You are on page 1of 3

B.

macam-macam urf
Urf atau adat itu ada dua macam, yaitu adat yang benar dan adat yang
rusak. Adat yang benar adalah kebiasaan yang dilakukan manusia, tidak
bertentangangan dengan dalil syarah: tidak membatalkan kewajiban.
Sedangkan adat yang rusak adalah kebiasaan yang dilakukan olh manusia
tetapi bertentangangan dengan syarah: menghalalkan yang haram atau
membatalkan kewajiban.

Macam-macam adat atau urf


1. Ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan dari segi ini urf ada dua
macam:
A. Urf qauli, yaitu kebiasaan yang berlaku dalam penggunaan kata-
kata atau ucapan. Contohnya, waldun secara etimilogi artinya
anak yang digunakan untuk anak laki-laki atau perempuan.
Penggunaan kata walad itu untuk anak laki-laki dan perempuan,
(mengenai waris atau harta pusaka) berlaku juga dalam Al-Quran.
Seperti, dalam surah an-Nisaa (4):11-12.
seluruh kata walad dalam kedua ayat tersebut yang disebutkan
secara berulang kali,
berlaku untuk laki-laki dan perempuan
B. Urf fili, yaitu kebiasaan yang berlaku dalam perbuatan umpanya:
(1) jual beli barang-barang yang enteng (murah dan tidak begitu
bernilai) transaksi antara penjual dan pembeli cukup hanya
menunjukan barang serta serah terima barang dan uang tanpa
ucapan transaksi (akad) apa-apa. Hal ini tidak menyalahi aturan
akad dalam jual beli. (2) kebiasaan saling mengambil rokok diantara
sesama teman tanpa adanya ucapan meminta dan memberi, tidak
dianggap mencuri.
2. Dari segi ruang ringkup penggunaannya
A. Adat atau urf umum, yaitu kebiasaan yang telah umum berlaku
dimana-mana, hampir diseluruh penjuru dunia, tanpa memandang
negara, bangsa, dan agama. Umpamanya: menganggukan kepala
tanda menolak atau meniadakan kalau ada orang berbuat kebalikan
diri itu, maka dianggap aneh atau ganjil.
B. Adat atau urf khusus, yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh
sekelompok orang tertentu pada waktu tertentu: tidak berlaku
disemua tempat dan sebarangan waktu. Contohnya, orang sunda
menggunakan kata paman hanya untuk adik dari ayah :
sedangkan orang jawa menggunakan kata paman itu untuk adik
dan kakak dari ayah.
3. Dari segi penilaian baik dan buruk
A. Adat yang shahih, yaitu ad yang berulang-ulang dilakukan, di terima
oleh orang banyak, tidak bertentangan dengan agam, sopan santun
dan budaya yang luhur. Contohnya, memberi hadia orang tua atau
kenalan dekat dalam waktu-waktu tertentu, mengadakan acara
halal bihalal (silaturrahim) saat hari raya: memberi hadia atas
penghargaaan atas suatu prestasi.
B. Adat yang fasid, yaitu adat yang berlaku di suatu tempat meskipun
merata pelaksanaanya, manum bertentangan dengan agama,
undang-undang negara dan sopan sanutun. Contohnya, berjudi
untuk melaksanakan suatu peristiwa: pesta dengan menghidangkan
minuman haram:kumpul kebo (hidup bersama tanpa nikah).
C. Kedudukan urf sebagai dalil syara
Para ulama sepakat bahwa, urf shahih dapat dijadikan dasar hujja
selama tidak bertentangan dengan syara ulama malikiyyah
terkenal dengan pernyataan mereka bahwa amal ulama madinah
dapat di jadikan hujjah. Demikian para ulama kufah dapat dijadikan
dasar hujjah. Imam syafiI terkenal dengan qaul jadidnya. Ada suatu
kejadian tetapi beliau menetapkan hukum yang berbeda pada
waktu beliau masih berada di mekkah (qaul qadim) dengan setelah
beliau berada di mesir (qaul jadid). Hal ini menunjukan bahwa
ketiga mazhab itu berhujjah dengan urf. Tentu saja urf fasid tidak
meraka jadikan sebagai dasar hujjah.
Adapun hujjahan urf sebagai dalil syara di dasarkan atas
argumen-argumen berikut ini:
A. Firman Allah pada surah al-Uraf ayat 199

Artinya:

jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta
berpalinglah dari orang orang bodoh

Memulailah ayat diatas Allah memerintahkan kaum muslimin untuk


mengerjakan yang maruf. Yang dinilai kaum muslimin sebagai
kebaikan, dikerjakan berulang-ulang, dan tidak bertentangan
dengan wakatak manusia yang benar, yang dibimbing oleh prinsip-
prinsip umum ajaran islam.
B. Ucapan sahabat Rasulullah SAW. Abdullah bin masud:



Artinya:
sesuatu yang dinilai baik oleh kaum muslimin adalah baik di sisi
Allah. Dan sesuatu yang mereka nilai buruk maka ia buruk disisi
Allah

Ungkapan Abdullah bin masud diatas, dari segi readaksi maupun


maksudnya, menunjukan bahwa kebiasan-kebiasan baik berlaku
didalam masyarakat muslim yang sejalan dengan tuntunan umum
syariat islam adalah juga merupakan sesuatu yang baik di sisi
Allah. Sebaliknya hal-hal yang bertentangan dengan kebiasaan-
kebiasaan yang dinilai baik oleh masyarakat, akan melahirkan
kesulitan dan kesempitan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal
dalam pada itu Allah berfiman pada surah al-maidah ayat 6:


Artinya :

You might also like