You are on page 1of 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

21. DEFINISI

Melasma adalah hipermelanosis yang tidak merata terutama pada muka,


berwarna coklat muda sampai coklat tua, berkembag lambat, dan umumnya
simetrik. Melasma atau flek pada wajah biasanya terjadi karena
meningkatnya pigmentasi pada bagian yang sering terpapar sinar matahari.
Melasma berbentuk bercak gelap tidak beraturan pada kulit. Paparan sinar
matahari meningkatkan aktivitas dan jumlah melanosit, sel yang
memproduksi melanin. Hasilnya produksi melanin berlebihan.4

2.2 FUNGSI PERTAHANAN ORGAN KULIT

Fungsi pertahanan kulit manusia adalah suatu sistem yang unik karena
kemampuan penyesuaiannya terhadap perubahan lingkungan baik internal
maupun eksternal. Fungsi pertahanan ini mencakup fungsi proteksi fisik
(trauma mekanik), mempertahankan permeabilitas (mencegah kehilangan air
dan mencegah masuknya bahan kimia berbahaya, alergen dan bahan yang
dapat menimbulkan iritasi), proteksi terhadap sinar UV (sinar UV dapat
menimbulkan kerusakan dan neoplasma), proteksi terhadap zat-zat oksidan
(yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel), proteksi terhadap suhu
dan juga mencegah masuknya mikroorganisme patogen penyebab infeksi.
Lapisan paling luar kulit yaitu stratum korneum berperan sebagai lapisan
primer dalam fungsi pertahanan kulit. Setiap kerusakan kulit seperti laserasi,
kulit kering atau iritasi akan menyebabkan gangguan diferensiasi sel di
stratum korneum dan menurunkan fungsi pertahanan kulit.6

5
Lapisan kulit manusia memiliki fungsi keseimbangan untuk menghindari
kerusakan lanjut akibat trauma fisik/mekanik, salah satunya adalah dengan
membentuk jaringan parut. Fungsi barier terhadap tekanan juga didukung
oleh lapisan serat kolagen dan elastin di dalam lapisan dermis serta jaringan
lemak subkutan. Lapisan teratas epidermis yaitu stratum korneum, dengan
ketebalan hanya 15 m (di hampir seluruh area tubuh) memiliki kemampuan
sebagai lapisan tahan air yang mencegah hilangnya air dari tubuh melalui
difusi transepidermal. Transepidermal Water Loss (TEWL) telah menjadi
salah satu parameter klinis banyak studi yang menilai fungsi pertahanan kulit
pada beberapa penyakit kulit seperti psoriasis, dermatitis atopik, luka bakar
dan epidermolisis bulosa. Pada penyakit-penyakit ini, diketahui terjadi
kehilangan air yang lebih dari normal pada lapisan epidermis dan
terganggunya pengaturan lemak di stratum korneum.6,7

Fungsi pertahanan kulit terhadap radiasi sinar ultraviolet dari matahari


diperankan oleh sel-sel pembentuk pigmen (melanosit) yang terletak di
lapisan basal epidermis dengan melakukan tanning. Secara normal, di area
kulit yang terpapar sinar matahari akan terjadi peningkatan TEWL sebagai
mekanisme adaptasi tubuh untuk melakukan evaporasi pada permukaan yang
terpajan.7

2.3 EPIDEMIOLOGI

Melasma dapat mengenai semua ras terutama penduduk yang tinggal di


daerah tropis. Wanita dengan tipe kulit yang lebih gelap, yaitu Latin, Afrika-
Amerika, Afrika-Karibia dan Asia memiliki insidens terbanyak.Tidak hanya
wanita, melasma juga biasa didapatkan pada pria (10 %). Di Indonesia
perbandingan kasus wanita dan pria yaitu 24 : 1. Terutama tampak pada
wanita usia subur dengan riwayat langsung terkena pajanan sinar matahari.
Insidens terbanyak pada usia 30-44 tahun.10

2.4 PATOGENESIS

6
Belum ada teori yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana
patogenesis dari penyakit melasma. Beberapa hal yang sering dikaitkan
dengan penyakit melasma antara lain adalah pengaruh sinar matahari,
kehamilan, penggunaan hormon kontrasepsi dan kosmetik.5

Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun karena sinar


ultra violet. Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan karena bahan
farmakologik seperti perak dan psoralen. Penghambatan dalam Malphigian
cell turnover, keadaan ini dapat terjadi karena obat sitostatik.5

Radiasi sinar ultraviolet memberikan stimulus terhadap peningkatan


aktifitas melanosit. Hal ini juga menjelaskan bahwa para pasien melasma
adalah orang-orang yang tinggal di daerah dengan paparan sinar matahari
cukup tinggi atau saat musim panas. Jika dikaitkan dengan aktifitas maka hal
ini menjadi penting. Umumnya penderita melasma hipersensitivitas terhadap
radiasi sinar ultraviolet sehingga paparan yang singkat terhadap matahari
dapat menyebabkan hiperpigmentasi.2

2.5 GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis kasus melasma pada dasarnya cukup mudah dikenali. Di


antaranya lesi kulit berupa makula hiperpigmentasi berwarna cokelat
terkadang dapat sampai berwarna hitam dengan batas jelas, irregular dan
biasanya simetris Bagian wajah yang terkena biasanya daerah pipi, hidung,
dan mulut bagian bawah.2

7
Gambar 1. Melasma

Berdasarkan gambaran klinisnya, melasma dapat diklasifikasikan menjadi:


1. Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial,
bawah hidung, serta dagu (63%)
2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%)
3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula (16%).2

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis melasma didasarkan atas anamnesis yang cermat dan


pengamatan gambaran klinis yang akurat.

A. Anamnesis
Dari anamnesis yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis
secara tepat terutama untuk menggali segala hal terkait dengan pasien.
Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis melasma :
a. Pasien wanita dengan kisaran umur 30-40 tahun
b. Pasien dengan riwayat kehamilan berulang
c. Pasien dengan penggunaan oral kontrasepsi

8
d.Pasien yang memiliki aktifitas yang sering berpaparan dengan sinar
matahari secara langsung
e. Lesi timbul setelah berminggu-minggu dan semakin terlihat saat kontak
dengan sinar matahari
f. Pasien dengan riwayat penggunaan kosmetik
g. Pasien wanita menopause yang sedang menjalani terapi hormon.4

B. Pemeriksaan Fisik

Lesi yang khas dari melasma ialah makula hiperpigmentasi pada


wajah. Terkait luas, warna dan intensitas bergantung pada fototipe kulit
mana yang terkena. Biasanya simetris. Daerah yang paling sering terkena
seperti pipi, hidung, dan bibir bagian bawah dan dagu. Namun ada juga
ditemukan dalam presentase lebih kecil di daerah malar dan mandibular.4,3

C. Pemeriksaan penunjang
Dalam pemeriksaan histopatologik terdapat 2 tipe hipermelanosis :
a. Tipe epidermal : melanin terutama terdapat di lapisan basal dan
suprabasal, kadang-kadang di seluruh stratum spinosum sampai
stratum korneum; sel-sel yang padat mengandung melanin adalah
melanosit, sel-sel lapisan basal, dan suprabasal, juga terdapat pada
keratinosit dan sel-sel stratum korneum.
b. Tipe dermal : terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh
darah dalam dermis bagian atas dan bawah; pada dermis bagian atas
terdapat fokus-fokus infiltrat.
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan ialah pemeriksaan
lampu wood. Pemeriksaan ini bertujuan menspesifikkan suatu keadaan
melasma yang akan menentukan seperti apa bentuk penanganannya.
Adapun bentuk pengklasifikasian setelah pemeriksaan lampu wood
adalah sebagai berikut :3

Tabel 1. Klasifikasi melasma

9
Tipe Melasma Gambaran Klinis

Epidermal - Berbatas jelas


- Berwarna cokelat tua
- Terlihat lebih jelas dibawah sinar
- Memberikan respon yang baik terhadap
pengobatan

Dermal - Batas tidak jelas


- Berwarna cokelat terang
- Tidak berubah di bawah sinar
- Memberikan respon yang buruk terhadap
pengobatan

Mixed - Kombinasi antara warna cokelat tua dan


cokelat muda
- Pengobatan hanya berdampak pada sebagian
saja

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari melasma meliputi kelainan kelainan pada


pigmen.

a. Riehls melanosis yakni memiliki gambaran histopatologi infiltrat


inflamasi pada bagian epidermis-dermis dan infiltrat perivaskular
limfositik yang disertai dengan gangguan inflamasi. Pigmentasi bercak
berwarna coklat muda sampai coklat tua terutama di dahi, malar,
belakang telinga dan sisi leher serta tempat-tempat yang sering terkena
sinarmatahari.9

10
Gambar 2. Riehls melanosis

b. Horis macules, memperlihatkan pigmen dermal seperti bintik-bintik atau


pigmentasi wajah yang berwarna coklat-kebiruan atau keabu-abuan yang
ditemukan umumnya pada wanita Asia.4 Bilateral nevus Ota yang
berhubungan dengan ocular dan mukosal melanosit.9

11
Gambar 3. Bilateral nevus of ota like macules (Horis nevus)

2.8 PENATALAKSANAAN

Pengobatan melasma memIliki respon yang cukup lama, kontrol yang


teratur serta kerja sama yang baik antara penderita dan dokter yang
menanganinya.8

Penatalaksanaan melasma meliputi:

a. Pencegahan
1. Meminimalisir paparan sinar UV
Paparan sinar matahari merupakan salah satu faktor penyebab dari
hiperpigmentasi. Pasien sebaiknya menggunakan spektrum luas, high
SPF sunscreens dan meminimalkan paparan sinar matahari sehari-
harinya. Sunscreens yang direkomendasikan untuk digunakan ialah
yang dapat melindungi dari sinar UVA dan UVB. Penderita

12
diharuskan menghindari pajanan langsung sinar ultra violet terutama
antara pukul 09.00-15.00.
2. Meminimalisir efek hormonal
Baik pil oral kontrasepsi dan HRT mempunyai peran dalam
perkembangan melasma. Sebagai tambahannya, riwayat medikasi
diperlukan untuk mengidentifikasi substansi-substansi yang memiliki
hormone-like activity seperti suplemen-suplemen antiaging dan krim
pharmacy-compounded yang digunakan untuk mengurangi gejala-
gejala dari menopose.8,9

b. Pengobatan
1. Pengobatan Topikal
- Hidrokuinon
Hidokuinon dipakai dengan konsentrasi 2-5% untuk terapi
melasma. Hindrokuinon menghambat konversi dari dopa terhadap
melanin dengan menghambat aktifitas dari tirosinase. Efek
sampingnya adalah dermatitis kontak iritan atau alergik.
- Asam retinoat
Asam retinoat 0,1% terutama digunakan sebagai terapi
tambahan atau terapi kombinasi. Krim tersebut juaga dipakai pada
malam hari karena pada siang hari dapat terjadi fotodegradasi.
- Asam azeleat
Pengobatan dengan asam azaleat 20% selama 6 bulan
memberikan hasil yang baik. Efek sampingnya berupa rasa panas,
gatal dan eritema ringan.
- Asam kojik (Kojic Acid)
KA diprodeksi oleh jamur Aspergilline oryzae dan berperan
sebagai inhibitor tirosinase. Double blind study membandingkan
penggunaan GA 5 % dan HQ 4% dengan penggunaan KA 4%
selama 3 bualan. Baik kedua kombinasi membuktikan efektifitas
yang hampir sama dalam mengurangi sebanyak 51% pigmentasi
dari pasien.
- Asam glikolik (Glycolic Acid)
Asam glikolik berperan untuk menurunkan pigmen dengan
banyak mekanisme termasuk thinning stratum korneum,
meningkatkan epidermolisis, meningkatkan sintesis kolagen di

13
lapisan basal dari epidermis, dan meningkatkan sintesis kolagen di
dermis. Iritasi ringan merupakan efek umum dari pemakaian obat
ini.6

2. Pengobatan sistemik
- Asam askorbat/vitamin C
Vitamin C memiliki efek merubah melanin bentuk oksidasi
menjadi melanin bentuk reduksi yang berwarna lebih cerah dan
mencegah pembentukan melanin dengan merubah DOPA kinon
menjadi DOPA.6

3. Tindakan Khusus
- Pengelupasan Kimiawi (Chemical Peels)
Pengelupasan kimiawi dapat membantu pengobatan kelainan
hiperpigmentasi. Pengelupasan kimiawi dilakukan dengan
mengoleskan topikal asam glikolat dan krim asam salisilik.
- Bedah Laser
Bedah laser dengan menggunakan laser Q-switch Ruby dasn
Llaser argon, kekambuhan dapat juga terjadi.

- Dermabrasi
Harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat merusak
melanosit yang dimana dapat meningkatkan produksi pigmen dan
menggelapkan melasma.6,7

2.9 PROGNOSIS

Biasanya melasma menetap selama beberapa tahun. Melasma yang


berkaitan dengan kehamilan akan menetap selama beberapa bulan setelah
melahirkan dan melasma yang berkaitan dengan pengobatan hormonal akan
menetap dalam periode yang panjang setelah berhenti mengkonsumsi
kontrasepsi oral.3

2.10 PENGARUH STRES TERHADAP TIMBULNYA MELASMA

A. Definisi Stres

14
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun
mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang.
Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan
gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk
ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan
stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.3

Dalam keadaan yang semakin kompleks menjelang era globalisasi dan


adanya tekanan kesulitan hidup yang semakin berat saat ini membuat
banyak orang tidak bisa beradaptasi, yang akhirnya akan mempengaruhi
keseimbangan (homoestasis) di dalam tubuhnya. Keadaan seperti ini
(kronik) dapat menimbulkan gangguan terhadap sistem organ dengan
tingkatan yang berbeda-beda. Bila beban yang diberikan melebihi batas
ambang, maka akan menimbulkan respons stres, yaitu respons yang terjadi
pada saat individu tidak mampu mengatasi beban fisik atau psikologik. Stres
yang berat diketahui dapat menyebabkan stres oksidatif (ketidakseimbangan
antara jumlah radikal bebas dan antioksidan tubuh) yang pada keadaan
normal aktivitas Reactive Oxygen Species (ROS) dalam tubuh dikendalikan
oleh sistem antioksidan tubuh. Berbagai penelitian baik pada manusia atau
hewan coba, dilaporkan bahwa aktivitas fisik yang berlebihan dapat
meningkatkan jumlah radikal super oksida (O2) darah hingga 75 kali.10

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan oksidan yang sangat reaktif


dan mempunyai aktivitas yang berbeda. Dampak negatif senyawa tersebut
timbul karena aktivitasnya, sehingga dapat merusak komponen sel yang
sangat penting untuk mempertahankan integritas sel. Setiap ROS yang
terbentuk dapat memulai suatu reaksi berantai yang terus berlanjut sampai
ROS itu dihilangkan oleh ROS yang lain atau sistem antioksidannya.4

Stres oksidatif di dalam tubuh memiliki target kerusakan pada seluruh


tipe biomolekul seperti protein, lipid, dan DNA, serta berperan pada proses
penuaan dan pemicu terjadinya beberapa penyakit seperti kanker dan

15
penyakit Parkinson. Stres oksidatif pada sistem biologis sering ditandai
dengan beberapa parameter meliputi:

1) peningkatan formasi radikal bebas dan oksidan lainnya

2) penurunan antioksidan

3) ketidakseimbangan reaksi redoks pada sel, dan

4) kerusakan oksidatif pada komponen-komponen sel seperti lemak,


protein, dan DNA.5

Produksi ROS dapat ditingkatkan di bawah kondisi patologis seperti


peradangan atau kanker, tetapi juga di bawah pengaruh faktor eksternal,
terutama UV-radiasi. Kulit, karena antar muka langsung dengan lingkungan
adalah sumber utama UV-induced ROS bagi tubuh. Karena tidak hanya
untuk lingkungan UV-paparan tetapi juga untuk pro-oksidan yang dihasilkan
selama melanogenesis dan melanosit, keduanya tersebut bagian yang
mengakibatkan stres oksidatif.5

Paparan sinar matahari adalah faktor yang sangat berpengaruh, dan ini
berlaku untuk semua pasien yang mengalami perbaikan atau bertambah
parah apabila terpapar sinar matahari. Eksaserbasi melasma hampir pasti
dijumpai setelah terpapar sinar matahari yang berlebihan, mengingat kondisi
melasma akan memudar selama musim dingin. Lipid dan jaringan tubuh
(kulit) yang terpapar dengan sinar, terutama UV dapat menyebabkan
terbentuknya singlet oxygen dan radikal bebas yang merusak lipid dan
jaringan tersebut. Radikal bebas ini akan menstimulasi melanosit untuk
memproduksi melanin yang berlebihan.2

Panjang gelombang dari radiasi sinar matahari yang paling berisiko


dalam pencapaiannya ke bumi adalah UVB 290-320 nm dan UVA 320-400
nm. Semakin kuat UVB maka akan semakin menimbulkan reaksi di

16
epidermis, dengan perkiraan 10% dapat mencapai dermis, sementara 50%
UVA akan mencapai dermis. Sinar UV akan merusak gugus sulfhidril yang
merupakan penghambat tirosinase sehingga dengan adanya sinar UV, enzim
tirosinase bekerja secara maksimal dan memicu proses melanogenesis. Pada
mekanisme perlindungan alami terjadi peningkatan melanosit dan
perubahan fungsi melanosit sehingga timbul proses tanning cepat dan
lambat sebagai respon terhadap radiasi UV. Ultraviolet A menimbulkan
reaksi pigmentasi cepat. Reaksi cepat ini merupakan fotooksidasi dari
melanin yang telah ada, dan melanin hasil radiasi UVA hanya tersebar pada
stratum basalis. Pada reaksi pigmentasi lambat yang disebabkan oleh UVB,
melanosit mengalami proliferasi, terjadi sintesis dan redistribusi melanin
pada keratinosit disekitarnya. Melasma merupakan proses adaptasi
melanosit terhadap paparan sinar matahari yang kronis.2,3

Terjadinya melasma pada daerah wajah karena memiliki jumlah


melanosit epidermal yang lebih banyak dibanding bagian tubuh lainnya dan
merupakan daerah yang paling sering terpapar sinar matahari. Interaksi
antara faktor sinar matahari dan berbagai hormon terjadi di perifer,
kemudian bersama-sama mempengaruhi metabolisme melanin di dalam
melanoepidermal unit.9

B. Mekanisme Stres Terhadap Melasma

Melasma dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yakni,

1. Faktor endokrin
2. predisposisi Genetik
3. Faktor Paparan Sinar Matahari
4. faktor kosmetika
5. faktor obat-obatan
Dimana pada faktor endokrin adanya hormon yang dikenal dapat
meningkatkan melanogenesis yaitu antara lain : Melanin Stimulating
Hormone (MSH), ACTH, lipotropin, estrogen, dan progesteron.9
Secara fisiologi, situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang
selanjutnya mengendalikan dua sistem neuroendokrin, yaitu sistem

17
simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik berespons
terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi
berbagai organ dan otot polos yang berada di bawah pengendaliannya,
sebagai contohnya, ia meningkatkan kecepatan denyut jantung dan
mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke medula
adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah.
Sistem korteks adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF,
suatu zat kimia yang bekerja pada kelenjar hipofisis yang terletak tepat di
bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya mensekresikan hormon
ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal. Dimana, ia
menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang
meregulasi kadar gula darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar
endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30 hormon. Efek kombinasi
berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah
aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan
dalam respons fight or flight.6
Melanin Stimulating Hormon (MSH) merangsang melanogenesis
melalui interaksi dengan reseptor membran untuk menstimulasi aktivitas
adenyl cyclase (c-AMP) dan juga meningkatkan pembentukan tirosinase,
melanin dan penyebaran melanin. Hipermelanosis yang difus berhubungan
dengan insufisiensi korteks adrenal. Peningkatan MSH dan ACTH yang
dikeluarkan oleh kelenjar pituitari akan terjadi bila kortisol mengalami
defisiensi sebagai akibat dari kegagalan mekanisme inhibisi umpan
balik.6,3
Melanogenesis di awali dengan terjadinya ikatan antara MSH dan
ACTH (melanokortin) dengan reseptor MC-1R pada membran melanosit.
Ikatan yang diperantarai oleh protein G tersebut mengaktifkan adenilat
siklase (AC) senyawa ini selanjutnya meningkatkan c-AMP intrasel yang
berhubungan dengan enzim tirosinase. Tirosinase mengubah tirosin
menjadi L-dihidroksifenilalanin (L-DOPA). Tahap selanjutnya adalah
oksidasi L-DOPA menjdai dopakuinon, yang merupakan prekusor
melanin, baik eumelanin maupun phaeomelanin. Pigmen melanin yang

18
dihasilkan melanosit, selanjutnya disekresikan ke keratinosit melalui
granul-granul melanin yang disebut melanosom. Formasi, maturasi dan
perjalanan melanosom menuju keratinosit merupakan tahapan penting
dalam proses pigmentasi kulit. Pada sebagian atau keseluruhan dari
tahapan tersebut akan mengakibatkan kegagalan proses pigmentasi, seperti
pada melasma.10
Ketika tubuh terpapar dengan suatu keadaan yang dianggap
mengancam (stresor) oleh korteks serebri, maka akan terjadi suatu respon
(stres) untuk menghadapinya. Respon stres berupa respon saraf dan
hormon yang melakukan tindakan-tindakan pertahanan terhadap kondisi
yang mengancam tersebut. Respon stres tersebut berkaitan erat dengan dua
sistem pada tubuh yaitu sympathetic-adrenomedullary (SAM) system dan
hypothalamic-pituitary-adrenocortical (HPA) axis yang dapat
menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh.9
Respon yang paling awal adalah peningkatan aktivitas SAM atau
respon fight or flight. Peningkatan aktivitas simpatis ini akan menstimulasi
bagian medula kelenjar adrenal sehingga terjadi pelepasan katekolamin
seperti epinefrin dan norepinefrin. Peningkatan aktivitas simpatis ini pada
akhirnya dapat memicu peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut
jantung, peningkatan saliva, konstriksi pembuluh darah perifer, dan
sebagainya.7
Paparan suatu stresor tidak hanya meningkatkan SAM tetapi juga
mengaktivasi HPA axis. Hipotalamus akan mengeluarkan corticotropin
releasing factor (CRF). CRF akan menstimulasi kelenjar pituitari untuk
mengeluarkan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Pengeluaran ACTH
akan memicu korteks kelenjar adrenal untuk mengeluarkan glukokortikoid
terutama kortisol. Kortisol berperan dalam konversi simpanan karbohidrat
dan menurunkan inflamasi ketika ada perlukaan. Kortisol juga membantu
tubuh untuk mempertahankan diri saat terjadi stres.4

C. Sistem Pigmentasi Kulit

19
Sistem pigmentasi manusia terdiri dari 2 (dua) tipe sel, yaitu melanosit
dan keratinosit beserta komponen selular yang berinteraksi membentuk hasil
akhir yaitu pigmen melanin. Melanosit yaitu suatu sel eksokrin, yang berada
di lapisan basal epidermis dan matriks bulbus rambut. Setiap melanosit
lapisan basal dihubungkan melalui dendrit-dendrit melanosit dengan 36
keratinosit yang berada pada lapisan malphigi epidermis, ini yang disebut
dengan unit melanin lapisan epidermal. Melanosit memproduksi tirosinase
dan melanosom. Di dalam melanosit diproduksi dua subtipe melanin,
eumelanin dan feomelanin. Tirosinase berperan dalam pembentukan dua
subtipe melanin tersebut.1

Skema 1. Pigmentasi kulit

Tirosin

hidroksilasi

3,4-dihidroksifenilalanin (DOPA)

oksidasi enzim tirosinase

DOPAquinon

20
Pembentukan melanin di dalam melanosom

Bermigrasi ke dalam dendrit-dendrit dari melanosit

setiap melanosit berhubungan

dengan beberapa keratinosit

Unit Melanin Epidermal

Melanin merupakan pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dari


polimerisasi dan oksidasi pada proses melanogenesis. Terdapat 2 pigmen
melanin yaitu, eumelanin (coklat-hitam) dan feomelanin (kuning-merah).
Eumelanin bersifat lebih dominan.8

Melanin ditransfer dari melanosit ke epidermis melalui keratinosit.


Degradasi melanosom dilakukan oleh asam hidrolase lisosom selama
keratinosit naik menuju permukaan epidermis, dan akhirnya melanin hilang
bersama lepasnya stratum korneum. Jika terdapat inflamasi kulit dan
kemudian kerusakan selular, beberapa melanosom masuk ke dalam dermis
dan ditangkap oleh makrofag, maka sel-sel ini yang kemudian dikatakan
sebagai melanofag.3

Karakteristik keadaan untuk melasma yaitu terjadi kelainan proses


pigmentasi berupa hipermelanosis epidermal, yang disebabkan oleh
peningkatan produksi melanin tanpa perubahan jumlah melanosit, dengan

21
mekanisme peningkatan produksi melanosom, peningkatan melanisasi dari
melanosom, pembentukan melanosom yang lebih besar, peningkatan
pemindahan melanosom ke dalam keratinosit, dan peningkatan ketahanan
melanosom dalam keratinosit.3

22
23

You might also like