You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis yang menjadi dambaan setiap


pasangan suami istri. Dari setiap kehamilan yang diharapkan adalah lahirnya bayi
yang sehat dan sempurna secara jasmaniah dengan berat badan yang cukup. Masa
kehamilan adalah salah satu fase penting dalam pertumbuhan anak karena calon
ibu dan bayi yang dikandungnya membutuhan gizi yang cukup (Depkes RI,
2004).

Kekurangan zat besi adalah kekurangan gizi yang paling banyak di dunia
(Stoltzfus dan Dreyfuss, 1998). Hal ini adalah penyebab paling umum dari anemia
selama kehamilan. Penyebab lainnya termasuk penyakit parasit seperti malaria,
infeksi cacing tambang, dan schistosomiasis; defisiensi mikronutrien termasuk
asam folat, vitamin A, dan vitamin B12; dan genetik hemoglobinopati yang
diwariskan seperti thalassaemia (WHO, 1992). Menurut perkiraan Studi Model
Dampak Nutrisi tahun 2011, prevalensi anemia di seluruh dunia pada ibu hamil
adalah 38% (95% CI, 33% untuk 43%) sekitar 32 juta (Stevens et al, 2013).
Penyakit anemia pada ibu hamil yang tinggi maka Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) telah lama merekomendasikan penggunaan suplemen zat besi untuk
prenatal pada ekonomi menengah ke bawah dan ini juga dianjurkan di banyak
negara yang berpenghasilan tinggi (CDC, 1998).

Pada tahun 2011 lebih dari 50% anemia pada ibu hamil adalah karena kekurangan
zat besi. Tersedia beberapa studi observasi pada anemia prenatal dan hanya
beberapa mengenai anemia defisiensi zat besi (Brabin et al, 1990). Salah satu
alasan utama adalah biaya penggunaan konsentrasi hemoglobin sebagai indikator
untuk anemia defisiensi besi yang rendah dan relatif mudah diperoleh. Ulasan dari
studi observasional menunjukkan hubungan antara anemia prenatal dan risiko
kelahiran prematur, tetapi bukti untuk hasilnya tidak konsisten (Stoltzfus , 2004) .
Uji klinis suplementasi zat besi prenatal telah menunjukkan peningkatan
konsentrasi hemoglobin, tapi bukti adanya berpengaruh pada hasil kelahiran tidak
ditemukan secara konklusif (Pena-Rosas dan Viteri, 2009 ). The Cochrane
melakukan suatu kajian mengenai suplementasi besi pada prenatal ditemukan
tidak ada bukti untuk menurunkan risiko berat badan lahir rendah dan kelahiran
prematur, sedangkan Imdad et al hanya menunjukkan pengurangan risiko berat
lahir rendah.

Permasalahan

Di Indonesia terdapat 63,5 % ibu hamil dengan anemia (Saifudin, 2006). Selama
kehamilan terjadi peningkatan kebutuhan zat besi hampir tiga kali lipat untuk
pertumbuhan janin dan keperluan ibu hamil (Depkes RI, 1999). Apabila
kebutuhan zat besi pada ibu hamil tidak dapat terpenuhi akan menyebabkan
terjadinya anemia zat besi. Data dari Direktorat Kesehatan Keluarga menunjukkan
bahwa 40% penyebab kematian adalah perdarahan dan diketahui bahwa anemia
menjadi faktor risiko terjadinya perdarahan (Depkes RI, 2008).

Kekurangan zat besi berasosiasi kurang menguntungkan untuk ibu dan bayi.
Kejadian anemia pada ibu hamil akan meningkatkan risiko terjadinya kematian
ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia (Depkes, 2009). Anemia menjadi
faktor risiko terjadi perdarahan, perdarahan dapat terkait produksi air ketuban dan
ketuban pecah dini (sebelum proses persalinan). Adanya perdarahan pasca
persalinan antara lain karena gangguan pada rahim, pelepasan plasenta, robekan
jalan lahir dan gangguan faktor pembekuan darah. Risiko akan meningkat antara
lain pada ibu yang menderita anemia dan rahim teregang terlalu besar karena bayi
besar (Hermiyanti, 2010).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

WHO mendefenisikan anemia dalam kehamilan sebagai kadar Hb kurang dari 11


g /dl, walaupun defenisi kadar Hb kurang dari 10,5 g/dl lebih banyak digunakan
secara luas pada trimester kedua, saat hemodilusi fisiologi mencapai nilai
maksimal (Strong, 2006).

A. Kriteria Anemia Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia, jenis
kelamin dan tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO (1968) adalah :

Laki-laki : hemoglobin < 13 g/dl

Wanita dewasa tidak hamil : hemoglobin < 12 g/ dl

Wanita hamil : hemoglobin < 11 g/ dl

Anak umur 6-14 tahun : hemoglobin < 12 g/ dl

Anak umur 6 bulan- 6 tahun : hemoglobin < 11 g/ dl

Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah:

1. Hemoglobin < 10 g/dl

2. Hematokrit < 30 %

3. Eritrosit < 2.8 juta mm3

Untuk derajat anemia berdasarkan kadar hemoglobin menurut WHO :

Ringan sekali : Hb 10 g/ dl- Batas Normal

Ringan : Hb 8 g/ dl- 9.9 g/ dl

Sedang : Hb 6 g/ dl- 7.9 g/dl


Berat : Hb < 6 g/dl

Departemen Kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut :

Ringan sekali : Hb 11 g/ dl- batas

Ringan : Hb 8 g/ dl- < 11 g/ dl

Sedang : Hb 5 g/ dl- < 8 g/dl

Berat : Hb < 5 g/dl

B. Penyebab

Banyak bagian tubuh yang penting terlibat dalam sintesis sel darah merah,
sebagian besar dilakukan di sumsum tulang. Sumsum tulang adalah jaringan lunak
dipusat tulang yang membantu membentuk sel darah. Usia sel darah merah
normal antara 90 sampai 120 hari. Bagian tubuh kemudian mengangkat sel-sel
darah tua. Hormon yang disebut eritropoietin dibuat di ginjal yang merupakan
sinyal pada sumsum tulang untuk membuat sel darah merah. Hemoglobin adalah
protein pembawa oksigen didalam sel darah merah, yang memberi warna merah
pada sel darah merah. Orang dengan anemia tidak memiliki cukup hemoglobin.
Anemia dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi tiga mekanisme utama tubuh
yang menyebabkannya adalah (Proverawati, 2011). Penyebab dan akibat
rendahnya hemoglobin yang petama, zat besi yang masuk melalui makanan tidak
mencukupi kebutuhan, meningkatnya kebutuhan tubuh, dan perdarahan yang
disebaban oleh infeksi cacing tambang, malaria dan lainnya.

a. Penurunan Produksi Sel Darah Merah

- Kekurangan zat yang dubutuhkan, seperti zat besi, folat, vitamin B12

- Masalah produksi di sumsum tulang

b. Peningkatan kehilangan Sel Darah Merah

- Perdarahan selama menstruasi, persalinan, trauma


c. Peningkatan destruksi sel darah merah (anemia hemolitik)

- anemia sel sabit

- Sindrom HELLP

- Sferositosis herediter

C. Klasifikasi

1. Anemia Defisiensi Zat Besi

Dua kausa tersering anemia selama kehamilan dan nifas adalah defisiensi zat besi
dan kehilangan darah akut. Tidak jarang keduanya berkaitan erat karena
kehilangan darah dalam jumlah besar disertai hilangnya zat besi hemoglobin serta
habisnya simpanan zat besi pada suatu kehamilan dapat menjadi kausa penting
anemia defisiensi zat besi pada kehamilan selanjutnya. Pada gestasi tipikal dengan
satu janin, kebutuhan total ibu akan zat besi yang dipicu oleh kehamilan rata-rata
mendekati 1000 mg yang jauh melebihi simpanan zat besi sebagian besar wanita.
Kecuali jika perbedaan antara jumlah simpanan zat besi yang tersedia ke ibu dan
kebutuhan zat besi pada kehamilan normal di kompensasi oleh penyerapan zat
besi dari saluran cerna, maka akan terjadi anemia defisiensi zat besi, karena
jumlah zat besi yang disalurkan ke janin dari ibu defisiensi zat besi tidak jauh
berbeda dari jumlah secara normal dialihkan, maka neonatus dari ibu yang
mengalami anemia berat tidak menderita anemia defisiensi zat besi (Wiliams,
2009).

Diagnosis anemia biasanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah, seseorang


pertama kali dicurigai menderita anemia defisiensi jika pemeriksaan hitung darah
lengkap rutin menunjukan kadar Hb yang rendah. Jika MCV juga turun,penyebab
terseringnya adalah anemia defisiensi, maka pemeriksaan yang paling berguna
adalah pemerikasaan kadar serum feritin (McGhee, 2000; McKay, 2000).

Jika terjadi defisiensi besi dan folat atau B12, nilai MCV pada rata -rata
pemeriksaan, mungkin normal, dengan kadar Hb rendah. Apusan darah
menjelaskan anemia, penurunan kadar feritin,bersamaan dengan penurunan folat
dan kadar vitamin B12, dapat mengindikasikan malabsorpsi. Peningkatan MCV
membutuhkan investivigasi lanjut mengenai penyebab anemia, seperti konsumsi
tinggi alkohol, anomali tiroid atau hati, atau defisiensi vitamin B12 atau folat.
Seorang wanita dengan kelainan hematologis harus dirujuk untuk memperoleh
pendapat ahli.

Komplikasi Anemia Defisiensi Besi pada maternal yaitu keletihan, sakit kepala,
nyeri dada, sesak nafas, takikardia, penurunan daya tahan terhadap infeksi,
gangguan fungsi otot, peningkatan kehilangan darah selama persalinan, akibat
sekunder dari terganggunya fungsi otot dan toleransi yang rendah terhadap
kehilangan darah. Komplikasi pada janin, volume cairan amnion sedikit,
perlahiran prematur, berat badan lahir rendah, cadangan zat besi buruk, cadangan
zat besi penting pada tahun pertama kehidupan (Bothamley dan Boyle, 2012).

Meskipun perkiraan nilai Hb merupakan metode diagnosis yang paling praktis


karena murah dan mudah dilakukan, pemeriksaan indeks darah dan modalitas
diagnostik lainnya perlu untuk menegakkan diagnosis.dalam kehamilan pada
umumnya, kebutuhan besi adalah sebagai berikut : besi basal 20 mg, penambahan
massa sel darah merah 570 mg, transfer kejanin 200-350 mg, plasenta 50-150 mg,
perdarahan ketika bersalin 100-250 mg, dukurangi oleh kandungan besi yang
tersimpan dalam tubuh akibat amenore (240-480 mg), kebuthan besi tambahan
dalam kehamilan adalah sebesar 500-600 mg, angka ini dapat dipenuhi oleh
absorpsi besi sebesar 4 -6 mg/hari. Rata-rata kebutuhan besi adalah 4 mg/hari (2,5
mg/hari pada awal kehamilan, 5,5 mg/hari pada minggu 20-32, dan 6-8 mg/hari
mulai dari minggu ke 32 sampai seterusnya).

Terapi anemia defisiensi zat besi oral dalam dosis terapeutik ( unsur besi 200 mg
disertai asam folat 5 mg /hari). Umumnya terjadi peningkatan kadar Hb sebesar
0,8 g/ dl tiap minggunya, hitung retikulosit mulai meningkat dalam waktu 5 -10
hari sejah terapi oral mulai diberikan.
2. Anemia Defisiensi Vitamin B12 ( Pernicious Anemia) Merupakan gangguan
autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik (IF) yang diproduksi di sel parietal
lambung sehingga terjadi gangguan absorbsi vitamin B 12.

a. Etiologi dan fakor resiko

- Tidak adanya faktor intrinsik

- Gangguan pada mukosa lambung, ileum dan pankreas

- Tidak adekuatnya intake vitamin B12, tetapi asam folat banyak

- Obat-obatan yang mengganggu absorpsi di lambung (azothioprine, 5 FU,


hidroksi urea, phenytoin, kontrasepsi oral)

- Obat- obatan yang merusak ileum (neomisin,metformin)

- Kerusakan absorpsi (neoplasma, penyakit gastrointestinal, pembedahan reseksi


illium)

b. Patofisiologi

Defisiensi vitamin B12 dan asam folat diyakini akan menghambat sintesis DNA
untuk replikasi sel termasuk sel darah merah sehingga bentuk, jumlah dan
fungsinya tidak sempurna. Faktor intrinsik (IF) berasal dari sel-sel lambung yang
dipengaruhi oleh pencernaan protein (glukoprotein), IF akan mengalir ke ilium
untuk membantu mengabsorpsi Vitamin B12.

Vitamin B12 juga berperan dalam pembentukan myelin pada sel saraf sehingga
terjadinya defisiensi akan menimbulkan gangguan neurologi.

c. Menifestasi Klinik

- Hb, hematokrit rendah

- Anemia

- BB menurun, nafsu makan menurun, mual, muntah


- Distensi abdomen, diare, konstipasi.

- Gangguan neurologi (parestesia tangan dan kaki, depresi, gangguan kognitif dan
hilang memori)

- Defisiensi Vitamin B12 dengan cara test schiling ( pasien puasa selama 12 jam,
kemudian minum air + Vitamin B12 radioaktif kemudian berikan B12 non
radioaktif IM, bila diabsorpsi akan keluar melalui urine yang ditampung dalam 24
jam.

d. Penatalaksanaan

- Pemberian Vitamin B12 oral 100 g tiap bulan.

- Pemberian diet zat besi ( daging, hati, kacang hijau,telor, produk susu), asam
folat.

3. Anemia Defisiensi Asam Folat

Kebutuhan folat sangat kecil, biasanya terjadi pada orang yang kurang makan
sayur dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan alkoholik dapat meningkatkan
kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi asam folat juga
dapat mengakibatkan sindrom malabsorpsi.

a. Menifestasi Klinik

- Hampir sama dengan defisiensi vitamin B 12 yaitu adanya gangguan neurologi


seperti gangguan kepribadian dan daya ingat.

- Biasanya disertai ketidakseimbangan elektrolit (magnesium, kalsium)

- Defisiensi asam folat kurang dari 3-4 ng/ml (N:7-20 ng/ml)

- Vitamin B12 normal

b. Penatalaksanaan

- Berikan asam folat 0.1-5 mg setiap hari, jika malabsorpsi diberikan IM.
- Berikan vitamin C untuk membantu penyerapan dan eritropoitis.

- Berikan diet tinggi asam folat (asparagus, brokoli, nanas, melon, sayuran hijau,
ikan, hati, daging, stoberi, susu, telor, hati, kentang, roti)

4. Anemia karena megaloblastik

Di Amerika Serikat, anemia megaloblastik yang dimulai selama kehamilan


hampir selalu disebabkn oleh defisiensi asam folat. Kelainan ini biasanya
dijumpai pada wanita yang kurang mengkonsumsi sayuran berdaun hijaun segar,
kacang-kacangan atau protein hewani. Terapi dari anemia megaloblastik akibat
kehamilan hrus mencakup asam folat, diet bergizi, dan besi. Asam folat, bahkan
sekecil 1 mg yang diberikan per hari menghasilkan respons hematologis yang
mencolok. Pada hari ke-4 sampai ke-7 pengobatan, hitung retikulosit meningkat
secara bermakna. Janin dan plasenta mengekstraksikan folat dari sirkulasi ibu
sedemikian efektifnya sehingga janin tidak anemik meskipun ibunya mengalami
anemia berat akibat defisiensi folat (Wiliam, 2009).

D. Kebutuhan zat besi pada wanita hamil

Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi dari laki-laki karena terjadi menstruasi
dengan perdarahan sebanyak 50 sampai 80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi
sebesar 30 sampai 40 mg. Disamping itu, kehamilan memerlukan tambahan zat
besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk sel darah merah
janin dan palsenta. Makin sering seseorang wanita mengalami kehamilan dan
melahirkan akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis.

Sebagai gambaran berapa banyak kebutuhan zat besi pada setiap kehamilan
perhatikan bagan berikut.

Meningkatkan sel darah ibu 500 mg Fe

Terdapat dalam plasenta 300 mg Fe

Untuk darah janin 100 mg Fe


Jumlah 900 mg Fe

Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras


persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan
berikutnya. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil
mengalami hemodilusi (pengeceran) dengan peningkatan volume 30% sampai
40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan
sel darah merah 18% sampai 30%, dan hemoglobin sekitar 19%. Bila hemoglobin
ibu sebelum hamil sekitar 11g%, dengan terjadinya hemodilusi akan
mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan Hb ibu akan menjadi 9,5
sampai10g%.

Setelah persalinan dengan lahirnya plasenta dan perdarahan ibu akan kehilangan
zat besi sekitar 900 mg. Saat laktasi, ibu masih memerlukan kesehatan jasmani
yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia, laktasi tidak mungkin dapat
dilaksanakan dengan baik (Manuaba et al, 2002) .

Makanan yang banyak mengandung zat besi antara lain, telur (kuning telur), ikan,
legum (kacang polong dan kacang kacangan), hati, adalah sumber tertinggi,
unggas, kismis, whole roti gandum.

E. Diagnosis Anemia

1. Pemeriksaan umum

Pemeriksaaan umum: takikardia, takipnea, dan tekanan nadi yang melebar


merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran darah dan
pengangkutan oksigen ke organ utama, kulit dan konjungtiva tampak pucat.
Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik. Gambaran fisik lain yang menyertai
anemia berat meliputi, kardiomegali, bising, hepatomegali dan splenomegali.

2. Pemeriksaan Fisik
Dokter dengan mudah dapat mendeteksi anemia dengan melihat gambaran sampel
darah untuk pemeriksaan darah lengkap. Berdasarkan hasil uji dan evaluasi
menyeluruh pasien, dokter akan melalukan lebih banyak tes untuk menentukan
penyebab pasti anemia. Jumlah darah lengkap dapat dilakukan sebagai bagian dari
rutinitas general check-up atau berdasarkan adanya tanda-tanda dan gejala yang
dapat berhubungan dengan anemia (Prawirohardjo, 2010).

Untuk menegakan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan


anamnessa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing,
mata berkunang-kunang, dan keluhan mual-muntah lebih hebat pada hamil muda.
Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat digolongkan sebagai berikut.

Hb 11 g% tidak anemia

Hb 9-10 g% anemia ringan

Hb 7-8 g % anemia sedang

Hb <7 g% anemia berat

Bila Hb rendah secara abnormal (dibawah 9 gr%), harus dilakukan pemeriksaan


dan pengobatan yang sesuai dan perlu dilakukan pemeriksaan Hb ulang untuk
melihat apakah pengobatan sudah tepat. Kalu anemia ringan sebab yang paling
sering adalah defesiensi besi dan dapat diobati secara efektif dengan suflemen besi
dan harus dapat nasehat gizi mereka haus menghindari tembakau, teh dan kopi
serta dipastikan mengkonsumsi makanan yang kaya protein dan vitamin C.

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada
trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu
hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90
tablet pada ibu-ibu hamil (Manuaba et al, 2009).

3. Pemeriksaan Laboratorium hitung sel darah lengkap dan apusan darah : untuk
tujuan praktis, maka anemia selama kehamilan dapat didefenisikan sebagai
hemoglobin kurang daripada 10 atau 11 g% dan hematokrit kurang daripada 30
sampai 33%. Apusan darah tepi memberikan evaluasi morfologi eritrosit, hitung
jenis leukosit dan perkiraan keadekuatan trombosit. Defenisidefenisi istilah yang
lazim adalah sebagai berikut : Anisositosis variabelitas ukuran eritrosit.
Poikilositosis variabilitas bentuk eritrosit. Hipokrom penurunan
kadarhemoglobin eritrosit. Hipokrom dan mikrositosis khas anemia defisiensi besi
maupun anemia infeksi. Makrosit basofilik atau polikromatofilik merupakan suatu
indikasi peningkatan eritropoesis yang dapat dihubungkan dengan perdarahan atau
hemolisis. Makro oval dengan peningkatan jumlah lobulus dalam leokosit
polimorfonuklear terlihat pada anemia megaloblastik.

Sel sasaran terlihat pada hemoglobinopati (talasemia). Hipersegmentasi inti


neutrofil dapat dilihat pada stadium dini defisiensi asam folat dan dapat
meramalkan anemia megaloblastik.

4. Pemeriksaan lain

Tes-tes lain mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi masalah medis yang dapat
menyebabkan anemia. Tes darah digunakan untuk mendiagnosa beberapa jenis
anemia yang dapat mencakup: kadar vitamin B12, asam folat dan vitamin dan
mineral lainnya, pemeriksaan sumsum tulang, jumlah sel darah merah dan kadar
hemoglobin, kadar feritin, dan kadar besi.

5. Diagnosis Banding

Anemia hipokrom mikrositik ( VER < 80 ; KHER produksi eritrosit normal, tetapi
sintesis hemoglobin terganggu. Defisiensi besi dipengaruhi oleh sintesis heme,
talasemia lemah dalam mensintesis globulin. Sel-sel dengan konsentrasi
hemoglobin rendah. Nilai besi serum (serum iron) membantu membedakan dua
kelainan: besi serum menurun pada defisiensi besi dan normal (atau meningkat)
pada talasemia.

Anemia megaloblastik makrositik disebabkan oleh gangguan apapun yang


mempengaruhi sintesis DNA sel, tetapi membiarkan hemoglobinasi normal
(sebagai contoh defisiensi folat). Anemia normokrom normositik disertai dengan
perdarahan berlebihan atau gagalnya aktivitas sumsum tulang.

F. Tanda dan gejala

Karena jumlah sel darah merah yang rendah menyebabkan berkurangnya


pengiriman oksigen ke setiap jaringan dalam tubuh, anemia dapat menyebabkan
berbagai tanda dan gejala. Hal ini juga membuat buruk hampir semua kondisi
medis lainnya yang mendasari. Jika anemia ringan, biasanya tidak menimbulkan
gejala apapun. Jika anemia secara perlahan terus menerus (kronis), tubuh dapat
beradaptasi dan mengimbangi perubahan, dalam hal ini mungkin tidak ada gejala
apapun sampai anemia menjadi lebih berat. Gejala dan tanda termasuk anemia
ringan adalah kelelahan, penurunan energi, lemah, sesak nafas dan tampak pucat,
sedangkan anemia berat dapat dilihat dari tanda dan gejala perubahan warna tinja,
denyut jantung cepat, tekanan darah rendah, frekuensi pernafasan cepat, pucat dan
kulit dingin. (Proverawati, 2011).

G. Perawatan

Perawatan anemia sangat bervariasi dan tergantung pada penyebab dan beratnya
anemia. Jika penyebab telah ditemukan, maka perawatan yang tepat akan dimulai.
Misalnya jika anemia ringan dan ditemukan terkait dengan kadar zat besi rendah,
maka suplemen zat besi dapat diberikan saat penyelidikan lebih lanjut untuk
menentukan penyebab kekurangan zat besi dilakukan. Disisi lain, jika anemia
berhubungan dengan kehilangan darah secara tiba-tiba dari cedera atau perdarahan
tukak lambung, kemudian rawat inap dan tranfusi sel darah merah mungkin
diperlukan untuk meringankan gejala dan mengganti darah yang hilang.
Pemberian ferrous sulfat, per oral 325 mg sekali/ hari. Satu tablet ferrous sulfat
diminum pada siang hari 325 mg. Setiap tablet memberikan unsur 65 mg, respon
retikulosit harus diperhatikan dalam 1 minggu, serta hematokrit dan hemoglobin
harus mulai meningkat segera setelah itu. Terapi besi parenteral dapat
diindikasikan bila ada defisiensi berat dan pasien tidak dapt mentoleransi besi oral
atau bila diperlukan restorasi hemoglobin cepat. Kira-kira 250 mg dekstran besi
diperlukan untuk setiap 1,0 g/100 ml. Untuk anemia megaloblastik asam folat 1
mg per oral sekali sehari, biasanya akan menghasilkan retikulositosis yang
mencolok dalam empat atau lima hari. Dan untuk anemia infeksi yang mendasari
harus diobati dengan antibiotika yang tepat.

H. Pengaruh anemia pada kehamilan dan janin

1. Pengaruh anemia terhadap kehamilan:

Bahaya selama kehamilan: dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas,


hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman
dekompensasi kordis (Hb <6 g%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD).

Bahaya pada saat persalinan: gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama
dapat berlangsung lama, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan
dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, dapat diikuti retensio
plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonia uteri dan kala empat terjadi
perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri.

Pada kala nifas: terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum,


memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi
dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas nudah
terjadi infeksi mamae.

2. Bahaya anemia terhadap janin sekalipun tampaknya janin mampu menyerap


berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh shingga menggangu pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi ganguan dalam
bentuk: abortus, kematian intrauterin, persalinan prematuritas tinggi, berat badan
lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah
mendapat infeksi sampai kematian perinatal, dan inteligensia rendah.

I. Pengobatan
Untuk menghindari terjadinya anemia, sebaiknya ibu melakukan pemeriksaan
sebelum hamil sehingga dapat diketahui data-data dasar kesehatan umum calon
ibu tersebut. Dalam pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium,
termasuk pemeriksaan feses sehingga diketahui adanya infeksi parasit.

Pengobatan harus ditunjukan pada penyebab anemia, dan mungkin termasuk; 1.


Transfusi darah. 2. Kortikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menekan sistem
kekebalan tubuh. 3. Erythropoietin, obat yang membantu sumsum tulang
membuat sel -sel darah. 4. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau
vitamin dan mineral lainya. Jika anemia ringan, pengobatan yang diberikan
memberikan penjelasan untuk meningkatkan gizi dan memberikan suplemen zat
besi, jika anemia berat pengobatan yang dilakukan tingkatkan gizi, suplemen zat
besi, kesehatan lingkungan diperbaiki, dan transfusi darah

J. Evaluasi

Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan sumber nilai secara objektif dari
pencapaian hasil-hasil yang direncanakan sebelumnya, dimana hasil evaluasi
tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan
dilakukan di depan (Yusuf, 2000).

a. Jenis-jenis

Evaluasi jika dilihat dari pertahapannya, secara umum evaluasi dapat dibagi
menjadi tiga jenis:

1. Evaluasi tahap perencanaan yaitu evaluasi yang digunakan dalam tahap


perencanaan untuk mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap
berbagai alternatif dan kemungkinan terhadap cara pencapaian tujuan yang
ditetapkan sebelumnya.

2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan ini evaluasi adalah suatu kegiatan yang
melakukan analisa untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding
dengan rencana. Terdapat perbedaan antara konsep menurut penelitian ini dengan
monitoring. Evaluasi bertujuan terutama untuk mengetahui apakah yang ingin
dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat
mencapai tujuan tersebut. Sedangkan monitoring bertujuan melihat pelaksanaan
proyek sudah sesuai rencana dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk
mencapai tujuan, sedangkan evaluasi melihat sejauh mana prayek masih tetap
dapat mencapai tujuan, apakah tujuan tersebut sudah berubah dan apakah
pencapaian program tersebut akan memecahkan masalah yang akan dipecahkan.
3. Evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan. Dalam hal ini konsep pada tahap
pelaksanaan, yang membedakannya terletak pada objek yang dinilai dengan yang
dianalisa, dimana tingkat kemajuan pelaksanaan dibandang rencana tetapi hasil
pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan
oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang akan atau ingin
dicapai (Suharto, 2006).
BAB III

KASUS

Identitas

Nama : Ny. S

Usia : 30 tahun

Tempat / tanggal lahir : Bangkalan/02 Mei 1986

Alamat : Jl. Tirtoyoso III RT 4 RW 6 Kutowinangun Kidul

Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang

Tanggal periksa : 28 September 2016

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : pusing
2. Keluhan Tambahan : nafsu makan turun
3. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien merasa pusing sudah beberapa hari.
Pasien terkadang merasa seperti melihat kunang-kunang. Pasien tidak
merasa berdebar-bedar. Pasien merasakan mudah lelah. Selain itu nafsu
makan turun. Pasien terbiasa minum teh sebanyak 1 gelas per hari.
FOOD RECALL 24 JAM :
Sarapan : nasi 1 porsi, sayur sup, tahu 1 potong, tempe 1
potong
Makan siang : nasi 1 porsi, sayur sup, tahu 1 potong, tempe 1
potong
Makan malam : mie instant

4. Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 10/01/2016
HPL : 17/10/2016
Usia Kehamilan : 37 minggu
5. Riwayat Persalinan
- 8 tahun yang lalu, spontan, hidup, BBL tidak ditanyakan
- 2,5 tahun yang lalu, abortus
6. Riwayat ANC : rutin kontrol di Puskesmas Sidorejo Kidul
Riwayat Menstruasi
- Menarche : 12 tahun
- Siklus haid : 28 hari
- Lama haid : 7 hari
- Dismenore : (-)
Riwayat Perkawinan : pasien pertama kali menikah dengan suami yang sekarang,
usia pernikahan sudah 9 tahun.
Riwayat KB : tidak menggunakan KB
Status imunisasi TT : -

7. Riwayat Penyakit Dahulu :


Penyakit tekanan darah tinggi sebelum dan saat hamil disangkal
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat tekanan darah tinggi pada keluarga disangkal
9. Riwayat alergi :
Disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK (28 September 2016)


a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 100/80 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- Suhu : 36 0C
- Respiratori Rate : 22 x/menit
d. Kepala : Conjungtiva Anemis -, Sklera Ikterik
e. Thorax
Cor : S1-S2 normal, bising jantung
Pulmo : Vesikuler +/+, suara tambahan -/-

f. Abdomen : Bising usus + normal


g. ekstremitas : Oedema kstremitas atas -/-
Oedema ekstremitas bawah -/-
CRT < 2 detik
h. Pemeriksaan Leopold :
Inspeksi : cembung, striae gravidarum (+)
Palpasi :
Leopold I : TFU 27 cm. Teraba masa besar dan lunak.
Leopold II : Teraba tahanan memanjang pada uterus bagian
lateral kiri. Teraba bagian kecil-kecil pada uterus bagian lateral kanan.
Loepold III : Teraba massa bulat, keras. Massa bulat dan keras
sulit digoyang.
Leopold IV : Konfigurasi kedua tangan konvergen.
Auskultasi : DJJ 136 x/menit
TBJ : (27-12)x155= 2325 gram

Antopometri :
TB : 154 cm
BB sebelum hamil : 55 kg
BB ideal : 49,6 kg
Kenaikan BB saat hamil sesuai BB ideal : 10-12 kg (59,6-61,6
kg)
BB saat periksa : 61,5 kg

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
Hb: 10,5 g/dL (27 Juli 2016)
Hb: 10,8 g/dL (28 September 2016)
E. RESUME
Pasien 30 tahun G3P1A1 datang dengan keluhan pusing. Hasil pemeriksaan laboratorium
untuk Hb ulangan masih tetap di bawah normal, yaitu 10,8 g/dL.

F. DIAGNOSIS
G3P1A1 hamil 37 minggu dengan anemia

Penatalaksanaan
Menyampaikan bahwa hasil dari food recall 24 jam tidak memenuhi gizi
seimbang. Menyampaikan kembali mengenai gizi seimbang ibu hamil.
Menghindari minum teh.
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini intake gizi seimbang masih jauh dari cukup. Jika persediaan
cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh
dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Pada kehamilan
relatif terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodilusi (pengeceran)
dengan peningkatan volume 30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan
32 sampai 34 minggu. Jumlah peningkatan sel darah merah 18% sampai 30%, dan
hemoglobin sekitar 19%. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil sekitar 11g%,
dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis, dan
Hb ibu akan menjadi 9,5 sampai10g%.

Setelah persalinan dengan lahirnya plasenta dan perdarahan ibu akan kehilangan
zat besi sekitar 900 mg. Saat laktasi, ibu masih memerlukan kesehatan jasmani
yang optimal sehingga dapat menyiapkan ASI untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Dalam keadaan anemia, laktasi tidak mungkin dapat
dilaksanakan dengan baik (Manuaba et al, 2002) .

Makanan yang banyak mengandung zat besi antara lain, telur (kuning telur), ikan,
legum (kacang polong dan kacang kacangan), hati, adalah sumber tertinggi,
unggas, kismis, roti gandum.

Makanan yang dikonsumsi pasien belum memenuhi gizi seimbang, ditambah


dengan konsumsi teh yang cukup rutin. Minuman yang mengandung tannin
seperti teh dengan makanan dapat berkontribusi pada pathogenesis defisiensi zat
besi jika diet sebagian besar terdiri dari bahan makanan nabati. Semakin terbukti
bahwa penyerapan zat besi dari makanan individu sangat dipengaruhi dengan
komposisi makanan secara keseluruhan. Misalnya, egg iron sangat buruk diserap,
tetapi persentase jauh meningkat minum jus jeruk (Callender, Marney, dan
Warner, 1970).
DAFTAR PUSTAKA

Brabin B, Ginny M, Sapau J, Galme K, Paino J. Consequences of maternal


anaemia on outcome of pregnancy in a malaria endemic area in Papua
New Guinea. Ann Trop Med Parasitol 1990;84:11-24.

Callender, S. T., Mallett, B. J., and Smith, M. D. (1957). Absorption


of haemoglobin-iron. Brit. J. Haemat., 3, 186-192.

Centers for Disease Control and Prevention. Recommendations to prevent and


control iron deficiency in the United States. MMWR Recomm Rep
1998;47(RR 3):1-29.

Hermiyanti, S. (2010).Perdarahan Penyebab Kematian Ibu. Diambil tanggal 5


Januari 2011 dari http://kesehatan.kompas.com

Imdad A, Bhutta ZA. Routine iron/folate supplementation during pregnancy:


effect on maternal anaemia and birth outcomes. Paediatr Perinat
Epidemiol 2012;26(suppl 1):168-77.

Pena-Rosas JP, Viteri FE. Effects and safety of preventive oral iron or iron+folic
acid supplementation for women during pregnancy. Cochrane Database
Syst Rev 2009;(4):CD004736.

Proverawati, Atikah.2011. Anemia dan Anemia kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika

Saifudin, 2006, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal , Edisi I Cetakan Keempat, Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo,2006.

Stevens G, Finucane M, De-Regil L, Paciorek C, Flaxman S, Branca F, et al.


Global, regional, and national trends in total and severe anaemia
prevalence in children and pregnant and non-pregnant women. Lancet
Global Health [forthcoming].

Stoltzfus R, Dreyfuss M. Guidelines for the use of iron supplements to prevent


and treat iron deficiency anaemia. ILSI Press, 1998.

Stoltzfus R, Mullany L, Black R. Iron deficiency anemia. In: Ezzati M, Lopez A,


Rodgers A, Murray C, eds. Comparative quantification of health risks:
global and regional burden of disease attributable to selected major risk
factors. World Health Organization, 2004:163-209

World Health Organization. 1968. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of


anaemia and assessment of severity.
http://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin.pdf?ua=1

World Health Organization. The prevalence of anaemia in women: a tabulation of


available information (WHO/MCH/MSM/92). 2nd ed. WHO, Maternal
Health and Safe Motherhood Programme, Division of Family Health,
1992.

You might also like