You are on page 1of 15

MANUAL PLASENTA

A. Pengertian
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya
pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu dengan
melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang dimasukkan
langsung kedalam kavum uteri.Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam lahirnya
plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan pada fundus uteri yang berkontraksi.Bila
setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga belum dapat dilahirkan atau jika dalam
waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, pasenta sebaiknya dikeluarkan dengan
segera.
Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan
retensio plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus
diperkirakan bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa
penderita.

B. Etiologi
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada
kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika
dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang
sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan
lahir dan tali pusat putus.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan
dengan :
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
2. Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasent
3. Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan myometrium
4. Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga mencapai/memasuki
myometrium
5. Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
6. plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

C. Patofisiologi
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :
1. Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.

2. Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc

3. Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.

4. Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan
teriadi retensio plasenta (setelah menunggu jam). Seandainya masih terdapat
kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit
sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.

Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang


infuse dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat
memberikan pertolongan darurat

D. Tanda dan Gejala Manual Plasenta


1. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel
fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak
lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
3. Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
4. Placenta tidak segera lahir > 30 menit.

E. Teknik Manual Plasenta


Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu dapat mencoba
teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi baik, dan
dengan meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus dipencet di
antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari dinding uterus
dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak boleh dilakukan
secara kasar.
Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi
litotomi.Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau
Ringer Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan
suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri)
meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan
membentuk kerucut
1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta.Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition
ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari
tangan yang membentuk kerucut tadi.Sementara itu, tangan kiri diletakkan di
atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong
fundus itu ke bawah.Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta,
telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala
tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas
2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam
antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu.Dengan
gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya
(kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri
supaya jangan ikut terdorong ke atas.Dengan demikian, kejadian robekan
uterus (perforasi) dapat dihindarkan.
3. Mengeluarkan plasenta

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau


ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa.Pada
waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru.Setelah plasenta
keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik
(oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus.Lakukan
inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina
atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.

Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri
maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk
menghetikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.

Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan


dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan
dengan kuretase pada abortus.Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta,
dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per
oral.Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.

F. Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi
yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang
berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah
apabila ditemukan plasenta akreta.Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan
memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara
plasenta inakreta dan plasenta perkreta.Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk
dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan.Jika
disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan
tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa
dalam uterus.

G. Prosedur klinik manual plasenta


1. Persetujuan Tindakan Medik
Informed consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga terhadap tindakan
medic yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan. Persetujuan diberikan
setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang diagnosis
penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan dilakukan.
2. Persiapan Sebelum Tindakan
a.Pasien
1) Cairan dan selang infuse sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah
dibersihkan.
2) Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi
3) Siapkan kain alas bokong, sarrung kaki dan penutup perut bawah
4) Medikamentosa
a) Analgetika (Phetidin 1-2 mg/kg BB, Ketamin Hcl 0,5 mg/kg BBT,
Tramadol 1-2 mg/kg BB)
b) Sedative (Diazepam 10 mg)
c) Atropine Sulfas 0,25-0,55 mg/ml
d) Uteretonika (Oksitosin,Ergometrin, Prostaglandin)
e) Cairan NaCl 0,9% dan RL
f) Infuse Set
g) Larutan Antiseptik (Povidon Iodin 10%)
h) Oksigen dengan regulator
b. Penolong
1) Baju kamar tindakan, pelapis plastic, masker dan kaca mata : 3 set
2) Sarung tangan DTT/steril : sebaiknya sarung tangan panjang
3) Alas kaki (sepatu boot karet) : 3 pasang
4) Instrument

3. Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan


Sebelum melakukan tindakan sebaiknya mencuci tangan terlebih dahulu dengan
sabun dan air yang mengalir untuk mencegah infeksi.Mengeringkan tangan dengan
handuk bersih lalu pasang sarung tangan DTT/steril.
4. Tindakan Penetrasi Ke Kavum Uteri

1. Intruksikan asisten untuk memberikan sedatif dan analgetik melalui karet infuse.

2. Lakukan kateterisasi kandung kemih.

a) Pastikan kateter masuk kedalam kandung kemih dengan benar.


b) Cabut kateter setelah kandung kemih dikosongkan.
c) Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegakan tali pusat sejajar lantai.
d) Secara obstetric maukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah)
kedalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
e) Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk
memegang kocher kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.
f) Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan ke dalam kavum uteri
sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
g) Buka tangan obstetric menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke
pangkal jari telunjuk).
h) Melepas Plasenta dari Dindig Uterus
i) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
1) Bila berada di belakang, tali pusat tetap di sebelah atas. Bila
dibagian depan, pindahkan tangan ke bagian depan tal pusat
dengan punggung tangan menghadap ke atas.
2) Bila plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat
implantasinya dengan jalan menyelipkan ujung jari di antara
plasenta dan dinding uterus, dengan punggung tangan mengahadap
ke dinding dalam uterus.
3) Bila plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (dinding
tangan pada dinding kavun uteri) tetapi tali pusat berada di bawah
telapak tangan kanan.
4) Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser
ke cranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat
dilepaskan.
j) Mengeluarkan Plasenta
1) Sementara satu tangan masih berada di kavum uteri, lakukan
eksplorasi ulangan untuk memastikan tidak ada bagian plasenta
yang masih melekat pada dinding uterus.
2) Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus
pada saat plasenta dikeluarkan.
3) Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali
pusat sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar (hindari
percikan darah).
4) Letakan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.
5) Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke
dorsokranial setelah plasenta lahir.
.
KURET
A. Definisi
Kuret adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam
rahim.Jaringan itu sendiri bisa berupa tumor, selaput rahim, atau janin yang dinyatakan
tidak berkembang maupun sudah meninggal. Dengan alasan medis, tidak ada cara lain
jaringan semacam itu harus dikeluarkan. ( Dr. H. Taufik Jamaan, Sp.OG. )
B. Tujuan
Menurut ginekolog dari Morula Fertility Clinic, RS Bunda, Jakarta, tujuan kuret ada dua.
Yaitu
1. Sebagai terapi pada kasus-kasus abortus. Intinya, kuret ditempuh oleh dokter untuk
membersihkan rahim dan dinding rahim dari benda-benda atau jaringan yang tidak
diharapkan.
2. Penegakan diagnosis. Semisal mencari tahu gangguan yang terdapat pada rahim,
apakah sejenis tumor atau gangguan lain. Meski tujuannya berbeda, tindakan yang
dilakukan pada dasarnya sama saja. Begitu juga persiapan yang harus dilakukan
pasien sebelum menjalani kuret.
C. Etiologi
Hal-hal yang menyebabkan kuret harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Usia ibu yang lanjut
2. Riwayat obstetri/ginekologi yang kurang baik
3. Riwayat infertilitai
4. Adanya kelainan/penyakit yang menyertai kehamilan
5. Berbagai macam infeksi
6. Paparan dengan berbagai macam zat kimia
7. Trauma abdomen/pelvis pada trimester pertama
8. Kelainan kromosom
9. Sejarah perdarahan haid yang tidak normal, seperti pendarahan berat (menoragia)
atau perdarahan antara periode
D. Persiapan alat-alat
1. alat tenun, terdiri dari :
a. baju operasi
b. laken
c. doek kecil
d. sarung meja mayo
2. alat instrumen untuk curretage :
a. speculum
b. sonde :
- untuk mengukur kedalaman rahim
- untuk mengetahui lebarnya lubang vagina
c. alat kuret
d. klem jaringan
e. klem dinding rahim/ uterus
f. nerbekken
g. kasa steril
h. handscoen steril
3. alat tambahan :
a. mesin EKG
b. mesin O2 dan N2O
c. infus set dan cairannya
d. guedel
e. bethadin
f. larutan NaCl 0,9% 1000 cc
g. tempat sampah
E. Prosedur pembedahan
1. pre operasi
a. persiapan pasien
- sebelum masuk ke ruang operasi, terlebih dahulu pasien harus dipersiapkan dari
ruangan
- puasa
saat akan menjalani kuretase, dilakukan puasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya
perut dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal.
- Cek adanya perdarahan
- Persiapan psikologis
- Mengganti baju pasien dengan baju operasi
- Memakaikan baju operasi kepada pasien dan gelang sebagai identitas
- Pasien dibawa ke ruang operasi yang telah ditentukan
- Mengatur posisi pasien sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan, kemudian
pasien dibius dengan anesthesi narkose
- Setelah pasien tertidur, segera pasang alat bantu napas dan monitor EKG
- Bebaskan area yang akan dikuret

b. Persiapan tim medis


- baik dokter maupun perawat instrumen melakukan cuci tangan steril
- memakai perlengkapan : baju operasi, masker dan handscoen steril
- perawat instrumen memastikan kembali kelengkapan alat-alat yang akan digunakan
dalamtindakan kuret
- alat disusun di atas meja mayo sesuai dengan urutan

2. operasi
a. pasien tidur dengan posisi lithotomy dalam keadaan narkose umum
b. asepsi/ antisepsi daerah vagina dan sekitarnya kemudian pasang duk steril
c. buka bagian labia mayora dan labia minora dengan menggunakan speculum untuk
melihat kondisi bagian sebelah dalam dari alat reproduksi
d. menggunakan klem jaringan dan klem utertus untuk membebaskan daerah yang akan
di kuret
e. dengan sonde, ukur kadalaman uterus / dinding rahim dan lebarnya lubang vagina
f. setelah itu, lakukan kuret dengan menggunakan alat kuret yang sudah disiapkan
g. bersihkan bagian uterus sampai semua jaringan yang mati keluar semuanya
h. setelah bersih, jaringan yang sudah dibersihkan dikirimkan ke PA
i. tindakan kuret selesai, rapihkan pasien dan alat-alat yang sudah digunakan direndam
dalam cairan alat disinfektan
3. post operasi
a. setelah pasien sudah dirapihkan, maka perawat mengobservasi keadaan pasien dan
terus memastikan apakah pasien sudah bernapas spontan atau belum
b. setelah itu pasien dipindahkan ke recovery room
c. pasien diberikan oksigen 2 liter/menit melalui nasal kanule dan tetap observasi keadaan
pasien sampai dipindahkan ke ruangan perawatan.
F. Komplikasi
1. perdarahan
Bila saat kuret jaringan tidak diambil dengan bersih, dikhawatirkan terjadi perdarahan.
Untuk itu jaringan harus diambil dengan bersih dan tidak boleh tersisa sedikit pun.
2. cerukan di dinding rahim
Pengerokan jaringan pun harus tepat sasaran, jangan sampai meninggalkan cerukan di
dinding rahim. Jika menyisakan cerukan, dikhawatirkan akan mengganggu kesehatan
rahim
3. gangguan haid
Jika pengerokan yang dilakukan sampai menyentuh selaput otot rahim, dikhawatirkan
akan mengganggu kelancaran siklus haid.
4. infeksi
Jika jaringan tersisa di dalam rahim, muncul luka, cerukan, dikhawatirkan bisa memicu
terjadinya infeksi. Sebab, kuman senang sekali dengan daerah-daerah yang basah oleh
cairan seperti darah.
5. kanker
Disebut kanker trofoblast atau kanker yang disebabkan oleh sisa plasenta yang ada di
dinding rahim.
G. Pemeriksaan sebelum curretage
1. USG (ultrasonografi)
2. Mengukur tensi dan Hb darah
3. Memeriksa sistim pernafasan
4. Mengatasi perdarahan
5. Memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit
TUBEKTOMI/ MOW (MEDIS OPERASI WANITA)
A. PENGERTIAN
MOW (Medis Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut dengan
sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan
kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur, dengan demikian sel
telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh
karena itu gairah seks wania tidak akan turun (BKKBN, 2006)
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau
memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan
Sujiayatini, 2009) jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi tubafallopi sehingga
spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2004).
B. SYARAT MELAKUKAN MOW (METODE OPERASI WANITA)
1. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan tentang cara cara
kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta pengetahuan tentang
sifat permanen pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2005)
2. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan harmonis, umur istri
sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup dan anak
terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro,2005)
3. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat memenuhi syarat
kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk menjalani
kontrasepsi mantap.Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat memutuskan
apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi mantap. Ibu yang tidak boleh
menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang mengalamai
peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang sedang hamil
atau dicurigai sdang hamil (BKKBN, 2006)
C. TEKNIK MELAKUKAN MOW
Tahap persiapan pelaksanaan
1. Informed consent
2. Riwayat medis/ kesehatan
3. Pemeriksaan laboratorium
4. Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah abdomen
5. anesteri
Tindakan pembedahan (2009) teknik yang digunakan dalam pelayanan tubektomi antara
lain:
1. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan
sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupun
subumbilikal (pada lingkar pusat bawah).Tindakan ini dapat dilakukan terhadap
banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang mendapat
pelatihan khusus. Operasi ini juga lebih aman dan efektif (Syaiffudin, 2006)
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba dilakukan
melalui sayatan kecil.Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan, diikat dan dipotong
sebagian.Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan ditutup dengan kasa
yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan komplikasi, klien dapat dipulangkan
setelah 2 - 4 hari. (Syaiffudin,2006).
2. Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Kandungan yang telah
dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif.Teknik ini dapat
dilakukan pada 6 8 minggu pasca pesalinan atau setelah abortus (tanpa
komplikasi).Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang cukup
banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal.Seperti
halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat digunakan dengan anestesi lokal dan
diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan. (Syaiffudin,2006).
3. Perawatan post operasi
a. Istirahat 2-3 jam
b. Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu
c. Ambulasi dini
d. Diet biasa
e. Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja berat selama 1 minggu, cari
pertolongan medis bila demam (>38), rasa sakit pada abdomen yang menetap,
perdarahan luka insisi.
D. WAKTU PELAKSANAAN MOW
Menurut Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2005) pelaksanaan MOW dapat dilakukan
pada saat:
1. Masa Interval (selama waktu selama siklus menstrusi)
2. Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat
lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca persalinan lewat dari 48
jam akan dipersulit oleh edema tuba dan infeksi yang akan menyebabkan kegagalan
sterilisasi. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca
persalinan. Pada hari tersebut uterus dan alat alat genetal lainnya telah mengecil dan
menciut, maka operasi akan lebih sulit, mudah berdarah dan infeksi.
3. Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
4. Waktu opersi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya harus
dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk dilakukan
sterilisasi.Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami istri karena kesempatan
ini dapat dipergunakan sekaligus untuk melakukan kontrasepsi mantap.
Sedangkan menurut Noviawati (2009) waktu pelaksanaan MOW (Mantap Operasi
Wanita) dapat dilaukan pada:
1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien
tersebut tidak hamil
2. Hari ke-6 hingga hari ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3. Pasca persalinan
Minilaparotomi dapat dilakukan dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12
minggu pasca persalinan setelah dinyatakan ibu dalam keadaan tidak hamil.
4. Pasca keguguran
Tubektomi dapat dilakukan dengan cara minilaparatomi atau laparoskopi setelah
triwulan pertama pasca keguguran dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti
infeksi pelvik. Sedangkan pada triwulan kedua dalam waktu 7 hari sepanjang
tidak ada bukti infeksi pelvik, tubektomi dapat dilakukan dengan cara
minilaparotomi saja.
E. INDIKSI MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia tahun
1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 40 tahun,
dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 30 tahun dengan 3 anak atau
lebih, umur istri antara 30 35 tahun dengan 2 anak atau lebih, dan umur istri 35 40
tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur suami sekurang kurangnya berumur
30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh
pasangan tersebut.(Wiknjosastro,2005)
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
1. Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila wanita ini
hamil lagi.
a. Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit jantung,
dan sebagainya.
b. Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis), sering
menderita psikosa nifas, dan lain lain.
2. Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea
yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
3. Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan untuk
sekaligus melakukan sterilisasi.
4. Indikasi sosial ekonomi
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi yang
sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
F. KONTRAINDIKASI MOW
Menurut Mochtar (1989) kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi menjadi 2
yang meliputi indikasi mutlak dan indikasi relative
1. Kontra indikasi mutlak
a. Peradangan dalam rongga panggul
b. Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
c. Kavum dauglas tidak bebas,ada perlekatan
2. Kontraindikasi relative
a. Obesitas berlebihan
b. Bekas laparotomi
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak menjalani
Tubektomi yaitu:
a. Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
b. Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol
4. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
5. Belum memberikan persetujuan tertulis.
G. KEUNTUNGAN
Menurut BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain:
1. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
2. Tidak mengganggu kehidupan suami istri
3. Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
4. Tidak mempengaruhi ASI
5. Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan),
lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis
H. KERUGIAN
1. Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat dipulihkan
kembali.
2. Klien dapat menyesal dikemudian hari
3. Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum
4. Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
5. Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis ginekologi atau dokter
spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
6. Tidak melindungi diri dari IMS.

I. KOMPLIKASI DAN PENANGANAN MOW


KOMPLIKASI PENANGANAN
Infeksi Luka Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan
antibiotik.
Demam pascaoperasi ( > 38 oC) Obati infeksi berdasarkan apa yang
ditemukan
Luka pada kandung kemih. Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat.
Intestinal (jarang terjadi). Apabila kandung kemih atau usus luka dan
diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi
primer. Apabila ditemukan pasca operasi,
dirujuk kerumah sakit yang tepat bila perlu.
Hematoma (subkutan) Gunakan pack yang hangat dan lembab
ditempat tersebut.
Emboli gas yang dilakukan oleh Ajurkan ke tingkat asuhan yang tepat dan
laparoskopi (sangat jarang terjadi) mulailah resusitasi intensif, termasuk cairan
intravena, resusitasi cardiopulmonary dan
tindakan penunjang kehidupan lainnya.
Rasa sakit pada lokasi pembedahan Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati
berdasarkan apa yang ditemukan
Perdarahan superficial (tepi tepi Mengontrol perdarahan dan obati
kulit atau subkutan) berdasarkan apa yang ditemukan.

You might also like