You are on page 1of 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Palatoskisis merupakan kelainan kongenital yang disebabkan gangguan


perkembangan wajah pada masa embrio. Celah dapat terjadi pada bibir, langit-
langit mulut (palatum), ataupun pada keduanya. Celah pada bibir disebut
labiochisis sedangkan celah pada langit-langit mulut disebut palatoschisis.
Penanganan celah adalah dengan cara pembedahan.1

Celah bibir diakibatkan dari fusi struktur embrional sekitar rongga mulut
primitif yang tidak sempurna. Celah ini dapat unilateral atau bilateral dan sering
disertai dengan perkembangan abnormal hidung eksterna, kartilago hidung, dan
rigi alveolus maksilaris . celah bibir ini dapat disertai atau tidak disertai dengan
celah palatum. Luasnya sumbing bibir sangat bervariasi dari lekukan pada bibir
bawah satu lubang hidung sampai fissura dalam dan lebar meluas sampai kedua
lubang hidung. Pada sumbing yang berat, lubang hidung pada sisi yang terkena
rendah, dan hidung berdeviasi pada sisi tersebut. Pada bibir sumbing bilateral,
bagian tengan bibir atas tidak melekat pada kedua sisi dan dpat berpindah ke
depan, hal ini terutama dapat berat bila disertai dengan celah palatum, anomali
gigi, seperti gigi hilang, salah letak, atau gigi berubah bentuk, lazim pada sisi
celah, terutama pada tipe yang berat.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi palatoskisis

Palatoskisis merupakan kelainan kongenital bibir dan langit langit atau


keduanya bersamaan, yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk konfigurasinya
dari yang ringan sampai berat. Celah terjadi oleh karena tidak bersatunya jaringan
yang membentuk bibir dan langit-langit selama trimester pertama kehamilan
( Middleton and Pannbacker, 1997 ). Diantara berbagai bentuk kelainan di
kraniofasial, celah langit-langit yang paling banyak ditemukan, dengan prevalensi
1 diantara 500 sampai 750 kelahiran hidup (Carrie et al, 1999).4

2.2 Epidemiologi
Celah bibir , celah langit langit atau keduanya mempunyai prevalensi sekitar
1/1000 hingga 2,69/1000 diberbagai negara di dunia. Orang Asia lebih banyak
dari kaukasia atau kulit hitam. Distribusi jenis kelamin terlihat kecenderungan
laki-laki lebih banyak terkena daripada perempuan. Rasio antara celah pada satu
sisi dibanding celah pada dua sisi adalah dua dibanding satu. Diantara celah yang
unilateral, celah disebelah kiri dilaporkan lebih banyak dari pada disebelah kanan
keadaan ini merupakan kelainan kongenital yang terjadi pada duabelas minggu
pertama kehamilan . Gangguan pendengaran adalah salah satu masalah yang
berhubungan dengan kelainan ini, terutama pada anak . Bagian telinga yang
biasanya terkena adalah bagian telinga tengah.1
Secara umum seratus persen anak sampai umur tujuh tahun pernah menderita
otitis media efusi , setidaknya satu episode. Biasanya pada umur enam atau tujuh
tahun, sesuai dengan perkembangan anatomi wajah, maka saluran tuba Eustachius
berubah dari bentuk horizontal menjadi vertikal. Dengan perubahan letak tuba
Eustcahius , infeksi dari tenggorok tidak mempunyai akses langsung ke telinga
tengah. Oleh karena itu masalah infeksi di telinga tengah menurun sesuai dengan
pertambahan usia.1
Gangguan pendengaran konduktif pada penderita kelainan celah bibir dan
langitlangit sudah dikemukakan oleh para ahli , fungsi tuba Eustachius yang tidak

2
baik adalah penyebab utamanya .Clarke B mengatakan secara keseluruhan angka
kejadian celah bibir dan langit-langit adalah 1 dalam 1000 kelahiran hidup,
sedangkan celah langit-langit saja 1 dalam 2000 kelahiran hidup. Celah bibir dan
langit-langit bervariasi dengan ras dan jenis kelamin, dikatakan Asian lebih
banyak dari Kaukasian . Laki-laki lebih banyak dari perempuan, kecuali pada
celah langit-langit saja. Diantara jumlah celah, celah bibir 20 % ( 18 % satu sisi
/unilateral , 2 % bilateral / dua sisi ), 50% celah bibir dan langit-langit ( 38 % satu
sisi / unilateral , 12 % bilateral / dua sisi ) dan 30 % celah langit-langit saja.4

2.3 Etiologi
Etiologi / penyebab celah ini merupakan multifaktor, genetik dan lingkungan
merupakan faktor yang memegang peranan serta pengaruh lingkungan saat
perkembangan dini embrio. Hampir 70 % kasus celah bibir dan langit - langit
adalah non sindromik, sedangkan 30 % adalah kasus sindromik, terjadi bersama
kelainan kongenital yang lain, dikatakan lebih dari 150 sindrom. Risiko
meningkat dengan usia, faktor lingkungan, seperti infeksi virus (misalnya
ubella),teratogens (misalnya steroid,antikonvulsant,alkohol, derivatif dari asam
retinoik)4,5

2.4 Embriologi celah bibir dan langit-langit


Ahli embriologi membagi hidung, bibir dan palatum menjadi palatum primer
dan palatum sekunder. Palatum primer terdiri dari hidung, bibir, prolabium dan
premaksila. Palatum sekunder terdiri dari sebagian besar palatum durum dan
seluruh palatum mole. Pembentukan palatum primer dimulai kira-kira masa
kehamilan minggu ke empat dan lima, dengan munculnya tonjolan-tonjolan
wajah. Tonjolan-tonjolan ini terdiri dari tiga pasang yaitu prosesus nasalis
medialis, prosesus nasalis lateralis dan prosesus maksilaris. Penyatuan prosesus
nasalis medialis dan prosesus nasalis maksilaris diikuti dengan prosesus nasalis
lateralis dengan prosesus nasalis medialis melengkapi pembentukan palatum
primer. very, 1994, megatakan kegagalan penyatuan ini menyebabkan terjadinya
celah bibir.2

3
Clarke B mengatakan perkembangan wajah pada kehamilan 6 minggu,
prosesus nasal media mengalami migrasi menuju masing-masing sisi sehingga
menyatu. Minggu ke 7 ujung inferior prosesus nasal medial mengalami ekspansi
ke lateral untuk membentuk prosesus intermaksilaris. Ujung maskila
membengkak bertumbuh bertemu prosesus intermaksilaris dan kemudian
menyatu. Bila pembengkakan maksila untuk menyatu dengan prosesus
intermaksilaris gagal, maka akan terjadi celah bibir Selanjutnya terjadi
pembentukan palatum sekunder pada masa kehamilan antara delapan, sembilan
minggu. Pembentukan palatum primer, bibir dan alveolus dari proliferasi
mesodermal dan ektodermal prosesus maksilaris dan prosesus frontonasal.2
Palatum sekunder berkembang sebagai perkembangan bagian medial maksila
lateral yang menyatu ditengah. Kegagalan penyatuan ini menyebabkan celah
langit-langit. Clarke B mengatakan, pembentukan palatum / langit-langit terjadi
pada kehamilan 6 minggu, pada saat ini nasal pits dari prosesus nasal lateral
mengalami invaginasi dan menyatu, prosesus ntermaksilaris berkembang
membentuk palatum primer Kehamilan minggu ke 8 9, dinding medial prosesus
maksilaris membentuk palatine shelves. Palatine shelves ini bertumbuh kebawah,
sejajar dengan permukaan lidah dan menyatu satu dengan yang lain dengan
palatum primer membentuk palatum sekunder.2

2.5 Patofisiologi
Adanya celah menyebabkan perbedaan susunan otot-otot. Pada orang normal,
otot bertemu di garis tengah dengan orientasi transversal. Pada celah langit-langit
otot-otot berinsersi pada tepi posterior pada tulang palatine dengan arah orientasi
bundel longitudinal, keadan ini menyebabkan otot-otot ini tidak bisa berfungsi
maksimal serta mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya ( Mc Carthy,
1990 ) Otot tensor veli palatini serabut-serabutnya berbelok ke arah medial. Pada
bagian ini jaringan otot sementara diganti jaringan ikat sehingga merupakan katrol
(Kriens, 1990 ).Otot tensor veli palatini merupakan pembuka tuba Eustachius
yang utama, bila otot ini berkontraksi terjadi gerakan langit-langit lunak dan
terbukanya tuba Eustachius.1,2

4
Pada kelainan celah langit-kangit terjadi devasi ke arah kraniolateral sehingga
tidak dapat mengangkat tuba akibatnya terjadi disfungsi tuba Eustachius (Mc
Carthy,1990 ) Bila otot levator veli palatini berkontraksi akan mengangkat langit-
langit ke posterior dan kartilago tuba ke medial. Adanya celah menyebabkan
fungsi ini tidak terjadi.3
Celah palatum terjadi bila lempeng palatum primer dan sekunder gagal
berfusi. Celah palatum derajatnya sangat bervariasi dan hanya melibatkan palatum
mole atau meluas ke dalam palatum durum. Celah dapat terjadi hanya pada linea
mediana palatum posterior,tetapi dapat meluas ke lubang hidung pada satu atau ke
dua sisi, melibatkan rigi alveolus maksila, bila celah meluas ke anterior, lebih
mungkin dihubungkan dengan celah palatum. Celah palatum sentral lebar dapat
disertai dengan tidak adanya perkembangan sekat hidung parsial atau total,
mengakibatkan lubang yang luas antara hidung dan rongga mulut. Bentuk celah
palatum dan bibir yang paling berat terjadi pada agenesis serebrofasial mediana.
Kadang-kadang , celah kecil palatum mole mungkin sukar dibedakan dengan
uvula bifida. Juga celah palatum mole otot terjadi, dengan perkembangan
membran mukosa utuh, keadaan ini dikenal sebagai celah palatum sub mukosa.5

Adanya hubungan antara masalah pendengaran dan celah bibir dan langit-
langit pertama kali dikemukakan oleh Alt pada tahun 1878. Berbagai penelitian
secara konsisten mencatat tingginya risiko gangguan pendengaran konduktif pada
pasien celah bibir dan langit-langit. Penelitian di Amerika ( Broen, Et al, 1996),
Croatia (Handzic Cuk et al,1996) dan Australia ( Sheahan et al, 2002 )
menemukan 50 % atau lebih pasien celah bibir dan langit-langit menderita
gangguan pendengaran. Pada tahun 1906, kebutuhan akan pemeriksaan telinga
pasien celah bibir dan langit-langit ditekankan oleh Brunck. Sejak saat itu banyak
laporan yang berhubungan dengan insiden, keadaan dan derajat gangguan
pendengaran pada pasien celah bibir dan langit-langit. 4,5
Celah bibir dan langit-langit juga berpengaruh pada fungsi mengunyah, bicara
dan menelan. Doyle , 1984, mengatakan hampir 100 % anak dengan celah bibir
dan langit-langit menderita otitis media efusi, hal ini mengakibatkan gangguan
pendengaran yang fluktuatif dari ringan sampai sedang , hal ini juga
mempengaruhi berbicara dan bahasa bahkan perkembangan kognitif .Hendrarto

5
(2001) dalam penelitiannya menemukan adanya otitis media efusi 100 % pada
anak anak dengan celah langit langit. Schonweiler et al, 1994 menemukan 417
anak dengan celah langit-langit mengalami gangguan berbahasa dan berbicara, 80
% disebabkan oleh otitis media efusi.
Pemeriksaan timpanometri merupakan alat diagnostik untuk melihat keadaan
di telinga tengah. Sedangkan untuk menilai fungsi pendengaran pada anak
dibawah 2 tahun dilakukan dengan test ABR, yaitu dengan merekam potensial
listrik yang dikeluarkan oleh sel-sel koklea hingga mencapai inti-inti tertentu di
batang otak.4

Klasifikasi dari American Cleft Association (1962) yaitu :4

6
1. Celah langit-langit primer Celah bibir : unilateral, median atau bilateral dengan
derajat luas celah 1/3, 2/3 dan 3/3. Celah alveolar dengan segala variasinya.

2. Celah langit-langit sekunder Celah langit-langit lunak dengan variasinya. Celah


langit-langit keras dengan variasinya.

3. Celah mandibula

Klasifikasi celah bibir dan celah langit-langit menurut Kernahan dan Stark
(1958) yaitu:

Group I : Celah langit-langit primer. Dalam grup ini termasuk celah bibir, dan
kombinasi celah bibir dengan celah pada tulang alveolar. Celah terdapat dimuka
foramen insisivum.

Group II : Celah yang terdapat dibelakang foramen insisivum. Celah


langit-langit lunak dan keras dengan variasinya. Celah langit-langit sekunder.

Group III : Kombinasi celah langit-langit primer (group I) dengan


langit-langit sekunder (group II).

2.6 Komplikasi jika tidak dilakukan pembedahan

a. Masalah asupan makanan

Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi pada


bayi penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi
untuk melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi
dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral.
Keadaan tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks
menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi dapat
menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Cara memegang bayi dengan
posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusui bayi dan menepuk-
nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu. Bayi yang hanya menderita
labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui,
namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan
dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan
kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah
pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
b. Masalah dental

7
Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah tertentu
yang berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan malposisi dari gigi
geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk.

c. Infeksi telinga

Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi


telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.

d. Gangguan berbicara

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas


pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole
tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara
dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun
telah dilakukan reparasi.
palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/
rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal.
Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak
cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara
keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi
suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara (speech therapy)
biasanya sangat membantu.

2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan labio-palatoskisis sangat komplek dan melibatkan beberapa
disiplin ilmu. Pengetahuan yang terbaik diberikan oleh satu tim kerja.
Kelompok terdiri dari ahli bedah maksilofasiak, ali otolaringologi, pedodontis,
ortodentis, prostodontis, ahli patologi alat bicara, ahli genetika manusia, ahli
psikologi, dan pekerja sosial. Minat dan perhatian yang saling melengkapi pada
masalah klinis ini dikaitkan dengan struktur, fungsi, dan kebutuhan penderita akan
kesehatan, memerlukan keahlian dalam diagnosis dan pengobatan dari seluruh
spesialis ini untuk jangka waktu yang lebih panjang.2

8
Perkembangan bicara yang adekuat dan kemampuan bahasa merupakan
masalah penting. Kemampuan bicara dan bahasa yang dipeajari terutama dari
pendengaran, karena terdapatnya insidensi yang relatif tinggi dari gangguan
telinga dan akibat tuli ( terutama konduktif) pada anak dengan palatoskisis, maka
pengenalan dan pengobatan dini adalah penting untuk memastikan fungsi
pendengaran yang optimal selama tahun perkembangan bicara dan berbahasa.
Operasi penutupan bibir biasanya dilakukan dalam beberapa bulan
pertama kehidupan, sewaktu berat badan lebih dari 4,5 kg. Waktu yang tepat
untuk operasi penutupan masih diperdebatkan, tetapi diamerika serikat setidaknya
80 persen ahli bedah lebih menyukai waktu diantara tahun pertama dan kedua
kehidupan. Beberapa macam teknik telah digunakan pada penutupan bibir. Tetapi
mereka lebih menyukai insisi angular dibandingkan linear karena bekas
pascabedah pada bibir atas sering memendek pada daerah yang dioperasi dengan
menggunakan teknik linear. Pada kasus celah bibir bilateral, penutupan bibir lebih
sulit karena pergeseran ke depan dari palatum primer dan seringkali
disempurnakan dalam dua tahap.
Penutupan palatoskisis yang dini memberikan mekanisme yang lebih baik
dalam mengghasilkan kemampuan bicara. Operasi penutupan dari palatum
sekunder dapat dilakukan dengan bermcam-macam teknik, khususnya teknik
bridge flap dari van Lagenbeck dan teknik pedicle flap dari veau. Tujuan utama
dari operasi adalah mencapai pentutupan sempurna pada palatum durum dan
palatum mole dan memberikan mobilitas dan panjang yang cukup pada palatum
mole. Panjang palatum mole biasanya disempurnakan dengan cara yang disebut
push-back procedure.2
Pencapaian panjang dan mobilitas yang adekuat dari palatum mole
menjadi lebih penting dalam proses penelanan dan bicara. Kedua fungsi ini
membutuhkan penutupan velofaringeal, yaitu kemampuan menutup rongga
hidung dari rongga mulut. Meskipu penutupan velofaringeal untuk aktifitas bicara
maupun non bicara, seperti penelanan dan meniup.

BAB III
KESIMPULAN

9
Celah bibir dan langit-langit mempunyai prevalensi berkisar antara 1/1000
ke 2,69/1000 di berbagai negara di dunia ini. Orang Asia lebih berisiko tinggi dari
pada Kaukasian dan kulit hitam. Distribusi jenis kelamin cenderung laki-laki lebih
banyak.
Dalam penelitian ini dijumpai jumlah pasien jenis kelamin laki-laki lebih
banyak dari pada perempuan yaitu 77 (54,2%), sedangkan Chu dkk dalam
penelitiannya di Hong Kong menemukan jumlah yang hampir sama antara laki-
laki dan perempuan.
Dalam kepustakaan dikatakan bahwa celah bibir dan langit-langit satu sisi
lebih banyak di sisi kiri dari pada sisi kanan. Dalam penelitian ini ditemukan celah
bibir gusi langit-langit satu sisi lebih banyak disisi kiri dari pada kanan yaitu 55
pasien (38,7%).

DAFTAR PUSTAKA

10
1. Merina, Erna. 2008. Gambaran Pemeriksaan ABR dan Timpanometri
Pasien Celah Bibir dan Langit-Langit serta Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya Di RS Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
2. Manickam MV. (2012). Celah Bibir
http://respository.usu.ac.id/bitsream/123456789/31860/4/chapter
%2011.pdf- Diakses 20 september 2011.
3. Rudolph. Abraham. M. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph edisi 20
volume 2. Jakarta: EGC. 1066-1068
4. Adam, george L. 2012. BOIES Buku Ajar Penyakit THT, Ed 6,
jakarta: EGC. 276-278
5. Sjamsuhidajat, R, wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 2, jakarta:
EGC.

11

You might also like