Hasil

jurnal harian siswa tersebut dapat diperoleh dari data sebagai berikut:

Tabel 6
Kesan Siswa terhadap Pembelajaran dengan Metode Smart Game dan
Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

Kesan siswa
Kategori SIKLUS SIKLUS SIKLUS
% % %
I II III
POSITIF 29 100 29 100 29 100
BIASA 0 0 0 0 0 0
NEGATIF 0 0 0 0 0 0
Data di atas dapat dikonversikan dalam grafik berikut;

Grafik 3. Persentase Rekapitulasi Jurnal Harian Siswa

Dari data di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan menggunakan

metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a match mendapatkan

respon yang positif dari siswa. Rata-rata respon positif siswa dari ketiga siklus

adalah 100 %.

Partisipasi siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari perolehan poin pada

pembelajaran kooperatif tipe make a match. Poin yang dikemukakan di sini hanya

poin pada siklus II dan III yang dilakukan 5 babak. Sedangkan pada pembelajaran

make a match siklus I hanya dilakukan 2 babak sehingga tidak dapat

diperbandingkan.

Tabel 7

Poin Siswa pada Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match

NAMA SIKLUS II SIKLUS III


NO
SISWA POIN % POIN %
1. S1 4 80 5 100
2. S2 5 100 5 100
3. S3 4 80 5 100
4. S4 5 100 4 80
5. S6 4 80 5 100
6. S7 5 100 5 100
7. S9 5 100 5 100
8. S12 4 80 5 100
9. S13 4 80 5 100
10. S14 4 80 5 100
11. S15 4 80 5 100
12. S19 5 100 5 100
13. S24 4 80 4 80
14. S25 5 100 5 100
15. S26 4 80 4 80
16. S27 5 100 5 100
17. S28 4 80 5 100
18. S29 4 80 5 100
19. S30 5 100 4 80
20. S31 5 100 5 100
21. S32 5 100 4 80
22. S33 5 100 5 100
23. S34 5 100 4 80
24. S35 5 100 5 100
25. S36 4 80 5 100
26. S37 5 100 5 100
27. S38 5 100 5 100
28. S40 4 80 5 100
29. S41 5 100 5 100
JUMLAH 2640 2780
RATA-RATA 91.03 95.86

Data di atas dapat dikonversikan dalam grafik sebagai berikut:


Grafik 4. Rata-rata Poin Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif Make a Match

Dari poin rata-rata siswa pada pembelajaran kooperatif tipe make a match di

atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi siswa dalam pembelajaran sangat tinggi.

Pada siklus II, rata-rata poin 91.03 naik menjadi 95.86 pada siklus III.

Adapun hasil pengamatan observer terhadap aktifitas guru dalam proses

pembelajaran berlangsung pada siklus I, II dan III pada tabel berikut:


Tabel 8

Format Observasi
Aktivitas Guru Dalam Proses Pembelajaran

AKTIVITAS SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III


NO
YANG DIAMATI 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Melakukan
1 V V V
Apersepsi
Menyampaikan
2 tujuan V V V
pembelajaran
Melakukan Pre
3 V V V
tes
Memilih materi
4 V V V
pembelajaran
Memilih dan
menggunakan
5 V V V
metode
pembelajaran
Memilih dan
menggunakan
6 V V V
media
pembelajaran
Pengorganisasian
7 V V V
siswa
Menarik
8 V V V
kesimpulan
Melakukan
9 V V V
penilaian proses
Melakukan
10 V V V
penilaian akhir
1 6 16 15 24 20 12 35
38/50 X 100 % = 44/50 X 100 % = 47/50 X 100 % =
JUMLAH
76 % 88 % 94 %

Dari data di atas, berdasarkan pengamatan teman sejawat selaku observer

menunjukkan bahwa pada siklus I pengorganisasian siswa perlu diperbaiki dan

disempurnakan. Pada siklus selanjutnya tampak peningkatan secara signifikan yaitu

berada pada kategori 5.

Perbandingan peningkatan persentase aktivitas guru dalam pembelajaran

dari siklus I, II dan III sebagai berikut:


Grafik 5. Peningkatan Persentase Aktivitas Guru dalam Pembelajaran

D. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Keberhasilan secara Kuantitatif

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penilaian tertulis menunjukkan

bahwa setelah dilakukan tindakan pada Siklus I, II, dan III dengan menggunakan

metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat

meningkatkan kemampuan menyebutkan nama-nama dan tugas-tugas Malaikat

Allah SWT..

Jika dibandingkan dengan hasil pre test, terjadi peningkatan sangat signifikan

kemampuan siswa menyebutkan nama-nama dan tugas-tugas malaikat Allah (lihat

grafik 1. persentase perolehan nilai dan grafik 2. peningkatan nilai rata-rata siswa).
2. Keberhasilan secara Kualitatif

Berdasarkan hasil jurnal harian siswa, diperoleh rata-rata respon positif

siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan metode smart game dan

pembelajaran kooperatif tipe make a match 100 %. Dan poin rata-rata siswa pada

pembelajaran kooperatif tipe make a match di atas, dapat disimpulkan bahwa

partisipasi siswa dalam pembelajaran sangat tinggi. Pada siklus II, rata-rata poin

91.03 naik menjadi 95.86 pada siklus III.

Bila dikonversikan ke dalam kategori keberhasilan yang peneliti tetapkan

sebagai berikut:

> 80 % = sangat baik

60 79.9 % = baik

40 59.9 % = cukup

20 39.9 % = kurang

< 20 % = sangat kurang

maka diperoleh kesimpulan bahwa keberhasilan pembelajaran dengan

menggunakan metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a match

dapat dikategorikan sangat baik.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas, maka penulis menyimpulkan

bahwa penggunaan metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a

match dapat meningkatkan kemampuan menyebutkan nama-nama dan tugas-tugas

malaikat Allah SWT. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan perolehan nilai dari pre tes
dampai siklus III secara signifikan. Respon siswa terhadap pembelajaran dengan

menggunakan metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe make a match

dapat dikategorikan sangat baik.

B. Saran

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka penulis menyarankan hal-

hal berikut:

1. Bagi guru, untuk meningkatkan kompetensi dan ketuntasan belajar siswa dalam

pembelajaran PAI, agar dilakukan dengan pembelajaran aktif (active learning),

menyenangkan (joyfull learning) dan bekerja sama dengan orang lain (cooperative

learning) dan penggunaan metode smart game dan pembelajaran kooperatif tipe

make a match dapat dijadikan sebagai alternatif.

2. Bagi peneliti selanjutnya, mengingat manfaat yang diperoleh dari penelitian ini, maka

diharapkan menjadi pertimbangan bagi peneliti selanjutnya, agar ditindak lanjuti

dengan materi dan sekolah yang berbeda juga jenjang pendidikan yang berbeda

pula dengan melibatkan subyek yang lebih luas dan metode penelitian yang

berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar Holil, Model Pembelajaran Kooperatif, www.anwarholil.blogspot.com, didownload


pada 26 Januari 2009

Ariany Syurfah, 2007, Multipple Intelligences for Islamic Teaching, Bandung : Syamil
Publishing

Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat


Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: BSNP
Departemen Pendidikan Nasional, 2006, Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang
Sandar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar
Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah, Jakarta : bp Pustaka Candra

Departemen Pendidikan Nasional, Konsep PAKEM, www.akhmadsudrajat.wordpress.com,


didownload pada 20 Desember 2008

Ina Karlina, S.Pd, Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Sebagai Salah Satu
Strategi Membangun Pengetahuan Siswa, www.google.co.id, didownload pada 26
Januari 2009

M. Quraish Shihab, Lentera Hati, Bandung; Mizan, 1996, Cet. VI, h.

Masoffa, Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Konvensional,


www.masoffa.wordpress.com, didownload pada 26 Januari 2009

Maulia D. Kembara, M. Pd, Panduan Lengkap Home Schooling, Bandung: Proggressio,


2007, h. 18

Rahmat Aziz, M.Si, Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif dan Kompetitif dalam
Mengembangkan Kreatifitas, www.azirahma.blogspot.com, didownload pada 26
Januari 2009

Slavin, Robert E, Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik, Terj : Nurulita, Bandung:
Nusa media, 2008, Cet. III

Suharsimi Arikunto, Prof., Suhardjono, Prof., Supardi, Prof., 2008, Penelitian Tindakan
Kelas, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. VI

Tarmizi, Pembelajaran Kooperatif Make a Match, www.tarmizi.wordpress.com, didownload


pada 26 Januari 2009

Tim Ipotes, Metode Pembelajaran Kooperatif, www.ipotes.wordpress.com, didownload pada


26 Januari 2009

Tim Learning With Me, Pembelajaran, www.learning-with-me.blogspot.com, didownload


pada 26 Januari 2009

Tim Pembelajaran Guru, Inovasi Pembelajaran MIPA di Sekolah dan Alternatif


Implementasinya Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif).
www.pembelajaranguru.wordpress.com, didownload pada 26 Januari 2009

Yahya Nursidik, Kumpulan Metode Pembelajaran, www.apadefinisinya.blogspot.com,


didownload pada 26 Januari 2009

Yudha Kurniawan, SP, Smart Games for Kids, Jakarta : Wahyu media, 2008, Cet. II
Home

PTK SD

o Semester 1

o Semester 2

o Makalah

PTK SMP

o Semester 1

o Semester 2

o Makalah

PTK SMA/SMU/SMK
o Semester 1

o Semester 2

o Makalah

Kurikulim

o SD

o SMP

o SMA/SMU/SMK

Silabus

o SD

o SMP

o SMA/SMU/SMK

AAAAA

o BBBB

o CCCC

o DDDDD

Home SD PTK PAI : UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAKEM PADA
SISWA KELAS . ..

PTK PAI : UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN MENERAPKAN
MODEL PEMBELAJARAN PAKEM PADA SISWA KELAS .
..
darmin ads
3 Comments
SD
Saturday, August 16, 2014

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN
MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAKEM
PADA SISWA KELAS .
..
..

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

NIP: .
PEMERINTAHAN .
DINAS PENDIDIKAN
.
.
2005
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul : Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam


Dengan Menerapkan Model Pembelajaran PAKEM Pada Siswa Kelas .
Identitas Peneliti :

Nama :

NIP :

Gol/Ruang :

Jabatan :

Unit Kerja :

Lokasi Penelitian :

Lama Penelitian : ..

Biaya Penelitian :

Petugas Pustaka Peneliti

.. .

NIP : . NIP: .
Mengetahui

Kepala

..

NIP: .

Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian tindakan kelas yang berjudul Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan
Model Pembelajaran PAKEM Pada Siswa Kelas ini telah disetujui dan disahkan
untuk diajukan sebagai bahan penilaian kenaikan pangkat.

Ketua PGRI

Kabupaten

NPA. .
Karya Tulis Ilmiah hasil penelitian tindakan kelas yang berjudul Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan
Model Pembelajaran PAKEM Pada Siswa Kelas ini telah disetujui dan disahkan
untuk diajukan sebagai bahan penilaian kenaikan pangkat.

Kepala Dinas Pendidikan

Kabupaten

NPA. .
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan karya ilmiah ini
dapat terselesaikan pada waktunya.

Karya ilmiah yang berjudul Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar


Pendidikan Agama Islam Dengan Menerapkan Model Pembelajaran PAKEM Pada
Siswa Kelas ini, disusun untuk memenuhi persyaratan kenaikan golongan
profesi guru dari IV/a ke IV/b.

Dalam penyusunan dan penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Yth. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten

2. Yth. Ketua PGRI Kabupaten

3. Yth. Rekan-rekan Guru

4. Semua pihak yang telah banyak membantu sehingga penulisan ini selesai

Peneliti menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan
demi kesempurnaan penelitian ini dan demi penelitian yang akan datang.

, Mei 2005

Peneliti
ABSTRAK

, 2005. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Dengan


Menerapkan Model Pembelajaran PAKEM Pada Siswa Kelas

Kata Kunci: belajar pai, pakem

Keberhasilan proses belajar mengajar di dalam kelas sangat ditentukan


oleh strategi pembelajaran, bagaimanapun lengkap dan jelasnya komponen lain,
tanpa diimplementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen-
komponen tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses pencapaian tujuan.
Oleh karena itu setiap akan mengajar guru diharuskan untuk menerapkan
strategi atau metode tertentu dalam pelaksanaan pembelajaran.
Penelitian ini berdasarkan permasalahan: (a) Bagaimanakah peningkatan
prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan diterapkannya model
pembelajaran PAKEM? (b) Bagaimanakah pengaruh Model pembelajaran PAKEM
terhadap motivasi belajar siswa?
Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Ingin mengetahui
peningkatan prestasi belajar siswa setelah diterapkannya strategi pembelajaran
peningkatan kemampuan berpikir, (b) Ingin mengetahui pengaruh motivasi
belajar siswa setelah diterapkan model pembelajaran PAKEM.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research)
sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat tahap yaitu: rancangan,
kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa
kelas Data yang diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan
belajar mengajar.
Dari hasil analis didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III yaitu, siklus I (68,00%), siklus II
(80,00%), siklus III (92,00%).
Simpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran PAKEM dapat
berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa . , serta model
pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pembelajaran
PAI.
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul .................................................................
Lembar Pengesahan ........................................................................

Kata Pengantar ................................................................................

Abstrak ............................................................................................

Daftar Isi ..........................................................................................

Daftar Lampiran ..............................................................................

BAB I PENDAHULUAN .................................................................

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................

B. Rumusan Masalah ..........................................................................

C. Tujuan Penelitian ............................................................................

D. Kegunaan Penelitian .......................................................................

E. Definisi Operasional Variabel .........................................................

F. Batasan Masalah ............................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................

A. Model PAKEM ..................................................................................

B. Proses Belajar Mengajar .................................................................

C. Motivasi Belajar ..............................................................................

D. Prestasi Belajar ...............................................................................

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................


A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian ...........................................

B. Rancangan Penelitian .....................................................................

C. Alat Pengumpul Data .....................................................................

D. Analisis Data ..................................................................................

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................

A. Hubungan Pembelajaran Model PAKEM Dengan

Ketuntasan Belajar ..........................................................................

B. Pembahasan ..................................................................................

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .....................................................

A. Simpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

Lampiran 1 Nilai Formatif Pada Siklus I ...........................................

Lampiran 1 Nilai Formatif Pada Siklus II ..........................................

Lampiran 1 Nilai Formatif Pada Siklus III .........................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kegiatan belajar mengajar yang berlangsung telah terjadi

interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakannya.

Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan

menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik

dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik bagi anak didik,

dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru

berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan

bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru

dengan anak didik.

Ketika kegiatan belajar itu berproses, guru harus dengan ikhlas dalam

bersikap dan berbuat, serta mau memahami anak didiknya dengan segala

konsekuensinya. Semua kendala yang terjadi dan dapat menjadi penghambat

jalannya proses belajar mengajar, baik yang berpangkal dari perilaku anak didik

maupun yang bersumber dari luar anak didik, harus guru hilangkan, dan bukan

membiarkannya. Karena keberhasilan belajar mengajar lebih banyak ditentukan

oleh guru dalam mengelola kelas.

Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan pendekatan secara

arif dan bijaksana, bukan sembarangan yang bisa merugikan anak didik.

Pandangan guru terhadap anak didik akan menentukan sikap dan perbuatan.

Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan yang sama dalam menilai anak

didik. Hal ini akan mempengaruhi pendekatan yang guru ambil dalam

pengajaran.
Guru yang memandang anak didik sebagai pribadi yang berbeda

dengan anak didik lainnya akan berbeda dengan guru yang memandang anak

didik sebagai makhluk yang sama dan tidak ada perbedaan dalam segala hal.

Maka adalah penting meluruskan pandangan yang keliru dalam menilai anak

didik. Sebaiknya guru memandang anak didik sebagai individu dengan segala

perbedaannya, sehingga mudah melakukan pendekatan dalam pengajaran.

Kualitas pembelajaran ditentukan oleh interaksi komponen-komponen

dalam sistemnya. Yaitu tujuan, bahan ajar (materi), anak didik, sarana, media,

metode, partisipasi masyarakat, performance sekolah, dan evaluasi

pembelajaran (Moh, Shochib, 1998). Performance sekolah, dan evaluasi

pembelajaran (Moh, Shochib, 1998). Optimalisasi komponen ini, menentukan

kualitas (proses dan produk) pembelajaran. Upaya yang dapat dilakukan oleh

pendidik adalah melakukan analisis tentang karakteristik setiap komponen dan

mensinkronisasikan sehingga ditemukan konsistensi dan keserasian di antaranya

untuk tercapainya tujuan pembelajaran. Karena pembelajaran mulai dari

perencana, pelaksanaan dan evaluasinya senantiasa merujuk pada tujuan yang

diharapkan untuk dikuasai atau dimiliki oleh anak didik baik instructional effect

(sesuai dengan tujuan yang dirancang) maupun nurturrant effect (dampak

pengiring) (Moch. Shochib: 1999).

Realisasi pencapaian tujuan tersebut, terdapat kegiatan interaksi

belajar mengajar terutama yang terjadi di kelas. Dengan demikian, kegiatannya

adalah bagaimana terjadi hubungan antara guru/bahan ajar yang didesain dan

dengan anak didik. Interaksi ini merupakan proses komunikasi penyampaian

pesan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Arief S Sadiman

yang menyatakan proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah proses

interaksi yaitu proses penyampaian pesan melalui saluran media/teknik/ metode

ke penerima pesan. (Arief S, Sadiman, dkk, 1996:13).


Sejalan dengan inovasi pembelajaran akhir-akhir ini termasuk di

Sekolah Dasar, yaitu: PAKEM. Interaksi belajar mengajarnya menuntut anak didik

untuk aktif, kreatif dan senang yang melibatkan secara optimal mental dan fisik

mereka. Tingkat keaktifan, kreatifitas, dan kesenangan mereka dalam belajar

merupakan rentangan kontinum dari yang paling rendah sampai yang paling

tinggi. Tetapi idealnya pada kontinum yang tertinggi baik pelibatan aspek mental

maupun fisik anak didik. Oleh karena itu, interaksi belajar mengajar dengan

paradigma PAKEM menuntut anak:

(1) Berbuat

(2) Terlibat dalam kegiatan

(3) Mengamati secara visual

(4) Mencerap informasi secara verbal

Dengan demikian, interaksi belajar mengajar idealnya mampu

membelajarkan anak didik berdasarkan problem based learning, authentic

instruction, inquiry based learning, project based learning, service learning, and

cooperative learning. Pola interaksi yang mampu mengemas hal tersebut dapat

mengubah paradigma pembelajaran aktif menjadi paradigma pembelajaran

reflektif.

Dengan interaksi pembelajaran reflektif dapat membuat anak didik

untuk menjadikan hasil belajar sebagai referensi refleksi kritis tentang dampak

ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat; mengasah kepedulian

sosial, mengasah hati nurani, dan bertanggungjawab terhadap karirnya kelak.

Kemampuan ini dimiliki anak didik, karena dengan pola interaksi pembelajaran

tersebut, dapat membuat anak didik aktif dalam berfikir (mind-on), aktif dalam

berbuat (hand-on), mengembangkan kemampuan bertanya, mengembangkan


kemampuan berkomunikasi, dan membudayakan untuk memecahkan

permasalahan baik secara personal maupun sosial.

Agar hasil ini dapat optimal, guru dituntut untuk mengubah peran dan

fungsinya menjadi fasilitator, mediator, mitra belajar anak didik, dan evaluator.

Ini berarti, guru harus menciptakan interaksi pembelajaran yang demokratis dan

dialogis antara guru dengan anak didik, dan anak didik dengan anak didik (Moh.

Shochib: 1999; dan Paul Suparno dkk: 2001).

Dengan interaksi pembelajaran yang mengemas nilai-nilai tersebut

dapat membuat pembelajaran lingking (link and math atau life skill) dan

delinking (pemutusan lingkungan negatif), diversifikasi kurikulum, pembelajaran

kontekstual, kurikulum berbasis kompetensi, dan otonomi pendidikan pada

tingkat sekolah taman kanak-kanak dengan manajemen berbasis sekolah, dan

bertujuan untuk mengupayakan fondasi dan mengembangkan anak untuk

memiliki kemampuan yang utuh yang disebut: Pendidikan Anak Seutuhnya (PAS).

Pada dasarnya dalam kehidupan suatu bangsa, faktor pendidikan

mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan

kelangsungan hidup bangsa tersebut. Secara langsung maupun tidak langsung

pendidikan adalah suatu usaha sadar dalam menyiapkan pertumbuhan dan

perkembangan anak melalui kegiatan, bimbingan, pengajaran dan pelatihan bagi

kehidupan dimasa yang akan datang. Tentunya hal ini merupakan tanggung

jawab bersama antara pemerintah, anggota masyarakat dan orang tua. Untuk

mencapai keberhasilan ini perlu dukungan dan partisipasi aktif yang bersifat

terus menerus dari semua pihak.

Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan

pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia

seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung

jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus

mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air,

mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan

dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia

pembangunan dan membangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas

pembangunan bangsa. Depdikbud (1999).

Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor

diantaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar,

karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan

kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas

dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksimal, peran guru sangat

penting dan diharapkan guru mampu menyampaikan semua mata pelajaran

yang tercantum dalam proses pembelajaran secara tepat dan sesuai dengan

konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.

Dengan menyadari kenyataan tersebut di atas, maka dalam penelitian

ini penulis mengambil judul Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pendidikan

Agama Islam Dengan Menerapkan Model Pembelajaran PAKEM Pada Siswa

Tahun Pelajaran

B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan

permasalahannya sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan

diterapkannya model pembelajaran PAKEM pada siswa kelas . Tahun pelajaran

?
2. Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran PAKEM terhadap motivasi belajar

Pendidikan Agama Islam pada siswa kelas . Tahun pelajaran ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam setelah

diterapkannya model pembelajaran PAKEM pada siswa kelas tahun pelajaran

2. Mengetahui pengaruh motivasi belajar Pendidikan Agama Islam setelah

diterapkan model pembelajaran PAKEM pada siswa kelas tahun pelajaran

3. Menyempurnakan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam

meningkatkan prestasi belajar pada siswa kelas tahun pelajaran

D. Kegunaan Penelitian
Adapun maksud penulis mengadakan penelitian ini diharapkan dapat

berguna sebagai:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru

Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar

Pendidikan Agama Islam.

2. Sumbangan pemikiran bagi guru Pendidikan Agama Islam dalam mengajar dan

meningkatkan pemahaman siswa belajar Pendidikan Agama Islam.

3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang

dapat memberikan manfaat bagi siswa.

4. Sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa

khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.


5. Menerapkan metode yang tepat sesuai dengan materi pelajaran Pendidikan

Agama Islam.

E. Definisi Operasional Variabel


Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu

didefinisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Model pembelajaran PAKEM adalah:

Model pembelajaran yang bertumpu pada empat prinsip yaitu: aktif, kreatif,

efektif, dan menyenangkan.

2. Motivasi belajar adalah:

Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkat

laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan

kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat

sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

3. Prestasi belajar adalah:

Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,

setelah siswa mengikuti pelajaran.

F. Batasan Masalah
1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas tahun pelajaran

2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret semester genap tahun pelajaran

3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan kisah nabi Ibrahim a.s, dan

nabi Ismail a.s.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Model PAKEM
Model PAKEM adalah model pembelajaran yang bertumpu pada
empat prinsip, yaitu: aktif, efektif, dan menyenangkan. Model pembelajaran ini
sangat cocok untuk kurikulum 2004 berbasis kompetensi yang senantiasa
berorientasi pada aktivitas siswa (student centered learning). Model ini dapat
dikembangkan secara sederhana oleh guru dengan memperhatikan prinsip
PAKEM.
Model PAKEM berorientasi pada proses dan tujuan. Orientasi proses dalam

model PAKEM berusaha untuk meningkatkan motivasi belajar. Kemandirian dan

tanggung jawab dibina sejak awal. Kebersamaan dan bekerja sama untuk

mengasah emosional. Persaingan yang sehat ditumbuhkan dengan saling

menghargai satu sama lain serta menumbuhkan sikap kepemimpinan. Orientasi

tujuannya adalah agar anak belajar lebih mendalam, anak lebih kritis dan kreatif,

suasana belajar menjadi bervariasi serta meningkatkan kematangan emosional.

Tidak kalah pentingnya anak siap menghadapi perubahan dan berpartisipasi

dalam proses perubahan.

1. Makna Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan

Tampaknya untuk memaknai aktif, kreatif, efektif, dan

menyenangkan masih terlalu abstrak. Beberapa pendidik masih kabur dengan

makna ini. Meskipun untuk memaknai istilah tersebut pernah didiskusikan oleh

para pendidik, namun bukan berarti makna ini sudah paten. Makna tersebut

masih perlu dikembangkan lagi sesuai dengan kondisi yang sesungguhnya.

Dalam diskusi itu, dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Aktif

- Selalu mencoba
- Tidak ingin menjadi penonton

- Memanfaatkan modalitas belajar (visual, auditorial, atau kinestika)

- Penuh perhatian dalam setiap proses pembelajaran

b. Kreatif

- Menginginkan adanya perubahan yang baru

- Ingin mengadakan inovasi

- Mempunyai banyak cara untuk melakukan sesuatu

- Tidak cepat putus asa

- Tidak mudah puas dengan hasil kerjanya dan selalu ingin berbuat terus

- Menumbuhkan motivasi, percaya diri, dan kritis

- Mempunyai banyak cara

c. Efektif

- Memanfaatkan alat peraga yang ada di sekitar

- Diajak ke sumber belajar, melakukan observasi

- Memanfaatkan waktu yang ada

- Memanfaatkan rangkuman yang tepat

- Mengoptimalkan panca indera

- Mengatur stategi pembelajara

d. Menyenangkan

- Penampilan guru yang menarik

- Suasana belajar tidak searah


- Kaya dengan metode

- Desain kelas yang tidak membosankan

- Belajar sambil bermain dan bernyanyi

- Hasil belajar anak dipajang di kelas

- Didekatkan ke alam nyata

- Ada penghargaan bagi yang berprestasi

2. Pelaksanaan pembelajaran PAKEM

a. Persiapan

1) Berpusat pada siswa

Perubahan paradigma pembelajaran sangat terasa saat ini. Dulu guru lebih

dominan dalam proses pembelajaran atau dengan kata lain pembelajaran

berpusat pada guru (teacher centered learning). Saat ini pembelajaran

berorientasi pada aktivitas siswa (student centered learning)

2) Guru membuat persiapan matang

Persiapan bagi seorang guru merupakan hal yang mutlak harus dikerjakan. Tanpa

persiapan guru akan kehilangan arah dalam proses pembelajaran. Berbagai

metode dengan karakter materi yang akan diajarkan sudah dipersiapkan

sebelum diajarkan.

3) Skenario pembelajaran secara rinci dan matang

Skenario merupakan salah satu dari persiapan yang harus dibuat oleh guru.

Skenario pembelajaran juga sering disebut dengan langkah-langkah

pembelajaran atau strategi pembelajaran. Dengan disusun skenario

pembelajaran, seorang guru sudah membuat format pada setiap pertemuan


dengan siswa. Bukan hanya sekedar format, melainkan guru sudah mendesain

pola pembelajaran yang ideal dengan karakter materi yang sedang diajarkan.

4) Menerapkan asas fleksibilitas

Asas fleksibilitas, artinya lebih lentur dalam memahami kondisi yang akan

dihadapi. Seorang guru tidak bisa kaku dalam menerapkan pola pembelajaran di

kelas. Berbagai hambatan dalam proses pembelajaran akan dihadapi. Untuk itu,

berbagai alternatif terutama berbagai metode harus disiapkan. Seorang guru

tidak hanya terpaku pada satu metode yang ada. Jika hal itu sudah diantisipasi

maka akan terjadi proses pembelajaran yang mengasyikkan.

5) Melayani perbedaan individual

Semua memaklumi bahwa anak mempunyai perbedaan, baik perbedaan cara

belajar maupun perbedaan kecerdasan. Untuk itulah, dalam menangani anak

sudah dipersiapkan cara pelayanannya. Seorang guru tidak bisa membuat anak

sama seperti gerigi sisir, tetapi disesuaikan dengan karakter dan kepribadian

yang khas yang dimiliki anak. Sebagaimana berbagai teori sudah disepakati oleh

para pakar pendidikan bahwa setiap anak mempunyai modalitas belajar atau

gaya belajar yang berbeda. Modalitas belajar yang dimiliki anak ada tiga, yaitu

gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik.

Modalitas belajar anak cenderung pada karakter alamiah yang dimiliki. Anak

yang mempunyai gaya belajar visual, cenderung senang dengan cara melihat,

baik itu gambar maupun bagan. Anak yang mempunyai gaya belajar auditoria,

cenderung sedang denagn mendengar, sedangkan aank yang mempunyai gaya

belajar kinestetik, cenderung belajar dengan cara bergerak, bekarja, dan

menyentuh.
Selain perbedaan gaya belajar, anak juga mempunyai perbedaan kecerdasan.

Jika selama ini orang lebih banyak membicarakan teori yang dikembangkan oleh

ahli psikologi, Alfred Bine, yaitu intelgensi tunggal yang sering disebut

intelligence quotient (IQ). Saat ini muncul teori intekgensi majemuk yang sering

disebut multiple intelligences. Teori ini dirumuskan oleh Prof. Howard Gardner.

Menurut Gardner anak mempunyai delapan kecerdasan, yaitu kecerdasan

linguistik, kecerdasan logis-matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan

kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan

intrapersonal, dan kecerdasan natural.

Dengan berpedoman pada kenyataan bahwa murid mempunyai kelebihan serta

kekurangan sendiri, jelas tidak bijak bagi guru (terutama orang tua) untuk

memaksa anak yang tidak ingin pada bidang-bidang tertentu. Orang tua atau

guru yang demikian telah bertindak di luar realitas psikologi tentang

perkembangan inteligensi anak dan mungkin lebih dipengaruhi oleh motif

sendiri. Teori Gardner juga mengingatkan kita agar sejak pendidikan usia muda,

guru dan orang tua menyediakan berbagai pengalaman belajar yang

merangsang berbagai minat anak. Melalui pendekatan ini, mungkin ini

pendekatan yang terbaik. Guru serta orang tua dapat mendampingi anak di

dalam mengembangkan potensi sepenuhnya dengan penuh minat dan

kegembiraan.

b. Proses

1) Mendengarkan pendapat siswa

Setiap anak mempunyai karakter dan keinginan yang berbeda untuk itu apa

yang diinginkan siswa harus didengarkan. Mendengarkan apa yang diinginkan

merupakan penghargaan terhadap siswa.

2) Menggunakan bermacam-macam sumber belajar


Sumber belajar yang harus dimiliki oleh guru adalah dari sumber tangan

pertama dan tangan kedua. Sumber belajar tangan pertama, artinya sumber

belajar yang langsung dialami oleh siswa, seperti pengalaman kunjungan belajar,

peristiwa yang dialami atau dilihat, situs bersejarah, nara sumber, dan

lingkungan sekitarnya. Adapun sumber belajar tangan kedua adalah sumber

belajar yang sudah dihasilkan oleh orang lain, misalnya: buku paket atau

perlengkapan perpustakaan, dan media pembelajaran lainnya.

Seorang guru dalam model PAKEM tidak boleh selaku menganggap buku paket

sebagai satu-satunya sumber belajar yang lebih bervariatif, terutama sumber

belajar yang dihasilkan oleh siswa dan segala yang ada di sekitar.

3) Merangsang keberanian siswa untuk menyatakan dan menanyakan sesuatu

Guru seyogyanya menumbuhkan minat anak untuk menanyakan sesuatu atau

menyatakan pengalamannya. Semua pembelajaran berpusat pada siswa maka

seorang guru bisa menggali potensi yang ada pada siswa dengan memberikan

rangsangan agar anak mempunyai keberanian dalam mengungkapkan sesuatu.

4) Pertanyaan terbuka, menantang, dan produktif

Agar anak lebih berwawasan luas, pertanyaan yang diberikan oleh guru

diusahakan mampu mengembangkan cara berpikir anak dengan pertanyaan

terbuka. Dengan demikian, anak akan lebih produktif dalam mengembangkan

cara berpikir yang lebih luas dan terbuka.

5) Pemecahan masalah (problem solving)

Pembelajaran yang dilakukan lebih mengarah pada pemecahan yang dihadapi

oleh anak agar pembelajaran lebih menarik dan bermanfaat.

6) Menuntut hasil terbaik dari siswa


Guru menyiapkan dan mengarahkan dalam proses pembelajaran sehingga

mendapat hasil yang maksimal dari siswa.

7) Memberikan umpan balik seketika

Kebiasaan anak-anak mempertanyakan segala hal harus dapat direspon dengan

baik oleh guru. Pertanyaan yang timbul dari anak itu didorong oleh kebutuhan

psikologis alamiah, yaitu rasa ingin tahu (curiosity). Banyaknya pertanyaan yang

diajukan anak menunjukkan dinamisme dan kreativitas. Melihat gejala anak

seperti ini, seorang guru harus memberikan umpan balik seketika. Dengan

demikian, akan muncul keingintahuan yang lebih besar. Dalam kondisi seperti

ini, sebenarnya sudah terjadi proses pembelajaran yang berarti.

8) Siswa memanjangkan hasil karyanya

Sesuatu yang sangat berarti bagi seorang anak adalah ketika apa yang

dikerjakan mendapat pengakuan dari orang yang ada di sektiarnya, terutama

orang-orang yang sangat dicintainya. Dalam proses pembelajaran, siswa sering

menunjukkan hasil karyanya, namun terkadang kurang mendapat penghargaan.

Mungkin karena tidak ada tempat atau mungkin dianggap kurang layak untuk

diberikan penghargaan. Agar anak tumbuh motivasi yang lebih besar, hasil

karyanya dipajang di dalam kelas, apa pun bentuk karyanya.

9) Kompetetif dan kooperatif

Persaingan dan kerja sama perlu diciptakan sejak dini. Persaingan dalam hal ini

mempunyai pengertian bahwa ada perbedaan individu yang perlu dikembangkan

potensinya. Setiap anak harus bisa mengembangkan potensi yang ada pada

dirinya dan guru sangat berperan untuk menggali dan mengembangkan potensi

ini. Di sisi lain harus diciptakan kerja sama yang baik. Perbedaan yang satu
dengan yang lain mampu mewujudkan rasa saling menghargai dan mampu

bekerja sama dengan baik.

3. Kegiatan PAKEM

Kegiatan model PAKEM haruslah bervariatif dan tidak monoton. Ada

beberapa yang perlu diketahui, misalnya:

- Mengamati, mengukur dan mendiskripsikan

- Mengajukan pertanyaan dan mencatat

- Berdiskusi, berdebat, dan membuat rangkuman

- Merencanakan dan melakukan percobaan

- Melaporkan, mempresentasikan, bermain peran, membuat puisi atau hasil

karya lain dan memajangkan

4. Ciri lulusan PAKEM

Jika proses model PAKEM dilaksanakan dengan benar, dengan

asumsi dasar bahwa belajar merupakan proses individual, belajar merupakan

proses sosial, belajar harus menyenangkan, belajar harus selalu aktif, dan belajar

tak pernah terhenti. Dengan demikian, akan menghasilkan lulusan yang

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

- Berpikir kritis, kreatif, dan produktif

- Mampu belajar mandiri

- Bisa bertanggung jawab

- Bisa bekerja sama dengan orang lain

- Siap menghadapi perubahan


- Selalu mencari dan memanfaatkan informasi

- Dapat memecahkan masalah

B. Proses Belajar Mengajar


Proses dalam pengertian di sini merupakan interaksi semua komponen atau

unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu sama lainnya saling

berhubungan (inter independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan (Usman,

2000:5).

Belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu

berkat adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Hal ini sesuai

dengan yang diutarakan Burton bahwa seseorang setelah mengalami proses

akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuannya,

keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Misalnya dari tidak bisa menjadi bisa,

dari tidak mengerti menjadi mengerti. (dalam Usman, 2000:5).

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab

moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam

kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan

anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.

Proses belajar mengajar merupakan suatu inti dari proses pendidikan secara

keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peran utama. Proses belajar

mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan

guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam

situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal

balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya

proses belajar mengajar (Usman, 2000:4).


Sedangkan menurut buku Pedoman Guru Pendidikan Agama Islam, proses

belajar mengajar dapat mengandung dua pengertian, yaitu rentetan kegiatan

perencanaan oleh guru, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi program tindak

lanjut (dalam Suryabrata, 1997:18).

Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa proses belajar

mengajar PAI meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan,

pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang

berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu

pengajaran PAI.

C. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi

Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk

melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisme yang

menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau

perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-

motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan

mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang

mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan

tertentu (Usman, 2000:28).

Sedangkan menurut Djamarah (2002:114) motivasi adalah suatu

pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk

aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar, motivasi

sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam

belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan

yang diungkapkan oleh Nur (2001:3) bahwa siswa yang termotivasi dalam

belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam
mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan

materi itu dengan lebih baik.

Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang

untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

2. Macam-macam Motivasi

Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Motivasi Intrinsik

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu,

apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga

dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar

(Usman, 2000:29).

Sedangkan menurut Djamarah (2002:115), motivasi instrinsik

adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang

dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan

sesuatu.

Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994:105) ada beberapa

strategi dalam mengajar untuk membangun motivasi intrinsik. Strategi tersebut

adalah sebagai berikut:

1) Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa

2) Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran sebatas yang

pokok

3) Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan

memanfaatkan sumber belajar di sekolah

4) Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya


5) Meminta siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaannya

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah

motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu

dirangsang dari luar. Seseorang yang memiliki motivasi instrinsik dalam dirinya

maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan

motivasi dari luar dirinya.

b. Motivasi Ekstrinsik

Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar

individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain

sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu

atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang

tuanya agar mendapat peringkat pertama di kelasnya (Usman, 2000:29).

Sedangkan menurut Djamarah (2002:117), motivasi ekstrinsik

adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif

yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.

Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam

menumbuhkan motivasi instrinsik antara lain:

1) Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan diantara

siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil

prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.

2) Pace Making (membuat tujuan sementara atau dekat): Pada awal kegiatan

belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa

TIK yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk

mencapai TIK tersebut.


3) Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas

tujuan, makin besar nilai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin

besar pula motivasi dalam melakukan sesuatu perbuatan.

4) Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas,

kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan

membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak

memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha

mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.

5) Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.

6) Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar

dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan

bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila

guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat

belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau

nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.

Dari uraian di atas diketahui bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang

timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar,

misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain

sebagainya.

D. Prestasi Belajar

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang


belajar. Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang
baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang
dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah.
Menurut Poerwodarminto (1991:768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai
(dilakukan, dikerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan,
hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta
perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang

dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah

siswa itu melakukan kegiatan belajar. Pencapaian hasil belajar tersebut dapat

diketahui dengan mengadakan penilaian tes hasil belajar. Penilaian diadakan

untuk mengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang

diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana

keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.

Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi belajar

PAI adalah nilai yang diperoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif

seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif

(sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research), karena

penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.

Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab menggambarkan

bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil yang

diinginkan dapat dicapai.

Menurut Sukidin dkk (2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian tindakan,

yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan

kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian

tindakan sosial eksperimental.

Keempat bentuk penelitian tindakan di atas, ada persamaan dan

perbedaannya. Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana dikutip oleh Kasbolah,

(2000) (dalam Sukidin, dkk. 2002:55), ciri-ciri dari setiap penelitian tergantung

pada: (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya, (2) tingkat kolaborasi antara

pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3) proses yang digunakan dalam

melakukan penelitian, dan (4) hubungan antara proyek dengan sekolah.

Dalam penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti, dimana

guru sangat berperan sekali dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam

bentuk ini, tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan

praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam kegiatan ini, guru terlibat langsung

secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat

kecil.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang

berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa model

penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada

suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan observasi dan refleksi.

Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa

sudah cukup.

A. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian


1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan

penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di

. Tahun pelajaran

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat

penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret

semester genap .

3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas tahun pelajaran pada

pokok bahasan kisah nabi Ibrahim a.s, dan nabi Ismail a.s.

B. Rancangan Penelitian

Menurut pengertiannya penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal

yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran, dan hasilnya langsung


dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan (Arikunto, Suharsimi

2002:82). Ciri atau karakteristik utama dalam penelitian tindakan adalah adanya

partisipasi dan kolaborasi antara peneliti dengan anggota kelompok sasaran.

Penelitian tindakan adalah satu strategi pemecahan masalah yang

memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif

yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam

prosesnya pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat saling

mendukung satu sama lain.

Sedangkan tujuan penelitian tindakan harus memenuhi beberapa prinsip

sebagai berikut:

1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-

benar nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam

jangkauan kewenangan peneliti untuk melakukan perubahan.

2. Kegiatan penelitian, baik intervensi maupun pengamatan yang dilakukan tidak

boleh sampai mengganggu atau menghambat kegiatan utama.

3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih dengan

tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.

4. Metodologi yang digunakan harus jelas, rinci, dan terbuka, setiap langkah dari

tindakan dirumuskan dengan tegas sehingga orang yang berminat terhadap

penelitian dapat mengecek setiap hipotesis dan pembuktiannya.

5. Kegiatan penelitian diharapkan dapat merupakan proses kegiatan yang

berkelanjutan (on-going), mengingat bahwa pengembangan dan perbaikan

terhadap kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi

tantangan sepanjang waktu. (Arikunto, Suharsimi, 2002:82-83).


Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka

penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart

(dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang

satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action

(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada

siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan,

pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan

pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-

tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar berikut.


Gambar 3.1 Alur PTK

Penjelasan alur di atas adalah:

1. Rancangan/rencana awal, sebelum mengadakan penelitian peneliti

menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan,

termasuk di dalamnya instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran.

2. Kegiatan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti

sebagai upaya membangun pemahaman konsep siswa serta mengamati

hasil atau dampak dari diterapkannya pengajaran kontekstual model

pengajaran berbasis masalah.

3. Refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau

dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan

yang diisi oleh pengamat.

4. Rancangan/rencana yang direvisi, berdasarkan hasil refleksi dari

pengamat membuat rancangan yang direvisi untuk dilaksanakan pada

siklus berikutnya.

Observasi dibagi dalam tiga siklus, yaitu siklus 1, 2, dan seterusnya,


dimana masing siklus dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama)
dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di
akhir masing putaran. Siklus ini berkelanjutan dan akan dihentikan jika sesuai
dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.

C. Alat Pengumpul Data


Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru
yang fungsinya adalah: (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah
menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu, (2) untuk
menentukan apakah suatu tujuan telah tercapai, dan (3) untuk memperoleh
suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149). Sedangkan tujuan dari tes adalah
untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara individual maupun secara
klasikal. Di samping itu untuk mengetahui letak kesalahan-kesalahan yang
dilakukan siswa sehingga dapat dilihat dimana kelemahannya, khususnya pada
bagian mana TPK yang belum tercapai. Untuk memperkuat data yang
dikumpulkan maka juga digunakan metode observasi (pengamatan) yang
dilakukan oleh teman sejawat untuk mengetahui dan merekam aktivitas guru
dan siswa dalam proses belajar mengajar.

D. Analisis Data
Dalam rangka menyusun dan mengolah data yang terkumpul sehingga

dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan,

maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi digunakan

data kualitatif. Cara penghitungan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa

dalam proses belajar mengajar sebagai berikut.

1. Merekapitulasi hasil tes

2. Menghitung jumlah skor yang tercapai dan prosentasenya untuk masing-

masing siswa dengan menggunakan rumus ketuntasan belajar seperti

yang terdapat dalam buku petunjuk teknis penilaian yaitu siswa dikatakan

tuntas secara individual jika mendapatkan nilai minimal 65, sedangkan

secara klasikal dikatakan tuntas belajar jika jumlah siswa yang tuntas

secara individu mencapai 85% yang telah mencapai daya serap lebih dari

sama dengan 65%.

3. Menganalisa hasil observasi yang dilakukan oleh guru sendiri selama

kegiatan belajar mengajar berlangsung.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Pembelajaran Model PAKEM dengan Ketuntasan Belajar


Suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan dianggap tuntas secara

klasikal jika siswa yang mendapat nilai 65 lebih dari atau sama dengan 85%,

sedangkan seorang siswa dinyatakan tuntas belajar pada pokok bahasan atau

sub pokok bahasan tertentu jika mendapat nilai minimal 65.

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang

mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan model

pembelajaran PAKEM, dan lembar observasi aktivitas guru dan siswa.

b. Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan

pada tanggal 4 Maret 2005 di Kelas VI jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal ini

peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar mengajar mengacu

pada rencana pelajaran yang telah dipersiapkan. Pengamatan (observasi)

dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar

mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah

sebagai berikut.
Tabel 4.1. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I

No Uraian Hasil Siklus I


1 Nilai rata-rata tes formatif 70,00
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 15
3 Persentase ketuntasan belajar 68,18

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan

pembelajaran model PAKEM diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah

70,00 dan ketuntasan belajar mencapai 68,18% atau ada 15 siswa dari 22 siswa

sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama

secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai

65 hanya sebesar 68,18% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang

dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa

baru dan belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan

menerapkan pembelajaran model PAKEM.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari

hasil pengamatan sebagai berikut:

1) Guru kurang maksimal dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan

tujuan pembelajaran

2) Guru kurang maksimal dalam pengelolaan waktu

3) Siswa kurang aktif selama pembelajaran berlangsung

d. Refisi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat

kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus

berikutnya.

1) Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam

menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat

langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.

2) Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan

informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan.

3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga

siswa bisa lebih antusias.

2. Siklus II

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat pengajaran yang

mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan

pada tanggal 11 Maret 2005 di Kelas VI dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal

ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar mengajar

mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I,

sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus
II. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar

mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar

mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif II.

Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus II

No Uraian Hasil Siklus II


1 Nilai rata-rata tes formatif 77,73
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 17
3 Persentase ketuntasan belajar 79,01

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah

77,73 dan ketuntasan belajar mencapai 79,01% atau ada 17 siswa dari 22 siswa

sudah tuntas belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan

belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus

I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah guru

menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu diadakan tes

sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih termotivasi untuk belajar.

Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan dan

diinginkan guru dengan menerapkan pembelajaran model PAKEM.

c. Refleksi

Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil

pengamatan sebagai berikut.


1) Memotivasi siswa

2) Membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep

3) Pengelolaan waktu

d. Revisi Rancangan

Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat

kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada

siklus II antara lain:

1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih

termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung.

2) Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam

diri siswa baik untuk mengemukakan pendapat atau bertanya.

3) Guru harus lebih sabar dalam membimbing siswa merumuskan

kesimpulan/menemukan konsep.

4) Guru harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan

pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal

latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.

3. Siklus III

a. Tahap perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang

terdiri dari rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang

mendukung.

b. Tahap kegiatan dan pengamatan


Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus III dilaksanakan

pada tanggal 18 .. 2005 di Kelas dengan jumlah siswa 22 siswa. Dalam hal

ini peneliti bertindak sebagai pengajar. Adapun proses belajar mengajar

mengacu pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II,

sehingga kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus

III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan

belajar mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif III dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar

mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan adalah tes formatif III.

Adapun data hasil penelitian pada siklus III adalah sebagai berikut.

Tabel 4.3. Hasil Formatif Siswa Pada Siklus III

No Uraian Hasil Siklus III


1 Nilai rata-rata tes formatif 82,73
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 19
3 Persentase ketuntasan belajar 86,36

Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rata-rata tes formatif sebesar

82,73 dan dari 22 siswa telah tuntas sebanyak 19 siswa dan 3 siswa belum

mencapai ketuntasan belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah

tercapai sebesar 86,36% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini

mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan hasil belajar

pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan kemampuan guru dalam

menerapkan pembelajaran model PAKEM sehingga siswa menjadi lebih terbiasa


dengan pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami

materi yang telah diberikan.

c. Refleksi

Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik

maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar mengajar dengan

penerapan pembelajaran model PAKEM. Dari data-data yang telah diperoleh

dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan semua pembelajaran

dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna, tetapi

persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.

2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa aktif selama proses

belajar berlangsung.

3) Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan

peningkatan sehingga menjadi lebih baik.

4) Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.

d. Revisi Pelaksanaan

Pada siklus III guru telah menerapkan pembelajaran model PAKEM

dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan

proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan

revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya

adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan

agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan model

pembelajaran PAKEM dapat meningkatkan proses belajar mengajar sehingga

tujuan pembelajaran dapat tercapai.


B. Pembahasan
1. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa

Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran model

PAKEM memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal

ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi

yang disampaikan guru (ketuntasan belajar meningkat dari siklus I, II, dan III)

yaitu masing-masing 68,18%, 79,01%, dan 86,36%. Pada siklus III ketuntasan

belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

2. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

belajar mengajar dengan menerapkan model pembelajaran PAKEM dalam setiap

siklus mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap prestasi

belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata siswa

pad setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

3. Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran

Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran PAI pada pokok bahasan kisah nabi Ibrahim a.s, dan nabi Ismail a.s

dengan model pembelajaran PAKEM yang paling dominan adalah,

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa/antara

siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat

dikategorikan aktif.

Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah

melaksanakan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar dengan menerapkan

pengajaran konstekstual model pengajaran berbasis masalah dengan baik. Hal

ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas membimbing

dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, menjelaskan materi yang sulit,
memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di

atas cukup besar.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga
siklus, hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Model pembelajaran PAKEM dapat meningkatkan kualitas pembelajaran PAI.

2. Pembelajaran model PAKEM memiliki dampak positif dalam meningkatkan

prestasi belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar

siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (68,18%), siklus II (79,01%), siklus III

(86,36%).

3. Model pembelajaran PAKEM dapat menjadikan siswa merasa dirinya mendapat

perhatian dan kesempatan untuk menyampaikan pendapat, gagasan, ide dan

pertanyaan.

4. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, serta mampu

mempertanggungjawabkan segala tugas individu maupun kelompok.

5. Penerapan pembelajaran model PAKEM mempunyai pengaruh positif, yaitu

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.


B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar
proses belajar mengajar PAI lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang
optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut:
1. Untuk melaksanakan model pembelajaran PAKEM memerlukan persiapan yang

cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik

yang benar-benar bisa diterapkan dengan pembelajaran model PAKEM dalam

proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih

sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, walau dalam taraf

yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru,

memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya

dilakukan di tahun pelajaran

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar

diperoleh hasil yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algesindon.

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi. Jakarta: Rineksa


Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


Rineksa Cipta.

Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan. Jakarta: Usaha
Nasional.

Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang:
Aneka Ilmu.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Research, Jilid 1. Yogyakarta: YP. Fak. Psikologi UGM.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Hasibuan K.K. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineksa Cipta.

Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universitas Press.


Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya: University Press.
Univesitas Negeri Surabaya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI,
Universitas Terbuka.

Sukidin, dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.

Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung: Jemmars.

Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Lampiran 1

Nilai Tes Formatif Pada Siklus I

No. Skor Keterangan No. Urut Skor Keterangan


Urut
T TT T TT
1 100 12 80

2 60 13 50
3 80 14 70

4 60 15 70
5 70 16 80

6 80 17 70
7 70 18 50

8 50 19 60
9 70 20 100

10 40 21 70
11 90 22 70

Jumlah 770 7 4 Jumlah 770 8 3

Keterangan:
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
Jumlah Siswa yang tuntas : 15
Jumlah Siswa yang tidak tuntas : 7
Skor Maksimal Ideal : 2200
Skor Tercapai : 1540
Rata-rata Skor Tercapai : 70,00
Prosentase Ketuntasan : 68,18
Lampiran 3

Nilai Tes Formatif Pada Siklus III

No. Skor Keterangan No. Urut Skor Keterangan


Urut
T TT T TT
1 100 12 90

2 70 13 70
3 90 14 90

4 80 15 90
5 80 16 90

6 90 17 80
7 90 18 60

8 60 19 80
9 90 20 100

10 60 21 80
11 100 22 80

Jumlah 910 9 2 Jumlah 910 10 1

Keterangan:
T : Tuntas
TT : Tidak tuntas
Jumlah Siswa yang tuntas : 19
Jumlah Siswa yang tidak tuntas : 3
Skor Maksimal Ideal : 2200
Skor Tercapai : 1820
Rata-rata Skor Tercapai : 82,73
Prosentase Ketuntasan : 86,36
inShare

Title : PTK PAI : UPAYA


MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN
MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAKEM PADA SISWA KELAS . ..
Description : UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PAKEM PADA SISWA KELAS
. ...
Rating : 5

You might also like