introduction

Research in many areas has been promoted as the economics of satellite

communications has evolved and emphasis is now placed on cost reduction. As
satellite lifetimes have been extended the operators of the system have looked at
various schemes to reduce their costs. One option open to spacecraft controllers is
the slackening of the orbital specification requirements placed upon the satellite.
This policy allows the orbit to develop beyond the bounds that have been the norm
until recent- ly, particularly in the north-south, or inclination plane. For the satellite
operator this offers an economic advan- tage in terms of an extended satellite
lifetime as on board fuel usage is reduced. For the earth station operator the
loosening of the orbital specification results in the space- craft wandering in the sky
more than has previously been the case. Consequently earth stations now have to
employ some pointing control where previously none was needed.

Penelitian dalam banyak bidang telah dipromosikan sejalan dengan perekonomian

komunikasi satelit yang telah berubah dan berkembang sekarang ditempatkan pada
pengurangan biaya. Seperti daya tahan satelit telah diperpanjang, operator sistem
telah melihat berbagai skema untuk mengurangi biaya mereka. Salah satu pilihan
terbuka untuk pengendali pesawat ruang angkasa adalah berkurangnya
persyaratan spesifikasi orbital ditempatkan pada satelit. Kebijakan ini
memungkinkan orbit untuk mengembangkan di luar batas yang telah diketahui
sampai saat ini, terutama pada utara-selatan, atau kemiringan bidang. Untuk
operator satelit, hal ini menawarkan keuntungan ekonomi dalam hal perpanangan
umur satelit seperti pada penggunaan bahan bakar kapal berkurang. Untuk
operator stasiun bumi melonggarkan orbital hasil spesifikasi pesawat ruang angkasa
berkeliaran di langit lebih dari sebelumnya telah terjadi. Akibatnya stasiun bumi
sekarang harus mempekerjakan beberapa kontrol penunjuk yang sebelumnya tidak
diperlukan.

Tracking has generally been required in situations where the communications link
specification dictates that the received and transmitted signal levels over the
satellite link be maintained within defined limits. This usually becomes necessary
when the antenna beamwidth is of the same order of magnitude as the angular
motion of the satellite. The required pointing accuracy is primarily determined by
the beamwidth of the antenna (which is a function of antenna diameter and
operating frequency) and the allowable losses on the communications path. Other
factors also play a part such as propagation condi- tions, the mechanical
performance of the antenna and the local weather, all of which serve to perturb
most systems.

Pelacakan secara umum telah dibutuhkan dalam situasi di mana spesifikasi

hubungan komunikasi menyatakan bahwa tingkat sinyal yang diterima dan dikirim
melalui link satelit dijaga dalam batas yang ditentukan. Hal ini biasanya menjadi
diperlukan ketika beamwidth antena memiliki orde yang sama besarnya sebagai
gerakan sudut satelit. Keperluan akan akurasi penunjukan terutama ditentukan oleh
beamwidth antena (yang merupakan fungsi dari diameter antena dan frekuensi
operasi) dan kerugian yang diijinkan pada jalur komunikasi. Faktor-faktor lain juga
memainkan peranan seperti kondisi-kondisi propagasi, kinerja mekanik antena dan
cuaca lokal, yang semuanya berfungsi untuk mengganggu kebanyakan sistem.
Broadly speaking there have been three areas in which tracking techniques have
been developed. The first involves ground station tracking of a subsynchronous
orbiting satellite. Here the satellite is in view from any point on the earth's surface
for a limited period of time and sweeps a path across the observer's sky in a period
of time determined by the orbital parameters of the space- craft. Without some form
of tracking, even for a fairly wide beamwidth antenna, the ground station would
soon lose contact and the communications link would suffer. The second situation
involves ground station tracking of a geostationary satellite. Now the satellite
movement is limited to a narrow window usually not exceeding k3". For an antenna
with a beamwidth of the same order as this motion it is possible that no tracking will
be required and the antenna can be fixed, perhaps requiring occasional manual
correction to account for satellite drift. If, however, an antenna is used with a much
nar- rower beamwidth then tracking again becomes necessary. The third area
involves satellite-to-satellite links. Here the predominant features of the tracking
technique are not only accuracy, but weight and reliability. This places new
constraints on the method employed.

Secara garis besar ada tiga daerah di mana teknik pelacakan telah dikembangkan.
Yang pertama melibatkan pelacakan stasiun bumi dari satelit yang mengorbit
secara subsynchronous. Berikut satelit dalam pandangan dari setiap titik di
permukaan bumi untuk jangka waktu tertentu dan membentuk jalur di langit
pengamat dalam jangka waktu yang ditentukan oleh parameter orbital dari pesawat
ruang angkasa. Tanpa beberapa bentuk pelacakan, bahkan untuk antena
beamwidth yang cukup lebar, stasiun ruang angkasa di bumi akan segera
kehilangan kontak dan koneksi akan rusak. Situasi kedua melibatkan pelacakan
stasiun bumi dari satelit geostasioner. Sekarang gerakan satelit dibatasi untuk
jendela sempit biasanya tidak melebihi k3". Untuk antena dengan beamwidth dari
orde yang sama seperti gerakan ini memungkinkan bahwa tidak ada pelacakan
akan diperlukan dan antena bisa bkerja dengan baik, mungkin memerlukan koreksi
manual sesekali untuk memperhitungkan pergeseran satelit. Namun, jika antena
digunakan dengan banyak beamwidth pendek, diperlukan lagi adanya pelacakan.
Situasi ketiga melibatkan hubungan antara satelit. Berikut fitur utama dari teknik
pelacakan tidak hanya akurasi , tapi berat badan dan kehandalan. Ini menempatkan
kendala baru pada metode yang digunakan.

Over the past 25 years, work has progressed so that four classes of tracking system
have evolved to meet the various needs of satellite communications. These can be
described as : (a) manual/programme tracking (b) monopulse or simultaneous
sensing (c) sequential amplitude sensing (d) electronic beam squinting

Selama 25 tahun terakhir, pekerjaan telah berkembang sehingga empat kelas dari
sistem pelacakan telah berubah untuk memenuhi berbagai kebutuhan komunikasi
satelit. Ini dapat digambarkan sebagai: (a) manual / Program pelacakan (b)
monopulse atau penginderaan simultan (c) amplitudo penginderaan berurutan (d)
electronic beam squinting

The latter three techniques can be classified under the general heading of
automatic tracking or autotracking. These schemes represent closed-loop tracking
systems and once satellite acquisition has been established, tracking continues with
no operator intervention. All autotracking schemes rely on the reception of a
continuous beacon signal transmitted by the satellite. The received beacon signal is
used to derive pointing error information which supplies control signals to the
antenna drive servo mechanisms. The antenna is driven so as to attempt to
minimise the pointing error and hence null the tracking error. The sequential
amplitude sensing systems and monopulse systems are widely used in satellite
communi- cations today. Electronic beam squinting is relatively new and although
still in the early stages of research is begin- ning to be deployed at several earth
station facilities

Yang terakhir tiga teknik dapat diklasifikasikan ke dalam pos umum pelacakan
otomatis atau autotracking. Skema ini merupakan sistem pelacakan loop tertutup
dan sekali akuisisi satelit telah didirikan, pelacakan berkala tanpa intervensi
operator. Semua skema autotracking mengandalkan penerimaan sinyal beacon
terus menerus ditransmisikan oleh satelit. Sinyal beacon yang diterima digunakan
untuk memperoleh penunjukan kesalahan informasi yang memasok sinyal kontrol
untuk mekanisme servo antena drive. Antena didorong sehingga dapat mencoba
untuk meminimalkan kesalahan penunjukan dan karenanya nol kesalahan
pelacakan. Sistem amplitudo penginderaan sekuensial dan sistem monopulse
secara luas digunakan dalam satelit komunikasi-komunikasi saat ini. Elcctronic
beam squinting relatif baru dan meskipun masih dalam tahap awal penelitian
adalah ning mulai dikerahkan di beberapa fasilitas stasiun bumi

Each of these four classes will now be examined in turn. Emphasis is to be placed
upon the principle of the tracking method and the consequent effect on overall
system performance. For the autotracking schemes, this entails a detailed
description of the radiofrequency pro- cessing necessary to derive the tracking error
signals. The effect of the servo mechanism and control systems, employed in the
antenna drive, are not considered since these are relatively independent of the error
detection mechanism. It must be appreciated, however, that these elements do
have a significant effect on overall system performance

Masing-masing empat kelas sekarang akan diperiksa pada gilirannya. Penekanan

ditempatkan pada prinsip metode pelacakan dan efek konsekuen pada kinerja
sistem secara keseluruhan. Untuk skema autotracking, ini memerlukan penjelasan
rinci tentang pengolahan frekuensi radio yang diperlukan untuk mendapatkan sinyal
kesalahan pelacakan. Pengaruh mekanisme servo dan sistem kontrol, bekerja di
antena drive, tidak dianggap karena ini relatif independen dari mekanisme deteksi
kesalahan. Ini harus dihargai, bagaimanapun, bahwa elemen-elemen ini tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja sistem secara keseluruhan

Conclusion
Over the past 25 years or so a number of error sensing techniques have been used
in satellite tracking systems. These are summarised in Table 1.

Selama 25 tahun terakhir ini sejumlah kesalahan teknik penginderaan telah

digunakan dalam sistem pelacakan satelit. Ini diringkas dalam Tabel 1.

Of these, two have become prevalent, they may be described as monopulse and
step-track. The monopulse technique relies on sensing the received wavefront and
processing the signal to derive the pointing information. By tracking the amplitude
and phase of a higher-order wavefront, tracking errors less than 0.005 can be
achieved. Unfortunately, the system relies upon at least a two-channel coherent
receiver for its operation which incurs the penalties of mass and expense. Whilst
such factors can be absorbed in a typical ground station, they represent a high
penalty in terms of a spacecraft and the mass of the monopulse system leads to a
reduction in the effective communications payload. In the case of step- track
systems, a relatively simple noncoherent receiver can be used to sense the
amplitude of the signal. Whilst this leads to a significantly cheaper implementation
than the monopulse technique, the performance of the com- munications link is
sacrificed and a minimum signal/ noise ratio of some 30 dB is required for
satisfactory operation. This is to be compared with a figure of 15 dB for the
monopulse technique. Furthermore, as error detection of the system is not real-time
it suffers from dynamic lag, the overall accuracy is degraded and the systems have
significant dynamic limitations.

Dari jumlah tersebut, dua telah menjadi lazim, mereka dapat digambarkan sebagai
monopulse dan step-track. Teknik monopulse bergantung pada penginderaan muka
gelombang yang diterima dan pengolahan sinyal untuk memperoleh informasi yang
menunjuk. Dengan melacak amplitudo dan fase dari muka gelombang dengan orde
yang lebih tinggi, pelacakan kesalahan kurang dari 0,005"dapat dicapai. Sayangnya,
sistem bergantung pada setidaknya dua saluran penerima koheren untuk operasi
yang menimbulkan hukuman massa dan biaya. Sementara faktor tersebut dapat
diserap dalam stasiun tanah yang khas, mereka mewakili penalti tinggi dalam hal
pesawat ruang angkasa dan massa sistem monopulse mengarah ke pengurangan
efektif komunikasi payload. Dalam kasus sistem track langkah-, penerima
noncoherent relatif sederhana dapat digunakan untuk merasakan amplitudo sinyal.
Sementara ini menyebabkan implementasi signifikan lebih murah daripada teknik
monopulse, kinerja link komunikasi dikorbankan dan rasio sinyal / noise minimal
sekitar 30 dB diperlukan untuk operasi yang memuaskan. Ini harus dibandingkan
dengan angka 15 dB untuk teknik monopulse. Selain itu, sebagai deteksi error dari
sistem ini tidak real-time itu menderita dinamis lag, akurasi keseluruhan
terdegradasi dan sistem memiliki keterbatasan dinamis signifikan.

In the early eighties electronic beam squint techniques have emerged. These
techniques, while still very much in the research stage, appear to have overcome
many of the problems associated with the early systems. They offer a tracking
accuracy and dynamic performance similar to that of the monopulse system while
at the same time being relatively simple. Only a single-channel receiver is required,
resulting in a relatively cheap and low mass system. In addition to this, the
acquisition range of these techniques is considerably beyond that of monopulse
systems as the error signal is derived from the primary beam of the antenna. The
electronic beam squint system seems ideally suited for use in the next generation of
satellite tracking applications as the trend towards digital processing continues.

Pada awal tahun delapan puluhan teknik juling balok elektronik telah muncul.
Teknik-teknik ini, sementara masih sangat banyak dalam tahap penelitian,
tampaknya telah mengatasi banyak masalah yang terkait dengan sistem awal.
Mereka menawarkan akurasi pelacakan dan kinerja dinamis mirip dengan sistem
monopulse sementara pada saat yang sama yang relatif sederhana. Hanya
penerima single-channel diperlukan, sehingga sistem massa relatif murah dan
rendah. Selain ini, kisaran perolehan teknik ini jauh lebih dari itu sistem monopulse
sebagai sinyal kesalahan ini berasal dari sinar utama antena. Sistem balok juling
elektronik tampaknya cocok untuk digunakan dalam generasi berikutnya dari
aplikasi pelacakan satelit sebagai tren ke arah pengolahan digital terus berlanjut.

Furthermore, the availability of cheap, small and powerful microprocessors offers

the opportunity of applying signal processing techniques to satellite track- ing.
Theoretical and practical work in the areas of optimal estimation and orbital
prediction show signifi- cant improvements in system performance can be achieved
beyond that of simple error sensing. In many future systems it is clear that, such
techniques, will form as much an integral part of the tracking facility as the type of
radio-frequency sensing technique employed.

Selain itu, ketersediaan murah, kecil dan kuat mikroprosesor menawarkan

kesempatan menerapkan teknik pemrosesan sinyal untuk lagu-satelit ing. Teoritis
dan praktis pekerjaan di bidang estimasi optimal dan orbital prediksi menunjukkan
signifikan perbaikan tidak bisa di kinerja sistem dapat dicapai di luar itu kesalahan
penginderaan sederhana. Dalam banyak sistem di masa mendatang jelas bahwa,
teknik tersebut, akan membentuk sebanyak bagian integral dari fasilitas tracking
sebagai jenis teknik penginderaan frekuensi radio yang digunakan.