You are on page 1of 8

NOSI, Volume 1, Nomor 1 Maret 2013

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN METODE


KONSTRUKTIVISTIK DI SMA NEGERI 2 GENTENG

Affan Subandi
Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

Abstrak: Menulis puisi adalah kegiatan mengaktualisasikan pikiran, perasaan,


dan imajinasi secara terpadu melalui bahasa tulis. Menulis puisi bagi siswa pada
umumnya masih dianggap sulit. Kemampuan menulis puisi yang baik membuat
karya cipta sastra puisi itu menjadi indah, memiliki kekuatan makna, dapat
dinikmati, serta karya tersebut dapat diapresiasi pembaca. Orientasi pendekatan
kognitif dan inkuiri dapat menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang aktif
menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk mencari, menemukan, dan
memilih kata yang tepat untuk dituangkan menjadi tulisanpuisi. Penerapan metode
pembelajaran konstruktivistikmembuat siswa menjadi lebih leluasa
mengeksplorasi pengetahuan dan pengalaman hidup yang dimilikinya.Ditopang
dengan teknik pembelajaran kooperatif memudahkan siswa untuk menemukan
dan memecahkan segala problematika konsep pengetahuan yang dianggap sulit,
dengan cara kerjasama yang menyenangkan. Hasil penerapan metode
pembelajaran konstruktivistik ternyata dapat meningkatkan kemampuan
siswadalam menulis puisi. Indikasi hasil belajar siswa dapat diamati dari
perubahan tingkah laku belajar siswa melalui tahap proses belajar dari awalsampai
mampu menulis puisi diperoleh persentase keberhasilan 86,67. Penerapan metode
konstruktvistik dalam pembelajaran menghasilkan temuan peningkatan
kemampuan menulis puisi pada siswa kelas X di SMA Negeri 2 Genteng.
Meskipun tingkat pencapaian kemampuan menulis puisi siswa belum sempurna,
pengajaran diksi melalui metode pembelajaran konstruktivistik untuk peningkatan
kemampuan menulis puisi dalam penelitian ini dianggap berhasil. Dengan
demikian, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh semua pihak yang
berkepentingan di dunia pendidikan.

Kata Kunci: Menulis Puisi, Pembelajaran, Metode Konstruktivistik

PENDAHULUAN lisan. Cara yang sama, melalui tulisan, juga


Permasalahan akan besarnya peran membutuhkan kemampuan dan
bahasa sebagai alat komunikasi itu keterampilan yang harus diperoleh dari
meletakkan pelajaran bahasa Indonesia hasil proses pembelajaran. Dengan
menjadi bidang studi penting. Tidak demikian, untuk mencapai semua itu
sekedar mengajarkan bahasa sebagai alat pelajaran bahasa Indonesia, selain
komunikasi, melainkan juga tata cara mengajarkan kecakapan berbicara, juga
menggunakan bahasa tersebut. Berbahasa kemampuan dan kecakapan menulis
Indonesia dengan baik dan benar tidak bidang kesastraan.
boleh hanya dibatasi dengan kemampuan Seperti halnya menulis sastra prosa,
mengungkapkan ide atau berita secara menulis puisi juga merupakan salah satu

23 |Halaman
NOSI, Volume 1, Nomor 1 Maret 2013

kegiatan yang harus diikuti setiap siswa penulis untuk cermat dan tepat dalam
Sekolah Menengah Atas (SMA). Tuntutan memilih kata dan menyusunnya dengan
kemampuan dan kecakapan siswa untuk baik. Tetapi dalam karya tulis puisi
menulis puisi itu juga telah ditetapkan dibutuhkan lebih dari sekedar penggunaan
secara nasional sebagai standar isi kata dan penyusunan kalimat. Karya tulis
kurikulum sekolah. Pada mata pelajaran puisi itu memiliki karateristik tersendiri,
bahasa dan sastra Indonesia, standar isi sehingga puisi dianggap sebagai karangan
materi tersebut diamanatkan kepada guru yang terikat oleh aturan-aturan tertentu
dan harus dilaksanakan dalam bentuk (Suroso, 1994:62).
standar kompetensi (SK), kemudian di Karya cipta puisi memang memiliki
spesifikasi berupa kompetensi dasar (KD). ciri khas. Menulis puisi tidak sekedar
Untuk memudahkan pemahaman mengekspresikan gagasan tentang objek
materi pelajaran, maka guru bidang studi yang tampak secara tertulis sebagai
berkewajiban mencari berbagai upaya dan informasi belaka. Menulis puisi itu
cara, agar sesuai dengan yang diharapkan. merupakan kegiatan mengekspresikan
Situasi dan kondisi nyata siswa membuat pemikiran yang membangkitkan perasaan,
guru selalu berupaya mencari metode serta merangsang imajinasi panca indera
pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam suatu susunan bahasa yang
dalam rangka meningkatkan kemampuan berirama. Termasuk menyatakan gagasan
siswa menulis puisi dengan baik. yang menarik dan berkesan bagi pembaca.
Sebenarnya menulis merupakan Kegiatan tersebut juga sebagai suatu
kegiatan melahirkan pikiran atau perasaan rekaman jejak-jejak penting yang dapat
dengan tulisan (KBBI, 2002:1219). digubah berupa untaian kata yang dapat
Kegiatan ini bukanlah hal yang luar biasa memberikan kesan. Kekhasan puisi bukan
dan menuntut kemampuan luar biasa pula. hanya terletak pada susunan kata,
Memang sudah sepantasnya, bahwa siswa melainkan juga pada memasukkan
pada jenjang SMA, mampu menjabarkan perpaduan unsur-unsur emosi, imajinasi,
objek yang tersimpan dalam pikirannya ide, nada, irama, kata-kata kiasan, pikiran
dengan cara lisan. Oleh karena itu, dan perasaan.
seharusnya mereka juga memiliki Perihal kemampuan siswa menulis
kemampuan seimbang untuk puisi telah ditetapkan sebagai bagian
mengungkapkannya melalui bentuk bahasa penting dalam pelajaran bahasa Indonesia,
tulis. sejak jenjang sekolah dasar sampai
Berkomunikasi melalui cara tulis dan menengah atas. Alokasi waktu
lisan memiliki perbedaan masing-masing. pembelajaran disediakan pada semua
Penyampaian gagasan secara tertulis lebih jenjang, dari sekolah dasar (SD), sekolah
membutuhkan kemampuan pemilihan kata menengah pertama (SMP), ditambah lagi
yang tepat dan susunan kalimat yang baik, dengan pelajaran yang sama pada sekolah
supaya lebih mudah dimengerti oleh menengah atas (SMA). Sebenarnya alokasi
pembacanya dan tidak menimbulkan waktu tersebut diharapkan, agar siswa
kesalahpahaman. Meskipun demikian, mampu mencapai standardisasi kompetensi
pengungkapan ide atau gagasan melalui yang ditetapkan pada masing-masing
sebuah tulisan menjadi sangat mungkin jenjang.
dilakukan oleh semua orang yang telah Kadang harapan pihak penyusun
terlepas dari buta aksara. kurikulum tidak selamanya berakhir
Setiap ide tentang objek tertentu dengan baik dan mulus. Kenyataan
yang terekam dalam pikiran dapat menunjukkan, bahwa siswa kelas X SMA
dituangkan melalui tulisan dalam bentuk Negeri 2 Genteng masih belum sesuai
prosa atau puisi. Kedua bentuk bahasa tujuan yang diharapkan.Tugas yang
tulis tersebut mengharuskan seorang diberikan oleh guru kepada siswa untuk

24 |Halaman
NOSI, Volume 1, Nomor 1 Maret 2013

menuangkan gagasan melalui tulisan puisi pada kelas dan jenjang pendidikan
dengan baik masih belum tampak berikutnya.
menggembirakan. Data yang diperoleh dari Evaluasi atas fenomena rendahnya
hasil kerja siswa dalam menulis puisi kemampuan siswa mengindikasikan,
mengindikasikan, bahwa siswa belum bahwa selama ini efektivitas pembelajaran
memiliki kemampuan yang cukup. Siswa menulis puisi tentu juga rendah. Ada yang
masih belum memiliki kemampuan salah dalam penggunaan metode
memilih kata yang tepat, sehingga pembelajaran. Selama ini telah terjadi
menyebabkan puisi sering kehilangan tradisi pembelajaran puisi yang bertumpu
estetika, keindahannya. Karya puisi yang hanya dari keaktifan guru. Guru terlalu
ditulis siswa, sementara ini, hanya menjadi banyak menyajikan tentang konsep
sebuah tulisan biasa, tidak dapat kognitif ilmu puisi, sehingga wawasan
menggugah emosi, serta tidak memberi teoretis puisi meluber melebihi batas
kesan apa-apa bagi pembaca. memori otaknya. Hal ini tidak benar.
Mengamati proses belajar para siswa Seharusnya disadari pula oleh guru, bahwa
dewasa ini tampak, bahwa menulis puisi materi pelajaran tentang puisi sudah pernah
yang baik masih menjadi kegiatan yang diterima siswa pada setiap jenjang sekolah
membutuhkan waktu yang lama. Mereka maupun kelasnya.
masih belum terampil menuangkan Berbagai pertimbangan atas
gagasan dan menempatkan kata-kata kelemahan penerapan metode
secara tepat ke dalam karya tulis. Bahkan pembelajaran menulis puisi yang selama
seringkali menghiasi struktur bahasa puisi ini dianggap stagnan dan berorientasi pada
dengan kata-kata yang justru tidak sesuai keaktifan pihak guru ini tampaknya perlu
dengan kaidah-kaidah penulisan yang disempurnakan. Berbagai cara
semestinya dibutuhkan. Keadaan ini dapat ditempuhuntuk mengubah orientasi
dijadikan dasar untuk mengambil pembelajaran yang lebih menekankan pada
kesimpulan, khususnya bagi siswa kelas X keaktifan siswa, serta menempatkan guru
di SMA Negeri 2 Genteng, kemampuan benar-benar sebagai fasilitator.
siswa dalam menulis puisi masih rendah, Sebagaimana dipahami, bahwa
jauh dari kemampuan yang seharusnya masalah penciptaan atau penulisan puisi itu
dicapai oleh umumnya siswa pada jenjang bersifat personal, subjektif, dan mandiri.
SMA. Menulis puisi harus bisa dilakukan oleh
Berbagai kemungkinan atas masing-masing siswa yang telah pernah
ketidakmampuan siswa menulis puisi itu memperoleh bekal ilmu sastra pada mata
bisa menjadi penyebabnya. Selain karena pelajaran bahasa Indonesia.
minimnya bekal pengetahuan tentang puisi, Memperhatikan perolehan hasil belajar
lemahnya daya pikir, pengaruh bahasa menulis puisi pada sebagian besar siswa,
media massa, ternyata sikap siswa yang makaperlu dicari cara-cara alternatif
kurang serius dalam mengikuti proses sehingga dapat meningkatkan kemampuan
pembelajaran menulis puisi juga dapat menulis puisi.
menjadi penyebab semua itu.
Kemungkinan-kemungkinan seperti itulah METODE KONSTRUKTIVISTIK
yang perlu mendapatkan perhatian, Asumsi sentral metode
sekaligus diangkat sebagai permasalahan konstruktivistik itu, bahwa belajar itu
untuk diteliti. Dengan mempertimbangkan menemukan. Meskipun guru
masih tersedianya waktu, maka perlu menyampaikan sesuatu kepada siswa
segera dilakukan penelitian, agar mereka melakukan proses mental atau
kelemahan siswa menulis puisi saat ini kerja otak atas informasi itu masuk ke
tidak menjadi beban lebih berat nantinya dalam pemahaman mereka.
Konsrtruktivistik dimulai dari masalah

25 |Halaman
NOSI, Volume 1, Nomor 1 Maret 2013

(sering muncul dari siswa sendiri) dan Pandangan konstruktivisme sebagai


selanjutnya membantu siswa menyelesikan filosofi pendidikan mutakhir menganggap,
dan menemukan langkah-langkah bahwa semua peserta didik mulai dari usia
pemecahan masalah tersebut. taman kanak-kanak sampai dengan
Metode konstruktivistik ditekankan perguruan tinggi, memiliki gagasan
pada siswa seharusnya diberi tugas-tugas pengetahuan tentang lingkungan dan
kompleks, sulit, dan realistis. Kemudian peristiwa atau gejala lingkungan
mereka diberi bantuan secukupnya untuk sekitarnya, meskipun gagasan pengetahuan
menyelesaikan tugas. Tugas kompleks itu ini seringkali kurang konsepsional. Siswa
misalnya projek, simulasi, menulis untuk selalu mempertahankan gagasan
dipresentasikan. pengetahuan sederhana ini secara kokoh.
Pembentukan pengetahuan menurut Dalam praktiknya pembelajaran
konstruktivistik memandang subjek aktif konstruktivistik itu, menurut Dejager
menciptakan struktur-struktur kognitif (dalam Sarumpaet, 2002) mengaitkan ide-
dalam interaksinya dengan lingkungan. ide dengan pengetahuan sebelumnya dapat
Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, dilakukan pada awal sebuah topik baru,
subjek menyusun pengertian realitasnya. tetapi tidak boleh dibatasi pada bagian
Interaksi kognitif akan terjadi sejauh pelajaran yang itu saja. Guru akan
realitas tersebut disusun melalui struktur menjajagi, sejauh mana para siswa
kognitif yang diciptakan oleh subjek itu mengetahui tentang topik itu sebelum
sendiri. Struktur kognitif selalu harus pembelajaran dimulai.
diubah dan disesuaikan berdasarkan Beberapa sifat yang dimiliki guru
tuntutan lingkungan dan organisme yang dalam praktik terkait dengan pembelajaran
sedang berubah. Proses penyesuaian diri konstruktivistik, seperti menjadi model
terjadi secara terus-menerus melalui proses bagi siswanya, memberi dukungan untuk
rekonstruksi. kemudian melepaskan pelan-pelan, serta
Yang terpenting dalam teori sebagai pelatih yang selalu memotivasi
konstruktivisme itu, bahwa dalam proses siswa, yang berakhir dengan menempatkan
pembelajaran peserta didiklah yang harus siswa menjadi mandiri.
mendapatkan penekanan. Mereka yang Salah satu elemen pelajaran
harus aktif mengembangkan pengetahuan konstruktivistik adalah artikulasi, yang
mereka, bukan mengandalkan keaktifan mendorong siswa untuk mengartikulasikan
orang lain. Siswa harus bertanggung jawab ide, pikiran dan solusi. Siswa mestinya
terhadap hasil belajarnya. Penekanan tidak hanya diberi kesempatan untuk
belajar siswa secara aktif ini perlu mengkonstruksikan makna dan
dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan mengembangkan pikiran mereka, tapi juga
siswa akan membantu mereka untuk dapat memperdalam proses-proses ini
berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif melalui pengekspresian ide-idenya.
siswa. Refleksi terjadi bila siswa
Belajar lebih diarahkan pada membandingkan solusinya dengan solusi
eksperimental, yaitu merupakan adaptasi para pakar atau siswa lain. Ini merupakan
kemanusiaan berdasarkan pengalaman salah satu momen kunci belajar dan dapat
konkret di laboratorium, diskusi dengan didorong oleh guru yang memberikan
teman sekelas, yang kemudian contoh-contoh tandingan untuk berbagai
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pendapat yang dikemukakan oleh siswa-
pengembangan konsep baru. Oleh karena siswa lain, dan memberikan kesempatan
itu aksentuasi dari mendidik dan mengajar kepada siswa untuk mendiskusikan
tidak terfokus pada pihak pendidik, temuan, dan strategi mereka.
melainkan pada peserta didik. Dalam sebuah makalahnya berjudul
Guru Sastra yang Konstruktivistik, Gani

26 |Halaman
NOSI, Volume 1, Nomor 1 Maret 2013

(dalam Sarumpaet, 2002:52) menyatakan, sosial sehingga belajar bahasa Indonesia


bahwa konstruktivisme itu bukanlah teori menjadi menarik.Kegunaan materi bahasa
mengajar, melainkan teori tentang Indonesia yang dipelajari dapat
pengetahuan dan pembelajaran. Belajar membangun suatu konsep bahasa secara
dalam perspektif ini dipahami sebagai lebih dalam.
proses tatanan mandiri dalam pemecahan
konflik kognitif yang seringkali dapat HASIL PENELITIAN
diperjelas melalui pengalaman yang Penerapan metode konstruktivistik
konkret, wacana kolaboratif, dan refleksi. terbukti sangat mendukung keberhasilan
Satu di antara 5 prinsip pola pembelajaran menulis puisi. Dengan
konstruktivistik yang penting di sini adalah kemandirian siswa menjadi senang dan
menilai pembelajaran siswa dalam konteks memperoleh ruang gerak dalam
pengajaran. mengeksplorasi pengetahuan dan
Asumsi yang sangat penting dari pengalamannya sendiri dalam belajar dan
metode konstruktivistik itu belajar untuk menuangkan hasil belajarnya.
menemukan. Ketika seorang guru Perkembangan dan peningkatan
menyampaikan sesuatu kepada siswa, perolehan belajar siswa penelitian ini mulai
sebenarnya telah terjadi proses kerja dari tes awal (pra-siklus) sampai selesai uji
mental atau kerja otak atas informasi, agar coba putaran ketiga menunjukkan deskripsi
dapat masuk ke dalam pemahaman siswa. berikut ini. Perkembangan dan peningkatan
Dalam penggunaan metode belajar siswa dalam mencapai ketuntasan,
konstruktivistik ditekankan, agar dimulai dari tes awal ke putaran pertama
kemampuan siswa dalam mencari, dengan laju tetap diperoleh seorang siswa,
menemukan, dan memilih kata yang tepat pada putaran kedua dari seorang menjadi 8
untuk dituangkan dalam tulisan puisi. orang, sedangkan pada putaran ketiga
Pelaksanaan pembelajaran menulis puisi meningkat tajam menjadi 26 orang (3,33 %
dengan metode konstruktivistik - 3,33 % - 26,67 % - menjadi 86,67 %).
inididasarkan pada pendekatan inkuiri Perkembangan belajar siswa yang
yang menekankan pada pembelajaran tidak tuntas menulis puisi sejak dari tes
kooperatif. Salah satu yang sangat prinsip awal ke putaran pertama sampai putaran
dalam pembelajaran tersebut, manurut ketiga mengalami penurunan, dengan
Data (2011:4) adalah memanfaatkan urutan 29 siswa tetap 29 siswa 22 siswa
potensi siswa berkembang seluas-luasnya, menjadi 4 siswa. Persentase
serta keyakinan diri untuk mampu belajar. perkembangan menurun dari angka 96,67
Implikasi metode pembelajaran % - 96,67 % - 23,33 % - 13,33 %.
konstruktivistik terhadap tugas guru mata Perolehan nilai dengan kualifikasi Sangat
pelajaran bahasa Indonesia adalah Baik, terjadi di putaran ketiga, dengan
membantu siswa untuk mengkonstruksikan persentase hanya 3,33 % (hanya seorang
pengetahuannya. Untuk hal itu guru perlu siswa); Perolehan nilai dengan kualifikasi
menyediakan pengalaman belajar dengan Baik juga terjadi di putaran ketiga,
mengaitkan pengetahuan yang sudah persentase 26,67 % (8 orang siswa);
dimiliki siswa sehingga belajar melalui adapun nilai Cukup sebenarnya sudah ada
proses pembentukan pengetahuan. Juga sejak sebelum dilakukan uji siklus,
mengintegrasikan pembelajaran dengan meskipun jumlahnya hanya seorang saja,
situasi realistik dan relevan dengan kemudian di putaran ketiga meningkat
melibatkan pengalaman konkret, baik ; menjadi 17 orang siswa. Sedangkan yang
orang atau lingkungannya. Guru harus lain, masih nilai Kurang.
memanfaatkan berbagai media termasuk Sebelum dilakukan uji siklus,
komunikasi lisan dan tertulis; dan ternyata siswa ada yang sudah memahami
melibatkan siswa secara emosional dan tentang rima dan irama dalam puisi,

27 |Halaman
NOSI, Volume 1, Nomor 1 Maret 2013

meskipun hanya seorang dari 30 siswa. melihat objek langsung, menunjukkan hasil
Pada putaran pertama, persentase belum cukup dikatakan signifikan.
peningkatan kemampuan mereka dari 3,33 Meskipun peningkatan itu tidak sampai
% menjadi 10 % (dari seorang menjadi 3 pada nilai menurun, akan tetapi penerapan
orang), selanjutnya pada putaran kedua metode konstruktivistik pada putaran
menjadi 9 orang (30 %), kemudian pertama telah memberikan gambaran
meningkat signifikan di putaran ketiga tentang kelayakan metode tersebut untuk
menjadi 26 orang siswa (86,67 %). diterapkan kembali pada langkah
Pemahaman siswa tentang lambang pembelajaran berikutnya.
rasa sejak awal memang kurang, dan baru Selanjutnya, masih pada putaran
dimulai pada putaran kedua diperoleh 3 pertama ini siswa diuji sejauh mana
orang siswa (10 %), kemudian meningkat memiliki kemampuan memilih kata diksi
signifikan pula di putaran ketiga, menjadi bahasa puisi berdasarkan rima dan irama.
26 orang siswa (86,67 %), sehingga Hasil persentase ketuntasan belajar pada
kemampuan pemahaman bahasa puisi, baik aspek keterampilan di bidang ini adalah 10
rima/irama, maupun lambang rasa % siswa dinyatakan tuntas, dengan kata
mengalami peningkatan seimbang. lain 3 dari 30 siswa telah tuntas belajar.
Temuan pada permulaan siklus Adapun ketika semua siswa
adalah sebuah fakta, bahwa siswa telah dihadapkan pada uji kemampuan
mengalami peningkatan kemampuan penguasaan diksi dengan memilih kata-
menulis puisi. Pembahasan di sini adalah kata berkaitan dengan bunyi yang
sejauh mana efektivitas pemanfaatan mengandung lambang rasa: efoni, kakofoni
strategi pembelajaran menulis puisi dengan dan anomatope, ternyata hasil perolehan
metode kontsruktivistik dan pendekatan menunjukkan fakta real, bahwa semua
inkuiri dalam pemecahan masalah, yang siswa tidak ada satupun yang tuntas.
ternyata sudah dapat menunjukkan sedikit Artinya, 100 % atau 30 siswa belum
perubahan peningkatan kemampuan.. mampu menulis puisi yang melibatkan
Hasil permulaan tes putaran pertama unsur bunyi yang melambangkan nuansa
(siklus I) ini menunjukkan perolehan rasa atau suasana hati.
ketuntasan belajar dengan persentase tetap, Pendekatan pada putaran kedua tidak
sama seperti sebelum dilakukan hanya menjadi pendorong meningkatnya
pembelajaran, yaitu hanya 3,33 %. Jumlah kemampuan siswa. Peneliti memilih
siswa yang tuntas, dari 30 siswa masih pendekatan yang layak untuk diterapkan
hanya seorang saja yang dikatakan tuntas adalah pendekatan inkuiri, yaitu dengan
dengan kualifikasi nilai relatif dalam melibatkan siswa untuk mencari dan
kategori Cukup. Artinya, nilai pencapaian menemukan, kemudian menuangkannya
ketuntasan hanya sebatas kriteria nilai dalam karya tulis puisi. Peneliti juga perlu
ketuntasan minimal (KKM) yang telah mengubah teknik pembelajaran menulis
ditetapkan, yaitu 75. puisi yang sesuai dengan pendekatan yang
Pada tahap ini, setelah mendapat dipilih, yaitu teknik penulisan puisi
penjelasan teoretis, strategi belajar siswa berdasarkan lamunan.
dihadapkan secara langsung melihat objek Menulis puisi berdasarkan lamunan
alam, atau sesuatu yang tampak di sekitar pada putaran kedua, maka didapati hasil
lingkungan yang ada. Selanjutnya, dengan bahwa 26,67% atau 8 dari 30 dapat
langsung berhadapan dengan objek mencapai ketuntasan belajar. Peningkatan
tersebut para siswa dibebaskan juga terjadi pada pemilihan kata
berimajinasi melalui lamunan. berdasarkan rima, irama, yaitu 30% dan
Metode konstruktivistik yang berdasarkan efoni, kakofoni, onomatope,
dipergunakan dalam putaran pertama, serta yaitu 10%.
teknik pengarahan tema puisi dengan

28 |Halaman
NOSI, Volume 1, Nomor 1 Maret 2013

Setelah memperhatikan peningkatan belajar sebagaimana diharapkan.


yang terjadi pada putaran kedua, bahwa Peningkatan yang sama juga terjadi pada
penambahan dengan melakukan kemampuan siswa memilih kata yang tepat
pendekatan dan teknik penulisan mampu untuk menuangkan ide mereka dalam
menjadi suatu sebab bertambahnya menulis karya puisi.
kemampuan siswa untuk memilih kata Oleh karena itu, metode
dalam menulis puisi, peneliti pembelajaran konstruktivistik dengan
menyimpulkan perlunya ada variasi mengarahkan siswa menulis puisi dengan
pendekatan. Ternyata guru perlu juga melihat objek langsung dan berdasarkan
melakukan langkah-langkah strategis yang lamunan, telah terbukti berhasil
didasarkan pada perkembangan atau meningkatkan kemampuan siswa dalam
dinamika karakter dan kondisi siswa di memahami diksi, atau memilih kata dalam
kelas tersebut. Dalam hal ini peneliti penulisan puisi.
menetapkan pendekatan koorperatif Beberapa kendala terkait dengan
berlandaskan pada pendapat, bahwa siswa pembelajaran menulis puisi di setiap kelas
lebih mudah untuk menemukan dan yang bersifat kolektif dilakukan oleh guru
memahami konsep jika mereka bekerja bahasa Indonesia tidak sama dalam
sama dengan teman-teman sebaya. praktiknya. Pemahaman awal bagi guru
Pendekatan ini memerlukan seleksi harus bertolak dari karakteristik kelas,
pada pembagian kelompok kelas, yaitu serta kekhasan kelas tersebut. Mulai dari
pengelompokan berdasarkan nilai yang latar belakang siswa pada jenjang
didapatkan siswa pada putaran sebelumnya yang bervariasi dan unik, guru
sebelumnya. Pengelompokan ini mulai mengamati kondisi real, kemudian
menyerupai asistensi pembelajaran, karena menyiapkan strategi pembelajaran yang
siswa yang telah menunjukkan layak diterapkan di kelas itu. Kalau tidak
keberhasilan dalam menulis puisi demikian, tentu akan mengalami banyak
dikelompokkan dengan siswa yang belum kendala nantinya.
memiliki kemampuan. Interaksi antar Selama ini tradisi pembelajaran di
siswa dalam kelompok ini melahirkan dalam kelas masih banyak yang belum
kerja sama positif, sehingga kegiatan berubah. Mulai dari penataan ruang belajar
meningkatkan kemampuan memilih kata yang masih berorientasi masa lalu yang
dalam menulis puisi, dalam penelitian ini, stagnan. Deret bangku siswa yang
melibatkan siswa sebagai penyampai membujur ke belakang memungkinkan
pengetahuan. Disamping itu, peneliti tetap guru tetap mempertahankan metode
memilih dua macam teknik penulisan mengajar dengan ceramah, searah, dan
puisi, yakni dengan melihat objek langsung tidak merata dapat diterima oleh siswa.
dan lamunan. Cara seperti ini pada putaran Hanya siswa pada bagian tertentu, seperti
penelitian sebelumnya telah terbukti baris atau deret depan yang mendapat
sebagai teknik pembelajaran yang dapat perhatian guru. Sebaliknya, para siswa
meningkatkan kemampuan siswa dalam yang menempati deret bangku bagian
menulis puisi. belakang ternyata kurang mendapat
Penerapan metode konstruktivistik perhatian.
dengan pendekatan kooperatif, serta Hal-hal tradisional seperti ini
penggunaan teknik menulis puisi dengan ternyata kurang dapat membuka ruang
melihat objek langsung dan berdasarkan keaktifan siswa dalam komunikasi.
lamunan terbukti berhasil. Hasilnya Akibatnya para siswa yang tempat
menunjukkan, bahwa 86,67 % atau 26 duduknya jauh dari guru tentu tingkat
dari 30 siswa telah mencapai ketuntasan komunikasi pembelajarannya menjadi
belajar, sedangkan 13,33 % atau 4 dari 30 rendah dan longgar, serta tidak responsif.
siswa masih belum mencapai ketuntasan Ruang belajar seperti ini secara psikologis

29 |Halaman
NOSI, Volume 1, Nomor 1 Maret 2013

menjadi tidak produktif dan malas sekolah yang tidak favorit lagi, bahkan
berkreasi. dijauhi peminatnya. Karena itulah
Dalam penelitian ini ditemukan kemungkinan terjadi kesengajaan
fakta, bahwa subjek teliti (di antara penggelembungan angka-angka pada
beberapa siswa) menunjukkan kurang atau ijazah para siswa. Apabila demikian
tidak adanya kontinuitas kerjasama dalam halnya, maka berakibat pada pengambilan
penyampaian bahan ajar mata pelajaran data awal penelitian ini yang menjadi tidak
bahasa Indonesia pada jenjang sekolah benar dan dapat menjadi asumsi penelitian
tempat mereka belajar, sebelum diterima yang menipu.
masuk ke sekolah jenjang SMA.
Kenyataan ini seolah-olah SIMPULAN DAN SARAN
mengindikasikan sumbangan nyata tentang Simpulan yang didapat dari
pencapaian hasil penyelenggaraan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini,
kurikulum yang masih parsial. Bukan bahwa kemampuan siswa menulis puisi
hanya antarguru bahasa Indonesia yang harus sejalan dengan kemampuan
berbeda, melainkan seperti tidak ada pemilihan diksi atau kata-kata dengan
keterkaitan antarjenjang sekolah, bahkan tepat. Metode konstruktivistik memberi
antarkelas. ruang gerak bagi siswa untuk leluasa
Kemampuan siswa dalam menyerap menerapkan kemampuan diksi melalui
pemahaman materi pembelajaran tidak melihat objek langsung dan berdasarkan
sepadan dengan asumsi awal sebelum lamunan. Keberhasilan siswa dalam
dilakukan penelitian tindakan kelas. Nilai memilih kata yang tepat, menyebabkan ide
prestasi akademik siswa kelas X yang yang tertuang dalam karya tulis puisi
menjadi objek yang diteliti ini tidak memiliki keindahan dan kesan yang
mencerminkan fakta sesungguhnya. Hal ini mendalam bagi pembacanya.
kemungkinan akibat sebelum masuk Selanjutnya, segenap pihak yang
jenjang SMA, beberapa siswa telah ada berkepentingan, seperti para guru, kepala
yang memiliki nilai prestasi akademik sekolah dan pihak-pihak yang terkait agar
artifisial. Ini juga dapat terjadi akibat menempatkan perhatian dalam penerapan
ketidakvalidan guru dalam melaksanakan metode pembelajaran bagi siswa secara
proses pembelajaran. Mungkin terjadi dinamis di dalam kelas. Dengan penerapan
rekayasa nilai yang sekedar supaya metode dan strategi yang tepat, tentu akan
siswanya nanti dapat dengan mudah didapatkan keberhasilan dalam
melewati persyaratan-persyaratan pengelolaan pembelajaran di sekolah.
perolehan akademik tinggi, sebagaimana
yang dewasa ini sering diminta oleh DAFTAR RUJUKAN
sekolah favorit pada jenjang yang dituju.
Dewasa ini juga kerap ada opini Sarumpaet, R.K.T. (Ed.). 2002. Sastra
masyarakat, bahwa apabila para siswa Masuk Sekolah. Magelang:
lulusan SMP tertentu yang tidak bisa Indonesiatera.
masuk pada sekolah favorit, maka berarti Data, Mochtar. 2011. Pendekatan
sekolah SMP tersebut berpredikat tidak Pembelajaran Bahasa Indonesia.
maju, yang berakibat fatal menjadi Malang: Universitas Islam Malang.

30 |Halaman

You might also like